Disusun:
Anita Bungin Tanduk (PO714203222005)
Sri Anjeli Limbong (PO714203222031)
Sri Indah Ayu Lestari (PO714203222032)
Haeratun Nisa (PO714203211014)
Putri Ayu Lestari Mujib (PO714203211027)
Siti Aisyah (PO714203211031)
Wafiq Azizah (PO714203211034)
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah biologi molekular pertama kali dikemukakan oleh William Astbury
pada tahun 1945. Pengertian biologi molekular pada saat ini merupakan ilmu
yangmempelajari fungsi dan organisasi jasad hidup (organisme) ditinjau dari
strukturdan regulasi molekular unsur atau komponen penyusunnya (Yuwono,
2007).
Biologi molekular sebenarnya merupakan disiplin ilmu yang
perkembangannya tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu-ilmu
lain.Bidang-bidang ilmu seperti biologi sel, genetika, biokimia, kimia organik, dan
biofisika merupakan ilmu-ilmu yang secara langsung mempengaruhi perumusan
biologi molekular sebagai sebuah disiplin ilmu yang akhirnya berkembang
secaramandiri.
Biologi Molekuler juga merupakan cabang ilmu pengetahuan
yangmempelajari hubungan antara struktur dan fungsi molekul-molekul hayati
sertakontribusi hubungan tersebut terhadap pelaksanaan dan pengendalian
berbagai proses biokimia. Secara lebih ringkas dapat dikatakan bahwa Biologi
Molekulermempelajari dasar-dasar molekuler setiap fenomena hayati. Oleh
karena itu,materi kajian utama di dalam ilmu ini adalah makromolekul hayati,
khususnyaasam nukleat, serta proses pemeliharaan, transmisi, dan ekspresi
informasi hayatiyang meliputi replikasi, transkripsi, dan translasi.
Mahluk hidup yang menjadi objek dalam biologi molekular meliputi
duakelompok besar yaitu : organisme selular, dan organisme nonselular
B. Rumusan Masalah
1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan Biologi molekuler ?
2. Apa saja faktor teknis pada tahapan pra-analitik, analitik dan pasca-analitik ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan
Biologi molekuler.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor teknis pada tahapan pra-analitik, analitik dan
pasca-analitik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pemeriksaan PCR
Keberhasilan PCR sangat ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya:
a) Deoksiribonukleotida triphosphat (dNTP)
Larutan stok dNTP yang akan digunakan dalam PCR sebaiknya
dinetralkan menjadi pH 7,0. Untuk menentukan konsentrasinya
sebaiknya digunakan spektroskopi. Larutan tersebut kemudian perlu
dituang dalam volume kecil (aliquot) dengan konsentrasi 1 mM dan
disimpan pada suhu -20oC. Konsentrasi masing-masing dNTP yang
2
diperlukan dalam PCR berkisar antara 20-200 µM dan keempat dNTP
yang digunakan sebaiknya mempunyai konsentrasi yang sama untuk
memperkecil kemungkinan kesalahan penggabungan nukleotida selama
proses polimerisasi. Sebagai patokan, konsentrasi masing-masing dNTP
sebesar 20 µM dalam 100µL secara teoritis cukup untuk mensintesis 2,6
µg atau 10 pmol DNA yang mempunyai panjang 400 bp (Gelfand dan
White, 1990 dalam Yuwono, 2006).
b) Oligonukleotida primer
Sekuen oligonukleotida primer sebaiknya dicek apakah mempunyai
kemungkinan membentuk hibrid antara primer yang satu dengan primer
yang lainnya. Di samping itu, jika memungkinkan sebaiknya dihindari pula
rancangan (design) primer yang mempunyai nukleotida C atau G secara
berurutan tiga atau lebih pada ujung 3’ karena hal ini dapat menyebabkan
kesalahan peng-awal-an (mispriming) terutama pada daerah-daerah
yang kaya akan sekuen G + C (Gelfand dan White, 1990 dalam Yuwono,
2006). Primer-primer yang digunakan (primer sense dan primer
antisense) sebaiknya mempunyai nilai Tm (melting temperature) yang
serupa. Tm adalah suhu pada saat setengah dari molekul DNA
mengalami denaturasi. Urutan oligonukleotida primer dapat berupa
urutan yang dapat dihibridisasi secara spesifik dengan suatu molekul
cetakan DNA atau dapat bersifat “universal”. Primer universal adalah
suatu primer yang komplementer dengan suatu sekuen nukleotida yang
umum terdapat dalam banyak molekul DNA sehingga dapat berhibridisasi
dengan bermacam-macam cetakan DNA. Sebagai contoh, gen yang
mengkode RNA ribosom pada bakteri mengandung suatu urutan
nukleotida yang terdapat pada semua bakteri. Dengan demikian gen
universal dapat dirancang sehingga dapat bersifat komplementer dengan
sekuen tersebut. Di dalam sel hewan terdapat urutan nukleotida yang
dikenal sebagai gen alu. Pada genom manusia terdapat sekitar 900.000
gen alu. Gen alu tersebut dapat digunakan untuk merancang primer
universal yang dapat diterapkan untuk bermacam-macam sel.
c) Cetakan DNA
Cetakan DNA yang digunakan sebaiknya berkisar antara 105-106
molekul. Pada waktu suhu inkubasi PCR mencapai 95oC, yang
dimaksudkan untuk mendenaturasi DNA, sudah cukup untuk merusak sel
yang memungkinkan oligonukleotida primer menempel pada cetakan
DNA yang ada di dalam sel. DNA yang digunakan sebagai cetakan dapat
berupa rantai tunggal maupun rantai ganda. Efisiensi amplifikasi
biasanya lebih tinggi jika menggunakan DNA yang sudah dilinierkan
dengan suatu enzim restriksi tertentu daripada kalau menggunakan
molekul DNA dalam bentuk sirkular (Sambrook et al., 1989).
d) Komposisi larutan buffer
Bufer yang dianjurkan untuk melakukan PCR adalah 10-50 mM Tris-
HCl, pH 8,3-8,8 (pada suhu 20oC). Untuk membantu proses penempelan
primer (primer annealing), dapat juga ditambahkan KCl sampai
konsentrasi 50 mM. Di atas konsentrasi ini, KCl justru akan menghambat
3
aktivitas Taq DNA polymerase. Di samping itu, perlu juga ditambahkan
1,5 mM MgCl2. Komponen lain yang perlu ditambahkan adalah gelatin
atau BSA (Bovine serum albumin) sebanyak 0,1% (berat/ volume) dan
deterjen non ionic seperti misalnya Tween 20 sebanyak 0,05-0,1% untuk
mempertahankan kestabilan enzim Taq DNA polimerase.
e) Jumlah siklus reaksi
Pada umumnya PCR dilakukan dengan mengulangi siklus reaksi
pelipatgandaan sebanyak 20-30 siklus. Siklus yang terlalu banyak justru
akan meningkatkan konsentrasi produk yang tidak spesifik, sedangkan
siklus yang terlalu sedikit akan mengurangi kuantitas produk yang
diharapkan.
f) Enzim yang digunakan
Secara umum semua konsentrasi enzim yang dianjurkan untuk
melakukan PCR adalah 2,5 unit/ reaksi. Seringkali penggunaan 1 unit
enzim Taq DNA polymerase sudah optimum untuk melakukan PCR
dengan jumlah siklus reaksi 20-25 kali. Untuk siklus yang lebih banyak,
maka sebaiknya digunakan unit yang lebih besar pula, tetapi sebaiknya
tidak melebihi 2,5 unit karena konsentrasi enzim yang terlalu tinggi akan
menurunkan spesifisitasnya.
g) Pemisahan ruangan pada proses PCR
Sebaiknya tempat untuk melakukan PCR dipisahkan dari tempat
untuk melakukan manipulasi genetik yang lain. Pekerjaan manipulasi
4
tersebut kalau sudah terkotori oleh komponen atau reagensia yang
digunakan dalam PCR maupun kotoran lain. Hal ini dimaksudkan untuk
memperkecil kemungkinan kontaminasi silang antar sampel. Usahakan untuk
membuka maupun menutup tabung reagensia dengan hati-hati sehingga
tidak ada cipratan komponen reaksi, baik pada tangan maupun peralatan
yang lain.
4. Penggunaan Kontrol
Untuk mengecek ada tidaknya kontaminan di dalam komponen reaksi
yang digunakan, sebaiknya manfaatkanlah kontrol. Caranya adalah dengan
mencampurkan komponen-komponen reaksi seperti biasa, tetapi tidak
ditambahkan DNA cetakan, kemudian dilakukan inkubasi seperti biasa.
Selain itu, dapat juga digunakan kontrol yang lain yaitu suatu fragmen DNA
yang secara teoritis bukan merupakan DNA cetakan yang diinginkan. DNA
tersebut digunakan untuk menggantikan DNA cetakan dalam reaksi kontrol
(negatif). Di samping itu diperlukan juga control positif.
5. Sumber Kontaminasi yang Lain
Beberapa faktor lain yang juga merupakan sumber kontaminasi, antara
lain:
• DNA Plasmid atau phage yang mengandung sekuen target yang akan
diamplifikasi.
• Fragmen DNA restriksi yang telah dipurifikasi dan akan digunakan
sebagai sekuen target. Jika fragmen restriksi tersebut diisolasi dari gel
agarosa maka sebaiknya alat elektroforesis yang akan digunakan untuk
memisahkan fragmen tersebut direndam dulu di dalam larutan HCl 1N.
Sebaiknya digunakan pisau yang masih baru untuk memotong fragmen
dari gel. Pada waktu memotong fragmen DNA dari gel, letakkan gel
tersebut di atas plastik sehingga gel tesebut tidak langsung menempel
pada transiluminator UV yang digunakan untuk mengetahui letak fragmen
DNA.
• Mesin sentrifugasi
• Campuran es kering-etanol yang digunakan untuk mengendapkan DNA.
5
• Petugas laboratorium yang tidak mengikuti alur kerja yang standar.
b) Preparasi reagen
• Kesalahan pipetting, pipet yang tdk terkalibrasi, penggunaan tip non
disposable dan kontaminasi dari pipet dan reagen selama proses
preparasi reagen
• Penyimpanan dan penanganan reagen yang tidak sesuai prosedur
(adanya pengaruh faktor fisik seperti: suhu) yang menyebabkan
kontaminasi ataupun kerusakan reagen (penyimpanan reagen dalam
beberapa aliquot dapat meminimalisir kontaminasi)
• Penggunaan APD yang tidak standar serta pengerjaan preparasi reagen
di ruangan yang tidak sesuai standar (dapat menyebabkan kontaminasi
pada reagen) Tidak menggunakan nuclease free water
• Reagen tidak dipreparasi didalam laboratorium BSL-2 atau BSL-3 (sesuai
dengan kebutuhan)
c) Proses pengerjaan
• Kontaminasi saling silang dari tube lainnya
• Kontaminasi yang berasal dari template atau amplikon pada permukaan
area/alat kerja laboratorium
• Adanya aerosol yang berasal dari pemipetan, tabung yang pecah atau
bocor
• Pembersihan/dekontaminasi area kerja yang tidak sempurna
• Petugas laboratorium yang tidak mengikuti alur kerja yang standar.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Biologi molekuler adalah cabang dari biologi yang berhubungan
dengansifat fenomena biologis pada tingkat molekuler melalui studi DNA dan
RNA, protein, dan makromolekul lain yang terlibat dalam informasi genetik dan
fungsisel. Ini tumpang tindih dengan daerah lain bidang biologi dan kimia,
terutama genetika dan biokimia. Biologi molekular terutama kekhawatiran sendiri
dengan pemahaman dan interaksi antara berbagai sistem sel, termasuk interaksi
antara berbagai jenis DNA, RNA dan biosintesis protein serta belajar bagaimana
interaksi tersebut diatur
B. Saran
Kami menyadari akan kekurangan dalam makalah ini, maka pembaca
dapat menggali kembali sumber-sumber lainnya, untuk menyempurnakannya.
Jadi kami harapkan kritik yang membangun dari anda sekalian, untuk kami lebih
bisa baik dan sempurna lagi dalam pembuatan makalah ini selanjutnya.
7
DAFTAR PUSTAKA
Walker, J.M., 1994, Methods in Molecular Biology : Basic Protein and Peptida
Protocols, Humana Press, New Jersey.