Anda di halaman 1dari 62

PETUNJUK PRAKTIKUM MODUL TROPIS

PRAKTIKUM BAKTERI

NAMA :
NIM :

MIKROBIOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
TIM PENYUSUN

dr. M. AKBARUDDIN S, M.Si


dr. RAHAYU, SpMK
dr. RIDHA WAHYUTOMO, SpMK
dr. MASFIYAH, MSi.Med.,SpMK

2
PERATURAN DALAM PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
Mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Oleh karena itu penting bagi kita menyadari
dan mengawasi prosedur dan perilaku dengan benar serta penuh tanggung jawab semasa bekerja
menggunakan bahan mikroorganisme. Mikrobiologi adalah pelajaran mengenai mikroorganisma atau
jasad renik yang mempunyai ukuran kecil seperti fungi, bakteria dan virus. Peringatan khusus perlu
diberikan kepada aspek-aspek keselamatan dan ketelitian di dalam praktikum mikrobiologi demi
kepentingan diri sendiri maupun pekerja-pekerja lain, untuk mencapai tujuan ini sentiasalah mengingat
dan mematuhi peraturan-peraturan umum praktikum berikut:
1. Dilarang merokok, minum dan makan selama di laboratorium mikrobiologi
2. Kuku tangan harus dipotong pendek, bagi laki-laki dilarang memanjangkan rambut kepala, bagi
perempuan muslimah wajib memakai jilbab, bagi perempuan beragama lain rambut yang panjang
harus diikat rapi ke belakang atau ditutup untuk menghindari resiko terbakar atau terkontaminasi
kuman
3. Dilarang memakai sandal ataupun sepatu sandal. Wajib memakai sepatu
4. Jas praktikum harus sudah dipakai sebelum memasuki laboratorium
5. Hindari tindakan apapun untuk kontak dengan mulut atau wajah, kecuali tindakan tersebut
merupakan bagian dari percobaan dan berada dibawah pengawasan petugas
laboratorium/pengawas praktikum
6. Dilarang membawa bahan-bahan dan alat-alat praktikum keluar dari laboratorium
7. Apabila terjadi kecelakaan di laboratorium segera lapor ke petugas laboratorium/pengawas
praktikum.
8. Bila bahan infeksius (material kuman) tertumpah di lantai/meja, segera ditutup dengan kertas tisu,
beri disinfektans sampai cukup, biarkan minimum 10 menit. Ambil kertas tadi lalu ditampung
pada tempat yang akan disterilkan dengan autoclave. Cuci tangan sampai bersih menggunakan
sabun dan air.
9. Setiap mahasiswa yang mempunyai anak kecil di rumah atau sedang hamil tidak boleh menerima
bahan praktikum yang mengandung kuman ditentukan pengawas praktikum.
10. Pelajari dengan baik prosedur praktikum sebelum mengikuti praktikum
11. Peserta praktikum harus datang tepat pada waktunya di laboratorium dengan memakai jas
praktikum dan membawa alat tulis, pensil berwarna serta buku laporan praktikum.
12. Tas dan buku-buku yang tidak ada kaitannya dengan mikrobiologi agar disimpan di lemari yang
telah disediakan.
13. Praktikum harus dikerjakan dengan rapi, bahan-bahan cat dan material tidak boleh tercecer
dimeja praktikum

3
14. Hasil praktikum agar diberi identitas dan ditunjukkan kepada pengawas praktikum untuk
dikumpulkan
15. Jangan lupa untuk membuat laporan hasil pengamatan selama praktikum selengkap-lengkapnya
dan dikumpulkan kepada pengawas praktikum

PADA AKHIR PRAKTIKUM


1. Susun dan simpan kembali semua bahan dan alat praktikum pada tempat yang telah ditentukan
2. Bahan habis pakai, ditempatkan pada tempat tersendiri yang disediakan yang nantinya akan
disterilkan.
3. Bersihkan meja, bila perlu gunakanlah disinfektans
4. Kertas saring dan kapas yang sudah dipakai agar segera dibuang ke tempat yang disediakan
5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir setelah selesai praktikum.

4
BAB 1
SASARAN DAN RENCANA PEMBELAJARAN
PRAKTIKUM BAKTERI

 SASARAN PEMBELAJARAN
1. Memahami dasar dasar mikrobiologi
2. Mengetahui dasar dasar pengecatan bakteri
3. Mampu melakukan handling specimen mikrobiolog
4. Memahami morfologi, karakteristik, sifat, pathogenesis Staphylococcus sp
5. Memahami morfologi, karakteristik, sifat, pathogenesis Streptococcus sp
6. Memahami morfologi, karakteristik, sifat, pathogenesis Mycobacterium leprae
7. Memahami morfologi, karakteristik, sifat, pathogenesis Corynebacterium diphtheria
8. Memahami morfologi, karakteristik, sifat, pathogenesis bakteri anaerob

 RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu praktikum 200 Menit
Panduan Mahasiswa :
100 menit I :
1. 5 menit mengerjakan pre-test
2. 50 menit mendengarkan kuliah dasar dasar mikrobiologi dan dasar dasar
pengecatan
3. 30 menit melakukan handling specimen pemeriksaan mikrobiologi
4. 5 menit mengerjakan post-test
100 menit II :
1. 5 menit mengerjakan pre-test
2. 20 menit Praktikum Staphylococcus sp dan Streptococcus sp
3. 20 menit Praktikum Mycobacterium leprae
4. 20 menit Praktikum Corynebacterium diphtheria
5. 20 menit Praktikum bakteri anaerob
6. 5 menit mengerjakan pre-test

5
BAB II

I. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Pemeriksaan dengan alat mikroskop merupakan langkah pertama yang diambil untuk
mengidentifikasi bakteri-bakteri. Dalam hal ini penting sebelumnya untuk mempelajari morfologi
bakteri terhadap pengecatan.
Gambaran morfologi yang penting seperti :
 ukurannya
 bentuk
 gerombolan-gerombolan sel
 endospora
 flagella
 capsula
 granula intracellulair, dan lain -lain
Pemeriksaan mikroskopik terhadap bakteri dapat dilakukan dalam keadaan bakteri hidup
atau mati. Pemeriksaan bakteri dalam keadaan hidup dapat dilakukan dengan membuat preparat
tetes gantung atau dengan mikroskop medan gelap.

PREPARAT BAKTERI HIDUP


Pewarnaan bakteri dalam keadaan hidup dilakukan dengan menggunakan bahan warna
yang tidak toksis dan cara pewarnaan ini jarang dikerjakan, karena bakteri hidup sukar menyerap
warna. Cara pemeriksaannya biasanya dikerjakan untuk melihat pergerakan bakteri dan untuk
melihat bakteri yang sukar diwarnai dengan cara-cara biasa. Pemeriksaan bakteri yang
menggunakan bakteri hidup adalah dengan cara wet mount dan hanging drop (tetes gantung).
Bahan-bahan dan alat-alat yang dipergunakan :
1. Material yang akan diperiksa
2. Objeck glass cekung (kering dan bersih)
3. Deck glass (kaca penutup)
4. Minyak parafin
5. Ose, lampu spiritus
6. Larutan garam fisiologik
7. Mikroskop (medan gelap)

6
Cara kerja :
1. Objeck glass yang cekung, sekitar cekungnya kita olesi parafin dimana olesan jangan
melebihi kaca penutup yang tersendiri.
2. Diatas kaca penutup ditaruh satu tetes kecil larutan garam fisiologik.
3. Dengan ose steril (dipanaskan/dipijarkan dengan lampu spiritus, kemudian dibiarkan dingin
dalam udara) kita ambil larutan kuman dan kita campur dengan tetesan air garam fisiologis.
4. Objeck glass cekung yang diolesi parafin, kita tutupkan di atas kaca penutup yang ada
larutannya kuman sedemikian rupa sehingga cekungan persis menutup sekitar larutan kuman.
5. Rekatkan perlahan antara objeck glass dan deck glass, kita tutupkan di atas setelah betul-betul
merekat kita balik dengan cepat sehingga sekarang susunan kaca penutup terletak di atas
objeck glass dan preparat tergantung pada deck glass/kaca penutup.
6. Preparat siap diperiksa dengan mikroskop.

PREPARAT BAKTERI MATI


Reaksi pengecatan yang sering dipergunakan dalam diagnosa rutin seperti, pengecatan
Gram, Ziehl Neelson, Neisser, dan lain-lain dapat membedakan berbagai macam bakteri
berdasarkan ikatannya terhadap cat dengan memperlihatkan warna-warna yang berlainan serta
khas antara satu dengan yang lain, juga perbedaan dalam permeabilitasnya dari zat-zat pelarut
warna cat.
Tetapi seperti diketahui pula bahwa untuk mendefferensiasi kuman dapat pula dilakukan
dengan tanpa pengawetan, misalnya dengan pemeriksaan mikroskop medan gelap dan
pemeriksaan mikroskop phase kontras.
Perubahan pewarnaan dari zat kimia baru dapat digunakan sebagai bahan pengecatan
kuman apabila cat tersebut mempunyai gugusan-gugusan :
 chromophore
 auxochrom
Gugusan cromophore : gugusan yang menyebabkan zat tersebut mempunyai warna
tertentu
Gugusan auxochrom : gugusan yang menentukan bahan tersebut dapat dipergunakan
sebagai cat dan dari gugusan ini suatu bahan dapat bersifat asam,
basa atau amfoter.
Dalam pengecatan, maka cat akan bereaksi secara kimiawi dengan protoplasma bakteri. Bila
belum mati, maka proses pengecatan itu sendiri membinasakannya. Untuk bahan pengecatan
dipakai larutan garam-garam.

7
Cat yang bersifat basa terdiri dari kation (berwarna) dengan anion (tak berwarna) dan anion
(berwarna).
Contoh : - Sodium (+) (kation)
- Eosinate (-) (anion)
Dinding sel dan membran sitoplasma berperan dalam proses pewarnaan bakteri. Kedua
struktur bakteri ini tersusun oleh protein yang memiliki gugus amino dan gugus karboksil
sehingga bakteri tersebut bersifat amfoter, dimana sifat asamnya lebih kuat daripada sifat
basanya. Oleh karena itu bakteri menjadi lebih mudah diwarnai dengan menggunakan bahan
pewarna yang bersifat basa. Bahan pewarna yang dipergunakan untuk mewarnai bakteri memiliki
rumus bangun cincin benzen, mengandung gugus auksokrom yang menyebabkan timbulnya
warna dan yang menentukan sifat disosiasi elektrolitnya.

Langkah pewarnaan :
a. Fiksasi/Intensiter.
Guna :
- untuk melekatkan spesimen pada obyek glass
- untuk membunuh bakteri tanpa merusak bentuk morfologinya
- untuk memudahkan bakteri untuk diwarnai
- untuk menyimpan slide yang belum sempat diwarnai
Dibagi menjadi 2 bentuk :
- fisik, dengan pemanasan oleh api bunsen
- kemis : asam oksalat, fenol, garam (Al, Fe, Zn, dll), asam tarat

b. Cat, mempunyai 2 gugus yaitu chromophore dan auxochrome


Guna gugus auxochrome yaitu menimbulkan warna dan yang menentukan sifat disosiasi
elektrolitnya.
c. Mordant
Adalah suatu bahan yang dapat memperkuat ikatan bahan pewarna dengan bakteri yang
diwarnai.
Misal :
- Methylen Blue : KOH
- Gram : lugol
- Tahan asam : fenol

8
d. Decolorator
Guna :
- untuk membersihkan sisa cat
- untuk menentukan reaksi kuman tertentu
Misal :
- Peluntur lemah : air, alkohol, asetat
- Peluntur basa : KOH, NaOH
- Peluntur asam : H2SO4, H3PO4
- Peluntur kuat : alkohol + asam kuat

KLASIFIKASI PEWARNAAN
Pewarnaan kuman dapat dibagi menjadi 2 golongan :
A. Pewarnaan sederhana
1. Pewarnaan positif
Dikerjakan dengan larutan cat yang bersifat basa
misal :
 Loffler's Methylen Blue
 Methylen violet
 Fuchsin basa/karbol fuchsin
 Saffranin
 Gentian violet
2. Pewarnaan negatif
Dalam pengecatan negatif dipergunakan larutan cat yang bersifat asam, dimana
kationnya tak mengecat bakteri (karena tak berwarna), kecuali pada pH yang
sangat rendah (sangat asam).
Misal : - Nigrosin - India ink
- Cengo red - Burri/tinta cina
sehingga tampak bakteri tak berwarna dengan latar belakang kegelapan.

B. Pewarnaan kompleks
1. Pewarnaan differential
a. Pewarnaan Gram
b. Pewarnaan Ziehl Neelsen
2. Pewarnaan khusus

9
a. Kapsul (Anthony, Hiss, Muir, tinta Cina, Burri)
b. Spora (Schaeffer Fulton)
c. Flagel (Gray, Leifson, Leifson yang dimodifikasi)
d. Granula metakromatis (Neisser)
e. Jamur (KOH 10-20%, LPCB)

 PEMBUATAN PREPARAT KERING (SLIDE)


 Obyek glass yang kering dan bersih, dibersihkan dengan kapas alkohol 95%
 Ambil ose steril yang telah dipanaskan di atas api spiritus sampai merah membara, lalu setelah
ose steril dingin, masukkan ke dalam tabung yang berisi material kuman cair untuk mengambil
kuman. Ratakan pada oyek glass secara tipis-tipis, tunggu sampai kering.
 Bila material kuman dalam bentuk padat, diencerkan dengan setetes air steril dengan koloni di
atas obyek glass, biarkan kering
 Ose dipanaskan lagi, agar kuman mati.
 Fiksasi preparat dengan cara memanaskan preparat tadi diatas api spiritus sebanyak 2-3 kali, agar
kuman menempel di obyek glass. Preparat siap diwarnai.

Panaskan ose di atas nyala Ambil kuman dari koloni di Oleskan sediaan kuman pada
api bunzen cawan petri objek glass

10
 PEWARNAAN SEDERHANA
1. Pewarnaan positif (Methylen Blue)
Pewarnaan dikerjakan dengan larutan cat yang bersifat basa. Terjadi reaksi antara cat
yang bersifat basa (kation) yang bermuatan positif dengan protoplasma bakteri dengan
asam nukleat yang bermuatan negatif.
Bahan dan alat :
- Material kuman
- Larutan garam fisiologis
- Cat Methylen Blue
- Gelas obyek
- Ose
- Lampu spiritus
- Mikroskop
- Minyak emersi

Cara kerja :
- Satu tetes larutan garam fisiologis pada gelas obyek.
- Material kuman dengan ose steril dicampurkan dengan garam fisiologis dan
diratakan setipis mungkin.
- Preparat dipanaskan di atas lampu spiritus
- Genangi preparat dengan larutan Methylen Blue selama 3-5 menit
- Cuci dengan air mengalir
- Biarkan kering di udara,
- Beri 1 tetes minyak emersi pada preparat, diperiksa di bawah mikroskop.

 PEWARNAAN DIFFERENTIAL
1. Pewarnaan Gram
Pada pewarnaan ini bakteri dibagi menjadi dua kategori yaitu Gram positif dan Gram
negatif. Bakteri Gram positif mengikat cat I (carbol gentian violet dan lugol) dengan kuat
sehingga tidak dapat dilunturkan oleh peluntur (alkohol absolut). Bakteri Gram negatif
akan larut dalam cat I dan akan diwarnai oleh cat II, misalnya saffrain, carbol fuschin.
Bahan dan alat :

11
 idem di atas
 Cat yang dipergunakan
Carbol Gentian violet :
 alkohol gentian violet 10 ml
 carbol 5% 90 ml
Larutan lugol :
 yodida 1 gr
 kalium yodida 2 gr
 aquadest 300 gr
 alkohol absolut
 larutan saffranin atau air fuchsin
Cara kerja
 Satu tetes kecil larutan garam fisiologis pada gelas obyek
 Dengan ose steril kita ambil material kuman, dicampur dengan garam fisiologis dan
diratakan setipis mungkin
 Preparat dilekatkan pada atau dengan pemanasan lampu spiritus
 Preparat digenangi dengan carbon gentian violet selama 1 menit
 Sisa cat dibuang, genangi dengan lugol 0,5 - 1 menit
 Sisa cat dibuang, cuci dengan alkohol absolut sampai semua cat tampak larut
 Cuci dengan air
 Genangi air dengan air fuchsin atau saffranin
 Bilas dengan air dan keringkan
 Setelah kering diperiksa dengan mikroskop, maka akan tampak :
 Kuman bercat biru tua (kuman gram positif)
 Kuman bercat merah muda / kuning (kuman gram negatif)
Kuman gram positif :
Bakteri yang mengikat cat pertama (carbon gentian violet dan lugol) dengan kuat,
sehingga tidak dapat dilunturkan oleh peluntur (alkohol absolut). Warna kuman tetap
seperti warna cat pertama (biru tua), sedang cat kedua (cat penutup/cat
lawan/counterstain) tak terpengaruh lagi.
Kuman gram negatif :

12
Bakteri yang daya pengikat cat utama pertama tidak kuat, sehingga dapat dilunturkan
oleh peluntur (alkohol absolut) dan dapat diwarnai / menyerap cat yang kedua / cat
penutup (merah muda)
Perbedaan sifat bakteri gram positif dan gram negatif tidak mutlak tegas dan spesifik,
tetapi masih tergantung pada beberapa faktor-faktor tersebut antara lain :
- Perubahan keasaman, apabila pH turun kemungkinan bakteri gram positif dapat
berubah menjadi gram negatif. Sebaliknya apabila pH naik ada kemungkinan bakteri
gram positif berubah menjadi gram positif.
- Penyimpangan cara pengecatan, misalnya pencucian yang terlalu lama dengan alkohol
dapat menyebabkan bakteri gram positif memberikan hasil seperti gram negatif.
- Faktor medium juga mempengaruhi, misalnya bakteri gram positif yang lemah bila
terlalu lama ditumbuhkan dalam medium yang mengandung bahan yang mudah
difermentasi dapat dirubah menjadi gram negatif.
- Umur bakteri : bakteri gram positif yang telah tua atau kekurangan makan dapat
berubah menjadi gram negatif

Cara Kerja Pengecatan Gram

13
2. Pewarnaan Ziehl-Neelsen
Cat Ziehl Neelson terdiri dari :
- Carbol fuchsin 10 ml
(alkohol fuchsin/basic fuchsin dan carbol 5%) 90 ml
- HCl 3% dalam alkohol absolut
(HCl 3 ml alkohol absolut 97 ml)
- Methylen biru atau malachite green
Cara kerja :
1. Obyek glass yang kering dan steril, disterilkan dengan kapas alkohol 95%
2. Ambil material sputum dengan menggunakan sengkelit atau lidi bambu
yang ditipiskan ujungnya
3. Buat preparat dengan diameter 2x3 cm
4. Fiksasi preparat dengan cara memanaskan preparat tadi diatas api spiritus
sebanyak 2-3 kali, agar kuman menempel di obyek glass. Preparat siap
diwarnai.
5. Setelah direkatkan, preparat digenangi dengan carbol fuchsia di panaskan
diatas nyala api sampai terjadi penguapan akan tetapi jangan sampai
mendidih, diamkan selama 5 menit.
6. Sisa cat dibuang, cuci dengan larutan HCL 3% dalam alkohol absolut,
sehingga cat tampak larut semua.
7. Cuci dengan air
8. Genangi dengan methylen blue 20-30 detik.
9. Cuci dengan air dan biarkan menjadi kering
 Hasil pemeriksaan :
- kuman tahan asam alkohol tampak warna merah.
- kuman tak tahan asam alkohol tampak warna biru

14
 PEWARNAAN KHUSUS
1. Pengecatan Scaeffer Fulton
Pengecatan Scaeffer Fulton adalah pengecatan khusus untuk spora.
Tata cara pengecatan Scaeffer Fulton adalah :
1. Dibuat suspensi bakteri dengan NaCl fisiologis sebanyak 1 ml
2. Tambahkan malachiet green 1 ml
3. Dipanaskan diatas api kecil (lampu spiritus) sampai menguap, biarkan selama 6 menit
4. Cuci dengan air kran pelan-pelan
5. Ditetesi dengan larutan safranin 0,5 % biarkan selama 4 menit
6. Dicuci dengan air kran pelan-pelan dan keringkan
7. Setelah kering tetesi dengan oil emersi
8. Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 X

Interpretasi hasil
Spora akan berwarna hijau, badan sel akan berwarna merah

Gambar . Spora dengan pengecatan Scaeffer Fulton (7).

2. Pewarnaan Neisser
Definisi :
Pewarnaan menurut Neisser adalah pewarnaan untuk mengetahui adanya granula pada
bakteri Corynebacterium (2).
Cara Pemeriksaan :
1. Spesimen (swab tenggorok ; swab nasofaring) dioleskan pada objek glass
2. Fiksasi sediaan kuman pada objek glass, dengan cara dipanaskan diatas api

15
3. Tuangkan Neisser AB (perbandingan 2 ml ; 1 ml) biarkan selama 10 menit
4. Buang sisa Neisser AB pada gelas obyek
5. Tuangkan Neisser C pada sediaan dan biarkan selama 1-2 menit
6. Buang sisa Neisser C pada gelas obyek
7. Keringkan, letakkan pada rak pengering, sampai kering
8. Tetesi dengan minyak imersi, kemudain lihat dalam perbesaran 100 X
Interpretasi hasil :

1. Bakteri golongan Diphteriae, granul metakromatik berwarna ungu kehitaman dengan


badan bakteri berwarna coklat atau kekuningan biasanya ditemukan dengan berbagai
susunan yang menyerupai huruf V, L atau Y
2. Hasil pengecatan Neisser hanya bersifat diagnosa sementara, untuk kepastian diagnosa
dilakukan kultur dan tes virulensi baik secara invivo maupun invitro (4)

3. Pewarnaan Albert.
Pewarnaan Albert adalah pewarnaan untuk mengetahui adanya granula pada bakteri
Corynebacterium sp.
Diperlukan 2 macam larutan cat.
 Larutan I ( Albert A)
Susunan:
Toluidin biru : 0,15 gram.
Malachit hijau (Methyl hijau) : 0,20 gram.
Asam asetat glacial : 1 ml.
Alkohol 95% : 2 ml.
Aquadest : 100 ml.
Zat warna dilarutkan dulu dalam alkohol, kemudian tambah air dan
akhirnya asam asetat glacial. Biarkan 24 jam, saring dan baru dapat dipakai.

16
 Larutan II ( Albert B)
Susunan:
Jodium : 2 gram.
Kalium Jodida : 3 gram.
Aquadest : 300 ml.
(Pada modifikasi Jensen, larutan II ini diganti dengan susunan larutan sbb : Jod 1
gram + KJ 2 gram dan aquadest 100 ml). Simpan dalam botol yang sawo matang.
Cara pewarnaan :
1. Buat sediaan dan sesudah direkatkan, bubuhi dengan larutan I, biarkan
kira-kira 3-5 menit.
2. Cuci dengan air kran, kemudian dibubuhi dengan larutan II, biarkan kira-
kira 1 menit, cuci dengan air
3. Keringkan
Interpretasi hasil :

Bakteri (seperti batang) : hijau.


Granula atau kutubnya : hitam kebiru-biruan

II. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS


Untuk identifikasi kuman selain dengan mikroskopis harus pula dibantu dengan cara
makroskopis, yaitu meliputi :
 Penanaman pada media-media tertentu, selektif atau differential media kita bisa melihat
koloninya :
- besarnya
- bentuknya,
- permukaannya,

17
- tepinya,
- konsistensi,
- kejernihannya,
- warnanya,
- baunya dan lain-lain.

CONTOH IDENTIFIKASI MAKROSKOPIS


1. Staphylococcus
Material :
- material discharge purulent (pus)
- flora normal rongga mulut kulit dan lain -lain
Media :
- Blood Agar plate
Koloni :
- Ukuran 1-3 mm, cembung, bulat, halus, opaque mudah diangkat dari media (padat), berpiqmaent,
sebagian homolise darah domha.
Menurut pigmentasinya
- Straphylococcus aureus berwarna kuning emas dan hemolitik.
2. Streptococcus.
Material :
- Swab tenggorok
- Pus
Media : Blood agar.
Koloni : Kecil 1 mm, halus, transparant-opaque, bulat, cembung, ada yang hemolise.
Berdasar sifat hemolitik dibagi :
- Alpha hernolitik, yaitu hemolise tidak sempurna, berwarna kehijau-hijauan.
- Beta hemolitik sempurna, disekeliling koloni jernih
- Gama hemolitik, tidak terjadi hemolise sama sekali.
Contoh Species :
- Streptococcus pneumonia
- Streptococcus viridans.
- Streptococcus faecalis.
- Streptococcus piogenes

18
3. Corynebacterium
Material :
- Loffler. .
- Blood agar tellurite.
Koloni : bulat 3 mm, cembung dan bagian tengah menonjol (conus), tepi bergaris-garis
disebut sebagai daisy haad, warna abu-abu hitam.
Ada yang hemolitik sempurna.
7. Bacillus anthracis.
Material :
- Debu.
- Bulu domba.
- Darah, pus, faeces
Media :
- Nutrient agar.
- Blood agar
Koloni : Besar, warna putih, kasar, nampak caput meduse.
8. Clostridium
Material :
- Jaringan necrosis.
Media:
- Cooked meat, glukose konsentred agar tinggi, litmut milk, thioglicolat.
Koloni : Koloni besar, tak teratur, filamentous, sifat hemolise, pada semi solid media, gerak
aktif.

Pada pemeriksaan makroskopis medium memegang peranan penting. Medium akan dibahas pada sub bab
berikut ini :

III. Medium
Media yang sesuai sangat penting untuk menumbuhkan mikroorganisme agar dapat tumbuh secara
optimal. Media kultur yang efektif harus berisi semua nutrisi yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme tersebut untuk tumbuh.

19
Macam-macam media 1,2, 3,4
a. Media Umum
Media ini berisi semua bahan dasar yang diperlukan mikroorganisme untuk tumbuh. Media
umum yang paling sering digunakan pada sebagian besar laboratorium adalah Blood agar,
tetapi media chocolate agar mungkin lebih bagus untuk menumbuhkan kuman fastidious. Pada
beberapa bakteri , medium dibuat dari komposisi yang sudah pasti, tetapi sebagian besar
bakteri , memerlukan komposisi medium khusus seperti serum, Blood, Haemin dan vitamin K.
b. Media Selektif
Media selektif adalah media yang berisi zat tambahan yang meningkatkan deteksi organisme
yang diinginkan dengan cara menghambat organisme lain. Biasanya, seleksi diperoleh dengan
zat warna, garam, penambahan antibiotik atau spesifik inhibitor yang akan mempengaruhi
metabolisme atau sistem enzimatic dari suatu mikroorganisme. Contohnya termasuk
MacConkey agar yang mengandung kristal violet ( 2 mg/l) yang menghambat sebagian besar
organisme gram positif , colistin-asam nalidiksat agar yang mengandung antibiotik (penicillin
dengan konsentrasi 5 – 50 unit/ml) yang menghambat sebagian besar organisme gram negatif,
media yang mengandung potassium tellurite, sodium azide atau thallium acetate pada
konsentrasi yang berbeda ( 0,1 – 0,5 g/l) akan menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif.

Contoh : Mannitol Salt agar, Hektoen enteric (HE) agar , Phenylethyl alkohol agar

c. Enrichment Media
Media ini menyediakan nutrisi seperti darah, serum atau yeast extract dengan tujuan untuk
memungkinkan mikroorganisme fastidious dapat tumbuh . Organisme ini tidak dapat tumbuh
baik pada media umum.

Misal : Blood Agar, Chocolate agar, Nutrient Agar

d. Media Diferensial
Media diferensial berperan dalam identifikasi presumtif organisme yang didasarkan pada
tampilan koloni di media. Ini dapat ditunjukkan dengan warna koloni atau endapan yang
terbentuk di atas atau di sekitar koloni. Contohnya media yang digunakan untuk isolasi patogen
enterik (MacConkey, Hektoen enteric dan xylose-lactose-desoxycholate agar). Pada
MacConkey agar, fermentasi laktosa oleh organisme menampakkan koloni berwarna magenta-
merah muda cerah yang berarti organisme menggunakan laktosa.

Misal : Mac Conkey agar, Eosin Methylene Blue (EMB) agar

20
e. Media Khusus
Adalah media yang dikembangkan dengan penambahan untuk tujuan mengisolasi patogen
spesifik. Antara lain buffered charcoal yeast extract media (BCYE) yang didesain untuk tujuan
mengisolasi spesies Legionella. Media khusus mengandung nutrien yang dibutuhkan patogen
spesifik tapi tidak ditemukan dalam media umum atau enrichement media.

Tabel 1. Contoh media yang sering digunakan dalam beberapa kasus penyakit infeksi

21
22
Unsur pokok yang terkandung didalam media1, 2

a. Agar
Merupakan extract polysaccharide yang diperoleh dari bermacam – macam gangang laut
“Red-Purple” (Rhodophyceae) yang merupakan grup Agarophyte dari Alga marine. Agar
terdiri dari dua Polysaccharida utama yaitu agarose (70 – 75%) dan agaropectin (20 –
25%). Dapat berupa irisan, serpihan, butiran, bubuk yang terbuat dari gangang laut. Ketika
dicampur dengan air dingin maka agar tidak akan membentuk larutan, karenanya bisa
dicuci apabila terkena kotoran. Beberapa faktor misal pencairan ulang dari medium atau
proses sterilisasi yang terlalu lama akan menurunkan nilai pH.
b. Peptone
Produk yang terdiri dari beberapa komposisi, dibuat dengan asam atau enzim
hidrolisi(pepsin,trypsin,papain) dari hewan atau protein sayuran, dari material seperti otot,
liver, darah, susu, casein, lactalbumin, gelatin dan soybean. Peptone menyediakan nitrogen
untuk pertumbuhan mikroorganisme. Protein dari tanaman seperti soya peptone juga
menyediakan karbohidrat, dan sebagian besar peptone berisi fraksi asam nukleat, mineral
dan vitamin. Bubuk peptone seharusnya kering, dan mempunyai pH yang netral.
Konsentrasi dan bentuk dari pepton yang digunakan tergantung dari keperluan media
kultur, misalnya peptone yang mempunyai konsentrasi tryptophan yang tinggi digunakan
untuk media tes indole, protease pepton digunakan dalam media untuk bakteri penghasil
toxin, tryptose dalam media enriched, dan trytone yang kaya akan asam amino
ditambahkan pada beberapa media termasuk media kultur darah.
c. Meat
Contoh : Beef heart, muscle, liver, calf brain, veal, spleen dan placenta
d. Meat extract
Berisi organik dasar yang dapat larut, produk degradasi protein, vitamin dan mineral
Beef extract seperti Lab Lemco menyediakan asam amino untuk mikroorganisme, dan juga
vitamin dan garam mineral untuk pertumbuhan mikroorganisme termasuk phosphate dan
sulphate.
e. Yeast extract
Terbuat dari “bakers atau brewers yeast”, merupakan sumber yang kaya akan asam amino
dan vitamin B-complex. Meat extract (1%) dapat diganti dengan Yeast extract (0,3%) pada
Nutrient Broth. Yeast extract pada banyak media kultur digunakan untuk menstimulasi
pertumbuhan mikroorganisme, misalnya medium Xylose lysine deoxycholate (XLD),

23
medium Modified New York City, dan medium Thiosuphate citrate bile salt sucrose
(TCBS).
f. Mineral salts
Untuk pertumbuhan mikroorganisme memerlukan suphate sebagai sumber sulfur dan
phosphate sebagai sumber phosporus. Media kultur seharusnya berisi sedikit magnesium,
potassium, iron, kalsium dan zat lain yang diperlukan untuk aktivitas enzim bakteri.
Sodium chloride juga bahan essensial pada sebagian besar media kultur.
g. Darah
Darah yang sering digunakan adalah darah kuda, tetapi bisa juga dari spesies lain
( manusia, sapi, kambing, kelinci, domba) mungkin diperlukan untuk tujuan yang khusus.
persyaratan yang harus dipenuhi adalah darah tersebut bebas dari agen antimikrobial.
Darah domba digunakan untuk mendeteksi perbedaan ada tidaknya hemolisis pada
Staphylococcus dan Streptococcus. Darah harus disimpan di kulkas tetapi tidak boleh
disimpan di frezzer. Semua darah yang digunakan harus di periksa sterilitasnya termasuk
citrat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Darah kuda lebih dianjurkan
untuk menumbuhkan kuman Haemophilus influenza karena tidak mempunyai faktor yang
menghambat pertumbuhan bakteri dan kaya akan faktor X. Darah manusia di anjurkan
untuk menumbuhkan dan mengidentifikasi Gardnerella vaginalis. G.vaginalis akan
hemolitik pada boold agar yang berasal dari darah manusia tetapi tidak hemolisis pada
blood agar yang bersumber dari darah hewan.1,4
h. Plasma
Plasma digunakan untuk menunjukkan aktivitas koagulase. Dalam medis laboratorium
bakteriologi, biasanya menggunakan plasma manusia tetapi plasma kelinci dapat
digunakan.. Sampel darah yang diperoleh tidak boleh mengandung sodium floride atau
EDTA. Cairan plasma akan menyebabkan terjadinya koagulasi dan membentuk partikel
yang menyebabkan kekeruhan dan endapan. Cairan ini tidak seharusnya di filtrasi. Plasma
harus disimpan dalam kulkas tetapi tidak boleh di dalam frezzer.1
i. Serum
Serum yang disediakan dari darah, dikumpulkan tanpa penambahan antikoagulan. Serum
harus disterilkan dengan filtrasi.
j. Bile
Beberapa asam empedu sebagai senyawa yang terkonjugasi dengan asam amino. Empedu
juga mengandung pigmen bilirubin dan biliverdin.
k. Bile salts

24
Garam empedu dapat menghambat pertumbuhan gram positif.
l. Water
Merupakan bahan yang diperlukan semua organisme untuk tumbuh. Air yang digunakan
harus bebas dari bahan kimia yang nantinya akan menghambat pertumbuhan bakteri. Air
deionisasi atau destilata dapat digunakan untuk bahan pembuatan media kultur.2

25
BAB II
Handling specimen Pemeriksaan Mikrobiologi

Spesimen merupakan bagian terpenting dalam mengawali suatu pemeriksaan, karena hasil
pemeriksaan laboratorium tidak akan lebih baik dari mutu spesimen yang diperoleh. Handling spesimen
merupakan serangkaian kegiatan meliputi pengambilan, penyimpanan dan pengiriman spesimen yang
akan diperiksa di laboratorium dalam rangka penegakkan diagnose infeksi. Alur prosedur laboratorium
mikrobiologi klinik dibagi dalam 3 fase yaitu pra – analitik, intra-analitik dan paska analitik. Dalam
ketiga fase ini ini selain dokter spesialis mikrobiologi klinik, klinisi juga tidak lepas perannya seperti
tergambar dalam skema dibawah ini.
Alur Prosedur Laboratorium Mikrobiologi Klinik

Pra - Analitik Intra - Analitik Paska - Analitik

Mikrobiologi Klinik

Klinis Terkait Klinis Terkait

Kualitas spesimen dan kondisinya akan sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Dalam hal ini
diperlukan teknik pengambilan spesimen secara tepat. Ketidaktepatan pengelolaan spesimen dapat
menimbulkan adanya kesalahan dalam penentuan mikroorganisme penyebab, karena mikroorganisme
yang diisolasi mungkin saja merupakan suatu kontaminan atau flora normal. Hal ini dapat menyebabkan
adanya pemberian terapi yang tidak tepat pada pasien.
1. Fase Pra – Analitik merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari pemeriksaan mikrobiologi
secara utuh. Pada fase ini komunikasi yang baik antara klinisi dan spesialis mikrobiologi klinik amat
penting. Yang termasuk dalam Fase Pra –Analitik antara lain :
 Mengisi Lembaran Permintaan
Lembaran permintaan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi klinik diharapkan sekurang –
kurangnya berisi :
a. Data lengkap pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, bangsal perawatan)
b. Data dokter yang mengirim (nama dokter, nomor telepon yang mudah dihubungi)

26
c. Jenis spesimen (asal / sumber bahan pemeriksaan, prosedur pengambilan khusus, tanggal
dan jam pengambilan)
d. Diagnosis klinis dan riwayat pasien yang relevan
e. Jenis pemeriksaan yang dikehendaki
f. Data lain yang relevan misalnya paska – operasi, imunodefisiensi, alergi antibiotika
g. Antibiotika yang telah diberikan (jenis, dosis, cara pemberian, kapan dan lama pemberian)
 Pencantuman label spesimen
a. Nama pasien
b. Umur dan jenis kelamin
c. Ruang rawat pasien dan alamat
d. Nama dokter pengirim dan no.telp yang bisa dihubungi
e. Lokasi pengambilan spesimen
f. Tanggal dan jam pengambilan spesimen
g. Diagnosis klinis, permintaan kultur, dan riwayat penyakit pasien
h. Antibiotik yang diterima oleh pasien
Catatan :
- Label dan tinta harus terbuat dari bahan yang tidak mudah larut dalam air, harus melekat
erat pada wadah dan bukan pada tutup
- Bila perlu, dicantumkan catatan tambahan : cito/ rutin/elektif atau berisi patogen
berbahaya
- Ketika menerima spesimen :
 Harus dicocokan dengan lembaran permintaan
 Perhatikan kelayakan bahan pemeriksaan

- Beberapa hal yang penting diperhatikan pada fase ini adalah


 Sosialisasikan kepada klinisi mengenai pengelolaan spesimen secara umum
 Kenyamanan dan keamanan pasien
 Keselamatan dan keamanan petugas rumah sakit / laboratorium
 Bakteri yang diambil harus cukup dan tetap hidup sampai penanaman dilaboratorium
 Kontaminan flora normal atau dari lingkungan harus dihindari dengan tidakan aseptis
dan wadah (kontainer) steril.
 Wadah juga diberi informasi yang lengkap

27
 Pengambilan bahan pemeriksaan sedapat mungkin dilakukan 3 hari setelah bebas terapi
antibiotik, jika pengambilan dilakukan saat pasien mendapatkan antibiotik, harus
diberikan penjelasan pada pengantar pemeriksaan
 Pedoman cara pengambilan spesimen, penyimpanan dan transportasi sesuai dengan spesimen
2. Fase Intra – Analitik diawali dengan memutuskan penerimaan atau penolakan spesimen
 Kriteria penolakan spesimen
 Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan gram (direct smear)
 Inokulasi
 Identifikasi
 Uji kepekaan antibiotika
3. Fase Post – Analitik
 Laporan individual
 Antibiotik yang diuji dan dilaporkan
 Laporan epidemiologi uji kepekaan antibiotika

Pengambilan, Penyimpanan, dan Pengiriman Spesimen untuk Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemilihan jenis spesimen, tehnik pengambilan dan penanganan spesimen yang tepat merupakan
hal yang paling penting dalam diagnosis mikrobiologi yang nantinya akan menunjang penegakkan
diagnosis penyakit infeksi. Apabila manajemen spesimen tidak diperhatikan maka hasil pemeriksaan
mikrobiologi tidak banyak bermakna bagi perawatan pasien. Untuk itu, hal – hal penting mengenai
upaya menjaga kualitas spesimen perlu dipahami oleh seluruh petugas yang terlibat didalam
manajemen pasien.
Dalam pemeriksaan mikrobiologi, adanya cemaran mikroba bukan penyebab infeksi akan sangat
mengganggu. Mikroba penyebab harus dapat diperoleh dan dipertahankan hidup. Namun sedapat
mungkin mikroba penyebab tidak dibiarkan berkembang biak sampai proses inokulasi, terutama bila
akan dilakukan pemeriksaan kuantitatif. Oleh karena itu, cara pengambilan spesimen, penyimpanan
dan transportasi spesimen yang baik merupakan salah satu faktor penentu mutu pemeriksaan.
Ada atau tidaknya manajemen spesimen yang baik akan berpengaruh terhadap penatalaksanaan
pasien. Diagnosis mikrobiologi berperan penting dalam perawatan pasien, antara lain pada pemilihan
terapi, pengendalian infeksi rumah sakit, lama rawat, dan biaya perawatan secara keseluruhan.
Berdasarkan cara pengambilan, spesimen digolongkan menjadi 2 kelompok
 Spesimen non – invasif
misal : urin, sputum, feses, luka.

28
 Spesimen invasif
misal : kultur darah, cairan tubuh yang steril, cairan amnion.
Berdasarkan prioritasnya, spesimen dibagi menjadi 4 tingkatan :
 Kritikal/ invasif : Cairan cerebrospinal, otak, darah, katup jantung, cairan perikardial, cairan
amnion, bronchoalveolar lavage (BAL), cairan vitreus/ aqueus
 Tidak diawetkan (dapat menyusut atau tumbuh) : sputum, jaringan, feses, aspirasi luka, pus
dan tulang
 Kuantifikasi : diperlukan akurasi dalam jumlah penyebab infeksi (misal : urin, jaringan
kuantitatif, tip kateter)
 Perlu pengawetan / penyimpanan khusus (misalnya pemeriksaan anaerob)

Prinsip Pengelolaan Spesimen


 Utamakan keselamatan dan keamanan petugas rumah sakit / laboratorium
Keamanan kerja laboratorium terutama ditujukan pada teknisi dan pekerja kesehatan yang terlibat
didalamnya. Tenaga kesehatan mungkin tidak menyadari atau tidak waspada akan suatu patogen
yang terkandung dalam materi pemeriksaan yang dikirim ke laboratorium. Kebijakan dirancang
untuk melindungi petugas laboratorium atau petugas kesehatan yang terkait dari kecelakaan
terpapar patogen yang terdapat dalam spesimen.
Secara umum teknisi laboratorium hendaknya mematuhi peraturan-peraturan keamanan dalam
manajemen spesimen berikut :
1. Memakai sarung tangan, gaun, masker, dan pelindung mata saat mengambil spesimen.
2. Menggunakan wadah yang utuh dan mengirimnya dengan dikemas dalam kantung plastik
yang direkatkan rapat, form permintaan pemeriksaan mikrobiologi ditempatkan pada tempat
yang terpisah dari spesimen.
3. Jangan pernah mengirim sampel dalam spuit injeksi dengan jarumnya ke laboratorium.
Dianjurkan memindahkan isi spuit ke dalam wadah steril, atau melepas jarum dengan alat
yang protektif dan menutup kembali spuit, mengirimkannya dalam kantung plastik yang
tertutup rapat.
4. Jangan mengirim spesimen dengan wadah yang tidak utuh (rusak/retak), dan jangan
memproses pemeriksaannya. Beri catatan (laporkan) pada dokter atau perawat yang
bertanggung jawab tentang wadah yang tidak utuh tersebut dan jelaskan kemungkinan yang
terjadi pada hasil pemeriksaan bila proses dilanjutkan, minta kepada dokter atau perawat
untuk mengirim ulang spesimen.

29
 Pertimbangkan kenyamanan dan keamanan pasien
- Informed consent sebelum mengambil spesimen
- Tepat dalam waktu pengambilan dan pemilihan spesimen untuk mencegah sampling ulang
 Jumlah mikroorganisme hidup saat kultur cukup
- Memilih jenis spesimen yang tepat
- Memilih tempat pengambilan spesimen yang tepat
- Waktu pengumpulan spesimen yang tepat
- Volume yang cukup
- Penyimpanan dan transportasi yang baik
- Pemeriksaan yang benar dan tepat
- Media transport
- Sebelum pemberian antibiotika/ bebas antibiotika + 3 hari
- Bakteri anaerob : kontak dengan oksigen (-)
 Hindari kontaminasi flora normal atau dari lingkungan.
- Cara pengumpulan spesimen
- Tindakan asepsis
- Wadah steril dan tertutup rapat/ tidak bocor

Tabel . Tempat lokasi infeksi dan sumber kontaminasi dengan flora komensal
Tempat lokasi infeksi Sumber kontaminasi
Telinga tengah Canalis auricula externa
Saluran respirasi bawah Oropharing
Sinus nasal Nasopharing
Vesika urinaria Urethra and perineum
Endometrium Vagina
Luka superficial dan infeksi subkutan Kulit dan membran mukosa
Fistula Saluran cerna
Darah Kulit tempat pungsi

30
 Komunikasi yang baik antara dokter dan laboratorium mikrobiologi

Kriteria Penolakan Spesimen Tindak Lanjut


Ketidaksesuaian antara diagnosis dengan permintaan Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
pemeriksaan mikrobiologi konfirmasi
Perbedaan identitas pasien antara lembar permintaan Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
dan wadah spesimen konfirmasi
Tidak ada label identitas pada wadah spesimen Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
konfirmasi
Tidak ada nama dan tandatangan dokter pengirim Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
pada form pengiriman konfirmasi
Tidak ada konsul tertulis di lembar rekam medis Mengembalikan spesimen
Tipe dan atau asal spesimen tidak ada Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
konfirmasi
Tidak ada tipe pemeriksaan yang diminta atau Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
spesimen dikirim tanpa disertai form pengiriman konfirmasi
Spesimen yang dikirim tidak representatif untuk Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
menegakkan diagnosis konfirmasi
Spesimen dikirim dalam kondisi terformalin Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
mengirim spesimen ulang
Wadah sampel pengiriman tidak dalam kondisi steril, Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
tertutup tidak rapat, terdapat bekas tumpahan mengirim spesimen ulang
Permintaan pemeriksaan yang sama untuk sampel Kontak klinisi/perawat pengirim dengan
urin, feses, sputum, luka/pus, sekret tenggorok lebih memberi catatan bahwa untuk sampel tersebut
dari 1 kali dalam hari yang sama hanya diperbolehkan pemeriksaan sebanyak 1
kali dalam 24 jam untuk order pemeriksaan yang
sama dengan sebelumnya
Volume spesimen yang dikirim terlalu sedikit untuk Kontak klinisi/ perawat pengirim untuk meminta
berbagai macam pemeriksaan yang diminta spesimen tambahan
Spesimen untuk permintaan pemeriksaan anaerob Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
yang dikirim dalam wadah yang tidak sesuai mengirim ulang spesimen dalam wadah yang
sesuai
Spesimen yang dikirim untuk pemeriksaan anaerob Kontak klinisi/perawat pengirim untuk

31
dari tempat anatomi yang memang memiliki bakteri memastikan lebih lanjut makna kepentingan
anaerob sebagai flora normal (contoh: mulut, vagina) klinisnya
Spesimen berupa swab yang sudah kering Kontak klinisi/perawat pengirim untuk
mengirim ulang spesimen

PENGAMBILAN, PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN SPESIMEN


UNTUK PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI

SPESIMEN DARAH
Keadaan klinis Cara Pengambilan
Remaja - Dewasa
1. Sepsis, meningitis, osteomielitis, 2 – 3 buah spesimen; ditempat yang berbeda ; 10
pneumonia – 20 ml; lengan kanan & kiri ; dalam 10 menit
2. Endokarditis bakteri sub akut 3 buah spesimen darah; ditempat yang berbeda;
diambil > 15 menit , dalam 24 jam
3. Endokarditis bakteri akut 3 buah spesimen darah; ditempat yang berbeda;
dalam 1 – 2 jam
4. Fever of unknown origin 2 – 3 buah spesimen ditempat berbeda, diambil
> 1 jam
Anak
1. Bakterimia 1 – 2 spesimen darah ; 1 – 5 ml tiap spesimen

32
Pedoman Alat/ Volume Minimal Transport Penyimpanan
1. Palpasi vena perifer yang Vial kultur darah < 2 jam Jika terlambat
akan dipakai untuk Botol kultur disinfektan suhu ruang 20 jam maka
pengambilan spesimen lakukan usapan alkohol simpan suhu
darah 70% atau chlorhexidine ruang (35 0C) ;
2. Dekontaminasi kulit untuk penutup karet botol jika terlambat
dengan alkohol 70 % , dan tunggu 1 menit. 48 jam maka
kemudian povidone iodine Botol media (aerob dan simpan dalam
atau chlorhexidine, anaerob ) suhu 20 – 25 0C
kemudian sampai kering Volume yang diambil Catatan :
( + 30 detik) Dewasa : 10 – 20 ml Jangan
3. Jangan palpasi vena di titik Anak : 1 – 5 ml disimpan di
tusukan tanpa sarung Bayi : 1 – 3 ml almari es
tangan steril
4. Ambil darah 2 set dalam
satu waktu pada lokasi
yang berbeda.
5. Setelah pungsi vena,
bersihkan usapan iodine
dengan alkohol.

33
ALUR PENGAMBILAN SPESIMEN DARAH

3. Dekontaminasi kulit dengan


alkohol 70 % , kemudian
povidone iodine atau
2. Palpasi vena yang akan chlorhexidine, kemudian
dipakai untuk pengambilan sampai kering.
spesimen darah
Catatan : Jangan palpasi vena
di titik tusukan tanpa sarung
tangan steril

6. Pemberian Label Sampel


Nama pasien
4. Ambil darah, masukkan ke
Umur, jenis kelamin, No.CM dalam botol kultur, goyangkan
Ruang rawat pasien agar homogen
5. Setelah pungsi vena,
Lokasi Pengambilan Darah bersihkan usapan povidone Botol media yang digunakan
(Sentral/perifer) iodine pada kulit dengan (aerob dan anaerob )
Tanggal dan Jam alkohol. Dewasa : 10 – 20 ml
Pengambilan Anak : 1 – 5 ml
Catatan : Tidak Boleh Bayi : 1 – 3 ml
menutupi barcode pada botol
kultur

7. Lakukan Pengisian Form 8. Kirim ke Laboratorium


Order Laboratorium Secara Mikrobiologi Klinik
Lengkap

34
PENGAMBILAN, PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN
SPESIMEN SALURAN NAFAS ATAS
Pedoman Alat / bahan Transportasi Penyimpanan
Swab Hidung - Nasofaring - Cotton  Jika digunakan
Langsung dikirim
a. Usap kapas steril yang telah swab steril ke laboratorium medium
dibasahi dengan larutan fisiologis - Wadah dalam waktu ≤ 2 transport, maka
steril dimasukkan ke dalam steril jam pada suhu pengiriman
lubang hidung (nares anterior) bertutup ruang. dapat dilakukan
kurang lebih 2 cm ke dalam ulir hingga ≤ 24
lubang hidung atau bila ada lesi - Larutan jam pada suhu
ambil di pinggir lesi. fisiologis kamar.
b. Putar searah jarum jam dan steril
diamkan selama 15 detik, - Medium
kemudian tarik keluar. transpor
c. Selama pengambilan spesimen, (jika ada)
usap kapas jangan menyentuh
hidung bagian luar.
d. Spesimen langsung dimasukkan
ke dalam wadah steril, ujung
kapas steril dipatahkan
e. Pemberian label pada wadah
steril
f. Kirim ke laboratorium
mikrobiologi klinik

35
Pedoman Alat / bahan Transportasi Penyimpanan
Swab Tenggorok - Cotton  Jika digunakan
Langsung dikirim
a. Penderita berada dalam posisi swab steril ke laboratorium medium
duduk. - Tongue dalam waktu ≤ 2 transport, maka
b. Penderita diminta membuka mulut spatel jam pada suhu pengiriman
c. Lidah dijulurkan dan ditekan - Wadah kamar, tidak dapat dilakukan
dengan tongue spatel. Usapkan steril boleh sampai hingga ≤ 24
Usapkan Cotton Swab steril yang bertutup kering. jam pada suhu
sudah dibasahi dengan larutan ulir kamar.
fisiologis steril melewati daerah - Larutan
antara tonsillar pillar dan di fisiologis
belakang uvula. Hindari steril
menyentuh lidah, mukosa bucal, - Medium
uvula, atau bibir. transpor
d. Usapkan pula lidi kapas pada (jika ada)
daerah posterior laring, tonsil, dan
daerah inflamasi atau yang
mengalami ulserasi untuk
mendapatkan spesimen.
e. Sebaiknya dilakukan 2 kali
pengambilan usapan untuk
pemeriksaan pewarnaan Gram dan
kultur bakteri.
f. Masukkan Cotton swab yang
ujungnya dipatahkan ke dalam
wadah steril
g. Pemberian label
h. Kirim ke laboratorium
mikrobiologi klinik

Catatan :
Pemeriksaan Difteri (pada tonsil,
bakteri membentuk selaput, ketika

36
di swab akan berdarah)
→ pseudomembran

PENGAMBILAN, PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN


SPESIMEN LUKA
Pedoman Alat/ bahan Transport Penyimpanan
Ketentuan umum : Desinfektan Aspirat dan a. Jaringan
(Alkohol 70% , jaringan dijaga
a. Untuk luka tertutup dan aspirat, povidone dikirimkan ke kelembabann
dilakukan desinfeksi dengan iodine) laboratorium ya untuk
chlorhexidin 2% atau alcohol 70% dalam waktu menjaga
diikuti dengan iodine tincture 1-2% Wadah steril, 30 menit. viabilitas
atau povidon-iodine 10%. Bersihkan bermulut lebar, organisme
iodine dengan alcohol sebelum bertutup ulir b. Apabila
pengambilan sampel. terjadi
b. Untuk luka terbuka, dilakukan Spuit 3 atau penundaan
pembersihan terhadap debris dan 5cc pengiriman
dilakukan pencucian dengan larutan Cotton swab spesimen,
fisiologis steril sebelum pengambilan steril spesimen
sampel. tetap
c. Sampel yang paling baik adalah Larutan disimpan di
jaringan yang terinfeksi, bukan debris fisiologis steril dalam suhu
pada permukaan luka. ruang,
d. Hindari pengambilan sampel swab jangan
apabila dapat dilakukan biopsy atau disimpan di
aspirat dalam kulkas
e. Pengambilan spesimen oleh dokter ataupun
bagian bedah inkubator.
c. Pada
temperatur
yang lebih
rendah

37
terjadi terjadi
pemecahan
oksigen
sehingga
mengganggu
oganisme
anaerob.

Pedoman Alat/ bahan Transport Penyimpanan


Ulkus dan nodul Kirim segera Apabila terjadi
Desinfektan ke penundaan
a. Bersihkan daerah lesi dengan alkohol (Alkohol 70% , laboratorium pengiriman
70% dan diikuti dengan larutan povidone mikrobiologi, spesimen,
povidone iodine 10%. iodine) jangan sampai spesimen tetap
b. Hilangkan bagian nekrosis atau debris Wadah steril, spesimen disimpan di
yang menutupi ulkus. bermulut lebar, kering dalam suhu
c. Lakukan kuretase pada bagian dasar bertutup ulir ruang, jangan
ulkus atau nodul. Spuit disimpan di
d. Bila eksudat timbul dari ulkus atau Cotton swab dalam kulkas
nodul, kumpulkan dengan jarum atau steril ataupun
swab steril. inkubator
e. Tampung spesimen kedalam wadah
steril
f. Pemberian label spesimen
g. Kirim segera ke laboratorium
mikrobiologi

Catatan : material yang baik berasal dari


jaringan yang terinfeksi, swab dasar luka
adalah alternatif terakhir. Jika
memungkinkan dilakukan operasi
debridement maka jaringan diambil saat
durante operasi setelah dilakukan
debridement.

38
Luka dalam atau abses
a. Disinfeksi permukaan kulit dengan
alkohol 70% diikuti dengan larutan
povidone iodine 10%. Larutan iodine
harus dibersihkan dengan alkohol 70%
untuk mencegah iritasi.
b. Aspirasi bagian yang paling dalam lesi,
menghindari kontaminasi dari
permukaan luka. Bila pengambilan
spesimen dilakukan pada saat
pembedahan, bagian dinding abses
harus diikutsertakan untuk kultur.
c. Tampung spesimen kedalam wadah
steril
d. Pemberian label spesimen
e. Kirim segera ke laboratorium
mikrobiologi

Pedoman Alat/ bahan Transport Penyimpanan


Jaringan dan spesimen biopsi Kirim segera Apabila terjadi
a. Ambil jaringan secukupnya dengan Desinfektan ke penundaan
menghindari daerah nekrotik. (Alkohol 70% , laboratorium pengiriman
b. Ambil 3 mm – 4 mm sampel biopsi . povidone mikrobiologi, spesimen,
c. Jaringan dengan volume kecil iodine) jangan sampai spesimen tetap
dimasukkan ke dalam tabung Wadah steril, spesimen disimpan di
transport anaerob, apabila volume bermulut lebar, kering dalam suhu
jaringan besar cukup dimasukkan bertutup ulir ruang, jangan
kedalam wadah steril. Spuit disimpan di
d. Pemberian label spesimen Cotton swab dalam kulkas
e. Kirim segera ke laboratorium steril ataupun
mikrobiologi inkubator
Sampel berupa swab hanya diambil
apabila sampel jaringan atau aspirat

39
tidak dapat dilakukan.

a. Bersihkan debris pada permukaan


dengan cara irigasi menggunakan
larutan fisiologis steril. Apabila luka
relatif kering, sampel diambil dengan
cotton swab yang telah dibasahi
dengan salin steril. Putar swab secara
lembut sebanyak kurang lebih 5 kali
pada daerah yang terdapat tanda-
tanda inflamasi.
b. Apabila terdapat indikasi kultur
aerob dan anaerob, swab segera
dimasukkan ke dalam medium
transport aerob dan anaerob.
c. Pemberian label spesimen
d. Kirim segera ke laboratorium
mikrobiologi

Catatan: Distribusi organisme mungkin


tidak sama pada luka bakar, sehingga
sampel sebaiknya diambil dari beberapa
area. Kultur darah diperlukan untuk
memonitor status pasien.

PENGAMBILAN, PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN


SPESIMEN REITZ SERUM
Pedoman Alat / bahan Transport Penyimpanan
Pengambilan spesimen oleh dokter bagian Desinfektan Kirim segera ke < 24 jam, suhu
ilmu kesehatan kulit dan kelamin (Alkohol laboratorium ruang
70% , mikrobiologi
a. Disinfeksi permukaan kulit dengan povidone

40
alkohol 70% diikuti dengan larutan iodine)
povidone iodine 10%. Larutan iodine Kassa steril
harus dibersihkan dengan alkohol 70% Bisturi
untuk mencegah iritasi. Objek glass
b. Daun telinga dijepit dengan Korek api
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk Bunsen
agar menjadi iskemik (ditandai
dengan warna menjadi putih pucat)
c. Dengan menngunakan bisturi, sayat
daerah yang putih pucat tersebut tipis
– tipis
d. Irisan yang dibuat harus sampai
didermis, melampaui subepidermal
clear zone (kedalaman 2 – 4 mm).
Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat
dan untuk rutin sebaiknya minimal 4 –
6 tempat, yaitu kedua cuping telinga
bagian bawah (daun telinga), 2 – 4 lesi
lain (lesi kulit) yang paling aktif
(paling eritematosa dan paling
infiltratif).
e. Serum yang terambil (mungkin terapat
sedikit darah) dioleskan di gelas alas
dengan diameter 1 cm, kemudian
tunggu sampai kering. Panaskan objek
glass diatas api bunsen (fiksasi).
f. Pemberian label spesime
Kirim segera di laboratorium
mikrobiologi

41
BAB III
IDENTIFIKASI BAKTERI

1. IDENTIFIKASI STAPHYLOCOCCUS
Genus Staphylococcus (bahasa latin : staphylo, anggur yang menggerombol), merupakan
kuman bentuk coccus atau bulat bersifat gram positif. Ukuran diameter antara 0,5 sampai 1,5µm.
Umumnya tersusun dalam kelompok yang tak beraturan, dapat berpasangan ataupun berempat.
Kuman ini bersifat non motil dan non spora. Termasuk kuman anaerob fakultatif. Bahan
pemeriksaan dapat diperoleh dari pus, exudat, aspirasi trachea, cairan spinal, sputum, dan lain-
lain. Bila diamati koloni yang terbentuk, koloni berbentuk bundar, cembung, mucoid, dan
melekat pada agar. Termasuk kemoorganotropic, memerlukan media pengayaan.
Staphylococcus memiliki metabolisme repirasi dan fermentasi, yang menghasilkan asam
tapi tidak menghasilkan gas dari metabolisme karbohidrat. Selain itu mampu tumbuh di media
nutrient agar yang diberi tambahan 5% NaCl. Pada reaksi katalase menghasilkan reaksi positif,
reaksi oksidase negatif (karena memiliki cytochromes), dan bereaksi positif pada tes Voges-
Proskauer. Beberapa spesies mereduksi nitrat menjadi nitrit. Pertumbuhan optimum pada suhu 37 ͦ
C.
Staphylococcus merupakan kuman komensal pada kulit, mulut, dan saluran napas bagian
atas. Namun ada pula yang patogen seperti S.aureus (Latin aureus, artinya emas). S.aureus dapat
menyebabkan berbagai macam infeksi seperti karbunkel, abses, unan makanan, dan pneumonia,
endocarditis, dan toxic shock syndrome. S.epidermidis merupakan spesies nonpathogen. Kuman
ini merupakan kuman normal pada kulit. Selain itu pula ada S.saprophyticus yang dapat diisolasi
dan berperan sebagai etiologi urinary tract infections (UTI) terutama pada wanita.
Beberapa spesies resisten terhadap pemberian penisilin . resisten ini karena kemampuan
bakteri memproduksi penicilinase (β-lactamase), yang mampu menghidrolisis cincin β-lactamase
dari penicilin.

A B

Gambar. Staphylococcus pada pengecatan gram (A), Koloni Staphylococcus aureus pada
Blood Agar (B)

42
Tes yang dilakukan terhadap Staphylococcus memiliki tujuan untuk membedakan genus
Staphylococcus dengan coccus gram positif lainnya (seperti Micrococcus dan Streptococcus),
juga untuk mengidentifikasi spesies yang termasuk dalam genus tersebut.
- Tes Katalase
Membedakan Staphylococcus dengan Streptococcus menggunakan tes Katalase.
Bakteri katalase positif (staphylococcus) akan bereaksi dengan hydrogen peroksixide
menghasilkan air dan oksigen.
Beberapa bakteri mengandung flavoproteins yang mereduksi 02, sehingga
menghasilkan hydrogen peroxide (H2O2) atau superoxide ( 02- ). Kedua zat tersebut
sangat toksik dan mampu merusak sel termasuk sel bakteri sehingga bakteri harus
melindungi diri dari kedua zat tersebut. Beberapa bakteri menghasilkan enzym yang
melindungi diri dari produk 02 toksik (superoxide). Bakteri aerob dan fakultatif anaerob
umumnya memiliki enzym superoxide dismutase, yang mengkatalisis sifat merusak dari
superoxide dan hydrogen peroxide.
Cara Kerja 1
1. Letakkan larutan hidrogen peroksida diatas slide bersih dan kering
2. Sentuhkan ose pada koloni bakteri
3. Masukkan bakteri kedalam tetesan hidrogen peroksida diatas slide
4. Amati adanya gelembung-gelembung gas yang dihasilkan dengan cepat, bagus dan
terus-menerus
Cara Kerja 2
1. Inokulasi kuman pada media miring TSA (trypticasein soy agar)
2. Kuman yang telah diinokulasi ditambah 3 sampai 5 tetes H2O2
3. Amati apakah muncul gelembung pada tabung atau tidak
4. Bila muncul gelembung maka tes katalase positif, bila tidak ada gelembung tes
katalase negatif
Cara Kerja 3
1. Isi tabung 2 sampai 3 ml H2O2
2. Ambil kuman dari koloni hasil inokulasi pada media
3. Tambahkan kedalam tabung
4. Amati adanya gelembung

43
B
A

Gambar. Uji Katalase (A) , Katalase positif (B)

- Tes Koagulase
Koagulase merupakan enzim yang berperan dalam pembekuan plasma darah
staphylococcus yang memproduksi koagulase (+) memproduksi pembekuan fibrin
disekitar bakteri tersebut dan berfungsi melawan sistem imun host. Hasil positif
ditunjukkan oleh staphylococcus aureus dan hal ini membedakan s.aureus dengan spesies
lain.
CARA KERJA
1. Tambahkan 0,5 ml plasma kelinci pada tabung beri identitas pada tabung
2. Inokulasi tabung dengan kuman staphylococcus
3. Inkubasi tabung pada suhu 35OC sampai 4 jam dalam alat waterbath. Setelah itu nilai
tabung apakah ada kekeruhan atau pembekuan.

Gambar. Koagulase positif

2. IDENTIFIKASI STEPTOCOCCUS
Streptococcus adalah genus kokus bakteri gram positif yang termasuk dalam filum Firmicutes.
Pembelahan sel dalam genus ini terjadi di sepanjang sumbu tunggal pada bakteri ini, sehingga tumbuh

44
dalam rantai atau pasangan, karenanya namanya - dari streptos Yunani yang berarti mudah ditekuk atau
dipelintir, seperti rantai (rantai bengkok). (Bandingkan ini dengan stafilokokus, yang membelah
sepanjang beberapa sumbu dan menghasilkan gugus sel mirip anggur.)
Sebagian besar bersifat oksidase-negatif dan katalase-negatif, dan banyak merupakan anaerob fakultatif.
Selain faringitis, Streptococcus tertentu bertanggung jawab atas banyak kasus mata merah
muda, meningitis, pneumonia bakteri, endokarditis, erysipelas, dan necrotizing fasciitis. Namun, banyak
spesies streptococcus tidak patogen, dan merupakan bagian mikrobiota manusia komersal dari mulut,
kulit, usus, dan saluran pernapasan bagian atas.
Spesies Streptococcus diklasifikasikan berdasarkan sifat hemolitiknya. Spesies alfa-hemolitik
menyebabkan oksidasi besi dalam molekul hemoglobin dalam sel darah merah, memberikan warna
kehijauan pada agar darah. Spesies beta-hemolitik menyebabkan pecahnya sel darah merah. Pada agar
darah, ini tampak sebagai area yang luas bersih dari sel darah di sekitar koloni bakteri. Spesies gamma-
hemolitik tidak menyebabkan hemolisis.

Gambar. Streptococcus pada pengecatan gram

Streptococci beta-hemolitik diklasifikasikan lebih lanjut oleh pengelompokan Lancefield,


klasifikasi serotipe (yaitu, menggambarkan karbohidrat spesifik yang ada di dinding sel bakteri). Serotipe
yang dijelaskan diberi nama kelompok Lancefield A sampai V (tidak termasuk I dan J).
Dalam klinis, kelompok yang paling penting adalah kelompok streptococcus S. pneumoniae
dan Streptococcus viridans alfa-hemolitik, dan streptokokus beta-hemolitik kelompok Lancefield A dan B
(juga dikenal sebagai "strep kelompok A" dan "kelompok B strep" ).
2.1. Streptococcus Alpha-haemoliticus
Bila alfa hemolisis (α-hemolisis) ada, agar-agar di bawah koloni gelap dan kehijauan.
Streptococcus pneumoniae dan sekelompok streptokokus oral (Streptococcus viridans atau
viridans streptococci) menunjukkan hemolisis alfa. Ini kadang disebut hemolisis hijau karena
adanya perubahan warna pada agar-agar. Istilah sinonim lainnya adalah hemolisis tidak lengkap

45
dan hemolisis parsial. Alpha hemolisis disebabkan oleh hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh
bakteri, pengoksidasi hemoglobin menjadi biliverdin hijau. Species yang penting di klinis adalah
S. pneumonia dan S. viridans.
S. pneumoniae (kadang-kadang disebut pneumokokus), adalah penyebab utama pneumonia
bakteri dan etiologi otitis media, sinusitis, dan meningitis. Kelompok viridans: alpha-hemolitik
Streptokokus viridans adalah kelompok bakteri komensal, yaitu α-hemolitik, menghasilkan
pewarnaan hijau pada piring agar darah (oleh karena itu nama "viridans", dari bahasa Latin
vĭrĭdis, hijau), atau nonhemolitik. Mereka tidak memiliki antigen Lancefield

2.2. Streptococcus Beta-haemoliticus


Beta hemolisis (β-hemolisis), kadang-kadang disebut hemolisis lengkap, adalah lisis lengkap sel
darah merah di sekitar dan di bawah koloni, daerah tersebut tampak kering (kuning) dan
transparan. Streptolysin, sebuah exotoxin, adalah enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang
menyebabkan lisis sel darah merah lengkap. Ada dua jenis streptolysin: Streptolysin O (SLO) dan
streptolysin S (SLS). Streptolysin O adalah sitotoksin yang sensitif terhadap oksigen, disekresi
oleh kebanyakan Streptococcus Grup A (GAS), dan berinteraksi dengan kolesterol di membran
sel eukariotik (terutama sel darah merah dan putih, makrofag, dan platelet), dan biasanya
menghasilkan β-hemolisis di bawah permukaan agar darah. Streptolysin S adalah sitotoksin yang
stabil yang juga diproduksi oleh sebagian besar strain GAS yang menghasilkan zona bening pada
permukaan agar darah. SLS mempengaruhi sel kekebalan tubuh, termasuk leukosit
polimorfonuklear dan limfosit.
Beberapa spesies beta-hemolitik yang lemah menyebabkan hemolisis beta saat ditanam
bersamaan dengan strain Staphylococcus. Ini disebut uji CAMP. Streptococcus agalactiae
menampilkan hal tersebut.

A B

Gambar. Alfa hemolitik (A), Beta hemolitik (B)

46
A B

Gamabar. Uji optochin (A), Uji basitrasin (B)

Dibawah ini akan ditampilkan alur untuk memudahkan identifikasi sederhana Staphyloccus dan
Streptococcus

47
3. IDENTIFIKASI Mycobacterium leprae
Definisi: penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yg menyerang
saraf tepi,kulit dan jaringan tubuh lainnya. Sinonim: Morbus Hansen, Lepra
Etiologi oleh M. leprae ,sifat: BTA, berbentuk batang, spora (-), gerak (-). Ukuran: panjang 1-8μ,
lebar 0,2-0,5μ. Biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu. Hidup didalam sel
terutama jaringan yg bersuhu dingin bagian tubuh yg dingin merupakan tempat predileksi mis:
sal. nafas, testis, ruang anterior mata, kulit terutama cuping telingga dan jari-jari. Tidak dapat di
kultur dalam media buatan. Masa inkubasi penyakit kusta rata-rata: 2-5 tahun (ini ok masa belah
kuman kusta memerlukan waktu yg
sangat lama dibandingkan dgn kuman-kuman yg lain (± 12-21 hari).
Cara Penularan : Cara masuk M.Leprae ke dlm tubuh manusia belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penelitian paling sering melalui kulit yg lecet atau luka di kulit; dan melalui mucosa
nasal ( saluran nafas). Pengaruh masuknya M. Leprae thd manusia sehingga timbul penyakit
kusta bergantung beberapa faktor antara lain host, agent, maupun environment.
PATOGENESIS
M. Leprae merupakan parasit obligat intra seluler yg terutama terdapat pd sel makrofag
disekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman
M. leprae masuk ke dlm tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag yg berasal dari
sel monosit darah, sel mononuklear dan histiosit untuk memfagositosisnya. Kemampuan untuk
memfagositosis tergantung pd system imunitas tubuh. Sel Schwann merupakan sel target untuk
pertumbuhan M. leprae. Bila terjadi gangguan imunitas tubuh, kuman dapat bermigrasi dan
beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang, terjadi kerusakan saraf yg progressiv.
DIAGNOSIS KUSTA
Diagnosis kusta didasarkan pada penemuan tanda-tanda kardinal (Cardinal sign), yaitu:
sekumpulan tanda-tanda utama untuk menegakkan diagnosis kusta:
(1) Adanya bercak kulit yang mati rasa, dimana bercak tersebut bisa hipopigmentasi atau bercak
eritemtosa, plak infiltrat (penebalan kulit) atau nodul-nodul. Mati rasa pada bercak bisa total atau
sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu (panas/dingin) dan rasa sakit.
(2) Adanya penebalan saraf tepi. Dapat di sertai rasa nyeri dan gangguan fungsi saraf yang di
kenai.
 Saraf sensorik: mati rasa
 Saraf motorik : parese dan paralisis
 Saraf otonom : kulit kering, retak-retak , edema, dll.
(3) Dijumpai BTA pada hapusan jaringan kulit.

48
Mis: kulit cuping telinga, lesi kulit yg aktif kadang kadang bisa diperoleh dr biopsi kulit atau
saraf
Untuk menegakkan diagnosis harus dijumpai salah satu dari tanda cardinal tersebut,
dimana dignosis pasti adalah ditemukan BTA (+) pada jaringan kulit. Bila ada kasus yg ragu-
ragu, orang tersebut dianggap sbg suspek dan di periksa ulang setiap tiga bulan sampai diagnosa
kusta dapat di tegakkan atau disingkirkan
Pemeriksaan Bakteriologis pada kasus curiga lepra
Tujuan:
1. Membantu menegakan diagnosis penyakit kusta
2. Menentukan klasifikasi tipe kusta
3. Membantu menilai hasil pengobatan
Pewarnaan yg dipakai: Ziehl Nielsen atau Tan Thian Hok
Bentuk-bentuk kuman kusta dilihat di bawah mikroskop:
1. Bentuk utuh/solid
- Dinding sel tidak putus
- Mengambil zat warna secara merata
- Panjang kuman 4x lebarnya
2. Bentuk pecah-pecah/fragmented
- Dinding sel terputus sebagian atau seluruhnya
- Pengambilan zat warna tdk merata
3. Bentuk granular/granulated
- Kelihatan spt titik-titik tersusun seperti garis lurus atau berkelompok
4. Bentuk Globus
- Beberapa bentuk utuh atau Fragmented atau granulated berkelompok-kelompok (klpk
kecil 40-60 BTA atau klpk besar 200-300 BTA)
5. Bentuk Clumps
- Beberapa bentuk granular membentuk pulau pulau tersendiri (lebih dari 500 BTA)
INDEKS BAKTERI / IB (BACTERIOLOGI INDEX)
Merupakan ukuran semi kwantitatif kepadatan BTA di dalam sediaan hapus, gunanya untuk
membantu menentukan tipe Lepra, menilai hasil pengobatan.

49
Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY :
0 = Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang
1+ = Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang
2+ = Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang
3+ = Bila 1-10 BTA dalam satu lapangan pandang
4+ = Bila 11-100 BTA dalam satu lapangan pandang
5+ = Bila 101-1000 BTA dalam satu lapangan pandang
6+ = Bila > 1000 BTA dalam satu lapangan pandang

INDEKS MORFOLOGI / IM (MORFOLOGI INDEX)


Merupakan prosentase basil lepra bentuk utuh (solid) terhadap seluruh.
BTA IM = Jumlah BTA yg utuh x 100 %
Jumlah seluruh BTA.
Manfaatnya : untuk mengetahui daya penularan kuman, menilai hasil pengobatan, membantu
menentukan resistensi terhadap obat.

KLASIFIKASI KUSTA
Tujuan:
- Untuk menentukan regimen pengobatan, prognosis dan komplikasi
- Untuk perencanaan operasional
- Untuk identifikasi pasien yg kemungkinan besar akan menderita cacat

Jenis-jenis klassifikasi:
A. Klassifikasi Madrid (1953)
1. Indeterminate (I)
2. Tuberkuloid (T)
3. Borderline (B)
4. Lepromatose (L)
B. Klassifikasi RIDLEY-JOPLING (1962)
1. Tuberkuloid Tuberkuloid (TT)
2. Borderline Tuberkuloid (BT)
3. Borderline Borderline atau Mid Boderline (BB)
4. Borderline Lepromatose (BL)
5. Lepromatose Lepromatose (LL)

50
C. Klassifikasi WHO/DEPKES (1981) dan (1988)
1. Pausi Basiler (PB)
2. Multi Basiler (MB)
- yg termasuk PB: kusta tipe I, TT dan sbg besar BT dgn BTA negatif menurut
klassifikasi Ridley-Jopling dan type I dan T menurut klassifikasi Madrid
- yg tmsk MB: Kusta type LL, BL, BB dgn sebagian BT menurut klassifikasi Ridley-
jopling dan type B dan L menurut klassifikasi Madrid.

Perbedaan tipe PB dan MB (menurut klasifikasi WHO/ DEPKES RI)

51
Gambar. Mycobacterium leprae pada pengecatan Ziehl Neelsen

4. IDENTIFIKASI Corynebacterium diphtheria


Difteri merupakan infeksi akut terutama pada saluran nafas bagian atas disebabkan oleh
Corynebacterium diphtheria yang toksigenik. Kadang – kadang kulit, konjungtiva dan vulva
dapat terinfeksi. Difteria kulit lebih sering dijumpai didaerah – daerah tropik. Difteri mudah
menular melalui udara dengan masa inkubasi antara 1 – 10 (tersering 2-5) hari. Kelompok risiko
tinggi adalah anak-anak dan orang lanjut usia, namun pada era vaksinasi sekarang ini terjadi
perubahan epidemiologi, dimana difteri juga terjadi pada orang dewasa. Kuman difteri ditemukan
untuk pertama kalinya oleh Klebs dan Loefler pada tahun 1988, sehingga kuman ini disebut juga
sebagai K-L bacillus, sedangkan Roux dan Yersin berhasil menemukan eksotoksin kuman ini
didalam perbenihan dimana kuman tersebut dibiakan.
Jalan masuk infeksi melalui saluran nafas bagian atas, dimana organism berkembang biak
pada lapisan superficial pada selaput lendir. Disana eksotoksinnya diuraikan yang menyebabkan
nekrosis pada jaringan sekitarnya. Efek toksin yang paling utama meliputi jantung dan saraf
perifer. Respons dari peradangan membentuk suatu Pseudomembran yang terdiri dari bakteri, sel
– sel epitel yang mengalami nekrotik, sel – sel fagosit, dan fibrin. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh
bakteri.

52
Gambar 1. Pseudomembran (kiri) dan bullneck (kanan ) pada pasien difteri (1)

2.3. Morfologi
Corynebacterium diphteriae termask dalam family Corynebacteriaceae dan
genus Corynebacterium. Genus Corynebacterium meliputi banyak sekali spesies,
baik yang bersifat saprofit atau yang patogen bagi tanaman, hewan, dan manusia.
C.diphtheriae merupakan satu – satunya spesies yang patogen bagi manusia. Ketiga
biotip C.diphteriae adalah gravis, mitis, dan intermedius. Nama – nama ini diberikan
berdasarkan beratnya penyakit yang ditimbulkannya (gravis = berat/parah; mitis =
lunak/ringan; intermedius = pertengahan). Kini nama-nama ini sudah tidak sesuai
lagi mengingat terdapatnya strain – strain baik yang toksik maupun yang tidak toksik
pada ketiga biotip tersebut, tetapi nama-nama ini masih tetap dipergunakan karena
penting dalam identifikasi seperti dalam morfologi koloni, morfologi sel, serta sifat
biokimiawi yang berguna dalam epidemiologi.
Corynebacteria berukuran 1,5 – 5 µm x 0,5 – 1 µm, tidak berspora, tidak
bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. Biasanya salah satu
ujungnya menggembung sehingga berbentuk gada. Didalam preparat sering tampak
membentuk susunan huruf V,L,Y, tulisan cina atau anyaman pagar (palisade). Betuk
– bentuk pleomorfik sering dijumpai terutama bila kuman dibiakkan dalam
perbenihan sub optimal. granula metakhromatik Babes-Ernst dapat dilihat dengan
perwarnaan menurut Neisser, Loeffler’s Methylene blue, Ljubinski, Albert

Corynebacterium diphtheriae
(Gram stain) : pleomorphic gram- Corynebacterium diphtheriae Corynebacterium diphtheriae (Albert's
positive rods that occur in angular (Neisser stain) : Metachromatic stain) : The barred appearance is due to53
arrangements (commonly referred granules, stained black-brown, are the presence of polyphosphate
to as Chinese letters) or palisades seen at one end or both ends of the inclusions called volutin. Note also the
(1). rods (1).• characteristic "Chinese-letter"
arrangement of cells (1)
Gambar 2. Hasil pengecatan C. difteriae (1)

2.4. PERBENIHAN
C.diphtheriae bersifat aerob dan suhu optimal untuk pertumbuhannya 34 – 37 0C
dengan lingkungan pH 7,2 – 7,8. Dapat tumbuh pada agar nutrient tetapi kurang baik,
sedang bila ditanam pada meat infusion agar dapat tumbuh dengan baik. Medium yang
biasa dipakai untuk isolasi C.diphteriae adalah :
Untuk isolasi primer dipakai Loeffler’s coagulated serum medium atau Pai’s
coagulated egg medium. Pada medium ini koloni yang terbentuk akan tampak kecil –
kecil berwarna putih keabu - abuan dan mengkilat. Loeffler medium berisi serum dan
telur yang akan menstimulasi pertumbuhan C.diphteriae dan produksi metakromatik
granule.

Gambar 3. Medium loeffler.

Sebagai medium selektif differensial dipakai medium yang mengandung garam


telurit (K-tellurite) yang biasanya berupa Blood Tellurite, Chocolate Tellurite, Modified
Tinsdale’s agar. Pada medium yang mengandung garam tellurit akan tampak gambaran
koloni yang berbeda untuk galur yang C.diphtheriae yang berbeda, garam tellurit berguna
untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh bakteri lain. Koloni yang terbentuk akan
berwarna abu-abu sampai hitam karena reduksi dari garam tellurit dan dapat dibedakan
tiga macam koloni yang khas yaitu Gravis, Mitis, Intermedius. Pada perbenihan ini tipe
mitis bersifat hemolitik, sedangkan tipe gravis dan intermedius tidak hemolitik. Spesies
yang saprofit seperti Corynebacterium xerosis dan Corynebacterium pseudodiphthericum
dapat tumbuh pada medium yang mengandung garam telurit tersebut dan menyerupai tipe

54
mitis hanya kurang hitam warnanya. Untuk membedakannya perlu dilakukan reaksi
fermentensi dan tes virulensi.

Gambar 4. Koloni C. difteriae.

2.5. TES BIOKIMIA


Tabel 1. Tes biokimia.
Organism Urease Nitrate Esculin Fermentation Lipophilic
Reduction Hydrolisis of Glycogen
C.diphthera subsp.gravis - + - + -
C.diphthera subsp.mitis - + - - -
C.diphthera subsp.Belfantii - - - - -
C.diphteria subsp. - + - - +
Intermedius
C.ulcerans + - - + -
C.pseudotuberculosis + V - - -
Keterangan : (+) : 90% Strain Spesies positive, (-) : 90% Strain Spesies Negative ; (V) ;
reaksi bervariasi

2.6. FAKTOR VIRULENSI


Faktor virulensi utama C. diphtheriae adalah toksigenisitas (kemampuan
memproduksi toksin) bakteri toxin (Diphtheria toxin; exotoxin). Produksi toksin diatur
seperangkat gen yang disebut gen tox/dtx dan diregulasi oleh gen dtxR. Gold standard
untuk pemeriksaan toksigenisitas C.diphtheriae adalah dengan metode konvensional
(Elek test, Guinea pig dan vero cell cytotoxigenicity Salah satu alternatif pemeriksaan
toksigenisitas C.diphtheriae adalah teknik PCR (Polymerase Chain Reaction..

55
2.7. PENGAMBILAN SPESIMEN
Bahan pemeriksaan berupa swab tenggorok dan swab dari nasofaring, diambil
dari tersangka penderita difteria. Keberhasilan Isolasi C.diphtheriae tergantung dari cara
pengambilan dan pengiriman specimen k laboratorium. Spesimen harus segera dikirim ke
laboratorium agar dapat ditanam secepatnya pada perbenihan khusus. jika pengiriman
specimen specimen memerlukan waktu lama, maka pengirimannya harus dilakukan
dengan perbenihan transport seperti perbenihan transport AMIES.

Gambar 5. AMIES medium transport.

2.8. Pewarnaan Neisser dan Pewarnaan Albert


Pewarnaan menurut Neisser dan Albert adalah pewarnaan untuk mengetahui adanya
granula pada bakteri Corynebacterium.. Sudah diterangkan di bab pewarnaan.

5. IDENTIFIKASI BAKTERI ANAEROB

Pengetahuan tentang infeksi oleh bakteri anaerob penting untuk diketahui. Infeksi ini sering tidak
terdeteksi sebab membutuhkan hal-hal khusus baik mengenai penanganan material klinik maupun
transport material ke laboratorium. Infeksi oleh bakteri anaerob dapat terjadi pada susunan saraf
pusat (abses otak, empyema subdural, abses epidural, meningitis), infeksi daerah kepala dan leher
(infeksi otitis media kronik, mastoiditis kronik, abses peritonsiler, infeksi odontogenik), infeksi
daerah paru, infeksi intra abdominal, infeksi traktus genitalis wanita, infeksi pada jaringan lunak,
osteomyelitis, maupun bakteremia. Manajemen pembedahan terutama dalam drainase abses dan
debridement merupakan aspek terpenting dalam terapi bakteri anaerob.
Beberapa bakteri anaerob yang sering menyebabkan infeksi di klinis adalah batang gram negatif
Bacteroides fragilis grup (B. Fragilis, B. Thetaiotaomicron, B distasonis B. Vulgaris),
Porphyromonas spp, Provotella spp, Fusobacterium spp. Kokus gram positif :
Peptostreptococcus anaerobius, Peptostreptococcus intermedius, Peptostreptococcus micros,

56
Peptostreptococcus magnus. Batang gram positif berspora: Clostridium perfringens, C difficile,
C. Botulinum, C. Tetani.
Beberapa faktor penting yang saling berhubungan dalam infeksi oleh bakteri anaerob
adalah faktor agent, misalnya besarnya inokulum serta virulensi dari organisme (kemampuan
untuk menempel pada epitel maupun invasi ke permukaan epitel, produksi enzim dan toksin ,
serta adanya kapsul polisakarida atau lipopolisakaridafaktor), faktor dari host misalnya kekebalan
yang menurun, kerusakan dari barier mukosa serta faktor lingkungan misalnya terjadinya
penurunan potensial redoks pada jaringan (destruksi,anoksia, infeksi oleh bakteri aerob, benda
asing, luka bakar, insufisiensi vaskuler).
Anaerob dibedakan menjadi Obligat anaerob (Strict obligat anaerob dimana bakteri
tidak dapat tumbuh dengan O₂ diatas 0,5 % misalnya pada Clostridium haemolyticum, C. novyi,
Treponema denticola dan Moderat obligat anaerob dimana bakteri Tidak dapat tumbuh pada
kadar O₂ diatas 8% (2%-8%) rata-rata oksigen yang dapat ditolerir 3% misalnya pada
Bacteroides fragilis, Bacteroides melaningococcus, Fusobacterium nucleatum, C. perfrigens ,
anaerob aerotoleran dimana bakteri dapat tumbuh optimal keadaan anaerob, tetapi dapat
mentoleransi oksigen dalam kadar 5%-10%, meskipun pada keadaan ini koloninya akan kecil
dan sedikit misalnya C.carnis, C. histolyticum, C.tertium , serta Fakultatif anaerob Dapat tumbuh
pada keadaan aerob maupun anaerob misalnya E.coli, S. aureus .
Pentingnya konsentrasi oksigen, konsentrasi superoksida radikal, peroksidase dan
potensial redoks untuk berbagai bakteri anaerob belum bisa dideteksi dengan tepat berapa
kadarnya tiap-tiap bakteri, beberapa penelitian bervariasi menyebut hal tersebut. Banyak dari
anaerob tidak mempunyai katalase tetapi sering anaerob mempunyai superoxide dismutase, tetapi
tidak dijumpai hubungan yang signifikan antara jumlah enzim dengan derajat aerotoleran pada
organism anaerob.
Beberapa bakteri anaerob penghasil spora yang penting sebagai penyebab infeksi di klinik adalah
genus Clostridium.

Specimen Collection dan Transport untuk Kultur Anaerob


Pengetahuan tentang specimen collection dan transport infeksi oleh bakteri anaerob penting
untuk diketahui. Infeksi ini sering tidak terdeteksi sebab membutuhkan hal-hal khusus antara lain
:
1. Spesimen yang terbaik untuk kultur anaerob diambil dari tempat infeksi, dengan teknik
steril, jauh dari tempat yang banyak bakteri sebagai flora normal ( bisa dalam bentuk aspirat,
jaringan, biopsi)

57
2. Koleksi bakteri anaerob dengan menggunkan swab sebaiknya tidak dilakukan atau di tolak.
Volume dari spesimen yang tidak memadai, pada pengambilan dengan menggunakan swab
memungkinkan bakteri anaerob tidak akan bisa terdeteksi, juga ketika swab digunakan
specimen yang terambil biasanya daerah superfisial yang banyak terkontaminasi dengan
flora normal.
3. Aspirat, biopsi, atau kerokan jaringan harus ditranspor melalui anaerob transport device
4. Hindari suhu ekstrim baik panas maupun dingin, jika keterlambatan tidak bisa dihindari,
biarkan dalam suhu kamar sampai spesimen diproses.
5. Jangan mengirim material dalam needle dan syringe, sebab dapat menyebabkan risiko
tertusuk ataupun tumpah. Kirim dalam anaerob transport vial, atau dengan steril screw-cap
tube.

Specimen untuk kultur maupun pengecatan pada infeksi oleh bakteri anaerob, sebagian
besar berupa aspirat, biopsi, atau kerokan jaringan. Dibawah ini memperlihatkan cara pembuatan
preparat pada specimen kerokan jaringan, maupun homogenisasi specimen untuk keperluan
kultur.

Gambar 1. Cara pembuatan preparat (slide) pada sediaan jaringan tipis (gambar kiri) serta tebal
(gambar kanan) (5).

Beberapa jaringan memerlukan homogenisasi untuk keperluan pengecatan maupun


kultur. Gambar dibawah ini memperlihatkan cara homogenisasi specimen.

58
Gambar 2. Cara homogenisasi specimen (5).

Dibawah ini adalah beberapa gambar medium untuk perbenihan bakteri anaerob
diantaranya cooked meat (A), dan beberapa alat untuk menghasilkan suasana anaerob antara lain
gas generating kit (B), serta anaerob kit yang lain .

A B

Spora Bakteri dan Pengecatan Scaeffer Fulton


Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam
tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal)
ataupun tepian sel. Spora merupakan tubuh bakteri yang secara metabolik mengalami
dormansi, dihasilkan pada fase lanjut dalam pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti
asalnya, yaitu sel vegetatif.
Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi.
Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan
genus Clostridium. Bacillus bersifat aerob sedangkan Clostridium bersifat anaerob.
Struktur spora yang terbentuk di dalam tubuh vegetatif bakteri disebut sebagai ‘endospora’
(endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh, secara sederhana,

59
dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan
dinding yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan. Bakteri
dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim, dengan adanya kemampuan untuk membentuk
spora.
Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan
teknik pewarnaan khusus. Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Pengamatan
spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora,
contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan adalah dengan penggunaan larutan hijau malakit
5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan
safranin 0,5% sehingga sel vegetatif ini berwarna merah, dengan demikian ada atau
tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat
diidentifikasi. Proses pewarnaan spora melibatkan pemanasan, yaitu; spora dipanaskan
bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat warna tersebut untuk
meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri, tidak
lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri.

Gambar . Struktur endospora.


 Core: sitoplasma dari spora yang didalamnya terkandung semua unsure untuk
kehidupan bakteri seperti kromosom yang komplit, komponen- komponen untuk
sintesis protein dan sebagainya.
 Cortex: lapisan yang paling tebal dari spora envelope, terdiri dari lapisan peptidoglikan
tapi dalam bentuk yang istimewa.
 Dinding spora: lapisan paling dalam dari spora, terdiri dari peptidoglikan dan akan
menjadi dinding sel bila spora kembali dalam bentuk vegetatif
 Eksosporium: lipoprotein membrane yang terdapat dari luar.

60
 Coat: terdiri dari zat semacam keratin, dan keratin inilah yang menyebabkan spora
relatif tahan terhadap pengaruh luar.
Proses pembentukan spora disebut sprorulasi, pada umumnya proses ini mudah
terjadi saat kondisi medium biakan bakteri telah memburuk. Proses pembentukan spora
di dalam sel vegetatif bakteri, terjadi dalam beberapa tahapan, secara singkat bagan
proses pembentukan spora bakteri di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Terjadi kondensasi DNA pada bakteri yang akan membentuk spora
 Terjadi pembalikan membran sitoplasma, sehingga, lapisan luar membran kini
menjadi lapisan dalam membran (calon) spora.
 Pembentukan korteks primordial (calon korteks)
 Pembentukan korteks
 Spora terlepas dan menjadi spora yang bebas, pada tahap ini,jika spora mendapatkan
lingkungan yang kondusif, maka ia bisa tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru.
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-
tahun bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang normal.
Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70 0C, namun spora tetap hidup,
spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan selama 1 jam lebih,
selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap menjadi spora,
sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi
satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan spora fiksasi, smear terlalu
tebal, waktu pengecatan tidak tepat, konsentrasi reaagen, umur bakteri, nutrisi.

Pengecatan Scaeffer Fulton


Pengecatan Scaeffer Fulton adalah pengecatan khusus untuk spora. (sudah dibahas di bab
pewarnaan)

61
DAFTAR PUSTAKA

1. Miller. A Guide to Specimen Management in Clinical Microbiology: ASM Press; 2000.


2. Mandell GL, Bennet JE, Dolin R, editors. Mandell, Douglas, and Benetts. Principle and Practice of
Infectious Disease. 3 ed: Churchill Livingstone; 2000.
3. Goering RV, Dockrell HM, Roitt IM, Zuckerman M, Wakelin D, Mims C, et al., editors. Mim's
medical Microbiology. 4 ed: Mosby Elsevier; 2008.
4. Koneman E, Allen S, Dowell V, Janda W, Sommers H, Winn W, editors. Diagnostic Microbiology.
3 ed: Lippincott; 2007.
5. Gracia LS, Isenberg HD, editors. Clinical Microbiology Procedure Handbook. 3 ed. Washington DC:
ASM; 2007.
6. Murray PR, Baron EJ, Jogensen JH, Landry ML, Pfaller MA, editors. Manual of Clinical
Microbiology. 9 ed. hington DCWas: ASM; 2007.
7. -. 2014; Available from: www.microbiologyinpictures.com.
8. Forbes, B.A., et al. 1998. Bailey and Scott's Diagnostic Microbiology, 10th ed. C.V. Mosby
Company, St. Louis MO.
9. August, M.J., et al. 1990. Cumitech 3A; Quality Control and Quality Assurance Practices in Clinical
Microbiology, Coordinating ed., A.S. Weissfeld. American Society for Microbiology, Washington,
D.C.
10. Isenberg, H.D. Clinical Microbiology Procedures Handbook, Vol. III. American Society for
Microbiology, Washington, D.C.
11. Miller, J. Michael, 1996, A guide to Specimen Management in Clinical Microbiology, ASM Press
12. Konsensus Prosedur Laboratorium Mikrobiologi Klinik. Hasil Lokakarya Nasional I Mikrobiologi
Klinik 2005.
13. Gracia LS, Isenberg HD, editors. Clinical Microbiology Procedure Handbook. 3 ed. Washington DC:
ASM; 2007.
14. Baron EJ, Peterson LR, Finegold SM, editors. Bailey & Scott’s.Diagnostic Microbiology. Baltimore:
Mosby; 2000.
15. -, editor. POTENSI GEN dtx DAN dtxR SEBAGAI MARKER UNTUK DETEKSI DAN
PEMERIKSAAN TOKSIGENISITAS Corynebacterium diphtheriae2013.
16. Miller. A Guide to Specimen Management in Clinical Microbiology: ASM Press; 2000.

62

Anda mungkin juga menyukai