Disusun Oleh :
Dhea Rizkhytha
N 111 20 076
PEMBIMBING KLINIK
dr. Asrawati Sofyan, Sp.KK, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK
KEGIATAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
BAB I
PENDAHULLUAN
A. Sporotrikosis
a) Etiologi
d) Gambaran klinis
f) Penatalaksanaan
B. Aspergillosis
a) Etiologi
b) Epidemiologi
Hewan yang rentan terserang aspergillosis adalah unggas, kuda,
sapi, domba, babi, kucing, anjing, kelinci, kambing dan kera. Penularan
aspergillosis terjadi melalui udara, debu dan bahan ternak seperti pakan,
air minum dan lain- lain yang tercemar spora. Aspergillosis dapat bersifat
akut hingga kronik. Kematian terjadi dalam waktu 1-2 hari. Morbiditas
dan mortalitas pada anak ayam cukup tinggi. Kejadian aspergillosis pada
unggas di Indonesia pertama kali dilaporkan sekitar tahun 1952. Lebih dari
20 tshun kemudian, pengamatan penelitiannya mulai digiatkan, dan
beberapa laporan telah banyak ditulis. Namun, sejauh itu, pembahasan
epidemiologinya belum banyak dilakukan.
c) Patofisiologi
Gambar 8. Lesi kulit multipel pada kaki penerima transplantasi sumsum tulang
yang telah menyebar aspergillosis. Kultur dari spesimen biopsi kulit dan darah
A. fumigatus tumbuh. Sumber : (Burik, V. 2019)
d) Gambaran klinis
Gambar 9. Aspergilloma. Area putih di bagian kanan atas (lobus) paru mungkin
adalah bola jamur (aspergilloma). sumber : (Hasanah, 2017)
e) Pemeriksaan penunjang
2. Tes sekresi pernapasan: Dalam tes ini, sampel dahak akan diwarnai
dengan zat pewarna dan diperiksa untuk mengidentifikasi adanya
filamen aspergillus. Spesimen ini kemudian ditempatkan dalam
suatu tempat yang mendorong pertumbuhan jamur untuk membantu
memastikan diagnosa.
3. Tes darah dan jaringan: Tes kulit, dahak dan air liur dapat
membantu dalam mengkonfirmasi alergi aspergilosis
bronkopulmoner. Untuk tes kulit, sedikit antigen aspergillus
disuntikkan ke dalam kulit lengan. Jika darah memiliki antibodi
terhadap jamur, kulit akan terasa mengeras dan muncul benjolan.
Tes darah dapat menunjukkan kadar antibodi tertentu yang
menunjukkan respon alergi.
C. Kriptokokosis
a) Etiologi
b) Epidemiologi
c) Patofisiologi
d) Manifestasi klinis
e) Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pengecatan dengan tinta india amat sederhana dan relatif sensitif dan
bisa dipakai untuk mendiagnosa dengan cepat. Sensitifitas bisa
mencapai 75% bila bahan di sentrifus. Tetapi bila konsentrasi jamur
kuran dari 104 CFU maka pemeriksaan dengan tinta India biasanya
negative. Pada penderita HIV teijadi konsentrasi jamur yang tinggi di
CSS sehingga pengecatan dengan tinta India akan memberikan hasil
yang positif.
Kultur
Kultur CSS dan kultur darah G. neoformans pada agar Sabouraud pada
suhu 35°C biasanya menyebabkan jamur tumbuh amat ccpal (48-72
jam). Konfirmasi hasil kultur dilakukan dengan pembiakan pada agar
corn meal dan akan tampak pertumbuhan kapsul. Pada agar birdseed
akan tampak koloni coklat yang amat khas. Pemeriksaan kultur CSS
lebih sensitif dibandingan dengan pengecatan dengan tinta India dengan
sensitifitas mendekati 90%. Kultur darah bisa mendeteksi adanya
cryptococcemia dalam waktu 3 sampai 7 hari.
Pemeriksaan antigen
Pemeriksaan serotyping
2. Pemeriksaan radiologis
CT scan kepala
CT scan otak tampak normal pada lebih dari 50 % kasus, tak ada lesi
yang patognomik dan kalaupun ada kelainan yang terjadi mirip dengan
meningitis tuberkulosa. Kelainan yang sering dijumpai adalah
hydrocephalus.
MRI kepala
Foto thorax
Paru merupakan organ nomer 2 yang sering terkena infeksi jamur ini
terutama jenis var gattii , kelainan biasanya berupa pneumonia lobaris,
nodul soliter atau multipel, obstruksi vena cava superior, kavitas, efusi
pleura atau empyema. Gambaran paru mirip tuberkulosis. Penderita HIV
lebih cenderung menderita meningitis daripada infeksi paru.
Gambar 12 . Foto ini menunjukkan pneumonia kriptokokus lobus kanan atas.
Sumber (Revankar, S. 2021)
f) Penatalaksanaan
Amphotericin B
Efek, samping mulai ringan sampai berat berupa mual, muntah, nyeri
kepala, kemerahan pada kulit, nyeri abdomen, diare dan meningkatnya
trigliserida.
a) Etiologi
b) Epidemiologi
Gambar 14. Tampak papul dan nodul multipel, pada wajah (A) dan kaki (B)
bentuk bulat sampai oval, ukuran bervariasi diameter 0,5-1 cm. Tampak pula
ulkus multipel, bentuk oval, ukuran 1 x 1 x 0,5–1 x 2 x 0,5 cm, tepi landai, dasar
jaringan granulasi, tertutup oleh krusta tebal berwarna kecoklatan.
e) Pemeriksaan penunjang
f) penatalaksanaan
E. Koksidioidomikosis
a) Etiologi
c) Patofisiologi
e) Pemeriksaan penunjang
Gambar 19. (d) Pemeriksaan KOH dengan sferul dengan endospora dan dinding
tebal. (e) Spherule di dalam sel raksasa berinti banyak (H&E). Sumber : (Arce,
2016)
f) Penatalaksanaan
F. Parakoksidioidomikosis
a) Etiologi
b) Epidemiologi
d) Manifestasi klinis
Gambar 24.
Parakoksidioidomikosis : lesi
eritematosa infiltrasi dengan pola
sarcoid, dengan diagnosis banding
lupus eritematosa dan sarcoidosis.
Sumber: (Anais Brasileiros de
Dermatologia, 2013)
e) Pemeriksaan penunjang
f) Penatalaksanaan
Kasus parakoksidioidomikosis yang lebih ringan dapat sembuhkan
oleh pengobatan selama satu tahun dengan ketokonazoloral, 200 hingga
400 mg per hari. Itrakonazol tampaknya membenkan hasil pengobatan
yang sebanding. Untuk kasus yang lebih lanjut dilakukan penyuntikan
amfoterisin B intravena. yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian
ketokonazol oral.
G. Blastomikosis
a) Etiologi
b) Epidemiologi
c) Patofisiologi
d) Manifestasi klinis
Sejumlah kecil pasien akan menderita pneumonia yang akut dan
sembuh sendiri. Gejala febris, batuk produktif, mialgia, dan malaise
biasanya menghilang dalam waktu satu bulan. Gambaran infiltrat paru
akan lenyap perlahan ketika B.dermatitidis menghilang dari dalam sputum.
f) Penatalaksanaan
H. Kandidiasis
a) Etiologi
b) Epidemiologi
c) Patofisiologi
Patogenesis infeksi jamur dapat dimulai melalui jaringan
ekstraselular maupun dalam fagosit. Kulit yang tidak intak/ atau terdapat
lesi merupakan port de entry infeksi jamur. Respon imun yang pertama
kali berperan terhadap infeksi jamur adalah cell-mediated-immunity (CMI)
yang bersifat protektif dengan menekan reaktivasi infeksi jamur tanpa
bergejala dan mencegah terjadinya infeksi oportunistik. Respon cell
mediated immunity(CMI) dapat menginduksi terbentuknya granuloma.
Granuloma dapat terbentuk oleh berbagai penyakit sistemik, misalnya
pada koksidioidomikosis, histoplasmosis dan blastomikosis. Respons imun
yang terjadi berikutnya adalah respons imun terhadap mikroorganisme
ekstraselular dan respons imun terhadap intraseluler fakultatif. Respons
imun seluler merupakan mediator utama dalam perlawanan terhadap
infeksi jamur. Sel T CD4+ dan CD8+, respons sel TH1 merupakan respons
yang protektif, sedangkan respons sel Th2 dapat merugikan host. Oleh
karena itu, inflamasi granulomatosa sering menjadi penyebab kerusakan
jaringan pada host yang terinfeksi jamur intraseluler13.
d) Manifestasi klinis
Ulserasi yang kecil dan dangkal yang soliter hingga multipel akibat
candida dapat terlihat dalam esofagus atau saluran pencernaan. Lesi pada
esofagus cenderung terdapat pada bagian sepertiga distal dan dapat
menyebabkan keluhan disfagia atau nyeri substernal. Lesi lainnya seperti
itu cenderung bersifat asimtomatik tetapi mempunyai arti yang penting
pada pasien leukemia sebagai port d’entre untuk kandidiasis diseminata.
Dalam traktus urinarius, lesi yang paling sering ditemukan dapat berupa
abses renal yang didapat secara hematogen dan bisa menyebabkan
azotemia atau kandidiasis kandung kemih. Invasi ke dalam kandung kemih
biasanya terjadi setelah tindakan kateterisasi atau instrumentasi pada
penderita diabetes atau pada pasien yang mendapatkan antibiotik
berspektrum luas. Lesi umumnya asimtomatik dan benigna. Kadang-
kadang invasi retrogard ke dalam pelvis renis menyebabkan nekrosis
papila renal13,3.
Gambar 30. (A) Beberapa papulonodul eritematosa pada kulit kepala, dan (8)
beberapa makula eritematosa pucat dan beberapa bercak eritematosa dengan
vesikel / bula pada batang tubuh dan ekstremitas Biopsi kulit pada kedua (C) kulit
kepala dan (D) tungkai bawah kiri , mengungkapkan infiltrasi sel inflamasi
campuran dengan beberapa agregat hifa (panah) dan spora (panah) di dermis dan
subkutis (pewarnaan hematoksilin-eosin; pembesaran asli: (C) 10x dan (D)
400x). sumber : (International Journal of Infectious Diseases, 2010)
e) Pemeriksaan penunjang
Untuk Kandidiasis sistemik, Jika ada lesi kulit; dari kerokan kulit
dapat dilakukan pemeriksan histopatologi dan kultur jaringan kulit. Lesi
candida yang lebih dalam lagi dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
histologi terhadap sayatan spesimen hasil biopsi atau dengan pemeriksaan
kultur cairan serebrospinal, darah, cairan sendi, atau spesimen bedah.
Pemeriksaan kultur darah sangat berguna untuk endokarditis candida dan
keadaan sepsis yang disebabkan oleh pemasangan infus, tetapi
pemeriksaan ini sering tidak begitu memberikan hasil yang positif pada
bentuk penyakit diseminata lainnya.
f) Penatalaksanaan
I. Mukormikosis
a) Etiologi
b) Epidemiologi
d) Manifestasi klinis
e) Pemeriksaan penunjang.
Gambar 31. Edema wajah kanan dan paralisis. (A) Eschar wajah nekrotik hitam
adalah ciri khas mukormikosis (panah hitam). (B) Pemindaian pencitraan
resonansi magnetik menunjukkan proptosis (panah putih), sinusitis ethmoid.
Sumber :(Ally, dalam The American Journal. 2019)
f) Penatalaksanaan
A.Kesimpulan
Infeksi jamur sistemik dimulai dari infeksi lokal atau dari koloni
jamur dalam saluran cerna atau selaput lendir lain yang kemudian menyebar
ke berbagai alat tubuh lain. Infeksi dapat juga dimulai dari paru karena
jamur yang terhisap. Jamur yang dapat menimbulkan infeksi sistemik yaitu
diantaranya, spesies Sporothrix schenckii, Spesies Aspergillus,
Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,
Blastomyces dermatidis, Paracoccidioides brasiliensis, candida albicans, dan
Spesies Mucorales. Apabila organisme ini masuk ke tubuh pejamu (hospes)
dengan kondisi yang sangat lemah atau immunocompromised, maka infeksi
yang terjadi biasanya berat dan tidak jarang mengancam jiwa. Infeksi jamur
sistemik (IJS) merupakan keadaan klinis yang sangat serius.
B. Saran