Anda di halaman 1dari 9

Materi :

ISOLASI VIRUS DNA DAN UJI PCR VIRUS DNA

PENDAHULUAN

Virus DNA merupakan virus yang memiliki materi genetik berupa DNA, virus yang
tergolong dalam kelompok ini adalah virus kelas I, II, VII. Beberapa contoh familia virus
yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Herpesviridae, Parvoviridae, dan Poxviridae.
Isolasi DNA merupakan salah satu teknik dasar dalam biologi molekuler yang dapat
dikembangkan menjadi penelitian-penelitian yang kompleks mengenai informasi genetik
yang dimiliki oleh suatu organisme.Kualitas DNA genom yang baik merupakan hal penting
yang dibutuhkan dalam aplikasi biologi molekuler. Aplikasi tersebut meliputi PCR
(Polymerase Chain Reaction), RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), RAPD
(Random Amplified Polymorphic DNA), dan analisis molekuler yang lain.

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA
secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.
Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi (memperbanyak) segmen DNA dalam
jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam dan untuk berbagai tujuan seperti kloning gen,
deteksi polimorfisme, mutagenesis, forensik dan deteksi alel spesifik.
Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: pra-denaturasi DNA templat, denaturasi
DNA templat, penempelan primer pada templat (annealing), pemanjangan primer (extension)
dan pemantapan (post extension). Tahap denaturasi sampai dengan tahap pemanjangan
primer merupakan tahapan berulang (siklus). Komponen-komponen yang diperlukan pada
proses PCR adalah templat DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang
mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat;
dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim
polimerase DNA.

JUDUL JURNAL

“Tingkat Deteksi Parvovirus Anjing di Organ Jantung dan Usus Halus pada Infeksi
Lapangan”

TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum
Berdasarkan penulisan laporan ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui cara
melakukan isolasi DNA dari sampel jaringan hewan yang mengandung parvovirus
dan
mengetahui proses PCR sampel virus DNA.
b. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat deteksi parvovirus anjing pada
infeksi lapangan dari organ jantung dan usus halus yang dinilai berdasarkan pita hasil
polymerase chain reaction (PCR). Obyek penelitian yang digunakan adalah spesimen
jantung dan usus halus dari lima ekor anjing yang terinfeksi parvovirus alami.

MANFAAT PENELITIAN

1) Bagi jurusan Teknologi Laboratorium Medik, diharapkan dengan adanya laporan


praktikum ini yang bersumber dari jurnal penelitian dapat dijadikan dokumen sebagai
salah satu referensi untuk kedepannya bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan
penulisan tugas di bidang Virologi.
2) Bagi mahasiswa dapat memperdalam pengetahuan dan mempraktekkan cara
melakukan isolasi DNA dan uji PCR sampel virus DNA dari sampel jaringan hewan
yang mengandung parvovirus

LANDASAN TEORI

Penyakit parvovirus yang terjadi kebanyakan menyerang anjing muda dengan gejala
klinis berupa berak darah, anoreksia, depresi, dan dehidrasi. Tingkat kejadian parvovirus
pada anjing mulai periode waktu Januari 2011 sampai dengan Januari 2012 adalah 20 %.
Kejadian infeksi parvovirus lebih banyak ditemukan pada anjing jantan dibandingkan dengan
anjing betina dan lebih menyukai ras tertentu.

Deteksi parvovirus juga dapat dilakukan dengan menggunakan sampel dari jaringan
tonsil, limpa, sumsum tulang belakang, timus, kelenjar limfoid, dan feses (Decaro et al.,
2007). Salah satu sifat biologi CPV adalah preferensi jaringan target. Virus CPV memilih
kripta usus dan organ limfoid untuk tempat bereplikasi, namun juga dapat menyebar ke
semua jaringan (Pollock, 1982)
Isolasi DNA merupakan tahapan pekerjaan awal yang harus dilakukan dalam berbagai
pemeriksaan analisis DNA. Hasil isolasi DNA dikatakan baik apabila didapatkan DNA yang
murni dan utuh. Pengukuran konsentrasi DNA maupun penentuan kemurniannya merupakan
suatu tahapan yang sangat diperlukan dari serangkaian proses isolasi DNA

Selain hasil dari spektrofotometer, untuk melihat kualitas isolat DNA dilakukan
elektroforesis pada konsentrasi gel agarose 1%. Hasil elektroforesis DNA genom
menunjukkan hasil pita DNA dengan ketebalan yang beragam. Hasil elektroforesis DNA
genom secara keseluruhan selain terlihat pita DNA menunjukkan adanya smear yang terbawa
dan terlihat tebal.

PRINSIP

 Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau
pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA.
 Prinsip uji PCR yaitu kunci reaksi PCR membutuhkan polymerase Taq, primer, DNA
cetakan dan nukleotida (komponen DNA). Seluruh bahan dicampur dalam tabung
reaksi dan mengalami siklus pemanasan dan pendinginan berulang untuk
memungkinkan amplifikasi DNA

METODE PENELITIAN

A. ISOLASI DNA
1. Alat dan Bahan
a. Alat:
Mikropipet , Yellow dan blue tip, Mikrotube ukuran 1 ½ ml – 2 ml, Mini coulumn
spin , Centrifuge, Inkubator , Vortex, Mortar , BSC (Biological Safety Cabinet),
Gelas kimia, Rak microtube
b. Bahan:
Buffer AL, Buffer AW 1, Buffer AW 2, Buffer HE , Buffer ATL, Proteinase K,
Etanol 100 %, Sampel jaringan
2. Cara Kerja
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2) Digerus jaringan yang telah disiapkan pada mikrotube dengan menggunakan
mortar.
3) Ditambahkan buffer ATL sebanyak 180 µl dan gerus kembali jaringan hingga
halus.
4) Ditambahkan proteinase K sebanyak 20 µl.
5) Divortek selama 15-30 detik kemudian diinkubasi pada suhu 56ºC selama 1-3 jam
(namun dalam praktikum selama 30 menit).
6) Dicetrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 8000 rpm.
7) Ditambahkan buffer AL sebanyak 200 µl dan divortek kembali selama 15-30
detik.
8) Ditambahkan etanol 100% sebanyak 200 µl dan divortek kembali selama 15-30
detik.
9) Dimasukkan supernatan kedalam mini coulumn spin dan disentrifus selama 1
menit dengan kecepatan 8000 rpm.
10) Dibuang cairan yang terdapat pada tabung mini coulumn dan dipindahkan filtrat
pada tabung mini coulumn/ mikrotube yang baru
11) Ditambahkan buffer AW 1 sebanyak 500 µl dan disentrifus kembali selama 1
menit dengan kecepatan 8000 rpm.
12) Dibuang cairan yang terdapat pada tabung mini coulumn dan dipindahkan filtrat
pada tabung mini coulumn yang baru atau mikrotube yang baru.
13) Ditambahkan buffer HE sebanyak 200 µl dan diinkubasi selama 1 menit pada
suhu ruang.
14) Disentrifus selama 2 menit dengan kecepatan 8000 rpm.
15) Selanjutnya cairan pada mini coulumn/ mikrotube tersebut akan diuji pada tahap
selanjutnya.

B. UJI PCR
1. Alat dan Bahan
a. Alat:
Mikropipet dan tip, Lemari es, Mikrotube steril, Plat mikro, Alat PCR, Mesin
Elektroforesis
b. Bahan:
DNA template, Primer forward, Primer Reverse, (dnTP, Buffer, MgCl2, Enzim
tag polymerase, ddH2O ( aquabides) (PCR MIX)

2. Cara Kerja
a. Uji PCR
1) Dipipet PCR mix sebanyak 4 µl dan dimasukkan kedalam PCR tube
2) Ditambahkan primer Forward sebanyak 0,6 µl
3) Ditambahkan primer reverse sebanyak 0,6 µl
4) Ditambahkan ddH2O ( aquabides) kedalam mikrotube sebanyak 12,8 µl
5) Selanjutnya ditambahkan DNA template sebanyak 2 µl
6) Setelah volume akhir telah sebanyak 20 µl kemudian digunakan untuk uji ke
reaksi PCR
7) Di dalam alat PCR di setting tahapan-tahapan reaksi sebagai berikut :
8) Setelah itu ditunggu pengujian PCR hingga berakhir dan sampel disimpan di
dalam frezzer untuk dilanjutkan uji elektroforesis

b. Uji Eletroforesis
1) Pembuatan media gel agarosa 1 %
a. satu gram agarose dalam 100 ml Tris Acetate EDTA buffer (TAE IX)
b. Larutan dipanaskan hingga berwarna kuning
c. Ditambahkan 3 µl etidium bromide
d. Campuran ini kemudian dicetak pada cetakan agar
e. Setelah mengeras, gel agarose diletakkan pada mesin elektroforesis yang telah
mengandung TAE IX
2) Produk PCR sebanyak 4 µl ditambahkan dengan 1 µl 10X BluejuiceTM Gel
Loading Buffer (invitrogen)
3) Pembacaan hasil uji PCR dilakukan dengan cara memasukan 100 bp DNA ladder
(invitrogen) pada lubang pertama
4) Pada lubang selanjutnya dimasukan DNA hasil amplifikasi
5) Mesin elektroforesis diberi tegangan 100 volt selama 30 menit.
6) Visualisasi DNA dilakukan dengan meletakan gel agarose di atas UV
Transluminator
7) Hasil elektroforesis kemudian didokumentasikan menggunakan kamera digital
3. Interpretasi Hasil:
Hasil yang positif ditandai dengan adanya pita pada gel yang sejajar dengan pita
kontrol positif. Panjang DNA yang teramplifikasi dapat diketahui dengan
membandingkan antara pita yang timbul dengan marker berupa 100 bp DNA ladder
(Mahardika et al., 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan standar pita dilakukan sebelum menentukan tebal pita PCR. Standar ini dibuat
dari DNA parvo yang sudah dikonfirmasi positif. Deoxyribonucleic acid (DNA) parvovirus
ini akan diencerkan sampai pengenceran 105 hingga mendapatkan titer terendah.

Berikut adalah standar ketebalan pita hasil PCR :

Keterangan :

 M  Marker
 3-8  Standar yang digunakan menentukan skor pita pcr
 K-  Kontrol negatif
 K+  Kontrol positif

Standar delapan merupakan DNA parvovirus tanpa pengenceran. Standar tujuh sampai tiga
masing masing merupakan pengenceran 101sampai 105. Penempatan sampel pada gel
agarose berurutan jantung dan usus halus pada anjing satu sampai lima. Kontrol negatif
adalah aquabidest sedangkan kontrol positif berupa DNA parvo yang sebelumnya sudah
dikonfirmasi positif.

Data Hasil Penelitian


Berikut adalah hasil elektroforesis dan skoring pita PCR :

Keterangan :

 M  Marker
 K-  Kontrol negatif
 K+  Kontrol positif

Hasil elektroforesis pita PCR tersebut dijabarkan dalam tabel berikut :

Pembahasan

Hasil pembacaan skor pita menunjukan bahwa dalam lima sampel jantung dan usus, terdapat
tiga sampel jantung dan empat sampel usus halus yang positif. Rata-rata skor pita PCR adalah
1,4 untuk jantung dan 3,2 untuk usus halus. Berdasarkan frekuensinya, maka perbandingan
jumlah pita positif adalah 3:5 atau 60% untuk jantung dan 4:5 atau 80% untuk usus halus.

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan dengan program
Statistical Product and Service Solutions versi 17.0 atau SPSS 17.0, didapatkan hasil p>0,05.
Dengan demikian, pengujian statistik skor pita PCR dari jantung dan usus halus menunjukkan
tidak ada perbedaan (p>0,05).

Sampel nomor satu dan sampel nomor empat hasil skor pitanya adalah sama yaitu skor nol
pada jantung dan skor lima pada usus halusnya. Hasil skoring didukung oleh data anamnesa
anjing. Anjing nomor satu berumur empat bulan dengan gejala klinis lemas, muntah, dan
diare berdarah selama tiga hari. Anjing nomor empat berumur enam bulan dengan gejala
klinis lemas dan diare berdarah tanpa diketahui berapa lama. Kedua anjing ini
memperlihatkan gejala klinis diare berdarah yang hebat sehingga menunjukkan bahwa
terdapat infeksi hebat yang ada di usus halusnya. Sampel nomor dua pada penelitian ini
menunjukan skor empat pada jantung dan nol pada usus. Hal ini menunjukkan rendahnya
titer virus pada usus halus. Hasil skoring didukung oleh data anamnesa yaitu anjing berumur
dua bulan dengan gejala klinis muntah, lemas, diare tidak berdarah dan mati mendadak.

Sampel nomor tiga menunjukan skor dua pada jantung dan skor empat pada usus halus.
Sampel nomor lima menunjukkan skor satu pada jantung dan skor dua pada usus. Pada
kedua sampel ini dapat dilihat bahwa infeksi pada usus halus lebih tinggi titernya dibanding
pada jantung apabila terjadi infeksi bersama. Titer CPV pada usus halus rata-rata lebih
tinggi dibandingkan dengan titer pada jantung yaitu 3,2 untuk usus halus dan 1,4 untuk
jantung.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwan titer parvovirus pada usus halus secara umum
lebih tinggi dibandingkan jantung (Decaro et al., 2007). Frekuensi positif menunjukan
perbandingan jumlah pita positif adalah 3:5 untuk jantung dan 4:5 untuk usus halus.
Frekuensi ini menunjukan bahwa parvovirus lebih mudah dideteksi pada usus halus
dibanding dengan jantung. Skor paling tinggi di jantung adalah empat sedangkan skor lima
pada usus halus. Hal ini menandakan titer yang lebih rendah pada jantung dapat
menyebabkan infeksi yang lebih berat daripada infeksi pada usus.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa deteksi virus menggunakan uji PCR adalah 100%
sensitif dan spesifik dengan ambang minimum deteksi 104 pada kultur jaringan dengan dosis
infektif 50% (Agungpriyono et al., 1999).
SIMPULAN

Isolasi DNA dilakukan dengan DNA isolation kit (Invitrogen) dan diamplifikasi
menggunakan teknik PCR. Hasil PCR kemudian diskoring dan dianalisis menggunakan uji t
tidak berpasangan. Hasil PCR menunjukkan frekuensi infeksi pada usus halus (4/5) lebih
tinggi dibandingkan jantung (3/5), akan tetapi, rerata skor pita PCR dari organ usus dan
jantung masing-masing adalah (3,2 ± 0,97) dan (1,4 ± 0,75) yang secara statistik tidak
berbeda nyata (p>0,05).

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, S., Mahardika, K., & Suartini, A. ( 2016 ). Tingkat Deteksi Parvovirus Anjing di
Organ Jantung dan Usus Halus pada . Indonesia Medicus Veterinus, 319-329.

Sendow, I. &. (2004). Isolasi Virus Penyebab Parvovirus dan Perubahan Patologik Infeksi
pada Anjing. JITV, 9(1): 46-54.

Anda mungkin juga menyukai