Anda di halaman 1dari 17

MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS DAN

MYCOBACTERIUM LEPRAE

DISUSUN OLEH :

ANDI FHATIMAH KHAIRUNNISA

(PO713203191007)

PRODI D.III TEKNOLOGI LABORATORIUM


MEDIS

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah - Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana dan target yang telah
ditentukan dan tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Dosen dan
teman – teman yang banyak mendukung saya dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini
telah saya susun dengan semaksimal mungkin. Terlepas dari itu saya menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh
karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik yang bersifat
membangun.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan diterimah
dengan baik.

Makassar, 1 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………... iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………….. 1

A. Latar Belakang……………………………………………………… 1
B. Rumusan masalah……………………………………………………………... 2
C. Tujuan……………………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………… 3

A. Mycobacterium Tuberculosis………………………………………………… 3
1.1. Morfologi…………….………………………………………………............ 3
1.2. Diagnosis................................………………………………………………. 4
1.3. Penularan…..........................………………………………………………. 4
1.4. Patogenesis….........................………………………………………………. 5
1.5 Identifikasi........................................................................................................ 8
B. Mycobacterium Leprae.................................................................................... 8
1.1 Morfologi. ……………………………………………………...................... 5
1.2. Diagnosis……………………….............................................…………….. 6
1.3. Penularan………..........................…………………………………………. 6
1.4 Patogenesis
1.5 Identifikasi

BAB III PENUTUP…………………….………………………….. 7

A. Kesimpulan….....……………………………………………………………. 7
B. Saran……..………………………………………………………………….. 7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….... 8

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil dan
hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme terdapat dimana
-mana. Interaksinya dengan sesame mikroorganisme ataupun organisme lain dapat
berlangsung dengan cara yang aman dan menguntungkan maupun merugikan.

Mikroorganisme di dunia ini ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan.
Mikroorganisme yang menguntungkan dapat kita manfaatkan untuk kepentingan
kesejahteraan hidup manusia. Akan tetapi, banyak juga mikroorganisme yang tidak
menguntungkan kita yaitu dengan menyebabkan terjadinya penyakit pada tubuh manusia.
Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan atau menginfeksi manusia adalah
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium leprae

Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat mengakibatkan penyakit tuberculosis pada


manusia. Tuberculosis itu sendiri merupakan salah satu penyakit yang mematikan
dan berbahaya di dunia. Tuberculosis merupakan penyakit berbahaya ke – 3 yang
menyebabkan kematian didunia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran
pernapasan, dan merupakan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Bakteri inidapat
menginfeksi sepertiga populasi dunia, setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberculosis,
tetapi hanya bakteri yang aktif yang menyebabkan orang menjadi sakit. Setiap tahunnya
sekitar 4 juta penderita tuberkulosis paru menular di dunia, ditambah lagi penderita yang
tidak menular. Hal ini menggambarkan setiap tahun di dunia akan ada sekitar 8 juta penderita
tuberkulosis paru,dan ada sekitar 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini.

Mycobacterium leprae mengakibatkan penyakit kusta disebut juga penyakit lepra atau
Morbus Hansen yang merupakan salah satu penyakit menular. Kusta adalah penyakit infeksi
kronis dengan perkembangan yang sangat lambat dibandingkan dengan penyakit lainnya.
Penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain, jika tidak ditangani
dengan baik dapat menimmbulkan kerusakan permananen pada kulit, saraf, anggota gerak
dan mata.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja morfologi dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?
2. Bagaimana diagnosis dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?
3. Bagaimana penularan dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?
4. Bagaimana patogenesis dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?
5. Apa saja identifikasi dari Mycobacterium tuberculosis dan leprae?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan utama yang menjadi dasar dalam sentuh makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bakteriologi II
2. Agar dapat lebih memahami tentang Bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan
mycobacterium Leprae baik dari segi morfologi, diagnosis, penularan, pathogenesis,
dan identifikasinya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mycobacterium Tuberculosis

1. 1 Morfologi

Bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basiltuberkel yang merupakan


batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurusataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-
4 µm dan lebar 0,2 - 0,5 µm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung
pada kondisilingkungan.

Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif


atau bakteri gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh sebab itu
bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam.

Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada
bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol.

Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding


selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%.
Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan
peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik.

Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan


dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat
bertahan hidup di dalam makrofag.

Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C
selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari langsung
selama 2 jam.

Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam.Basil yang
berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada
dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C
selama 2 tahun.

Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol
5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium
tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.

1.2 Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu

dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:

a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.


b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.

Diagnosis TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung
pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan


pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):

• S(sewaktu):

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

• P(Pagi):

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa
dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

• S(sewaktu):

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan


dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto
toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.

• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi
pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis
atau aspergiloma).

Diagnosis TB Ekstra Paru

• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.

• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirka kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks, dan lain-lain.

Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–
12 tahun 51%. Dari persentase tersebutdapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.

Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.


2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.

Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca
vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis

1. 3 Penularan

Saat batuk atau bersin, penderita TBC dapat menyebarkan kuman yang terdapat dalam
dahak ke udara. Dalam sekali batuk, penderita TBC dapat mengeluarkan sekitar 3000
percikan dahak. Bakteri TB yang berada di udara bisa bertahan berjam-jam, terutama jika
ruangan gelap dan lembab, sebelum akhirnya terhirup oleh orang lain. Umumnya penularan
terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.

Orang-orang yang berisiko tinggi terkena penularan TBC adalah mereka yang sering
bertemu atau berdiam di tempat yang sama dengan penderita TBC, seperti keluarga, teman
sekantor, atau teman sekelas. Meski demikian, pada dasarnya penularan TBC tidak semudah
yang dibayangkan. Tidak semua orang yang menghirup udara yang mengandung bakteri TB
akan langsung menderita TBC.

Pada kebanyakan kasus, bakteri yang terhirup ini akan berdiam di paru-paru tanpa
menimbulkan penyakit atau menginfeksi orang lain. Bakteri tetap ada di dalam tubuh sambil
menunggu saat yang tepat untuk menginfeksi, yaitu ketika daya tahan tubuh sedang lemah.

1.4 Patogenesis

Mikroba ini dapat menginfeksi manusia primata dan kera. Primata dan kera dapat
ditulari oleh manusia. Ternak disensitisasi oleh manusia. Pada babi infeksi terjadi melalui
sisa makanan tercemar gejala terlihat pada limfoglanduladi daerah kepala. Ayam jarang
terinfeksi. Anjing dan kucing dapat terinfeksi. Hewan percobaan marmot bersifat peka
terhadat infeksi M. Tuberculosis

Bakteri TB bisa masuk ke dalam aliran darah dari area jaringan yang rusak itu.
Bakteri -bakteri tersebut kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan membentuk banyak
fokus-fokus infeksi yang tampak sebagai tuberkel kecil bernarna jutih didalam jaringan.
Penyakit TB yang sangat parah ini disebut tuberkulosis milier. Jenis TB ini paling umum
terjadi pada anak-anak dan penderita HIV Angka fatalitas orang yang mengidap TB
diseminata seperti ini cukup tinggi meskipun sudah mendapatkan pengobatan (sekitar 30%).

Pada banyak orang infeksi ini sering hilang timbul. Perusakan jaringan dan nekrosis
seringkali seimbang dengan kecepatan penyembuhan dan fibrosis. Jaringan yang terinfeksi
berubah menjadi parut dan lubang- lubangnya terisi dengan material nekrotik kaseosa
tersebut. Selama masa aktif penyakit beberapa lubang ini ikut masuk ke dalam saluran udara
bronkhi dan material nekrosis tadi bisa terbatukkan. Material ini mengandung bakteri
hidup dan dapat menyebarkan infeksi. Pengobatan menggunakan antibiotik yang sesuai dapat
membunuh bakteri-
bakteri tersebut dan memberi jalan bagi proses penyembuhan. Saat penyakit sudah sembuh
area yang terinfeksi berubah menjadi jaringan parut.

1.5 Identifikasi

Identifikasi Mycobacterium dimulai dengan menilai waktu pertumbuhan, warna


pigmen, morfologi koloni dan hasil pewarnaan BTA. Identifikasi yang lebih rinci dilakukan
dengan berbagai uji biokimia yaitu antara lain uji niasin, uji reduksi nitrat, dan uji katalase.
Langkah awal untuk identifikasi Mycobacterium adalah:

1. Seleksi koloni

a. Amati jumlah dan jenis koloni. Deskripsikan apakah kasar, halus cumbung, halus
menyebar, halus dengan tepi berkeriput, kasar transparan, kasar keruh dan sebagainya.
b. Amati pigmen pasca inkubasi ditempat gelap
c. Jika terdapat lebih dari satu jenis koloni, dilakukan subkultur untuk tiap jenis koloni.

2. Pewarnaan BTA dengan Ziehl-Neelsen

3. Kecepatan tumbuh. Rapid grower akan tumbuh dalam 7 hari atau kurang, sedangkan slow
grower akan tumbuh setelah itu. Namun hal tersebut tidak selalu jelas batasnya M. chelonae
atau M. thermoresistible pada suhu 35 - 37ºC akan tampak sebagai slow grower.

4. Pencahayaan. Mycobacterium yang termasuk photokromogen akan menghasilkan pigmen


jika dipaparkan cahaya. Namun pigmen hanya optimal jika koloni kuman terpisah, jika
pertumbuhannya sangat padat pigmen tidak akan muncul (Sjahrurachman, 2008).
B. Mycobacterium Leprae

1.1 Morfologi

Mycobacterium leprae merupakan bakteri dari kelas Schizomycetes, ordo Actinomycetales,


famili Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Mycobacterium leprae berbentuk batang
dengan bentukan bulat di kedua ujungnya, berukuran panjang 1,5-8 mikron dan diameter 0,2-
0,5 mikron. Mycobacterium leprae berwarna merah dengan pewarnaan Ziehl
Nielsen. Mycobacterium leprae tidak dapat dikultur di media manapun.

Mycobacterium leprae utamanya menginfeksi sel makrofag dan sel schwann. Mycobacterium


leprae bereproduksi dengan cara pembelahan biner dan berlangsung sangat lambat (setiap 12-
14 hari). Suhu yang diperlukan untuk bakteri tersebut bertahan dan proliferasi antara 27-30 C,
sehingga insidensi bakteri lebih tinggi pada area permukaan seperti kulit, saraf perifer, dan
saluran napas atas. Mycobacterium leprae dapat bertahan selama 9 hari di lingkungan. 

1.2 Diagnosis

Diagnosis penyakit lepra didasarkan oleh gambaran klinis, bakterioskopis,


histopatologis dan serologis. Diantara pemeriksaan tersebut, diagnosis secara klinis adalah
yangterpenting dan paling sederhana dilakukan. Hasil bakterioskopis memerlukan waktu
paling sedikit (15-30 menit), sedangkan pemeriksaan histopatologi memerlukan waktu 10-14
hari. Tes lepromin (Mitsuda)juga dapat dilakukan untuk membantu penentuan tipe yang
hasilnya baru dapat diketahuisetelah 3 minggu. Penentuan tipe lepra perlu dilakukan supaya
dapat menetapkan terapi yang sesuai.1

Karena pemeriksaan kerokan jaringan kulit tidak selalu tersedia di lapangan, pada
tahun 1995 WHO lebih menyederhanakan klasifikasi klinis lepra berdasarkan penghitungan
lesi kulit dan saraf yang terkena. Pada tahun 1997, diagnosis klinis lepra berdasarkan tiga
tanda kardinal yang dikeluarkan oleh “WHO’s Committe on Leprosy” yaitu lesi pada kulit
berupa hipopigmentasi atau eritema yang mati rasa, penebalan saraf tepi, serta pada
pemeriksaan skin smear atau basil pada pengamatan biopsi positif.1,9
Pada diagnosis secara klinis dan secara histopatologik ada kemungkinan terdapat
persamaan maupun perbedaan tipe. Diagnosis klinis harus didasarkan hasil pemeriksaan
seluruh tubuh penderita, sebab ada kemungkinan diagnosis klinis di wajah berbeda dengan
tubuh, lengan, tungkai dan sebagainya. Bahkan pada satu lesi (kelainan kulit) dapat berbeda
tipe dengan lesi lainnya. Begitu pula dasar diagnosis histopatologik tergantung pada beberapa
tempat dan dari mana biopsi tersebut diambil. Diagnosis klinis dimulai dengan inspeksi,
palpasi lalu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat sederhana berupa jarum, kapas,
tabung reaksi masing-masing dengan air panas dan air dingin, pensil tinda dan sebagainya.

Ada tidaknya anestesia sangat banyak membantu penentuan diagnosis. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan jarum terhadap rasa nyeri, dan kapas terhadap rasa raba.
Apabila belum jelas dapat dilakukan dengan pengujian terhadap rasa suhu yaitu panas dan
dingin menggunakan dua tabung reaksi. Untuk mengetahui adanya kerusakan fungsi saraf
otonom perhatikan ada tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat jelas ataupun tidak, yang
dipertegas dengan menggunakan pensil tinta (tanda Gunawan). Cara menggoresnya dimulai
dari tengah lesi kearah kulit normal. Bila ada gangguan, goresan pada kulit normal akan lebih
tebal bila dibandingkan dengan bagian tengah lesi. Dapat pula diperhatikan adanya alopesia
di daerah lesi. Gangguan fungsi motoris diperiksa dengan Voluntary Muscle Test (VMT).

Sarafperifer yang perlu diperhatikan adalah mengenai pembesaran, konsistensi, ada


tidaknya nyeri spontan dan atau nyeri tekan. Hanya beberapa saraf superfisial yang dapat dan
perlu diperiksa yaitu N. Fasialis, N. Aurikularis magnus, N. Radialis, N. Ulnaris, N.
Medianus, N. Poplitea lateralis, dan N. Tibialis posterior.

1.3 Penularan

Kusta dapat menular jika seseorang terkena percikan droplet dari penderita kusta
secara terus-menerus dalam waktu yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri penyebab
lepra tidak dapat menular ke orang lain dengan mudah. Selain itu, bakteri ini juga
membutuhkan waktu lama untuk berkembang biak di dalam tubuh penderita. Seseorang juga
dapat tertular kusta jika mengalami kontak dengan penderita dalam waktu yang lama.
Seseorang tidak akan tertular kusta hanya karena bersalaman, duduk bersama, atau bahkan
berhubungan seksual dengan penderita. Kusta juga tidak ditularkan dari ibu ke janin yang
dikandungnya.
Selain penyebab di atas, ada beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko seseorang
terkena kusta, di antaranya:

 Bersentuhan dengan hewan penyebar bakteri kusta, seperti armadillo atau simpanse

 Menetap atau berkunjung ke kawasan endemik kusta

 Memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh

1.4 Patogenesis

Mycobacterium leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah karena penderita
yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat,
bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit
disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah reaksi granuloma setempat atau
menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit lepra dapat
disebut sebagai penyebab imunologik. Kelompok umur terbanyak terkena lepra adalah usia
25-35 tahun.

Onsetlepra adalah membahayakan yang dapat mempengaruhi saraf, kulit dan mata.
Hal ini juga dapat mempengaruhi mukosa (mulut, hidung dan faring), testis, ginjal, otot-otot
halus, sistem retikuloendotel dan endotelium pembuluh darah.

Basil masuk kedalam tubuh biasanya melalui sistem pernafasan, memiliki


patogenisitas rendah dan hanya sebagian kecil orang yang terinfeksi menimbulkan tanda-
tanda penyakit. Masa inkubasi M. leprae biasanya 3-5 tahun. Setelah memasuki tubuh basil
bermigrasi kearah jaringan saraf dan masuk kedalam sel Schwann. Bakteri juga dapat
ditemukan dalam makrofag, sel-sel otot dan sel-sel endotelpembuluh darah.

Setelah memasuki sel Schwann atau makrofag, keadaan bakteri tergantung pada
perlawanan dari individu yang terinfeksi. Basil mulai berkembangbiak perlahan (sekitar 12-
14 hari untuk satu bakteri membagi menjadi dua) dalam sel, dapat dibebaskan dari sel-sel
hancur dan memasuki sel terpengaruh lainnya. Basil berkembang biak, peningkatan beban
bakteri dalam tubuh dan infeksi diakui oleh sistem imunologi serta limfosit dan histiosit
(makrofag) menyerang jaringan terinfeksi. Pada tahap ini manifestasi klinis mungkin muncul
sebagai keterlibatan saraf disertai dengan penurunan sensasi dan atau skin patch. Apabila
tidak didiagnosis dan diobati pada tahap awal, keadaan lebih lanjut akan ditentukan oleh
kekuatan respon imun pasien.

Sitem Imun Seluler (SIS) memberikan perlindungan terhadap penderita lepra. Ketika
SIS spesifik efektif dalam mengontrol infeksi dalam tubuh, lesi akan menghilang secara
spontan atau menimbulkan lepra dengan tipe Pausibasilar (PB). Apabila SIS rendah, infeksi
menyebar tidak terkendali dan menimbulkan lepra dengan tipe Multibasilar (MB). Kadang-
kadang respon imun tiba-tiba berubah baik setelah pengobatan atau karena status imunologi
yang menghasilkan peradangan kulit dan atau saraf dan jaringan lain yang disebut reaksi
lepra (tipe 1 dan 2).

1.5 Identifikasi

 Pewarnaan bakteri Mycobacterium lepra menggunakan pengecatan Ziehl-neelsen.


Sampel yang diperoleh diapus ke kaca obyek. Dikeringkan Kemudian difiksasi
melewati nyala api sebanyak 3 kali. Kaca obyek yang telah difiksasi diletakkan di atas
rak pewarnaan. Pertama-tama, karbol fuchsin diteteskan hingga menutupi apusan.
Pada kondisi tersebut, api dilewatkan berkali-kali di bawah kaca obyek hingga keluar
uap. Pemanasan dihentikan pada saat uap tersebut keluar dan didiamkan selama 5
menit. Apusan kemudian dicuci dengan air mengalir dan kelebihan air dibuang
dengan cara memiringkan kaca obyek. Selanjutnya, larutan asam alkohol 3%
diteteskan hingga warna menjadi pucat dan kemudian dicuci dengan air mengalir.
Setelah itu dilakukan pewarnaan dengan methylene bluem dan dibiarkan selama 10 –
20 detik, dicuci dengan air dan dibiarkan kering di udara.
 Sampai saat ini belum dapat dilakukan pemeriksaan kultur terhadap M.
leprae(Minasari, 2009).
 Uji serologi non treponemal terhadap sifilis seperti VDRL dan RPR kadang-kadang
menunjukan hasil positif palsu dari sampel penderita lepra. Diagnosis penyakit kusta
ditegakkan jika seseorang mempunyai satu atau lebih tanda utama (cardinal sign)
kusta yang ditemukan pada waktu pemeriksaan klinis. Cardinal Sign kusta dapat
berupa bercak mati rasa, penebalan syaraf dengan gangguan fungsi syaraf serta BTA
positif .
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bakteri merupakan mikroorganisme yang memiliki karakteristik berbeda dari yang


lain dimana terdapat bakteri yang menguntungkan dan merugikan. Bakteri yang tidak
menguntungkan kita yaitu dengan menyebabkan terjadinya penyakit pada tubuh manusia.
Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan atau menginfeksi manusia adalah
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium leprae. Dimana Mycobacterium
tuberculosis adalah penyebab penyakit tuberculosis dan Myccobacterium leprae
menyebabkan penyakit kusta.

B. Saran

Dengan terselesaikannya makalah ini penulis berharap makalah ini dapat


bermanfaat bagi pembaca khususnya yang sedang menempuh perkuliahan Bakteriologi.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat penulis butuhkan untuk penyusunan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hadioetomo, R. 1993. Mikrobiologi & Dasar dalam Praktek. Jakarta : Gramedia

 Lay, B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Rajawali.

Mycobacterium Tuberculosis http://www.scribd.com/doc/31733293/Makalah-
Mycobacterium-Tuberculosis (diakses pada 1 November)

 TUBERKULOSIS.  http://www.infeksi.com/index.php (diakses pada 1 November)

Anda mungkin juga menyukai