Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

Oleh:
Ghinna Pretty Wardani 1840312011

Preseptor:
dr. Firman Arbi, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah
terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens
tuberkulosis anak tidak mudah. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat
diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak. Kriteria masalah
tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif per satu juta
penduduk.1
Sampai saat ini belum ada satu negara pun yang bebas tuberkulosis. TB
merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG
pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB dewasa.
Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV maka perhatian pada
penyakit TB harus lebih ditingkatkan Anak biasanya tertular TB, atau juga
disebut mendapat infeksi primer TB, akan membentuk imunitas sehingga uji
tuberkulin akan menjadi positif. Tidak semua anak yang terinfeksi TB primer
ini akan sakit TB. Setelah beberapa puluh tahun penurunan insidensi
tuberculosis, angka kasus tuberculosis telah bertambah secara dramatis
selama decade terakhir ini. Hampir 1,3 kasus dan 450.000 kematian terjadi
pada anak-anak setiap tahunnya di seluruh dunia.1
Penyebaran penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia dari tahun ke ke
tahun mengalami kecenderungan naik 2 persen sampai 5 persen. Kenaikan
terutama terjadi beberapa tahun belakangan ini, bersamaan dengan terjangan
krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Setiap tahun diperkirakan terdapat
262 ribu penderita baru di Indonesia. Di Indonesia, penyakit TBC bahkan
menjadi penyebab kematian akibat penyakit infeksi nomor tiga setelah stroke
dan jantung. Hasil penelitian yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia WHO
(World Health Organization), jumlah penderita TBC di Indonesia sekira 0,3

2
persen dari jumlah penduduk total setiap tahun. Meskipun dari persentase
kecil, namun jumlah penderita TBC cukup tinggi apalagi setelah krisis
ekonomi melanda negara Indonesia, yang ditandai dengan penurunan kualitas
hidup masyarakat, angka penderita semakin naik.2
1.2 Batasan Masalah
Case Report Session ini membahas tentang sebuah kasus tuberkulosis paru
pada anak serta diagnosis dan penatalaksanaannya.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman mengenai diagnosis dan penatalaksanaan dari kasus tuberkulosis
paru pada anak.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai pada penulisan studi kasus ini berupa hasil
pemeriksaan pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu
pada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
mikrobakterium tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman
TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya.
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri
Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru -
paru dan sebagianlagi dapat menyerang di luar paru - paru, seperti kelenjar
getah bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan
sebagainya.2
B. EPIDEMIOLOGI
TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia.
Pada tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB
sebagai Global Emergency. WHO dalam Annual Report on Global TB
Control 2011 menyatakan bahwa terdapat 22 negara dikategorikan
sebagai high burden countries terhadap TB, termasuk Indonesia. Pada tahun
2010 diperkirakan terdapat 8,8 juta kasus TB, dimana 3,9 juta adalah kasus
BTA (Basil Tahan Asam) positif serta 1,4 juta orang meninggal di seluruh
dunia akibat TB termasuk 0,35 juta orang dengan penyakit HIV.3
Tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan
insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,37 – 0,54 juta setelah India (2,0 –
2,5 juta), Cina (0,9 – 1,2 juta), Afrika Selatan (0,40 – 0,59 juta). Pada tahun
2004, diperkirakan angka prevalensi kasus TB di Indonesia 130/100.000
penduduk, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar
101.000 orang pertahun serta angka insidensi kasus TB BTA positif sekitar
110/100.000 penduduk. Penyakit ini merupakan penyebab kematian terbesar
ke-3 setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan serta
merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.4,5

4
C. ETIOLOGI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang
disebabkan oleh Mycobacterium avium). Mycobacterium tuberculosis
ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis dapat hidup
dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi bila dalam
cairan akan mati pada suhu 60°C dalam waktu 15-20 menit. Fraksi protein
basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya
menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya
fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman
ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.4,5,6
Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun
eksotoksin). Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara,
sehingga sebagian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru.
Selain melalui udara, penularan dapat peroral misalnya minum susu yang
mengandung basil tuberculosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga
melalui luka atau lecet di kulit.5,7
Mycobacterium tuberculosis mengandung zat organik dan anorganik.
Protein (tuberculoprotein) bersifat sebagai antigen, sehingga terjadi reaksi
antigen antibodi yang menyebabkan terjadinya lesi dan eksudasi. Lipid
(tuberculolipid) merangsang jaringan sehingga terjadi reaksi spesifik
(terbentuk tuberkel). Lipid bersama-sama dengan zat asam lain dari kuman
akan menyebabkan kuman menjadi tahan asam. Polisakarida dari kuman
bersifat sebagai hapten yang dianggap berperan dalam merangsang tubuh
untuk membentuk suatu kekebalan.3,8

5
D. FAKTOR RESIKO2
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya tuberkulosis primer:
1. Faktor Infeksi
Penularan tuberkulosis primer dapat melalui 4 cara, yaitu:
- Batuk orang dewasa
Saat orang dewasa batuk atau bersin, sejumlah tetesan cairan (ludah)
tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis paru, maka
tetesan tersebut mengandung kuman. Jika disekitar orang tersebut terdapat
orang dewasa atau anak-anak yang pada saat itu kekebalan tubuhnya
menurun maka dengan mudah akan terinfeksi atau tertular.
- Makanan atau susu
Anak- anak bisa terinfeksi tuberkulosis dari susu atau makanan, dan
infeksi bisa terjadi mulai pada mulut atau usus. Susu dapat mengandung
tuberkulosis dari sapi (bovine TB), bila sapi di daerah tersebut menderita
tuberkulosis dan susu tidak direbus sebelum diminum. Bila hal ini terjadi,
infeksi primer terjadi pada usus, atau terkadang pada amandel.
- Melalui kulit
Kulit yang utuh ternyata tahan terhadap tuberkulosis yang jatuh diatas
permukaannya. Namun, bila terdapat luka atau goresan baru, tuberkulosis
dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa dengan yang
ditemukan pada paru.
- Keturunan dari ibu
Apabila seorang ibu yang sedang hamil menderita tuberkulosis maka
sudah pasti anaknya positif menderita tuberkulosis.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung
perkembangbiakan basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti diketahui basil
tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat
berkembangbiak apabila ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati
jika terkena sinar matahari secara langsung. Jadi kebersihan lingkungan perlu
diperhatikan.

6
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya zat
gizi. Ekonomi juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi penyebab
penularan tuberkulosis primer. Seorang ibu dengan perekonomian rendah
maka untuk mencukupi makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak susah,
sehingga mereka hanya memberi makanan apa saja tanpa mengetahui nilai
gizinya. Padahal kita tahu bahwa dengan mengkonsumsi makanan sehat dan
bergizi akan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak dan meningkatkan
kekebalan tubuh anak terhadap penyakit.
4. Pelayanan Kesehatan
Adanya penyakit tuberkulosis primer yang semakin tinggi prevalensi di
Indonesia maka pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan oleh
pemerintah, melihat penderita penyakit tersebut adalah anak-anak yang masih
dalam masa pertumbuhan membutuhkan perawatan intensive. Apabila tingkat
pelayanan kesehatan tidak optimal maka akan mempengaruhi penyembuhan
tuberkulosis primer dan bila tingkat pelayanan kesehatan bekerja secara
optimal maka laju peningkatan penyakit tuberkulosis primer dapat ditekan
seminimal mungkin. Hal ini tidak lepas pula dari peran pemerintah dan
masyarakat dalam menanggapi segala macam penyakit agar tidak terjadi
angka kematian anak yang tinggi.
E. PATOFISIOLOGI
Penularan tuberkulosis primer terjadi karena batuk atau percikan ludah
yang mengandung basil Mycobacterium Tuuberkulosis bertebaran di udara,
kemudian terhirup oleh anak yang pada saat itu sistem imunitas dalam
tubuhnya menurun sehingga mudah terinfeksi. Basil tersebut berkembangbiak
perlahan-lahan dalam paru sehingga menyebabkan kelainan paru. Basil ini
bila menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan berkembangbiak dalam
sitoplasma makrofag. Basil juga dapat terbawa masuk ke organ tubuh lain
yang nantinya bisa menyebabkan tuberculosis hati, ginjal, jantung, kulit dan
lain-lain.1,11

7
Gambar Patofisiologi Tuberkulosis.7
Bersamaan dengan itu, sebagian kuman akan dibawa melalui cairan
getah bening ke kelenjar getah bening yang terdekat disamping bronkus. Dari
kedua tempat tersebut, kuman akan menimbulkan reaksi tubuh, dan sel-sel
kekebalan tubuh akan berkumpul. Dalam waktu 4 hingga 8 minggu akan
muncul daerah kecil di tengah-tengah proses tersebut dimana terdapat
jaringan tubuh yang mati (perkijuan) yang dikelilingi sel-sel kekebalan tubuh
yang makin membesar. Perubahan-perubahan yang terjadi pada paru dan
kelenjar getah bening ini dikenal sebagai tuberkulosis primer. Basil
Mycobacterium Tuberculosis ini dapat bertahan selama 1-2 jam pada suasana
lembab dan gelap, sebaliknya akan mati jika terkena sinar matahari. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa
tahun.1,9
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit TB paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.5

8
1. Gejala sistemik/umum
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan malaise, lemah.
2. Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.5,11
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.5,11
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50%
anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah
dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.5

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
atau gagal tumbuh
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu

9
- Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
- Riwayat kontak dengan pasien tb paru dewasa.5
2. Pemeriksaan fisik
- Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
- Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang
- Uji tuberculin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bias
negative pada anak dengan TB milier atau juga menderita HIV/AIDS, gizi
buruk atau beru menderita campak
- Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat
menurut panjang/tinggi badan.5
3. Pemeriksaan penunjang
- Uji Tuberkulin
Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan
individu yang terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberculin
sangat dibutuhkan.Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting
dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat
uji Mantoux karena dosis antigen tuberculin yang dimasukkan ke dalam
kulit tidak dapat di control.Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada
anak kecil bila diketahui adanya konvensi dari negatif. Pada anak dibawah
umur 5 tahun dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya
masih aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis.10
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara mono
dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara
mantoux dengan menyuntikan intrakutan dan multiple puncture metode
dengan 4 – 6 jarum berdasarkan cara Heat andTine. Uji kulit Mantoux
adalah injeksi intradermal 0.1 mL yang mengandung 5 unit tuberculin (
UT ) derivate protein yang dimurnikan ( PPD ) yang distabilkan dengan
Tween 80.9 Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara
yang paling dapat dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang
dimasukkan dapat diketahui banyaknya.

10
Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas:
1. Eritema karena vasodilatasi perifer
2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan antibody
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 – 72 jam. Setelah
penyuntikan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang-
kadang penderita akan mulai berindurasi lebih dari 72 jam sesudah
perlakuan uji, ini adalah hasil positif. Faktor – factor yang terkait hospes,
termasuk umur yang amat muda, malnutrisi, immunosupresi karena
penyakit atau obat – obat, infeksi virus, vaksin virus hidup, dan
tuberculosis yang berat, dapat menekan reaksi uji kulit pada anak yang
terinfeksi dengan M.tuberculosis. Terapi kortikosteroid dapat menurunkan
reaksi erhadap tuberculin, dengan pengaruh yang sangat bervariasi10.
Interpretasi hasil test Mantoux9:
1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman
Mycobacterium tuberculosis.
2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan
konsentrasi yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih
berarti infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9
mm berarti cross reaction atau BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada
tanda – tanda lain dari tuberkulosis yang jelas maka harus dianggap
sebagai mungkin sering kali infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis.
3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.
Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi
silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini
biasanya sementara selama beberapa bulan sampai beberapa

11
tahun dan menghasilkan indurasi kurang dari 10 – 12 mm. Vaksinasi
sebelumnya (BCG) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap uji kulit
tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin BCG tidak
pernah menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan reaktivitas akan
berkurang 2 – 3 tahun kemudian pada penderitayang pada mulanya
memiliki uji kulit positif.9
-Pemeriksaan Radiologis9
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang
membutuhkan biaya lebih dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam
beberapa hal pemeriksaan radiologis memberikan beberapa keuntungan
seperti tuberkulosis pada anak – anak dan tuberculosis millier. Pada kedua
hal tersebut diagnosa dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi dada,
sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif. Pada anak dengan
uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Gambaran
radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru:
1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.
2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.
3. Penyebaran milier.
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
6. Pleuritis dengan efusi.
Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat
diagnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.
-Pemeriksaan Laboratorium9
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-
kadang meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan
didapatkan sedikit leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit
masih normal. Laju Endap Darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan laju endap darah mulai
turun kearah normal lagi.
12
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan, tetapi kadang – kadang tidak mudah
untuk menemukan sputum terutama penderita yang tidak batuk atau
pada anak –anak. Pada pemeriksaan sputum kurang begitu berhasil
karena pada umumnya sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan
fasilitas laboratorium berteknologi yang cukup baik, yang berarti
membutuhkan biaya yang banyak Adapun bahan – bahan yang
digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi adalah :
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum
4. Cairan pleura
5. Liquor cerebrospinalis
6. Cairan asites
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya
ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata
lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang


maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor
>6 (sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi
secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan
lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal,
pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan dll.

13
Tabel Sistem scoring diagnosis TB anak

Catatan:
 Diagnosis dengan sistem scoring ditegakkan oleh dokter
 Bila dijumpai skrofuloderma (tb pada kelenjar dan kulit
), langsung didiagnosis TB.
 Berat badan dinilai saat pasien datang
 Demam dan Batuk tidak memiliki respon terhadap terapi baku
 Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
 Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari setelah
penyuntikan), harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
 Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6 (skor maksimal 13)
 Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS

14
Gambar Alur diagnosis dan tatalaksana TB Anak

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi.4

I. PENCEGAHAN
1. Vaksinasi BCG
Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh
basil tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6 – 8 minggu setelah
pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih
mungkin terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan
menimbulkan komplikasi yang berat.
2. Kemoprofilaksis
- Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi
(uji tuberkulin negatif) tetapi kontak dengan penderita TB aktif. Obat
yang digunakan adalah INH 5 – 10 mg/kgBB/hari selama 2 – 3 bulan.
- Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberkulin
positif tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor

15
resiko menjadi TB aktif, obat yang digunakan adalah INH 5 – 10
mg/kgBB/hari selama 6 –12 bulan.1

J. PENATALAKSANAAN5
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup
adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis
maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan
parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai
perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologic tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/ intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB
adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan
dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada
TB berat). OAT pada anak dapat diberikan setiap hari, baik pada intensif
maupun tahap lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT
disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk
satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), sedangkan untuk tahap
lanjutan, yaitu Rifampisin dan isoniazid.
Nama Dosis (mg/kgBB/hari) Dosis maksimal
(mg/hari)
Isoniazid (INH) 5-15 mg/kgBB/hari 300 mg/hari
Rifampisin (RIF) 10-20 mg/kgBB/hari 600 mg/hari
Pirazinamid (PZA) 25-35 mg/kgBB/hari 2000 mg/hari
Streptomisin (harus 15-40 mg/kgBB/hari 1250 mg/hari
parenteral)
Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari 1000 mg/hari

16
Paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap = KDT. Tablet
KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu :9
- Tablet RHZ yang merupakan kombinasi dari R (Rifampisin), H
(Isoniazid), dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
- Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H
(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan
anak dan komposisi dari tablet KDT tersebut.

Dosis KDT pada anak

Berat badan (KG) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari


RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 Tablet 1 Tablet
10-14 2 Tablet 2 Tablet
15-19 3 Tablet 3 Tablet
20-32 4 Tablet 4 Tablet
Keterangan :
- Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk kerumah sakit
- Anak dengan BB > 33 kg, disesuaikan dengan dosis dewasa
- Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
- OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus
Bila paket KDT belum tersedia dapat digunakan paket OAT Kombipak anak
dosisnya

Dosis OAT Kombipak fase awal/intensif pada anak


Jenis obat BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

17
Dosis OAT Kombipak fase lanjutan pada anak
Jenis obat BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

K. KOMPLIKASI 3
Komplikasi yang dapat timbul antara lain :
 TB milier
 Meningitis TB
 Efusi pleura
 Pneumotoraks
 Bronkiektasis
 Atelektasis

L. PROGNOSIS 6
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, lamanya mendapat
infeksi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini,
pengobatan adekuat dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare
yang berulang dan lain-lain.

18
BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : MAG

Umur : 4 tahun 2 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku bangsa : Minang

Alamat : Perum Nuansa Indah Blok B2, Koto Tangah, Padang

Seorang anak laki-laki berumur 4 tahun 2 bulan masuk ke IGD RSUP Dr.
M. Djamil Padang pada tanggal 01 Agustus 2019 dengan:

Keluhan utama : Demam lama sejak ±38 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Demam lama sejak ±38 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi,
dirasakan terutama pada malam hari dan berkurang pada pagi hari, tidak
menggigil, disertai keringat terutama pada malam hari, tidak disertai
kejang. Demam tidak disertai batuk pilek maupun keluar cairan dari
telinga.
 Terdapat penurunan berat badan 2 kg dalam 1 bulan terakhir. Terdapat
penurunan nafsu makan. Pasien biasa menghabiskan ¾ porsi keluarga, saat
ini ¼-1/2 porsi keluarga.
 Batuk sejak 3 minggu ini, batuk tidak berdahak, munculan batuk jarang
 Sesak napas tidak ada
 Mual tidak ada, muntah tidak ada.
 BAK warna dan jumlah biasa
 BAB warna dan konsistensi biasa

19
 Awalnya pasien di rawat di RS Siti Rahmah pada tanggal 30 Juni 2019
dengan diagnosa demam tifoid dan dirawat selama 14 hari. Lalu, pada
tanggal 22 Juli 2019 pasien dirawat di RS Naili dan dilakukan
pemeriksaan rontgen dada dengan hasil gambaran TB paru aktif serta
mantoux test dengan diameter ± 6mm. Pasien dirawat dan mendapat terapi
OAT selama 9 hari di RS Naili kemudian dirujuk ke RSUP dr mdjamil
Padang untuk penanganan lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien tidak pernah menderita demam tinggi seperti ini sebelumnya.


 Riwayat batuk lama dan sakit TB sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada orang rumah maupun lingkungan sekitar rumah yang menderita
batuk lama ataupun pernah mendapat obat paket.
 Riwayat batuk lama dan sakit TB pada anggota keluarga disangkal.
 Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan maupun makanan.

Riwayat kehamilan :

 Pemeriksaan kehamilan ke bidan, teratur. Kehamilan kurang bulan, 35-36


minggu. Persalinan dibantu oleh bidan, lahir spontan pervaginam,
langsung menangis, berat badan lahir 3100 gr.

Kesan : Kehamilan cukup bulan, langsung menangis, berat badan lahir


normal.

Riwayat Makanan dan Minuman


 Bayi : ASI : 0-24 bulan Susu formula : 0 bulan-
sekarang
Buah, Biskuit : 6 bulan Bubur susu : 6 bulan
Nasi tim : 6 bulan
 Anak : Makanan utama : Nasi 3x /hari, menghabiskan 3/4 porsi

20
Kesan : Gizi kualitas dan kuantitas cukup
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar/Umur Booster/Umur
BCG 2 bulan
DPT : 1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Polio : 1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Hepatitis B : 1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Haemofilus influenza B :
1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Campak 9 bulan

Kesan : Imunisasi Lengkap dan sesuai waktu


Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat Umur Riwayat gangguan Umur
pertumbuhan & perkembangan
perkembangan mental
Ketawa 3 bulan Isap jempol -
Miring 3 bulan Gigit Kuku -
Tengkurap 4 bulan Sering mimpi -
Duduk 8 bulan Mengompol -
Merangkak 10 bulan Aktif sekali -
Berdiri 12 bulan Apatik -
Lari 18 bulan Membangkang -
Gigi pertama 6 bulan Ketakutan -
Bicara 18 bulan Pergaulan jelek -

Kesan : Perkembangan anak sesuai


Riwayat keluarga :
Ayah Ibu
Nama : Abdullah Ginting Syafni Pera
Umur : 44 tahun 40 tahun
Pendidikan : Sarjana SLTA
Pekerjaan : Guru IRT

21
Penghasilan : Rp. 5000.000 -
Perkawinan : Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita: -
Saudara Kandung Umur Keadaan sekarang
1. Laki-laki 14 tahun Sehat
2. Perempuan 11 tahun Sehat
3. Laki-laki 4 tahun Pasien
Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Rumah Tempat Tinggal : Rumah Permanen

Sumber Air Minum : PDAM

Buang Air Besar : Toilet Dalam Rumah

Pekarangan : Luas

Sampah : Setiap Hari Dijemput Petugas Pengumpul Sampah

Kesan : Higiene dan sanitasi baik

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis

Tekanan darah : 95/60 mmHg

Nadi : 108 x/ menit

Nafas : 27 x/ menit

Suhu : 37,9oC

Tinggi Badan : 97 cm Berat Badan : 13,5 kg

BB/U : 13,5/17 x 100% = 79,4%

TB/ U : 97/104 x 100% = 93,2%

22
BB/TB : 13,5/15 x 100% = 90%

Gizi : gizi baik

Kulit : Teraba hangat

Kepala : Bulat, simetris

Leher : Teraba pembesaran KGB di region colli dextra jumlah 3


buah dengan ukuran masing-masing 1 cm x 1cm

Teraba pembesaran KGB di region colli sinistra jumlah 1


buah berukuran 0,5 cm x 0,5 cm

Rambut : hitam, tidak mudah di cabut

Mata : konjungtiva anemis (+/+) , sklera tidak ikterik (-/-)

Telinga & Hidung : tidak ada kelainan, epistaksis (-)

Mulut : mukosa bibir dan mulut kering, tonsil T1-T1 warna merah
muda

Leher : 5-2 cm H2O

Dada :

Inspeksi : normochest,simetris saat dinamis dan statis, retraksi (-)

Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi : sonor kiri dan kanan

Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linae mid clavicula
sinistra
23
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus normal

Alat kelamin : A1 G1 P1

Ekstremitas :

Atas : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis normal,


refleks patologis tidakada
Bawah : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis normal,
refleks patologis tidak ada
Pemeriksaan Laboratorium :

 Darah
Hb : 8,4 g/dL
Leukosit : 17.090 /mm3
Trombosit : 559.000 /mm3
Ht : 27 %
Kesan : Anemia, leukositosis, trombositosis
Diagnosa kerja :
- Tb paru dalam terapi
- Limfadenopati et regio coli dektra dan sinistra
- Anemia ringan e.c susp. defisiensi besi

24
Tatalaksana :

 IVFD KAEN 1B 17 tpm makro


 Isoniazid 1x150 mg (po)
 Rifampisin 1x200 mg (po)
 Pirazinamid 1x300 mg (po)
 Vit. B6 1x10 mg (po)
 PCT syr 3x1,5 cth

Rencana pemeriksaan :
- Mantoux test
- Gen expert dan BTA sputum
- Cek faal hepar, kultur darah, urinalisis, feses rutin

Follow up (2 Agustus 2019)


S/
- Demam (+)
- Os tampak pucat
- Batuk (+) sesekali, tidak berdahak, sesak napas (-)
- Mual (-) muntah (-)
- BAK dan BAB biasa
O/
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 96x/menit

Nafas : 22x/menit

Suhu : 37,6ºC

Mata: Konjungitva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Leher: Teraba pembesaran KGB di region colli dextra jumlah 3 buah dengan

25
ukuran masing-masing 1 cm x 1cm.
Teraba pembesaran KGB di region colli sinistra jumlah 1 buah
berukuran
0,5 cm x 0,5 cm.
Thorax: Retraksi (-), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: Distensi (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik
Inguinal sinistra: teraba pembesaran KGB region inguinal sejumlah 1x1x1 cm.

A/ - Tb paru dalam terapi


- Limfadenopati et regio coli dektra dan sinistra
- Anemia ringan e.c susp. defisiensi besi

P/ - Pantau vital sign


- IVFD NAEN IB 17 tpm (makro)
- Isoniazid 1x150 mg (po)
- Rifampisin 1x200 mg (po)
- Pirazinamid 1x300 mg (po)
- Paracetamol Syr 3x1,5 cth (po)

Follow up (3 Agustus 2019)


S/
- Demam (-)
- Os tampak pucat
- Batuk (+) sesekali, tidak berdahak, sesak napas (-)
- Mual (-) muntah (-)
- BAK dan BAB biasa

O/
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 90/60 mmHg

26
Nadi : 110x/menit

Nafas : 24x/menit

Suhu : 37 ºC

Mata: Konjungitva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Leher: Teraba pembesaran KGB di region colli dextra jumlah 3 buah dengan
ukuran masing-masing 1 cm x 1cm.
Teraba pembesaran KGB di region colli sinistra jumlah 1 buah
berukuran 0,5 cm x 0,5 cm.
Thorax: Retraksi (-), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: Distensi (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik
Inguinal sinistra: teraba pembesaran KGB region inguinal sejumlah 1x1x1 cm.
A/ - Tb paru
- Limfadenopati et regio coli dektra dan sinistra
- Anemia ringan e.c susp. defisiensi besi

P/ - Pantau vital sign

- IVFD NAEN IB 17 tpm (makro)


- Isoniazid 1x150 mg (po)
- Rifampisin 1x200 mg (po)
- Pirazinamid 1x300 mg (po)
- Paracetamol Syr 3x1,5 cth (po)

Follow up (4 Agustus 2019)


S/
- Demam (-)
- Os tampak pucat
- Batuk (-), Sesak napas (-)
- Mual (-) muntah (-)
- BAK dan BAB biasa

27
O/
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 116x/menit

Nafas : 24x/menit

Suhu : 37,3 ºC

Mata: Konjungitva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Leher: Teraba pembesaran KGB di region colli dextra jumlah 3 buah dengan
ukuran masing-masing 1 cm x 1cm.
Teraba pembesaran KGB di region colli sinistra jumlah 1 buah
berukuran
0,5 cm x 0,5 cm.
Thorax: Retraksi (-), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: Distensi (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik
Inguinal sinistra: teraba pembesaran KGB region inguinal sejumlah 1x1x1 cm.
A/ - Tb paru dalam terapi
- Limfadenopati et regio coli dektra dan sinistra
- Anemia ringan e.c defisiensi besi

P/ - Pantau vital sign

- IVFD NAEN IB 17 tpm (makro)


- Isoniazid 1x150 mg (po)
- Rifampisin 1x200 mg (po)
- Pirazinamid 1x300 mg (po)
- Paracetamol Syr 3x1,5 cth (po)

28
Follow up (5 Agustus 2019)
S/
- Demam (+) hilang timbul
- Os tampak pucat
- Batuk (+) sesekali, Sesak napas (-)
- Mual (-) muntah (-)
- BAK dan BAB biasa

O/
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 85/50 mmHg

Nadi : 112x/menit

Nafas : 22x/menit

Suhu : 38,3 ºC

Mata: Konjungitva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Leher: Teraba pembesaran KGB di region colli dextra jumlah 3 buah dengan
ukuran masing-masing 1 cm x 1cm.
Teraba pembesaran KGB di region colli sinistra jumlah 1 buah
berukuran
0,5 cm x 0,5 cm.
Thorax: Retraksi (-), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: Distensi (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik
Inguinal sinistra: teraba pembesaran KGB region inguinal sejumlah 1x1x1 cm.
A/ - Tb paru dalam terapi
- Limfadenopati et regio coli dektra dan sinistra
- Anemia ringan e.c defisiensi besi

29
P/ - Pantau vital sign
- Bajah KGB regio colli
- IVFD NAEN IB 17 tpm (makro)
- Isoniazid 1x150 mg (po)
- Rifampisin 1x200 mg (po)
- Pirazinamid 1x300 mg (po)
- Paracetamol Syr 3x1,5 cth (po)

Follow up (6 Agustus 2019)


S/
- Demam (+)
- Os tampak pucat
- Batuk (-), Sesak napas (-)
- Mual (-) muntah (-)
- BAK dan BAB biasa
O/
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 96x/menit

Nafas : 22x/menit

Suhu : 37,6ºC

Mata: Konjungitva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Leher: Teraba pembesaran KGB di region colli dextra jumlah 3 buah dengan
ukuran masing-masing 1 cm x 1cm.
Teraba pembesaran KGB di region colli sinistra jumlah 1 buah
berukuran
0,5 cm x 0,5 cm.
Thorax: Retraksi (-), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

30
Abdomen: Distensi (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik
Inguinal sinistra: teraba pembesaran KGB regio inguinal sejumlah 1x1x1 cm.
A/ - Tb paru dalam terapi
- Limfadenopati et regio coli dektra dan sinistra
- Anemia ringan e.c defisiensi besi

P/ - Pantau vital sign


- Pastikan hasil FNAB
- IVFD NAEN IB 17 tpm (makro)
- Isoniazid 1x150 mg (po)
- Rifampisin 1x200 mg (po)
- Pirazinamid 1x300 mg (po)
- Paracetamol Syr 3x1,5 cth (po)

31
BAB 3

DISKUSI

Seorang anak laki-laki berumur 4 tahun masuk ke IGD RSUP M.Djamil


pada tanggal 01 Agustus 2019 dengan keluhan demam lama sejak 38 hari sebelum
masuk RS dan dirawat di bangsal Anak. Didapatkan keadaan umum pasien
tampak sakit sedang, tekanan darah 95/60 mmHg, suhu 37,9ºC, nadi 108x/menit,
napas 27x/menit. Dari alloanamnesis dengan orang tua pasien di dapatkan riwayat
demam lama sejak 38 hari sebelum masuk RS. Demam didefinisikan sebagai
peningkatan temperatur tubuh lebih dari 37,5 C akibat peningkatan pusat pengatur
suhu dihipotalamus yang disebabkan oleh pirogen, baik endogen yang berasal dari
dalam tubuh sendiri maupun eksogen, seperti bakteri, virus, jamur. Pola demam
dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pada pasien ini didapatkan demam
tinggi terutama dimalam hari, hilang timbul , tidak menggigil, berkeringat
terutama dimalam hari, dan tidak disertai kejang. Pada pasien juga terdapat
penurunan berat badan 2 kg dalam 1 bulan terakhir dan adanya penurunan nafsu
makan. Diketahui dari ibu pasien bahwa pasien tidak ada riwayat kontak dengan
penderita batuk lama. Hal ini belum dapat mengarahkan kecurigaan terhadap TB
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut berupa rontgen thorax,
mantoux tes dan gen Xpert maupun BTA sputum.
Awalnya pasien di rawat di RS Siti Rahmah pada tanggal 30 Juni 2019
dengan diagnosa demam tifoid dan dirawat selama 14 hari. Lalu, pada tanggal 22
Juli 2019 pasien dirawat di RS Naili dan dilakukan pemeriksaan rontgen dada
dengan hasil gambaran TB paru aktif serta mantoux test dengan diameter ± 6mm.
Pasien dirawat dan mendapat terapi OAT selama 9 hari di RS Naili kemudian
dirujuk ke RSUP dr mdjamil Padang untuk penanganan lebih lanjut. Berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini ditegakkan diagnosis
Tuberkulosis paru dengan diagnosis banding limfadenitis TB. Setelah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang maka dilakukan
pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor >6 (sama atau

32
lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan
dengan obat anti tuberkulosis (OAT).
Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan laboratorium. Didapatkan
hasil Hb 8,4 g/dl, leukosit 17.090/mm3), trombosit (559.000/mm3), Dari hasil
laboratorim didapatkan adanya anemia, leukositosis dan trombositosis. Pada saat
tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan didapatkan sedikit leukosit yang sedikit
meningkat. Pasien ini diberikan tatalaksana IVFD KAEN 1B 17 tpm makro,
isoniazid 1x150 mg (po), rifampisin 1x200 mg (po), pirazinamid 1x300 mg (po),
Vit. B6 1x10 mg (po), PCT syr 3x1,5 cth. Prinsip dasar pengobatan TB adalah
minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan
dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT
pada anak dapat diberikan setiap hari, baik pada intensif maupun tahap lanjutan.
Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu rifampisin (R), isoniazid
(H), pirazinamid (Z).

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe NN, Basir D, Kartasasmita CB, editor. Pedoman nasional


tuberculosis anak. Jakarta : UKK Pulmonologi PP IDAI; 2007.
2. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et
al : Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2008, hal 1028 –
1042.
3. WHO Indonesia, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit,
Jakrta : WHO Indonesia; 2009;113-118
4. Latief A,dkk. Ilmu kesehatan anak 2. Jakarta : Bagian ilmu kesehatan anak
FKUI;2008.
5. Mansjoer A. Pulmologi anak. Dalam : Kapita selekta kedokteran. Edisi 3.
Jakarta: Media Aeculapius;2000; hal.459.
6. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:
Kemenkes; 2011.
7. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007, hal 573 – 761.
8. Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. : Patofisiologi Klinik, edisi ke 5,
Tuberkulosis, hal 753 – 761.
9. Petunjuk teknis manajemen TB anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;
2013.
10. Treatment of tuberculosis guidelines. 4th ed. WHO; 2010.
11. Setyanto Budi,D., 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Ed 1. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta

34

Anda mungkin juga menyukai