Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN

I. 1. LATAR BELAKANG Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi penyebab kematian terbanyak di seluruh dunia. Pada tahun 1993, WHO menyatakan TB sebagai masalah kedaruratan global, karena pada sebagian besar negara di dunia penyakit TB tidak terkendali dan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). 4 Dewasa ini sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi tuberkulosis. Ada sekitar delapan juta penderita baru tuberkulosis di seluruh dunia dalam setahunnya, dan hampir tiga juta orang yang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Paling sedikit satu orang akan terinfeksi tuberkulosis setiap detik, dan setiap sepuluh detik ada satu orang yang meninggal akibat tuberkulosis. 6 Berdasar hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia tahun 1995, penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. 1 Mycobacterium tuberculosis adalah penyebab TB lainnya yang jarang yaitu Mycobacterium bovis.
1, 2

yang terbanyak. Penyebab

Penyakit tuberculosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. 6 Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis dan terapi. Masalah diagnosis karena tidak tersedianya prosedur diagnostik yang menjadi true gold standard, sehingga diagnosis pasti tuberkulosis anak sulit ditegakkan. Sedangkan masalah terapi yaitu tidak dapat ditentukan dengan pasti apakah sudah sembuh atau belum, karena kriteria sembuh pada anak sulit ditetapkan. Berdasarkan atas dua masalah tersebut, maka dalam menangani TB anak pada praktek sehari-hari, kita sering 1

mengalami kesulitan dan keraguan. Akibatnya dapat terjadi pitfall dalam diagnosis dan terapi TB anak. 4 Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG pada anak, dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita tuberkulosis dewasa. 6 Tuberkulosis pada anak harus diobati sedini mungkin dan setepat-tepatnya untuk menghindarkan komplikasi yang berat dan reinfeksi pada waktu dewasa. 5 I. 2. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui penyakit tuberkulosis pada anak dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam menanganinya, mengingat apabila tidak diobati dengan benar, maka dapat terjadi komplikasi pada berbagai organ dan reinfeksi pada waktu dewasa, yang nantinya dapat menjadi sumber infeksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II. 1. DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
1

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. 5 II. 2. EPIDEMIOLOGI Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang, karena jumlah anak berusia di bawah 15 tahun adalah 40-50 % dari jumlah seluruh populasi. 4 Pada survei nasional di Inggris dan Wales yang berlangsung selama setahun pada tahun 1983 didapatkan bahwa 452 anak usia < 15 tahun menderita TB. Di Alabama, Amerika, dilaporkan bahwa selama 11 tahun (1983-1993), didapatkan 171 kasus TB anak usia < 15 tahun. Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena TB. 4 Pada tahun 1990, jumlah kematian karena TB di dunia diperkirakan hampir 3 juta dan hampir 90 % kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Sedangkan pada tahun 2000, jumlah kematian diperkirakan sebesar 3,5 juta. 4 Berdasarkan data WHO (1997), jumlah kasus baru di seluruh dunia diperkirakan sekitar 7,96 juta, dengan kasus TB paru sekitar 3,52 juta. Angka kematian akibat tuberkulosis pada tahun 1997 sekitar 1,87 juta. 3 Dye dkk. (2000) melaporkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam kasus tuberkulosis (0,4 juta kasus baru) setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus). Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penderita TB dengan angka kematian bervariasi dari 0-14,1 %. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9 %), sedangkan untuk bayi kurang dari 12 bulan didapatkan 16,5 %. 4, 6 3

II. 3. ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberkel termasuk ke dalam famili Mycobacteriaceae. M tuberculosis adalah kuman aerob, tidak berspora, tidak motil, pertumbuhannya lambat, berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut juga sebagai basil tahan asam (BTA). Basil tuberkulosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin). Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. 1, 2, 4, 5 II. 4. KLASIFIKASI Ranke membagi tuberkulosis dalam 3 stadium, yaitu: 5 Stadium pertama : kompleks primer dengan penyebaran limfogen Stadium kedua Stadium ketiga : pada waktu terjadi penyebaran hematogen : tuberkulosis paru menahun (chronic pulmonary tuberculosis)

Klasifikasi lain dari tuberkulosis ialah : 5 Tuberkulosis primer : merupakan infeksi pertama dari tuberkulosis Tuberkulosis subprimer : merupakan komplikasi tuberkulosis primer Tuberkulosis pascaprimer : merupakan reinfeksi yang dapat terjadi endogen dan eksogen setelah infeksi primer sembuh Sekarang dipakai klasifikasi yang membagi tuberkulosis menjadi dua stadium, yaitu : 5 1. Tuberkulosis primer 4

2. Tuberkulosis pasca primer II. 5. CARA PENULARAN Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, sehingga sebagian besar fokus primer tuberkulosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara, penularan dapat per oral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberkulosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga terjadi melalui kontak langsung misalnya melalui luka atau lecet di kulit. Tuberkulosis kongenital sangat jarang dijumpai. 5 Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke dalam bentuk droplet. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut masuk ke dalam saluran pernafasan, kemudian kuman TB dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena kuman TB sangat jarang ditemukan dalam sekret endobronkial dan jarang terdapat batuk. 4 Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru-paru. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif, maka penderita tersebut dianggap tidak menular. 1 II. 6. FAKTOR RISIKO Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit). 4 Risiko Infeksi TB Faktor risiko terjadinya infeksi TB adalah sebagai berikut : anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat (tempat penampungan atau panti perawatan). Kemungkinan

seseorang terinfeksi TB juga ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 1, 4 Faktor risiko TB pada anak yang terpenting adalah pajanan dari orang dewasa yang infeksius. Bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin dekat bayi tersebut dengan ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius. 4 Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atau kavitas, produksi sputum yang banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. 4 Risiko Penyakit TB Orang yang telah terinfeksi kuman TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit TB adalah : 4 1. Usia Anak 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Resiko tertinggi terjadinya progresivitas TB adalah pada dua tahun pertama setelah infeksi. Namun, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TB, 43 % akan menjadi sakit TB. Sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit TB hanya 24 %, pada usia remaja 15 %, dan pada dewasa 5-10 %. Anak < 5 tahun juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (misal TB milier dan TB meningitis), dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. 2. Konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir 3. Malnutrisi 4. Keadaan imunocompromised (misal pada infeksi HIV, transplantasi organ, keganasan, pengobatan imunosupresi)

5. Faktor yang tidak kalah penting adalah status sosioekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran dan pendidikan yang rendah, dan kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat. II. 7. PATOGENESIS Masuknya basil tuberkulosis tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis, serta daya tahan tubuh manusia. 5 Paru merupakan port dentre lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup sangat kecil ukurannya (<5 m), sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB, dan biasanya mampu menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB, kemudian kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. 1, 4 Infeksi Primer Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon. Ghon dan Kudlich (1930) menemukan bahwa 95,93 % dari 2114 kasus mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga karena jaringan paru mudah kena infeksi tuberkulosis (susceptible). 1, 4, 5 Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembangbiak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Setelah itu, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)

yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, maka kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus. Sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, maka kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer adalah gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 1,4 Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman higga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Di dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 4 Pada minggu-minggu awal proses infeksi terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB, sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, akan mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, dinyatakan telah terjadi infeksi TB primer. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, saat sistem imun seluler berkembang, maka proliferasi kuman TB akan berhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB tetap dapat hidup dalam granuloma. 4 Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadangkadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. 1 Apabila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB yang masuk ke dalam alveolus akan segera dimusnahkan. Kemudian, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi proses penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. 4 Kompleks primer dapat mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis local. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus, sehingga meninggalkan kavitas paru. Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat menimbulkan erosi dan merusak dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Masa perkejuan dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus, sehingga menyebabkan gabungan pneumonia dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. 4 Penyebaran limfogen dan hematogen dapat terjadi selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran hematogen inilah yang membuat penyakit TB disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread), dan melalui cara inilah kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit, sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunya vaskularisasi baik, misalnya tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi

berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain. 4 Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar, serta frekuensi berulangnya penyebaran. TB diseminata ini terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 4 Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian (millet seed). Lesi ini secara patologi anatomik berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma. 4 Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkejuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. 4 Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3 % penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB. Hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Menuirut Wallgren, komplikasi berupa penyebaran milier dan meningitis tuberkulosa dapat terjadi dalam 3 bulan, pleuritis dan penyebaran bronkogen dalam 6 bulan dan tuberkulosis tulang dalam 1-5 tahun setelah terbentuknya kompleks primer. 4, 5

10

Time Table of Wallgren : Evolusi Infeksi TB Primer yang Tidak Diobati 4, 5, 6


Kompleks primer Efusi pleura Sebagian besar sembuh sendiri (3-24 bulan) INFEKSI HIPERSENSITIVITAS = KEKEBALAN DIDAPAT UJI TUBERKULIN POSITIF (3-6 bulan) Erosi bronkus (3-9 bulan) Meningitis TB Tuberkulosis Tuberkulosis milier (dalam 12 bulan) tulang (dalam 3 tahun) ginjal, kulit (setelah 5 tahun)

2-12 minggu Risiko tertinggi untuk Komplikasi lokal dan diseminata

1 tahun Risiko menurun

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30 % anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10 % anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahuin, tetapi dapat juga terjadi 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer. 4 Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh yang menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atu efusi pleura. 1

11

II. 8. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung kepada faktor kuman TB, pejamu, serta interaksi antara keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia, kompetensi imun dan kerentanan pejamu saat awal terjadinya infeksi. Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala, walaupun pada foto rontgen sudah tampak pembesaran kelenjar hilus. 4 Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis, karena penyakit mulai secara perlahanlahan. Kadang-kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa keluhan atau gejala. Uji tuberkulin biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. 4, 5 Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak begitu tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini jarang dijumpai pada anak. Gejala tuberkulosis primer dapat juga berupa panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas, batuk, anoreksia, batuk, berat badan yang menurun. Tuberkulosis dapat juga menunjukkan gejala seperti bronkopneumonia, sehingga pada anak dengan gejala bronkopneumonia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan bronkopneumonia yang adekuat harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. 4, 5 Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi dalam 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90 % kematian karena TB terjadi dalam tahun pertama setelah diagnosis TB. 4 Manifestasi Sistemik (Umum / Nonspesifik) Gejala sistemik yang sering timbul salah satunya adalah demam. Temuan demam pada pasien TB berkisar antara 40-80 % kasus. Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama. Manifestasi sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan tidak naik (turun, tetap, atau naik namun tidak sesuai grafik tumbuh), dan malaise (letih, lesu, lemah, lelah). 4 Pada sebagian kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi respiratorik yang menonjol. Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa. Sedangkan pada anak, gejala batuk kronik lebih sering disebabkan oleh asma. Fokus primer TB paru

12

pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim paru yang tidak memiliki reseptor batuk. Gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus, sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik. Batuk berulang dapat timbul bila anak dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi respiratorik akut (IRA) berulang. Gejala sesak jarang dijumpai, kecuali pada keadaan sakit berat yang berlangsung akut, misalnya pada TB milier dan efusi pleura. 4 Gejala umum atau nonspesifik pada TB anak secara ringkas adalah sebagai berikut : 1, 4 Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive) Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat (failure to thrive) Demam lama ( 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel. Paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal) Gejala-gejala dari saluran nafas, yaitu batuk lama > 3 minggu (sebab lain telah disingkirkan), tanda cairan di dada dan nyeri dada Gejala-gejala dari saluran cerna : diare persisten dan berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam abdomen Manifestasi Spesifik Organ / Lokal 4, 5 Manifestasi klinis spesifik tergantung pada organ yang terkena. 1. Kelenjar limfe Kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau posterior. Selain itu juga dapat terjadi di aksila, inguinal, submandibula, dan supraklavikula. Secara klinis, biasanya kelenjar yang terkena biasanya multipel, unilateral, tidak panas pada

13

perabaan, dan dapat saling melekat (confluence) satu sama lain akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe (perifocal inflammation). 2. Manifestasi neurologis - Meningitis TB Terjadi akibat penyebaran langsung kuman TB ke jaringan selaput saraf (meningens) pada tipe penyebaran acute generalized hematogenic. Walapun jarang, meningitis TB dapat juga terjadi pada protracted hematogenic spread akibat pecahnya suatu fokus TB lama ke dalam vascular. Mekanisme lain adalah pecahnya focus lama di selaput meningeal yang terbentuk pada masa occult hematogenic spread ke dalam ruang subaraknoid, yang merupakan bentuk lain reaktivasi TB. Gejala biasanya berhubungan dengan gangguan saraf kranial, misalnya nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk, dan kejang. - Tuberkuloma otak Manifestasi klinisnya sesuai dengan lesi fokal otak (proses desak ruang) yang tumbuh secara lambat, misalnya nyeri kepala, muntah. 3. Tulang Gejala yang umum ditemukan pada TB tulang adalah nyeri, bengkak di sendi yang terkena dan gangguan atau keterbatasan gerak. Gejala infeksi sistemik biasanya tidak nyata. Pada bayi dan anak yang sedang tumbuh, epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi tinggi yang disukai oleh kuman TB. Oleh karena itu, TB tulang lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa. Manifestasi klinis TB tulang biasanya muncul secara perlahan dan samar, sehingga sering lambat terdiagnosis dan tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut denngan kelainan tulang yang sudah lanjut dan ireversibel. Bentuk-bentuk TB tulang : tulang punggung (spondilitis) : gibbus tulang panggul (koksitis) : pincang tulang lutut (gonitis) : pincang dan atau bengkak tulang kaki dan tangan spina ventosa (daktilitis)

14

4. Kulit : skrofuloderma 5. Mata - Konjungtivitis fliktenularis Konjungtivitis fliktenularis dapat juga dijumpai pada anak dengan tuberkulosis. Flikten pada mata diduga sebagai gejala hipersensitivitas dan dalam flikten tidak terdapat basil tuberkulosis. Selama tuberkulosis atau fokus tuberkulosis masih ada, flikten sering tetap hilang timbul. - Tuberkel koroid 6. TB organ-organ lainnya, misal peritonitis TB, TB ginjal, dan lain-lain II. 9. DIAGNOSIS Diagnosis TB paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TB dari bahan yang diambil dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biosi, dan lain-lain. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis apabila : 1, 4 mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA positif terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG dalam 3-7 hari Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat dalam 3-7 hari berupa kemerahan dan indurasi 5 mm, maka anak tersebut dicurigai terinfeksi M. tuberculosis terdapat gejala umum TB

Uji Tuberkulin (Mantoux) 4 Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang telah telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya) akan memberikan reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edem, endapan fibrin dan meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan.

15

Uji tuberkulin merupakan alat diagnosis TB yang sudah sangat lama dikenal, tetapi hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi, terutama pada anak, dengan sensitivitas dan spesifisitas di atas 90 %. Uji tuberkulin adalah perangkat diagnosis untuk mengetahui adanya infeksi TB berdasarkan aspek imunitas seluler. Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan secara intrakutan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.Yang diukur adalah indurasi yang timbul, bukan hiperemi. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, kemudian ditandai dan diukur diameter transversal indurasi yang timbul dan dinyatakan hasilnya dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Apabila diameter indurasi 0-4 mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan, karena dapat disebabkan oleh M. atipik dan BCG, atau memang karena infeksi TB. Untuk hasil yang meragukan ini, jika perlu diulang 2 minggu kemudian. Diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif tanpa melihat status BCG pasien. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin disebabkan oleh BCG selain oleh infeksi TB alamiah. Sedangkan bila ukuran indurasi 15 mm, hasil positif ini lebih mungkin karena infeksi TB alamiah dibandingkan karena BCG. Pengaruh BCG terhadap reaksi positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan. Oleh karena itu jika membaca tuberkulin pada anak-anak > 5 tahun, faktor BCG dapat diabaikan. Pada anak, kontak erat dengan pasien tuberkulosis dewasa aktif dan BTA positif, atau anak dengan imunocompromised, misal gizi buruk, keganasan, diameter indurasi 5 mm harus dicurigai telah terinfeksi TB. Pada anak tanpa risiko, tetapi tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan pada umur 1 tahun, 4-6 tahun, dan 11-16 tahun. Tetapi pada anak dengan risiko tinggi didaerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan setiap tahun. Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut : 1. Infeksi TB alamiah a. Infeksi TB tanpa sakit

16

b. Infeksi TB dan sakit TB c. Pasca terapi TB 2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan) 3. Infeksi M. atipik/ M. leprae Uji tuberkulin negatif pada 3 kemungkinan sebagai berikut : 1. Tidak ada infeksi TB 2. Dalam masa inkubasi infreksi TB 3. Anergi : keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin, walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan anergi misalnya gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika, campak, pertusis, varisela, influenza, TB yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup. Uji tuberkulin positif palsu dapat juga ditemukan pada keadaan penyuntikan yang salah dan salah interpretasi, demikian juga negatif palsu, di samping penyimpanan tuberkulin yang tidak baik sehingga potensinya menurun. Saat ini telah ditemukan pemeriksaan imunitas seluler cara lain, yaitu enzymelinked immunospot interferon gamma (ELISpot TB), yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara hasil positif yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis, oleh BCG, dan oleh infeksi M.atipik. Namun, pemeriksaan ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Pemeriksaan ini juga belum dapat digunakan dalam praktek klinis, mengingat harganya masih mahal dan belum tersedia di Indonesia. Radiologis 4 Lebih dari 95 % TB primer terjadi di parenkim paru, sehingga foto toraks paru posteroanterior dan lateral selalu dilakukan. Komplek primer lebih banyak ditemukan pada foto toraks paru bayi dan anak kecil daripada dewasa. Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas. Kelainan radiologis tersebut dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Sebaliknya pada foto rontgen paru yang normal (tidak terdeteksi), tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan

17

penunjang lain mendukung. Dengan demikian, pemeriksaan rontgen paru saja tidak cukup untuk mendiagnosis TB. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut : pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan / tanpa infiltrat konsolidasi segmental / lobar milier kalsifikasi atelektasis kavitas efusi pleura Jika dijumpai ketidaksesuaian (diskonkruensi) antara gambaran klinis (ringan) dengan gambaran radiologis (berat), harus dicurigai TB. Pada keadaan foto rontgen paru tidak jelas, bila perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan lain, seperti CT-Scan toraks. Bakteriologis 4, 6 Diagnosis pasti TB dibuat jika ditemukan kuman tuberkulosis pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri atas 2 macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung untuk menemukan basil tahan asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman M. tuberculosis. Pemeriksaan tersebut sulit dilakukan pada anak, karena sulit mendapatkan spesimen, sehingga biasanya dilakukan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut. Hasil pemeriksaan mikroskopik pada anak sebagian besar negatif. Sedangkan hasil biakan M. tuberculosis dengan media kultur seperti Lowenstein-Jensen memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu. Sedangkan pemeriksaan biakan dengan sistem BACTEC mampu mendeteksi dalam 1-3 minggu, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit. Perkembangan lain di bidang mikrobiologi adalah pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction), yang merupakan teknik amplifikasi urutan DNA yang spesifik. Secara teori, dengan metode ini kuman akan dapat dideteksi meskipun hanya ada 1 kuman M. tuberculosis pada bahan pemeriksa, sehingga diharapkan sensitivitasnya cukup tinggi. Akan tetapi, adanya positif palsu serta tingginya variasi tingkat sensitivitas pada pemeriksaan PCR di berbagai laboratorium menyebabkan masih diperlukannya suatu 18

sistem kontrol standar mutu yang lebih baik, sehingga belum digunakan sebagai pemeriksaan klinik rutin. Pada penderita TB dewasa, metode ini telah terbukti sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi, akan tetapi perannya dalam diagnosis TB anak masih kontroversial dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Patologi Anatomik 4 Pemeriksaan penunjang yang mempunyai nilai tinggi, walau tidak setinggi pemeriksaan mikrobiologi adalah pemeriksaan histopatologi yang dapat memberikan gambaran khas. Pemeriksaan patologi anatomik dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkejuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnostik histopatologi dapat ditegakkan dengan ditemukannya perkejuan (kaseosa), sel epiteloid, imfosit dan sel datia Langhans. Namun, pemeriksaan ini sulit dalam mendapatkan spesimen pemeriksaan. Spesimen yang paling mudah dan paling sering diperiksa adalah limfadenopati kolli, dengan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus atau biopsi. Pemeriksaan ini mempunyai perancu, yaitu infeksi M. atipik dan limfadenitis BCG yang secara histopatologis sulit dibedakan dengan TB. Serologik 4 Oleh karena pada anak, terutama anak kecil sulit mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan basil TB, maka dicari pemeriksaan alternatif yang mudah pelaksanaannya, yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas humoral). Selain itu, dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Berbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan imunologik antigen-antibodi spesifik untuk M. tuberculosis, seperti ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay) dengan menggunakan PPD, A60, 38kDa, lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari darah, sputum, cairan bronkus, cairan pleura dan cairan serebrospinal, telah dilakukan. Juga yang akhir-akhir ini diteliti adalah deteksi anti-interferon-gamma autoantibody (anti IFN-). Semua pemeriksaan ini umumnya masih dalam taraf penelitian untuk pemakaian klinis praktis.

19

Penegakan Diagnosis Pada uraian di atas, terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun penunjang selain pemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan pemeriksaan diagnosis TB. Diagnosis TB tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal. Oleh karena sulit menegakkan diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat pedoman diagnosis dengan sistem skoring dan alur diagnostik. 4 Tabel 1. Sistem Skoring Diagnosis Tuberkulosis Anak 4
Parameter Kontak TB 0 tidak jelas 1 laporan keluarga, BTA(-) atau tidak tahu Uji tuberkulin negatif positif (10 mm atau 5 mm pada keadaan imunosupresi) Berat badan / keadaan gizi BB / TB < 90 % atau BB/ U < 80 % klinis gizi buruk atau BB/TB < 70 % atau BB/U < 60 % Demam tanpa sebab yang jelas Batuk Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal 3 minggu 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri 2 minggu 2 kavitas (+) 3 BTA (+)

20

Parameter Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang Foto rontgen toraks

1 ada pembengkakan

normal / tidak jelas

- infiltrat - pembesaran kelenjar - konsolidasi segmental/ lobular - atelektasis

- kalsifikasi + infiltrat - pembesaran kelenjar + infiltrat

Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis Berat badan dinilai saat datang (moment opname) Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak Didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 14).

Bagan Algoritma Diagnosis dan Rujukan TB pada Anak 1, 6 21

Hal-hal yang mencurigakan TB : 1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB BTA positif

2. Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG 3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan
meskipun dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive) 4. 5. 6. 7. 8. Sakit dan demam lama atau berulang , tanpa sebab yang jelas Batu-batuk lebih dari 3 minggu Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang spesifik Skrofuloferma Konjungtivitis fliktenularis

9. Tes tuberkulin positif ( 10 mm) 10. Gambaran foto rontgen sugestif TB

Bila 3 positif Dianggap TB Beri OAT Observasi 2 bulan Membaik TB OAT diteruskan PERIHATIAN : Bila terdapat tanda-tanda bahaya seperti : - kejang - kesadaran menurun - kaku kuduk - benjolan di punggung - dan kegawatan lain Segera rujuk ke RS Memburuk Bukan TB TB Kebal Obat (MDR)

Rujuk ke RS Pemeriksaan lanjutan di RS : - gejala klinis - uji tuberkulin - foto rontgen paru - pemeriksaamikrobiologi dan serologi - pemeriksaan patologi anatomi Prosedur diagnostik dan tatalaksana sesuai dengan prosedur di RS yang bersangkutan

22

Tabel 2 . Petunjuk WHO untuk Diagnosis Tuberkulosis Anak 6 a. Dicurigai tuberkulosis (suspected TB) 1. Anak sakit dengan riwayat kontak penderita tuberkulosis BTA positif 2. Anak dengan : Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk rejan Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan pengobatan antibiotika untuk penyakit pernapasan Pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak sakit b. Mungkin tuberkulosis (probable TB) Anak yang dicurigai tuberkulosis ditambah : Uji tuberkulin positif (10 mm atau lebih) Foto rontgen paru sugestif tuberkulosis Pemeriksaan histologis biopsi sugestif tuberkulosis Respons yang baik pada pengobatan dengan OAT Ditemukan basil tuberculosis pada pemeriksaan langsung atau biakan Identifikasi Mycobacterium tuberculosis pada karakteristik biakan

c. Pasti tuberkulosis (confirmed TB)

Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistem skoring digunakan sebgai uji tapis. Setelah itu dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti bilasan lambung (BTA dan kultur M. tuberculosis), patologi anatomik, pungsi pleua, pungsi lumbal, CT-Scan, foto rontgen tulang dan sendi. 4

23

II. 10. PENATALAKSANAAN Tujuan terpenting dalam tatalaksana tuberkulosis adalah eradikasi cepat Mycobacterium tuberkulosis, mencegah timbulnya resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan antara pemberian medikamentosa, penataan gizi dan lingkungan sekitarnya. 4, 6 Pencegahan 1. BCG 4 Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebih tebal, ulkus tidak mengganggu struktur otot, dan sebagai tanda baku). Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin lebih dahulu. BCG memberikan perlindungan terhadap milier TB, meningitis TB, TB tulang dan sendi, dan kaitas sedikitnya 75 %. Rosenthal dkk. (1961) mengatakan bahwa pemberian BCG dapat mengurangi morbiiditas sampai 74 %. BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40 %. BCG relatif aman, jarang ada efek samping serius, yang sering ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supurativa) dengan insiden 0,1-1 %. Kontraindikasi pemberian imunisasi BCG adalah defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar. 2. Kemoprofilaksis 4, 5 - Kemoprofilaksis primer Bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada anak. Kemoprofilaksis primer ditujukan untuk anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi anak belum terinfeksi TB (uji tuberkulin negatif). Diberikan INH dengan dosis 5-10 mg/kg BB/ hari, dosis tunggal, selama 1 tahun. Obat dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi, dan anak ternyata tetap tidak terinfeksi (uji tuberkulin ulangan negatif). - Kemoprofilaksis sekunder

24

Bertujuan untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit. Diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, tetapi klinis dan radiologis normal. Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela dan pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru, dan pada konversi uji tuberkulin dari negatif menjadi positif dalam 12 bulan terakhir tanpa kelainan klinis dan radiologis. 3. Pengobatan sumber infeksi 4, 6 Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari dan diobati sumber penularan, yaitu orang dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat dengan anak tersebut. Selain itu perlu dicari pula anak lain di sekitarnya yang mungkin tertular dengan cara uji tuberkulin. Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak di sekitarnya atau anak yang kontak erat harus ditelusuri ada tidaknya infeksi tuberkulosis. Pengobatan Obat TB yang utama (first line) saat ini adalah rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah PAS (para Amino Salisilat), viomisin, sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kapriomisin, digunakan apabila terjadi MDR (Multi Drug Resistance). Tetapi obat lini kedua ini efektivitasnya lebih rendah serta justru lebih toksik dibandingkan dengan obat lini pertama. Rifampisin dan INH merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol dan streptomisin. Prinsip dasar obat anti tuberkulosis yaitu harus dapat menembus berbagai jaringan, termasuk selaput otak. 4 Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama ( 6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH dan pirazinamid, sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan INH. Pemberian paduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan

25

pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman, juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. 4 Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan 2 atau 3 kali seminggu. Hal ini bertujuan mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. 4 Tabel 3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang Biasa Dipakai dan Dosisnya 1, 4
Nama Obat Dosis Harian (mg/kg BB/hari) Isoniazid 5-15 * Dosis Maksimal (mg / hari) 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal (mual, muntah), reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan Pirazinamid (anoreksia, iritasi saluran cerna) Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal Streptomisin 15-40 1000 Ototoksik (tinitus, gangguan keseimbangan), nefrotoksik 15-30 2000 Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal Efek Samping

* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kg BB/hari

26

** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain, karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin 1. Isoniazid INH (Isonikotinik hidrazil) bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang), dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal, cairan pleura. INH diberikan secara per oral. 4 2. Rifampisin Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral. 4 3. Pirazinamid Pirazinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk SSP, cairan serebrospinal. Pirazinamid bersifat bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif, karena saaat itu timbul suasana asam akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Pirazinamid diberikan dalam bentuk oral. 4 4. Etambutol Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi juga dapat bersifat baktersid apabila diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Etambutoltidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keaddan meningitis. Etambutol sangat jarang diberikan pada anak, karena potensi toksisitasnya pada mata.. Etambutol sebaiknya tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaaan penglihatan. Namun, etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan. 4 5. Streptomisin

27

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik kuman ekstraselular pada keadaan basal atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler. Saat ini, streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB, tetapi penggunaannya penting dalam pengobatan TB yang resisten obat. Streptomisisn sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap INH atau jika anak menderita TB berat. Streptomisin diberikan secara intramuskular. 4 Selain obat anti tuberkulosis, pada beberapa kasus TB diperlukan penggunaan steroid. Pemberian steroid dimaksudkan untuk mempercepat pengurangan inflamasi dan edema pada meningitis TB, mempercepat absorbsi cairan dan mencegah perlengketan pada efusi pleura dan efusi perikardium, menurunkan sumbatan kapiler alveoli pada TB milier, serta mengurangi obstruksi dan atelektasis pada TB bronkial. Steroid yang biasa digunakan adalah prednison, dengan dosis 1-2 mg / kg BB per hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu denngan dosis penuh, dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. 4, 6 Salah satu masalah dalam terapi TB adalah kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak. Untuk mengatasi hal tersebut, dibuat suatu sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan yaitu FDC (Fixed Dose Combination). 4 Tabel 4. Dosis Kombinasi pada Anak 4 Berat Badan (kg) 5-9 10-19 20-32 Catatan : Bila BB 33 kg, dosis disesuaikan dengan tabel 2 (perhatikan dosis maksimal !) Bila BB < 5 kg sebaiknya dirujuk ke RS Obat harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah) 2 Bulan RHZ (75/50/150 mg) 1 tablet 2 tablet 4 tablet 4 Bulan RH (75/50 mg) 1 tablet 2 tablet 4 tablet

28

Evaluasi pengobatan penting dilakukan, karena diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2 bulan. 4, 6 Apabila respon pengobatan baik, yaitu gejala klinisnya hilang dan terjadi penambahan berat badan, maka pengobatan dilanjutkan. Apabila respon setelah 2 bulan kurang, yaitu gejala masih ada, tidak terjadi penambahan berat badan, maka obat anti tuberkulosis tetap diberikan dengan tambahan merujuk ke sarana yang lebih tinggi atau konsultan paru anak. Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis, mistreatment, atau resisten terhadap OAT. Bagi yang tidak teratur minum obat (tidak minum obat setelah minum obat teratur selama 2 bulan) diberikan tambahan etambutol selama 2 bulan. Apabila setelah pengobatan 6-12 bulan terdapat perbaikan klinis, seperti berat badan meningkat, nafsu makan membaik, dan gejala-gejala lainnya menghilang, maka pengobatan dapat dihentikan. Strategi DOTS 1, 4 DOTS (Directly Obseerved Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam penanggulangan tuberculosis. Strategi ini telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Berdasar strategi DOTS, setiap penderita baru yang ditemukan harus selalu didampingi oleh seseorang yang telah dilatih singkat tentang cara pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari (Pengawas Minum Obat = PMO, termasuk petugas kesehatan, kader, keluarga penderita, penderita yang sudah sembuh, tokoh masyarakat), dengan tujuan untuk menjamin pengobatan lengkap dan mencegah resistensi. Strategi DOTS dipandang cukup efektif, namun sampai saat ini secara resmi DOTS hanya dilaksanakan di Puskesmas. Aspek Sosial Ekonomi Pengobatan TB tidak terlepas dari masalah sosio-ekonomik, karena pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang lama cukup lama, sehingga memerlukan biaya yang besar. Selain itu juga diperlukan penanganan gizi yang

29

baik. Edukasi yang ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang tuberkulosis juga penting dilakukan. 4 II. 11. KOMPLIKASI Komplikasi yang sering terjadi pada penderitaTB stadium lanjut : 1 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian, karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial Bronkiektasis dari fibrosis pada paru Pneumotorak spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru Penyebaran infeksi ke organ lain, seperti otak, tulang , persendian, ginjal, dan sebagainya Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufiiciency)

II. 12. PROGNOSIS Dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti umur anak, berapa lama telah terinfeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat, dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lainlain. 5 Prognosis TB bervariasi menurut manifestasi klinisnya. Prognosis yang buruk terkait dengan TB diseminata, milier, dan meningitis TB. Prognosis meningitis TB bervariasi menurut tahap penyakit saat pengobatan dimulai. Tahap 1 ( tidak ada gangguan neurologis fokal atau umum) memiliki prognosis yang baik, sedangkan pasien pada stadium 3 (terdapat defek neurologis mayor, seperti koma, kejang, gerakan abnormal misal koreoatetosis, paresis, paralisis) biasanya terdapat gejala sisa seperti tuli, buta, retardasi mental. Angka mortalitas meningkat pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun (20 %) dan pada penderita TB lama, yaitu lebih dari 2 tahun (80 %). 2 Menurut WHO (1996), tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular. 1

30

BAB III KESIMPULAN


Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. 5 Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara. Selain itu penularan juga dapat per oral dan melalui kontak langsung misalnya melalui luka atau lecet di kulit. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif.
4, 5

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit). 4 Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis, serta daya tahan tubuh manusia. 5 Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu masalah diagnosis dan terapi, akibatnya dapat terjadi pitfall dalam diagnosis dan terapi TB anak. 4 Tujuan terpenting dalam tatalaksana tuberkulosis adalah eradikasi cepat Mycobacterium tuberkulosis, mencegah timbulnya resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan antara pemberian medikamentosa, penataan gizi dan lingkungan sekitarnya. 4, 6 Evaluasi pengobatan penting dilakukan, karena diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. 4, 6

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2003, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan ke-8, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 2. Batra, Vananda, MD, 2006,. Tuberculosis. http://www.emedicine.com/ped/topic2321.htm 3. Catanzano, Tara, MD, 2005. Lung, Primary Tuberculosis. http://www.emedicine.com/radio/topic411.htm 4. Rahajoe, N.N., Basir, D., Makmuri, Kartasasmita, C.B., 2005, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Koordinasi Pulmonologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 6. Widodo, Eddy, 2003. Tuberkulosis pada Anak : Diagnosis dan Tata Laksana. Pediatrics Update, Jakarta. 67-76.

32

Anda mungkin juga menyukai