MYCOBACTERIUM LEPRAE
DISUSUN OLEH :
(PO713203191007)
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah - Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana dan target yang telah
ditentukan dan tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Dosen dan
teman – teman yang banyak mendukung saya dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini
telah saya susun dengan semaksimal mungkin. Terlepas dari itu saya menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh
karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik yang bersifat
membangun.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan diterimah
dengan baik.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………… 1
B. Rumusan masalah……………………………………………………………... 2
C. Tujuan……………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………… 3
A. Mycobacterium Tuberculosis………………………………………………… 3
1.1. Morfologi…………….………………………………………………............ 3
1.2. Diagnosis................................………………………………………………. 4
1.3. Penularan…..........................………………………………………………. 4
1.4. Patogenesis….........................………………………………………………. 5
1.5 Identifikasi........................................................................................................ 8
B. Mycobacterium Leprae.................................................................................... 8
1.1 Morfologi. ……………………………………………………...................... 5
1.2. Diagnosis……………………….............................................…………….. 6
1.3. Penularan………..........................…………………………………………. 6
1.4 Patogenesis
1.5 Identifikasi
A. Kesimpulan….....……………………………………………………………. 7
B. Saran……..………………………………………………………………….. 7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….... 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil dan
hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme terdapat dimana
-mana. Interaksinya dengan sesame mikroorganisme ataupun organisme lain dapat
berlangsung dengan cara yang aman dan menguntungkan maupun merugikan.
Mikroorganisme di dunia ini ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan.
Mikroorganisme yang menguntungkan dapat kita manfaatkan untuk kepentingan
kesejahteraan hidup manusia. Akan tetapi, banyak juga mikroorganisme yang tidak
menguntungkan kita yaitu dengan menyebabkan terjadinya penyakit pada tubuh manusia.
Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan atau menginfeksi manusia adalah
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium leprae
Mycobacterium leprae mengakibatkan penyakit kusta disebut juga penyakit lepra atau
Morbus Hansen yang merupakan salah satu penyakit menular. Kusta adalah penyakit infeksi
kronis dengan perkembangan yang sangat lambat dibandingkan dengan penyakit lainnya.
Penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain, jika tidak ditangani
dengan baik dapat menimmbulkan kerusakan permananen pada kulit, saraf, anggota gerak
dan mata.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja morfologi dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?
2. Bagaimana diagnosis dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?
3. Bagaimana penularan dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?
4. Bagaimana patogenesis dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?
5. Apa saja identifikasi dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan utama yang menjadi dasar dalam sentuh makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bakteriologi II
2. Agar dapat lebih memahami tentang Bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan
mycobacterium Leprae baik dari segi morfologi, diagnosis, penularan, pathogenesis,
dan identifikasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mycobacterium Tuberculosis
1. 1 Morfologi
Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada
bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol.
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C
selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari langsung
selama 2 jam.
Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam.Basil yang
berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada
dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C
selama 2 tahun.
Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol
5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium
tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.
1.2 Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung
pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
• S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
• P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa
dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
• S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto
toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi
pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis
atau aspergiloma).
• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.
• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirka kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks, dan lain-lain.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–
12 tahun 51%. Dari persentase tersebutdapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca
vaksinasi BCG.
1. 3 Penularan
Saat batuk atau bersin, penderita TBC dapat menyebarkan kuman yang terdapat dalam
dahak ke udara. Dalam sekali batuk, penderita TBC dapat mengeluarkan sekitar 3000
percikan dahak. Bakteri TB yang berada di udara bisa bertahan berjam-jam, terutama jika
ruangan gelap dan lembab, sebelum akhirnya terhirup oleh orang lain. Umumnya penularan
terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Orang-orang yang berisiko tinggi terkena penularan TBC adalah mereka yang sering
bertemu atau berdiam di tempat yang sama dengan penderita TBC, seperti keluarga, teman
sekantor, atau teman sekelas. Meski demikian, pada dasarnya penularan TBC tidak semudah
yang dibayangkan. Tidak semua orang yang menghirup udara yang mengandung bakteri TB
akan langsung menderita TBC.
Pada kebanyakan kasus, bakteri yang terhirup ini akan berdiam di paru-paru tanpa
menimbulkan penyakit atau menginfeksi orang lain. Bakteri tetap ada di dalam tubuh sambil
menunggu saat yang tepat untuk menginfeksi, yaitu ketika daya tahan tubuh sedang lemah.
1.4 Patogenesis
Mikroba ini dapat menginfeksi manusia primata dan kera. Primata dan kera dapat
ditulari oleh manusia. Ternak disensitisasi oleh manusia. Pada babi infeksi terjadi melalui
sisa makanan tercemar gejala terlihat pada limfoglanduladi daerah kepala. Ayam jarang
terinfeksi. Anjing dan kucing dapat terinfeksi. Hewan percobaan marmot bersifat peka
terhadat infeksi M. Tuberculosis
Bakteri TB bisa masuk ke dalam aliran darah dari area jaringan yang rusak itu.
Bakteri -bakteri tersebut kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan membentuk banyak
fokus-fokus infeksi yang tampak sebagai tuberkel kecil bernarna jutih didalam jaringan.
Penyakit TB yang sangat parah ini disebut tuberkulosis milier. Jenis TB ini paling umum
terjadi pada anak-anak dan penderita HIV Angka fatalitas orang yang mengidap TB
diseminata seperti ini cukup tinggi meskipun sudah mendapatkan pengobatan (sekitar 30%).
Pada banyak orang infeksi ini sering hilang timbul. Perusakan jaringan dan nekrosis
seringkali seimbang dengan kecepatan penyembuhan dan fibrosis. Jaringan yang terinfeksi
berubah menjadi parut dan lubang- lubangnya terisi dengan material nekrotik kaseosa
tersebut. Selama masa aktif penyakit beberapa lubang ini ikut masuk ke dalam saluran udara
bronkhi dan material nekrosis tadi bisa terbatukkan. Material ini mengandung bakteri
hidup dan dapat menyebarkan infeksi. Pengobatan menggunakan antibiotik yang sesuai dapat
membunuh bakteri-
bakteri tersebut dan memberi jalan bagi proses penyembuhan. Saat penyakit sudah sembuh
area yang terinfeksi berubah menjadi jaringan parut.
1.5 Identifikasi
1. Seleksi koloni
a. Amati jumlah dan jenis koloni. Deskripsikan apakah kasar, halus cumbung, halus
menyebar, halus dengan tepi berkeriput, kasar transparan, kasar keruh dan sebagainya.
b. Amati pigmen pasca inkubasi ditempat gelap
c. Jika terdapat lebih dari satu jenis koloni, dilakukan subkultur untuk tiap jenis koloni.
3. Kecepatan tumbuh. Rapid grower akan tumbuh dalam 7 hari atau kurang, sedangkan slow
grower akan tumbuh setelah itu. Namun hal tersebut tidak selalu jelas batasnya M. chelonae
atau M. thermoresistible pada suhu 35 - 37ºC akan tampak sebagai slow grower.
1.1 Morfologi
1.2 Diagnosis
Karena pemeriksaan kerokan jaringan kulit tidak selalu tersedia di lapangan, pada
tahun 1995 WHO lebih menyederhanakan klasifikasi klinis lepra berdasarkan penghitungan
lesi kulit dan saraf yang terkena. Pada tahun 1997, diagnosis klinis lepra berdasarkan tiga
tanda kardinal yang dikeluarkan oleh “WHO’s Committe on Leprosy” yaitu lesi pada kulit
berupa hipopigmentasi atau eritema yang mati rasa, penebalan saraf tepi, serta pada
pemeriksaan skin smear atau basil pada pengamatan biopsi positif.1,9
Pada diagnosis secara klinis dan secara histopatologik ada kemungkinan terdapat
persamaan maupun perbedaan tipe. Diagnosis klinis harus didasarkan hasil pemeriksaan
seluruh tubuh penderita, sebab ada kemungkinan diagnosis klinis di wajah berbeda dengan
tubuh, lengan, tungkai dan sebagainya. Bahkan pada satu lesi (kelainan kulit) dapat berbeda
tipe dengan lesi lainnya. Begitu pula dasar diagnosis histopatologik tergantung pada beberapa
tempat dan dari mana biopsi tersebut diambil. Diagnosis klinis dimulai dengan inspeksi,
palpasi lalu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat sederhana berupa jarum, kapas,
tabung reaksi masing-masing dengan air panas dan air dingin, pensil tinda dan sebagainya.
Ada tidaknya anestesia sangat banyak membantu penentuan diagnosis. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan jarum terhadap rasa nyeri, dan kapas terhadap rasa raba.
Apabila belum jelas dapat dilakukan dengan pengujian terhadap rasa suhu yaitu panas dan
dingin menggunakan dua tabung reaksi. Untuk mengetahui adanya kerusakan fungsi saraf
otonom perhatikan ada tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat jelas ataupun tidak, yang
dipertegas dengan menggunakan pensil tinta (tanda Gunawan). Cara menggoresnya dimulai
dari tengah lesi kearah kulit normal. Bila ada gangguan, goresan pada kulit normal akan lebih
tebal bila dibandingkan dengan bagian tengah lesi. Dapat pula diperhatikan adanya alopesia
di daerah lesi. Gangguan fungsi motoris diperiksa dengan Voluntary Muscle Test (VMT).
1.3 Penularan
Kusta dapat menular jika seseorang terkena percikan droplet dari penderita kusta
secara terus-menerus dalam waktu yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri penyebab
lepra tidak dapat menular ke orang lain dengan mudah. Selain itu, bakteri ini juga
membutuhkan waktu lama untuk berkembang biak di dalam tubuh penderita. Seseorang juga
dapat tertular kusta jika mengalami kontak dengan penderita dalam waktu yang lama.
Seseorang tidak akan tertular kusta hanya karena bersalaman, duduk bersama, atau bahkan
berhubungan seksual dengan penderita. Kusta juga tidak ditularkan dari ibu ke janin yang
dikandungnya.
Selain penyebab di atas, ada beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko seseorang
terkena kusta, di antaranya:
Bersentuhan dengan hewan penyebar bakteri kusta, seperti armadillo atau simpanse
1.4 Patogenesis
Mycobacterium leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah karena penderita
yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat,
bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit
disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah reaksi granuloma setempat atau
menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit lepra dapat
disebut sebagai penyebab imunologik. Kelompok umur terbanyak terkena lepra adalah usia
25-35 tahun.
Onsetlepra adalah membahayakan yang dapat mempengaruhi saraf, kulit dan mata.
Hal ini juga dapat mempengaruhi mukosa (mulut, hidung dan faring), testis, ginjal, otot-otot
halus, sistem retikuloendotel dan endotelium pembuluh darah.
Setelah memasuki sel Schwann atau makrofag, keadaan bakteri tergantung pada
perlawanan dari individu yang terinfeksi. Basil mulai berkembangbiak perlahan (sekitar 12-
14 hari untuk satu bakteri membagi menjadi dua) dalam sel, dapat dibebaskan dari sel-sel
hancur dan memasuki sel terpengaruh lainnya. Basil berkembang biak, peningkatan beban
bakteri dalam tubuh dan infeksi diakui oleh sistem imunologi serta limfosit dan histiosit
(makrofag) menyerang jaringan terinfeksi. Pada tahap ini manifestasi klinis mungkin muncul
sebagai keterlibatan saraf disertai dengan penurunan sensasi dan atau skin patch. Apabila
tidak didiagnosis dan diobati pada tahap awal, keadaan lebih lanjut akan ditentukan oleh
kekuatan respon imun pasien.
Sitem Imun Seluler (SIS) memberikan perlindungan terhadap penderita lepra. Ketika
SIS spesifik efektif dalam mengontrol infeksi dalam tubuh, lesi akan menghilang secara
spontan atau menimbulkan lepra dengan tipe Pausibasilar (PB). Apabila SIS rendah, infeksi
menyebar tidak terkendali dan menimbulkan lepra dengan tipe Multibasilar (MB). Kadang-
kadang respon imun tiba-tiba berubah baik setelah pengobatan atau karena status imunologi
yang menghasilkan peradangan kulit dan atau saraf dan jaringan lain yang disebut reaksi
lepra (tipe 1 dan 2).
1.5 Identifikasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Mycobacterium Tuberculosis http://www.scribd.com/doc/31733293/Makalah-
Mycobacterium-Tuberculosis (diakses pada 1 November)