Anda di halaman 1dari 20

KUTU/ LICE (ANOPLURA) SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT

Dosen Pembimbing :
Irwan Sulistio, SKM, M.Si

Disusun Oleh :
1. Dhea Vara Adellya (P27833320042) 10. Kirana Beryl P. (P27833320051)

2. Dyah Ayu Villa D. (P27833320043) 11. Laily Masruroh (P27833320052)


3. Fani Rida Wanti (P27833320044) 12. Marliyane Naurah (P27833320054)
4. Fania Ardelia L. (P27833320045) 13. Maulida Fauziatur (P27833320055)
5. Ferdiansah Ananda P. (P27833320046) 14. Moch. Arifin M. (P27833320056)
6. Hanif Azizah S. (P27833320047) 15. Moch. Rizaldi (P27833320057)
7. Ichtiary Shinta S. (P27833320048) 16. Nafilatul Karimah (P27833320058)
8. Indah Puspita T. (P27833320049) 17. Nailul A. (P27833320059)
9. Indana Zulfa Salim (P27833320050)

Kelas : D4-2B

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb.

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan limpahan berkah
dan karunianya kepada kami, Makalah “ Kutu/ Lice (Anoplura) Sebagai Vektor Penyakit” dapat
kami selesaikan dengan baik. Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan dan memenuhi tugas
dalam pembelajaran mata kuliah Entomologi.
Tidak lupa Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Irwan Sulistio, SKM, M.Si
selaku pembimbing dan pengajar mata kuliah Entomologi. Dalam makalah ini menjelaskan
tentang Kutu/ Lice (Anoplura) Sebagai Vektor Penyakit. Tugas ini dibuat berdasarkan referensi
dan sumber-sumber yang ada.

Demikian pengantar dari kami, semoga makalah Kutu/ Lice (Anoplura) Sebagai Vektor
Penyakit ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan dan pengetahuan tentang
serangga, dan kami sadar tugas ini tidak sempurna dan terdapat banyak sekali kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan pendapat dari pembaca ataupun kritik sehingga tugas ini dapat
kami perbaiki.

Wassalamualaikum Wr Wb.

Surabaya, 08 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................i

Daftar Isi .............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................2
1.3 Tujuan ...........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Macam penyakit...........................................................................................................4


2.2 Gambar Kejadian..........................................................................................................7
2.3 Mekanisme Penularan..................................................................................................8
2.4 Klasifikasi Kutu............................................................................................................9
2.5 Bioekologi Kutu.........................................................................................................10
A. Pediculus Humanus.................................................................................................10
1. Siklus Hidup......................................................................................................10
2. Morfologi...........................................................................................................13
3. Bionomik...........................................................................................................13
4. Distribusi...........................................................................................................14
B. Pediculus Capitis.....................................................................................................14
1. Siklus Hidup......................................................................................................15
2. Morfologi...........................................................................................................16
3. Bionomik...........................................................................................................16
4. Distribusi...........................................................................................................16
C. Ptirus Pubis.............................................................................................................17
1. Siklus Hidup......................................................................................................17
2. Morfologi...........................................................................................................18
3. Bionomik...........................................................................................................18

ii
4. Distribusi...........................................................................................................19

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................20


3.2 Saran ...........................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kutu adalah insekta kecil yang mengalami degenerasi, pipih dorsoventral, tidak bersayap,
metamorfosis tidak lengkap. Dalam ordo ini termasuk kutu yang menggigit dan yang
menghisap. Dari segi kesehatan, kutu merugikan manusia dimana dapat menyebabkan anemi,
gatal-gatal pada kulit kepala, rambut rontok, dan luka. Kutu ini merupakan parasit bagi
manusia terdiri atas 3 spesies :
(1)Pediculus humanus capitis, kutu kepala;
(2) Pediculus humanus corporis, kutubadan ;
(3) Phthirus pubis, kutu kemaluan (“crab louse”).
Kutu kepala dan kutu badan dari satu spesies sehingga perbedaan sifat morfologinya
menjadi berkurang (Harold W. Brown, 1983) Untuk mengamati morfologi kutu dengan jelas,
kita bisa membuat sediaan preparat permanen kutu. Preparat ini sangat penting untuk koleksi
dan identifkasi berdasarkan morfologi, anatomi dan taksonomi. Karena sediaan preparat
permanen sangat penting dalam bidang ilmu pengetahuan sehingga preparat permanen harus
dibuat dengan cara tertentu dan sebaik mungkin agar tahan lama di simpan dan bagian -
bagian tubuhnya tidak mengalami kerusakan. Preparat dibedakan menjadi : preparat
permanen dan preparat semi permanen atau sementara. Preparat permanen (melalui proses
dehidrasi) sangat cocok untuk koleksi karena tahan lama di simpan (tidak mengalami
kerusakan selama beberapa tahun ) tanpa mengalami perubahan. Pembuatan preparat ini
cukup sulit banyak menggunakan bahan – bahan dan peralatan serta proses pembuatannya
membutuhkan waktu cukup lama jika dibandingkan dengan waktu pembuatan preparat
lainnya. Preparat semi permanen atau sementara (tanpa proses dehidrasi) tidak tahan lama
karena setelah disimpan beberapa minggu spesimennya menjadi pucat dan tidak jelas serta
mengalami kerusakan.(Lukman Hutagalung, 1987) Kerusakan ini diakibatkan karena pada
pembuatan preparat semi permanen tidak melalui proses dehidrasi dimana proses ini sangat
penting karena bertujuan mengeluarkan air yang ada di dalam tubuh kutu. Jika proses
dehidrasi tidak sempurna maka akan mengakibatkan kutu yang dibuat sediaan preparat
permanen akan cepat rusak dikarenakan kandungan air pada kutu masih banyak. Proses

4
dehidrasi pertama-tama dikeluarkan dengan merendamnya di dalam serangkaian campuran
etanol dengan air yang makin lama makin pekat (biasanya dari etanol 30% - 96%) dengan
berkurangnya kandungan air maka akan membuat kerusakan morfologi kutu lebih lama
sehingga penelitian ini ingin mengetahui berapa lama daya tahan sediaan preparat permanen
yang dibuat tanpa melalui proses dehidrasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Penyakit apa saja yang dapat ditularkan lice/ kutu?
2. Bagaimana mekanisme penularan penyakit oleh lice/ kutu?
3. Bagaimana klasifikasi dari lice/ kutu?
4. Bagaiamana bioekologi lice/ kutu?
1.3 Tujuan
1. Agar dapat mengetahui penyakit yang ditularkan oleh lice/kutu
2. Agar dapat mengetahui mekanisme penularan penyakit oleh lice/kutu
3. Agar dapat mengetahui klasifikasi lice/kutu
4. Agar dapat memahami bioekologi lice/kutu

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Macam Penyakit Yang Ditularkan Oleh Kutu/ Lice

Pediculosis merupakan penyakit akibat infestasi kutu (louse). Terdapat 3 spesies kutu
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, antara lain Pediculus humanus capitis (kutu
kepala), Pediculus humanus corporis (kutu badan), dan Pthirus pubis (kutu kelamin atau kutu
kepiting). Kutu kepala merupakan jenis kutu yang paling sering menyebabkan penyakit pada
manusia. Penyakit pediculosis dapat ditemukan di semua negara di dunia, di semua jenis
kelompok masyarakat. Transmisi terjadi melalui kontak langsung dengan penderita.

Siklus hidup kutu terdiri dari stadium telur, nimfa, dan dewasa. Secara morfologi, kutu
berwarna keabu-abuan, pipih, berukuran 2,5 hingga 3,5 cm, memiliki 3 pasang kaki, dan tidak
bersayap. Kutu kelamin memiliki ukuran yang lebih kecil, dengan perbedaan morfologi berupa
sepasang kaki pertama berbentuk seperti capit kepiting. Kutu tidak memiliki kemampuan untuk
melompat atau terbang, sehingga transmisi hanya dapat terjadi melalui kontak langsung.
Transmisi kutu kepala terjadi melalui kontak kepala dengan kepala, bertukar topi atau helm,
sedangkan transmisi kutu badan biasanya terjadi dengan bertukar pakaian, handuk, dan kontak
dengan kasur atau sofa yang terpapar kutu. Infestasi kedua jenis kutu tersebut biasanya dapat
ditemukan di seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah. Berbeda dengan jenis kutu lainnya,
transmisi kutu kelamin terjadi melalui kontak seksual.

Kutu kepala dapat ditemukan pada rambut, alis, dan bulu mata. Gejala umum infestasi
kutu kepala antara lain rasa gatal di kulit kepala, serta munculnya sensasi kutu bergerak di
kepala. Diagnosis didapatkan dari temuan telur atau kutu pada rambut. Kutu badan bertelur di
lipatan pakaian dan kain. Gejala infestasi kutu badan meliputi rasa gatal di sekitar badan,
terutama di area lipatan di tempat yang terdapat jahitan pakaian (ketiak, dada, punggung,
selangkangan). Rasa gatal seringkali bersifat hebat, sehingga individu akan terus menggaruk
hingga terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Diagnosis dapat dilakukan secara klinis atau dengan
temuan kutu badan pada lipatan pakaian. Infestasi kutu kepala banyak ditemukan pada populasi
anak-anak, terutama di tempat penitipan anak atau di sekolah, sedangkan infestasi kutu badan
banyak ditemukan pada populasi yang tinggal di tempat dengan tingkat sanitasi rendah. Kutu
kelamin dapat ditemukan di rambut kemaluan, alis, bulu mata, dan rambut ketiak. Infestasi kutu
kelamin banyak ditemukan pada populasi dewasa dan berkaitan dengan penyakit menular
seksual.

6
Apabila salah satu anggota keluarga terbukti memiliki infestasi kutu, maka seluruh
anggota keluarga juga harus diperiksa. Obat anti kutu tersedia dalam berbagai macam kelompok
obat, antara lain golongan piretroid, malathion, lindane, benzil alkohol, dan ivermectin. Terapi
harus diulang antara 7-10 hari sejak dosis pertama untuk memastikan seluruh kutu dewasa telah
mati. Selain menggunakan obat-obatan, kutu dewasa yang menempel pada pakaian harus
dibunuh dengan cara merendam pakaian di air panas atau dengan menyeterika pakaian.

2.2 Gambaran kejadian penyakit yang ditularkan oleh kutu/lice di Indonesia

A. Pediculus humanus capitis (kutu kepala)

B. Pediculus humanus corporis (kutu badan)

C. Pthirus pubis (kutu kelamin atau kutu kepiting)

7
2.3Mekanisme Penularan Distribusi
Penularan atau transmisi pedikulosis kapitis dapat terjadi langsung dari rambut ke rambut
atau tidak langsung melalui alat perantara seperti aksesoris rambut, kerudung/penutup kepala,
handuk, tempat tidur, dan sisir/aksesoris rambut. Faktor resiko penyakit ini ada beberapa
seperti Jenis kelamin perempuan, menggunakan sisir atau aksesoris rambut bersama, Panjang
rambut, Frekuensi cuci rambut, tingkat sosial ekonomi yang rendah, dan kepadatan tempat
tinggal dan juga Usia muda. Kualitas mencuci rambut dapat memengaruhi infestasi
pedikulosis kapitis. Rambut perlu dicuci teratur minimal dua kali sehari dalam seminggu
dengan memakai sampo. Pada orang yang sering mencuci rambut setiap hari membuat kulit
kepala menjadi bersih, hal itu memungkinkan kutu mendapatkan suplai makanan yang
optimal, dan seringnya mencuci rambut pada penderita pedikulosis kapitis akan membuat
kondisi kulit kepala menjadi lembab dan kondisi itu sangat menguntungkan bagi telur kutu
untuk perkembanganya, sehingga orang yang rajin mencuci rambutnya setiap hari juga bisa
mendapatkan pedikulosis kapitis. Ptirus pubis dapat menular melalui kontak langsung dengan
penderita dan berhubungan seks. Serta penularan dari pediculus humanus corporis dapat
melalui kontak langsung maupun perantara seperti selimut dan pakaian.
A. Distribusi pediculus humanus
Tersebar di seluruh dunia. Biasanya dapat ditemukan di sekitar celah-celah rumah. Kutu
ini berkembang dalam kondisi suhu dan kelembaban yang nyaman bagi manusia, dan
menyediakan makanan darah yang cukup baik untuk hidupnya dengan cara menghisap
darah manusia.(Harlan, 2006)
B. Distribusi pediculus capitis
Tersebar di seluruh dunia. Biasanya menyerang anak usia pra sekolah dan sekolah.
Infestasi kutu manusia dapat menyebar cepat dan dapat mencapai proporsi epidemic jika

8
dibiarkan. Pada sekelompok orang, faktor-faktor usia, ras, jenis kelamin, ukuran keluarga
mempengaruhi distribusi penyakit.
C. Distribusi phtirus pubis
Seluruh dunia termasuk negara maju maupun berkembang. Ditemukan di Eropa, Asia,
Afrika, Amerika utara, dan Australia baik ras hitam maupun putih.

2.4Klasifikasi Kutu
1) Klasifikasi kutu rambut (Pediculus humanus capitis)
Kingdom : Animalia
Filum : Euarthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Phthiraptera / Anoplura
Famili : Pediculidae
Genus : Pediculus
Spesies : Pediculus humanus
Subspesies : pediculus humanus capitis
2) Klasifikasi kutu badan (Pediculus humanus corporis)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Phthiraptera
Sub ordo : Anoplura
Famili : Pediculidae
Genus : Pediculus
Spesies : P. Humanus corporis

3) Klasifikasi kutu kemaluan (Phthirus pubis)


Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Phthiraptera
Sub ordo : Anoplura
Famili : Pediculidae
Genus : Pediculus
Spesies : phthirus pubis

9
2.5Bioekologi Kutu
A. Pediculus Humanus
1. Siklus hidup
Siklus hidup kutu terdiri dari stadium telur, nimfa, dan dewasa. Secara
morfologi, kutu berwarna keabu-abuan, pipih, berukuran 2,5 hingga 3,5 cm,
memiliki 3 pasang kaki, dan tidak bersayap. Kutu kelamin memiliki ukuran
yang lebih kecil, dengan perbedaan morfologi berupa sepasang kaki pertama
berbentuk seperti capit kepiting.
a) Telur
Kutu adalah telur kutu yang diletakkan di lipatan pakaian dan tidak
di tempat lain. Induk kutu mengeluarkan perekat yang diproduksi
oleh kelenjar asesorisnya dan menahan telur di tempatnya sampai
menetas. Mereka berbentuk oval dan biasanya berwarna kuning
sampai putih dan bila dalam suhu dan kelembaban yang tepat, mereka
akan berkembang 6 sampai 9 hari setelah diletakkan. 
b) Nimfa
Adalah belum matang kutu yang menetas dari nit (telur). Setelah
nimfa menetas, ia segera mulai memakan darah inang dan kemudian
kembali ke pakaian sampai ia perlu diberi makan lagi. Nimfa akan
berganti kulit tiga kali setelah menetas dan setelah meranggas ketiga,
ia muncul sebagai kutu dewasa . Nimfa yang berkembang menjadi
kutu dewasa biasanya membutuhkan waktu 9-12 hari setelah
menetas. 
c) Dewasa
Kutu tubuh seukuran biji wijen (2,5-3,5 mm), memiliki enam kaki,
tak bersayap dan tan untuk keabu-abuan-putih.

10
Kedua subspesies P. humanus secara anatomis hampir
identik. Kepala mereka pendek dengan dua antena yang masing-
masing dibagi menjadi lima segmen, dada dipadatkan, perut tujuh
segmen dengan pelat paratergal lateral. Spesialis dapat membedakan
antara tubuh dan kutu rambut berdasarkan perbedaan warna pigmen
di perut, dan perbedaan panjang  telah diamati antara kedua
subspecies.

2. Morfologi
Terdiri dari stadium telur, nimfa, dan dewasa. Secara morfologi, kutu
berwarna keabu-abuan, pipih, berukuran 2,5 hingga 3,5 cm, memiliki 3
pasang kaki, dan tidak bersayap. Kutu kelamin memiliki ukuran yang lebih
kecil, dengan perbedaan morfologi berupa sepasang kaki pertama berbentuk
seperti capit kepiting. Kutu tidak memiliki kemampuan untuk melompat atau
terbang, sehingga transmisi hanya dapat terjadi melalui kontak langsung.
Transmisi kutu kepala terjadi melalui kontak kepala dengan kepala, bertukar
topi atau helm, sedangkan transmisi kutu badan biasanya terjadi dengan
bertukar pakaian, handuk, dan kontak dengan kasur atau sofa yang terpapar
kutu. Infestasi kedua jenis kutu tersebut biasanya dapat ditemukan di seluruh
anggota keluarga yang tinggal serumah. Berbeda dengan jenis kutu lainnya,
transmisi kutu kelamin terjadi melalui kontak seksual.

3. Bionomik
Kutu tidak memiliki kemampuan untuk melompat atau terbang, sehingga
transmisi hanya dapat terjadi melalui kontak langsung. Transmisi kutu kepala
terjadi melalui kontak kepala dengan kepala, bertukar topi atau helm,
sedangkan transmisi kutu badan biasanya terjadi dengan bertukar pakaian,
handuk, dan kontak dengan kasur atau sofa yang terpapar kutu. Infestasi
kedua jenis kutu tersebut biasanya dapat ditemukan di seluruh anggota
keluarga yang tinggal serumah. Berbeda dengan jenis kutu lainnya, transmisi
kutu kelamin terjadi melalui kontak seksual.

4. Distribusi
Infestasi kutu tubuh dapat melibatkan ribuan tungau, masing-masing
menggigit rata-rata 5 kali per hari. Ketika seseorang terserang kutu tubuh,
kondisi ini disebut pedikulosis. Jumlah dan tingkat keparahan gigitan dapat
bervariasi tergantung pada berapa banyak kutu yang terinfeksi. Karena
infestasi bisa melibatkan ribuan kutu dan dengan masing-masing menggigit 5
11
kali sehari, gigitannya dapat menyebabkan rasa gatal yang tidak terkendali
yang dapat menyebabkan infeksi. Jika seseorang atau sekelompok orang
terkena serangan jangka panjang, mereka mungkin mulai mengalami sikap
apatis, lesu, dan kelelahan.
Saat makan, kutu tubuh menyerupai proses pemberian
makan nyamuk . Kutu tubuh menembus kulit inang dan
menyuntikkan antikoagulan saliva yang membantu kutu mengonsumsi darah
inang. Gigitan kutu tubuh dapat menghasilkan lesi kulit yang terlihat seperti
ruam dan dalam beberapa kasus, pruritus . Goresan gigitan gatal yang intens
dapat menyebabkan ekskoriasi kulit, berpotensi menyebabkan infeksi bakteri
sekunder yang signifikan. 

B. Pediculus Capitis
Pediculosis capitis adalah infeksi kulit atau rambut kepala dimana yang
disebabkan oleh infestasi Pediculus humanus var. capitis. Pediculosis capitis adalah
suatu penyakit kulit kepala akibat infestasi ektoparasit obligat atau bisa disebut
tungau atau lice spesies Pediculus humanus var. capitis yang termasuk famili
Pediculidae, Parasit ini seluruh siklus hidupnya bergantung pada manusia dan
termasuk parasit yang menghisap darah atau hemophagydea. Pediculus humanus var.
capitis merupakan ektoparasit yang obligat pemakan darah. Daur hidupnya selalu
terkait dengan manusia, tidak dapat melompat, tidak memiliki sayap dan daur
hidupnya tidak terjadi pada hewan.Penyakit ini dapat menyebar memalui transmisi
langsung kontak kepala-kepala orang yang terinfeksi dan transmisi tidak langsung
seperti memakai sisir, topi, handuk, bantal, kasur dan kerudung . Penyakit ini telah
dihubungkan masyarakat dengan kemiskinan atau status sosial, ekonomi rendah dan
lingkungan yang kumuh. Penyakit ini sering diabaikanterutama di negara dimana
terdapat prioritas kesehatan lain yang lebih serius karena dianggap ringan dan
mortalitasnya yang rendah, namun penyakit ini di antara anak-anak sekolah di
seluruh duniatelah menyebabkan morbiditas yang signifikan.(Lukman, Armiyanti, &
Agustina, 2018).

1. Siklus Hidup
a) Telur (nits)

12
Telur diletakkan oleh kutu dewasa betina di dasar rambut, sekitar 6
mm dari kulit kepala. Ukuran panjang telur kutu adalah 0,8 mm
dengan lebar 0,3 mm, dengan bentuk oval dan biasanya berwarna
kuning keputihan.
b) Nimfa
Telur yang menetas akan berubah menjadi nimfa. Nimfa terlihat
seperti kutu kepala dewasa, tetapi ukurannya masih sebesar kepala
peniti. Nimfa akan menjadi kutu kepala dewas setelah tujuh hari dan
berganti kulit sebanyak tiga kali.
c) Kutu Dewasa
Kutu dewasa dapat hidup sampai 30 hari di kepala manusia. Untuk
hidup, kutu kepala ini membutuhkan darah manusia. Tanpa darah
manusia, kutu kepala akan mati dalam waktu 1-2 hari.
Setelah fertilisasi, Pediculus humanus var.capitis betina bertelur 7-
10 butir perhari selama satu bulan berturut-turut sehingga mencapai
200-300 butir sepanjang hidupnya. Telur Pediculus humanus
var.capitis diletakkan oleh betina dewasa di pangkal batang rambut
terdekat kulit kepala. Thorax Abdomen Kaki Antene Kepala 8 Untuk
menempelkan setiap telur, betina dewasa mengeluarkan zat seperti
lem dari organ reproduksinya. Lem ini dengan cepat mengeras
menjadi "selubung nit" yang menutupi batang rambut dan seluruh
telur kecuali untuk operculum, sebuah topi tempat embrio bernapas.
Dibutuhkan waktu sekitar 1 minggu untuk menetas (kisaran 6 hingga
9 hari).Telur menetas keluar larva melalui operculum bentuknya
mirip dengan stadium dewasa hanya lebih kecil dan genetalianya
belum mature, kemudian menjadi nymph setelah berganti kulit tiga
kali menjadi bentuk dewasa jantan atau betina(Simorangker, 2010).

2. Morfologi
Kutu kepala memiliki dua mata dan tiga pasang kaki berwarna abu-abu
dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Kutu betina memiliki

13
ukuran panjang 1,2 – 3,2 mm dan lebar lebih kurang 1/2 dari panjangnya.
Kutu jantan memiliki ukuran yang lebih kecil dan jumlahnya hanya sedikit.
Kutu kepala tidak bersayap dan memiliki tiga pasang kaki yang pada bagian
ujungnya dilengkapi dengan cakar yang berguna untuk mencengkram kulit
kepala. Bentuk dan ukuran dari cakar ini disesuaikan dengan susunan dan
bentuk rambut. Bagian abdomen terbagi atas beberapa segmen dan
bentuknya datar pada bagian dorsoventral. Kutu kepala memiliki mulut yang
kecil di bagian anterior yang dilengkapi dengan pengait (hook) yang dapat
melekat ke kulit kepala selama menghisap darah. Umumnya, kutu kepala
akan menghisap darah kira-kira lima kali dalam sehari dengan waktu 35-45
menit.

3. Bionomic
Pediculosis capitis merupakan parasite kecil yang tinggal di kepala
manusia. Hidup dan berkembang biak dengan cara menghisap setitik darah
dari kulit kepala dan bertelur di helai-helai rambut. Kutu betina bisa bertelur
hingga sepuluh terlur berukuran sangat kecil setiap harinya. Telur kutu
berbentuk oval dengan warna menyerupai rambut asal tempatnya bersarang,
mulai dari putih, kuning, hingga coklat. Kutu betina meletakkan telur-
telurnya di helai-helai rambut dengan substansi menyerupai lem yang sangat
lengket. Hal ini membuat telur kutu aman dari keramas, sikat, ataupun
tiupan, berbeda dari ketombe atau unsur-unsur lain di rambut yang sering
keliru dianggap sebagai telur kutu .
4. Distribusi
Penyebaran Pediculosis capitis dapat melalui transmisi langsung yaitu
kontak kepala orang yang terinfeksi dengan orang yang sehat. Transmisi
tidak langsung bisa melalui sisir, topi, handuk, bantal, kasur dan kerudung.
Penyakit ini telah dihubungkan masyarakat dengan kemiskinan atau status
sosial, ekonomi rendah dan lingkungan yang kumuh. Penyakit ini sering
diabaikan terutama di negara dimana terdapat prioritas kesehatan lain yang
lebih serius karena dianggap ringan dan mortalitasnya yang rendah, namun

14
penyakit ini di antara anak-anak sekolah di seluruh duniatelah menyebabkan
morbiditas yang signifikan.(Hardiyanti, Kurniawan, Mutiara, & Suwandi,
2015).

C. Pitrus Pubis
Phthirus pubis adalah serangga parasit penghisap darah yang hidup di kulit sekitar
kelamin manusia. Kutu kelamin biasanya menular melalui hubungan seksual.
Penularan dari orang tua kepada anak lebih mungkin terjadi melalui rute pemakaian
handuk, pakaian, tempat tidur atau closets yang sama secara bergantian. Kutu Pubic
menyebar melalui keringat saat kontak tubuh atau seksual. Pasangan seks si pasien
dalam waktu 30 hari sebelumnya harus dievaluasi dan diobati, dan kontak seksual
harus dihindari sampai perawatan berakhir dengan kesembuhan (Nuttal, 2009).

1. Siklus Hidup
Dalam hidupnya kutu mengalami metamorfosis yang tidak sempurna yang
diawali dengan telur, nimfa, dan dewasa. Kutu betina meletakkan 9-10 telur sehari
dan total 270-300 telur selama hidupnya. Telur kutu dilekatkan pada pada rambut
inangnya dengan zat perkat khusus (disebut cement). Telur-telur tidak bisa
menetas pada suhu dibawah 24°C dan diatas 37.5°C. Pada suhu diantara 24°C-
37.5°C telur-telur kutu menetas dalam waktu kurang dari 2 minggu. Telur-telur
menetas menjadi nimfa, nimfa sendiri merupakan bentuk miniatur dari kutu
dewasa tapi belim mempunyai organ reproduksi yang belum senpurna. Pada
stadium nimfa tumbuh dan bertukar kulit (molting) 3 x dalam wlaktu 3-9 hari
menjadi nimfa instar satu, dua, tiga dan berubah menjadi kutu dewasa dengan
ukuran maksimal 4,5 mm. Kutu jantan/betina menghisap darah inang setiap saat
sejak stadium nimfa hingga dewasa.

2. Morfologi
a) Kepala
 Terdapat sepasang antenna
 Sepasang mata facet
 Haustellum alat mulut
b) Thorax :
 Terdiri atas ( protothorax, mesothorax, metathorax) terdapat
 Kaki yang kuat (3 pasang)
 Pada protothorax antara coxa kaki 1 dan 2 terdapat 1 pasang spirake
c) Telur (Nits)
 Putih jernih, < 1 mm, mempunyai corona (operkulum)

15
d) Nympha
 Ukuran 1-2 mm
 Antena hanya bersegmen 3 buah
 Bentuk hampir sama dengan imago hanya alat kelaminbelum sempurna
 Telur berkembang menjadi nympha pada hari ke-5

3. Biologi dan Perilaku Kutu


Ketiga jenis spesies dari subordo Anoplura bersifat kosmopolitan, artinya
ditemui diseluruh dunia. Ketiganya hanya menjadi parasit pada manusia dan tidak
pada hewan, karena memang pada umumnya kutu mempunyai kekhasan inang
(host spesificity) yang tinggi dibandingkan dengan ektoparasit yang lainnya.
Sehingga penularan kutu dari manusia ke hewan tidak terjadi, bahkan juga antara
hewan yang berbeda spesies. Pada inangnya, penyebaran P. humanus capitis
hanya terbatas pada daerah kulit atau rambut kepala terutama dibelakang kepala
dan dekat telinga pada anak-anak. Telurnya dilekatkan pada pangkal rambut yang
sangat dekat kulit kepala. Karena pertumbuhan rambut diperkirakan satu cm
perbulan, maka jarak antara letak telur terjauh dengan kulit kepala dapat
menunjukan sudah berapa lama infestasi kutu terjadi.Infestasi bisa mencapai 10-
20 kutu dewasa per orang.penularan kutu rambut terutama terjadi akibatkontak
antar inang seperti anak-anak yang tidur bersama pada satu ranjangatau
bergantian sisir yang mengandung rambut berkutu.
Berbeda dengan kutu rambut yang memiliki penyebaran terbatas, kutu
kemaluan dapat ditemui bukan hanya pada kulit atau rambut kemaluan tetapi juga
daerah bermbut lainnya seperti rambut dada dan ketiak. Bahkan pada bulu mata
dan jenggot jika infestasinya sudah cukup tinggi. Penularan kutu ini terutama
terjadi akibat kontak seksual ataupun hubungan intim yang lainnya. Adapun kutu
badan yang memiliki morfologi yang mirip dengan kutu kepala tetapi lebih besar,
umumnya ditemui pada pakaian terutama bagian pakaian yang melekat pada
badan, seperti pakaian dalam, sellangkang celana panjang, lengan bagian ketiak,
kerah ataupun bagian pundak. Hal ini terjadi karena kontak dengan inangnya
hanya terjadi sewaktu menghisap darah dan setelah itu kembali ke pakaian. Kutu
badan lebih banyak menghabiskan waktunya pada pakaian termasuk termasuk
untuk bertelur. Peranan kutu dalam kesehatan manusia terutama adalah akibat
gigitan yang ditimbulkannya, apalagi pada infestasi yang tinggi. Gigitan kutu
menimbulkan kegatalan dan iritasi yang berakhir dengan perlukaan kulit akibat
garukan. Luka dapat diperparah dengan adanya infeksi sekunder baik dari
mikroba maupun jamur dan akhirnya membentuk kerak berwarna gelap
(hiperkeratinasi) dan penebalan dipermukaan kulit kepala terutama pada tempat-
tempat predileksi kutu. Tanda khas permukaan kulit kepala ini dikenal sebagai
Vagabond’s disease. Kutu bisa menjadi vektor tranmisi dari beberapa penyakit.

16
Namun hal ini belum pernah dilaporkan terjadi di Indonesia. penyakit-penyakit
louse-borne epidemic typhus, relapsing fever, dan trench fever merupakan
penyakit yang ditransmisikan oleh kutu. Louse born epidemica typhus dan
relapsing fever termasuk dalam kategori penyakit-penyakit karantina. Penyakit-
penyakit ini biasanya terdapat di mana banyak manusia hidup padat bersama
tanpa banyak memperhatikan kebersihan perorangan, misalnya tidak atau jarang
mandi, pakaian lama tidak dicuci, terutama pakaian-pakaian tebal. Penyakit-
penyakit ini banyak terdapat dalam kazorne tentra, penjara, kamp konsentrasi dan
sebagainya. Louse borne epidemic typhus dulu pernah dikenal sebagai "demam
penjara" ( "jail fever " ). Dimasa perang penyakit ini banyak terdapat diantara
prajurit-prajurit di front depan.

4. Distribusi atau Penyebaran


Di seluruh dunia, termasuk semua negara-negara maju. Meskipun Phthirus
pubis terjadi di Eropa, Asia, Afrika, Amerika Utara dan Australia, dan ditemukan
pada negro serta kulit putih.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekor binatang atau
seorang manusia kepada binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau

17
manusia lainnya. Sedangkan Anoplura merupakan salah satu ordo dari insekta perusak atau
merugikan hospes yang ditinggalinya. Habitatnya biasanya berada pada hewan lain atau
menjadi parasit yang ada sumber makanan yang dibutuhkannya yang dapat menularkan,
memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Yang parasit bagi
manusia terutama kutu tubuh (yang juga melekat pada bagian dalam pakaian) dan kutu
rambut parasit pada rambut, keduanya memiliki panjang 2 sampai 3 mm dan lebih besar pada
wanita. Ada juga puyuh parasit pada rambut kemaluan (panjang tubuh 1,5 mm). Penghisapan
darah memberikan rasa gatal yang sangat besar, dan memediasi demam tifus, demam
berulang, dll. 

3.2 Saran
Untuk mewujudkan kualitas dan kuantitas lingkungan yang bersih dan sehat serta untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesepakatan
umum dari tujuan nasional, sangat diperlukan pengetahuan yang cukup serta mendalam
pengetahuan tentang vektor penyakit dan pengendalian vektor penyakit, sehingga kita dapat
meminimalisir dan memutus rantai penyebaran penyakit dan menuju Indonesia yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA
 Sari, Destika. 2016. Dampak Infestasasi Pedikulosis Kapitis Terhadap Anak Usia Sekolah.
Majority. No.5. Vol.5.
 Hardiyanti, N. I., Kurniawan, B., Mutiara, H., & Suwandi, J. F. (2015). Penatalaksanaan Pediculosis
Capitis. Majority, 4(9), 47–52.
 Lukman, N., Armiyanti, Y., & Agustina, D. (2018). Hubungan Faktor-Faktor Risiko Pediculosis
capitis terhadap Kejadiannya pada Santri di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Kabupaten
Jember. Journal of
 Simorangker, H. (2010). Pediculus humanus var capitis. 5–19.

18
Wang R Y, Powell G, Hardie J, Pirone TP. 1998. Role of the helper component in vector-specific
transmission of potyviruses. Journal of General Virology 79:1519-1524.

 Loureiro EDS, JR EAM. 2006. Pathogenicity of hyphomycet fungi to aphids Aphis


gossypii Glover and Myzus Persicae (Sulzer) (Hemiptera: Aphididae).
Neotropical Entomology 35(5):660-665.
 https://www.researchgate.net/publication/324960947_Hubungan_Faktor_Risiko_dengan_
Infestasi_Pediculus_humanus_capitis_pada_Anak_Panti_Asuhan_di_Kota_Pekanbaru
 https://docplayer.info/33982924-Pengendalian-vektor-kutu-lice.html
 https://parasito.fkkmk.ugm.ac.id/penyakit-akibet-arthropoda/penyakit-pediculosis/
diakses pada tanggal 10 Februari 2021 pukul 20:24

19

Anda mungkin juga menyukai