Anda di halaman 1dari 29

MIKOLOGI

“IDENTIFIKASI JAMUR UDARA”

Oleh Kelompok 4

1. I PUTU SINDHUNATA UPADHANA P07134018058

2. GUSTIAYUDITHACANDRADEWI P07134018 059

3. IDA AYUTRIMAYONI P07134018 072

4. DHANIACHMADOKTOVIANTO P07134018 095

5. NI PUTU RIA LILIA SARI P07134018 098

6. KOMANGSISILIA P07134018 100

7. DESAK MADE DWI PITRIAWATI P07134018 105

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Flora mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah
suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan
partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung mikroorganisme.
Mikroorganisme diudara dapat ditemukan pada udara diluar ruangan maupun
udara di dalam ruangan, salah satunya ruangan rumah sakit yang bisa
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial (Freeman, 2013)
Pada umumnya, fungi atau jamur (cendawan) tumbuh dengan baik di
tempat lembab. Tetapi jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sehingga jamur dapat ditemukan di semua tempat di seluruh dunia
termasuk di gurun pasir yang panas. Orang dengan pertahanan tubuh yang lemah
biasanya rentan terhadap jamur yang ada dimana-mana, penyakit yang disebabkan
oleh jamur disebut dengan mikosis sedangkan orang yang sehat biasanya resisten
(Gandahusada et al., 1998). Jumlah spesies jamur yang sudah diketahui sampai
saat ini kurang lebih 69.000 dari perkiraan 1.500.000 spesies yang ada di dunia
dan di Indonesia kurang lebih 200.000 spesies. Jamur termasuk fungi sebenarnya
(true fungi) dibedakan menjadi Chytromycota, Zygomicota, Ascomicota, dan
Basidomicot.(Freeman, 2013)
Menurut penelitian dilakukan di Polandia, telah terbukti bahwa terjadi
peningkatan konsentrasi mikotoksin Aspergillus sp dan Penicillium sp di udara
bangunan dengan minim ventilasi atau rusak dan sistem pendingin udara yang
tidak efektif Mikotoksin adalah zat beracun yang dihasilkan oleh jamur yang
mampu menyebabkan penyakit dan kematian di manusia dan hewan. Penelitian ini
untuk mengidentifikasi jamur Aspergillus sp pada filter Air Conditioner (AC)
yang menyebabkan infeksi nosokomial, kondisi dimana semakin tebal kandungan
debu, jamur Aspergillus sp semakin memungkinkan jamur untuk berkembang
biak, hal ini dikarenakan keadaan debu yang menempel menimbulkan kelembapan
yang tinggi sehingga sesuai dengan lingkungan hidup jamur (Kedokteran &
Andalas, 2003)
Penelitian lain dilakukan di Amerika Serikat untuk mengungkapkan
statistik infeksi yang disebabkan oleh Aspergillus sp, yang dikenal sebagai
aspergillosis ini juga telah dikonfirmasi bahwa ada peningkatan jumlah
aspergillosis terkait rawat inap di Rumah Sakit. Di ruang rawat inap infeksi
nosokomial lebih sering terjadi. Secara universal di seluruh dunia 5-10% pasien
memperoleh infeksi nosokomial (Kedokteran & Andalas, 2003)
Rawat inap hari rata-rata pasien dengan aspergilosis lebih panjang dan
biaya yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa aspergillosis.
Namun minimnya data yang disediakan bagi negara-negara Asia seperti Indonesia
dan Malaysia maka studi harus dilakukan di negara-negara Asia untuk mengetahui
prevalensi infeksi patogen disebabkan oleh jamur. Dengan memahami lebih dalam
tentang jamur patogen, kita bisa mencegah Infeksi melalui kesadaran masyarakat
untuk berbagai program kesehatan masyarakat untuk menjamin kehidupan yang
lebih sehat dan lebih baik dimasa depan bagi masyarakat (Kedokteran & Andalas,
2003)
Infeksi nosokomial dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh
Semmelweis dan sekarang tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian
Infeksi adalah terdapatnya organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik Nosokomial berasal dari
bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit sedangkan komeo yang
artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat atau rumah sakit.
Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit
dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan yang terjadi dalam waktu 48-72 jam setelah masuk rumah sakit
(Kedokteran & Andalas, 2003)
Infeksi ini tidak hanya ditemukan di Indonesia akan tetapi dapat ditemukan
diseluruh dunia dan mempengaruhi baik negara maju, negara berkembang
maupun negara miskin yang merupakan kontributor penting pada morbiditas dan
mortalitas (Kedokteran & Andalas, 2003)
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan sediaan jamu dengan pewarnaan LCB yang
baik?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi jenis jamur udara dengan pemgamatan
secara mikroskopik?
3. Apa saja bagian-bagian dari jamur udara dengan pengamatan secara
mikroskopik?
4. Bagaimana cara membedakan antara jamur udara dan jamur makan secara
mikroskopik dan makroskopik?
5. Bagaimana kerugian yang disebabkan oleh jamur udara?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami cara pembuatn sedian jamur udara
dengan pewarnaan LCB yang baik
2. Untuk dapat mengidentifikasi jenis jamur dengan pengamatan secara
mikroskopik
3. Untuk mengetahui bagian-bagian dari jamur dengan pengamatan
mikroskopik
4. Untuk mengetahui perbedaan jamur udara dengan jamur makanan
5. Untuk mengethaui kerugian yang disebabkan oleh jamur udar

1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Memperluas pengetahuan mahasiswa khususnya mengenai jamur
udara
b. Menjadi referensi dibidang keilmuan khususnya Mikologi dalam
hal identifikasi jamur udara
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, laporan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis
dan masyarakat.
a. Bagi mahasiswa
Laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
keterampilan mahasiswa dalam melakukan identifikasi jamur udara

b. Bagi penulis lain


Laporan ini diharapkan dapat menjadi referensi atau rujukan bagi
penulis lain untuk pembuatan laporan lebih lanjut terkait dengan
permasalahan yang ada dalam kegiatan praktikum.
c. Bagi institusi pendidikan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan
pengetahuan ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Dasar Teori
Udara merupakan sumber kehidupanbagisemua mahkluk hidup.
Semuatumbuhan, binatang, dan manusia di bumimemerlukan udara
untukbertahanhidup.Udara tidak dapat dilihatataudiciumkecuali kalau udara
berbaurdenganbahan-bahanlainnya. Udara yang mengelilingialam semesta adalah
campuran gas.Oksigen dan nitrogen merupakan bagianyang terbesar.
Karbondioksida dan gas-gasyang lain jumlahnya lebih sedikit.Udara juga
mengandung uap air(Charman, 2003). Di dalam udara selainoksigenterdapat
unsur-unsur lain, yaitu karbonmonoksida, jamur, virus, dan sebagainya.Unsur-
unsur tersebut jika masih beradadalam batas-batas tertentu masih bisadinetralisasi,
tetapi jika sudah melampauiambang batas maka proses netralisasi akanterganggu.
Peningkatan konsentrasi zat-zatdi dalam udara tersebut dapat disebabkanoleh
aktivitas manusia (Charman, 2003).

Salah satu parameter yang menentukan kualitas udara dalam ruangan


adalah faktor biologis, terutama keberadaan mikroorganisme. Kualitas udara yang
baik adalah tidak ditemukan adanya mikroorganisme patogen seperti bakteri
maupun jamur (0 CFU/m3) di udara dalam ruangan (Sedyaningsih, 2011). Jamur
paling banyak mengkontaminasi ruangan dan dapat menyebabkan penyakit
dengan gejala Sick Building Syndrome (SBS) karena jumlahnya dapat mencapai
puluhan hingga ribuan di dalam ruangan (Ahearn et al.,2008; Heseltine & Rosen,
2009). Beberapa bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS seperti alergi
kulit dan pernafasan, iritasi mata, hidung, danlapisan lendir yang kering, kelelahan
mental, sakit kepala, ISPA, asma, batuk, flu, dan bersin, serta reaksi
hipersensitivitas lainnya (Heseltine & Rosen, 2009; Sedyaningsih, 2011).

Mikroorganisme adalah organismemikroskopis yang mempunyai


ukuranyang sangat kecil seperti bakteri, jamur,virus, dan lain- lain.
Merekamerupakan organisme yang palingbanyak dan berlimpah di bumi yaitu
diair, tanah, danudara. Udara yang sehat menurut PeraturanMenteri Kesehatan
NOMOR 1077/MENKES / PR/ V / 2011menyebutkan bahwa kadar
maksimaluntukjamur adalah 0 CFU/m3(Kemenkes, 2011).

Jamur dapat ditemukan di semua tempat yang terdapat bahan organik dan
mudah terbawa masuk ke dalam ruangan melalui hembusan angin karena
memiliki banyak spora serta dapat terbawa oleh debu pakaian maupun material
lain yang dibawa ke dalam ruangan, atau dibawa oleh serangga maupun hewan
lain dari luar ruangan (Heseltine & Rosen, 2009). Jamur udara berpotensi dapat
masuk ke ruang alveoli paru-paru dan mampu hidup di dalam tubuh manusia
hingga suhu 37⁰C. Salah satu jamur yang telah diketahui dapat menyebabkan
masalah bagi kekebalan tubuh manusia adalah strain anggota genus Aspergillus
(Castellano et al., 2003), terutama dapat menyebabkan penyakit aspergillosis
seperti bronchopulmonary aspergillosis, penyakit saluran pernafasan karena
penderita menghirup udara yang terkontaminasi oleh jamurtersebut, serta jenis
penyakit aspergillosis lainnya seperti gangguan selaput mata, tremorgenic, dan
penyakit kulit (Hong et al., 2005; Frisvardet al., 2009).

Jamur atau Fungi adalah kelompokorganisme eukariotik dan tidak


bergerak.Jamur juga merupakan kelompokorganisme heterotrof yang
mencakupkapang mikroskopik, ragi, jamur multisel,dan cendawan. Cara jamur
berkembangbiak melalui spora, spora memiliki ukuranyang sangat kecil sehingga
dapatmenyebar melalui udara dengan mudah(Apriliawati, 2009).

Jamur yang terdapat di udara adalahdalam bentuk spora. Spora jamurmerupakan


alat reproduksi, baik seksualmaupun aseksual. Spora jamur kontaminan tersebar
dimana -mana,termasuk diantaranya bisa masuk kedalam tubuh manusia melalui
kontaklangsung, inhalasi, trauma, melaluipencernaan makanan dan lain-lain.
Selainitu, jamur kontaminan ini sering menjadimasalah tersendiri dalam
pekerjaanlaboratorium (Apriliawati, 2009).

Makhluk ini disebut jasad renik ataumikroorganisme, terdapat dimana-


mana.Diantaranya ada yang bermanfaat bagikehidupan manusia, tetapi tetap
banyakpula yang merugikan hingga dapatmenyebabkan penyakit (Turangan
dkk,2009).
Jamur memiliki kemampuan untukmenginfeksi hospes yang rentan,
banyakjamur seringkali menjadi penyebab infeksinosokomial dan infeksi
padalaboratorium. Terutama pada yangmempunyai gangguan kekebalan
sepertiAspergillus sp.,Candida sp., Mucor sp.,Cryptococcusneofarmans, penyakit
padaNocardia asteroides(Garcia dkk, 1996).

Jamur dapat membahayakan kesehatan manusia dengan penyebaran spora


di udara dan terhirup melalui proses inhalasi. Beberapa jenis jamur dapat bersifat
patogen dan menimbulkan efek toksik pada manusia dan vertebrata lainnya
(Robbins, et al., 2000). Paparan material berjamur yang berulang sampai kuantitas
tertentu dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan atau alergi pada beberapa
individu (Bush, et al., 2006).

Kelembaban pada substrat termasuk di udara adalah merupakan salah satu


faktor utama dalam pertumbuhan jamur. Pada umumnya, sebagian besar jamur
dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang lembab. Selain itu, air juga menjadi
faktor penting lainnya. Air membantu proses difusi dan pencernaan. Selain itu, air
juga mempengaruhi substrat pH dan osmolaritas dan merupakan sumber dari
hidrogen dan oksigen, yang dibutuhkan selama proses metabolisme. Pertumbuhan
suatu jamur ditentukan oleh water activity (aw), yaitu kandungan air dari suatu
substrat.

Suhu di dalam ruangan dalam rentang 18 – 24 oC adalah suhu optimal


bagi pertumbuhan kebanyakan jamur, meskipun beberapa jenis jamur dapat hidup
juga di rentang suhu yang luas. Sedikit jamur yang mempunyai temperatur
optimal diatas 30 oC yaitu Aspergillus fumigatus. Jamur di dalam lingkungan
tidak tumbuh jika suhu di atas 30 oC. Spora jamur lebih tahan panas daripada
miselia (mycelia) dan pada umumnya bertahan lebih lama pada suhu yang lebih
luas rentangnya. (Gutarowska&Piotrowska, 2007)

Jamur udara dapat menyebabkanpenyakit pada manusia melalui salah


satucara dari empat cara berikut:

1. Reaksi alergi karena terpapar oleh spora atau selvegetatif jamur yaitu demam,
asma, atauparu-paru,
2. KeracunanAkibat racun yang diproduksifungidimonalaflatoksin
dapatmengakibatkan kanker hati,
3. Mycoses,yaitu infeksi jamur dalam tubuh sepertihistoplasmosis, candidiasis,
superfisialmycoses (rambut, kulit, kuku),intermediate mycoses (saluran
nafas,jaringan bawah kulit), systemic mycoses(jaringan organ dalam); atau
fungimerusak persediaan makanan sehinggamenyebabkan kelaparan (Pelezar,
1986).

Faktor-faktor yang berhubungandengan tumbuhnya jamur udara di


suaturuangan adalah suhu dan kelembaban.Menurut Penelitian Amelia (2014)
jamurumumnya tumbuh pada suhu 20-35oC.Menurut PERMENKES, kelembaban
yangtepat untuk suatu ruangan adalah 40-60%(Amelia,2014; Kemenkes,2011).

Fitria et al. (2008), kondisi ruang baca yang jarang dibersihkan dan
ventilasi kurang baik akan membuat terkonsentrasinya debu di dalam ruangan.
Debu tersebut menjadi substrat bagi mikroorganisme, terutama jamur yang
memperoleh nutrien dari debu tersebut sehingga mudah terbawa bersama debu
dan udara di dalam ruangan.

Menurut Penelitian Merlin (2002) diRuang rawat inap gedung A Rumah


SakitUmum Pusat Nasiona l DR.Ciptomangunkusumo menyebutkankelembaban
memiliki pengaruh yanglebihkuat daripada suhu dan jumlah orangterhadap jamur
di udara. Kelembaban,jumlah orang, dan suhu memilikihubungan dengan
konsentrasi jamur diudara ruang rawat inap.Penelitian Yuni (2000) di
RuanganAnjungan Tunai Mandiri (ATM)menyebutkan bahwa ruang ATM
yangdilengkapi dengan Air Conditioner (AC)memungkinkan banyaknya spora
jamur.Jamur yang ditemukan pada medium SDAadalah sebanyak 7 jenis jamur
diantaranyaPenicillium camemberti, Penicilliumglabrum, Aspergillustamari,
Aspergillusniger, Fusariumsporochoides,Trichodermaviridedan
Mucorrecemosus.

Penelitian Izzah (2015)menyebutkan bahwa factor fisiksuhu,kelembaban


udara, intensitas cahaya danjumlah orang berpengaruh terhadapkonsentrasi jamur
sebanyak 21,3%. Tidakada perbedaan konsentrasi yang signifikanpada ruang
tunggu Puskesmas Perawatandan Non-Perawatan Ciputat. Konsentrasijamur udara
pada ruang tungguPuskesmas Perawatan sebesar 432CFU/m3 sedangkan pada
ruang tungguPuskesmas Non- Perawatan sebesar 495CFU/m3.Menurut Penelitian
Pudjadi dkk(2015) disalah satu pusat perbelanjaan diJakarta Selatan menyebutkan
bahwakonsentrasi jamur udara lebih tinggi padagedung parkir dibandingkan
dengan arenabermain dan food court di dalam Blok MSquare. Beberapa faktor
seperti suhu,kelembaban, dan intensitas cahaya sangatberpengaruh terhadap
konsentrasi jamurdigedung parkir, arena bermain anak, danfoodcourtBlok M
Square.

Penelitian Lisyastuti (2010)menyebutkan bahwa jumlah


kolonimikroorganisme dalam udara di B2TKSyang melebihi ambang batas adalah
ruang8 (990 CFU/m3), ruang 10(858CFU/m3), ruang 13 (924 CFU/m 3),dan ruang
16 (792 CFU/m3). Spesies/genus jamur ditemukan pada seluruhruangan dengan
sebagian besar adalahPenicillium sp., Aspergillus sp., danFusarium sp.
BAB III
METODE

3.1 Waktu Dan Tempat


1. Hari / tanggal :Kamis, 13 Februari 2020
Tempat :Laboratorium Imunnoserology jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Denpasar
Kegiatan :Penanaman jamur udara pada udara yang berada didalam
ruang Mikroskop

2. Hari / tanggal : Jumat, 14 Februari 2020


Tempat :Laboratorium Bakteriologi jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Denpasar

Kegiatan : Mengamati jamur udara yang tumbuh pada media MHA


(Mueller Hinton Agar)

3. Hari / tanggal : Sabtu, 15 Februari 2020


Tempat : Laboratorium Bakteriologi jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Denpasar
Kegiatan :Mengamati jamur udara yang tumbuh pada media MHA
Mueller Hinton Agar)

4. Hari / tanggal : Minggu, 16 Februari 2020


Tempat : Laboratorium Bakteriologi jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Denpasar
Kegiatan : Mengamati jamur udara yang tumbuh pada media MHA
(Mueller Hinton Agar)

5. Hari / tanggal : Senin, 17 Februari 2020


Tempat : Laboratorium Bakteriologi jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Denpasar
Kegiatan : Mengamati jamur udara yang tumbuh pada media MHA
3.2 Alat Dan Bahan

NO ALAT BAHAN
1. Ose Biakan jamur udara
2. Api bunsen Media MHA (Mueller Hinton Agar)
3. Pipet tetes LCB (Lactofenol Cotton Blue)
4. Object glass Tissue lensa
5. Cover glass Alcohol 70%
6. Mokroskop
7. Pinset
8. Petri disch

3.3 Prosedur Kerja


a. Pembuatan media MHA (Mueller Hinton Agar)
1. Ditimbang sebanyak 13,3 gram Media MHA (Mueller Hinton Agar)
denagan menggunakan neraca analitik
2. Ditambahkan glukosa yang sudah ditimbang sebanyak 7 gram
kemudian dicampur dengan aquadest sebanyak 350 ml
3. Disterilisasi pada autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit
4. Dihangatkan kemudian media ditambahkan 0,175 gram Ab

b. Pengambilan Jamur Udara pada ruang mikroskop


1. Diletakan Media MHA (Mueller Hinton Agar) didalam lemari tempat
penyimpanan mikrokop kemudian didiamkan selama 30 menit.
2. Diambil Media MHA (Mueller Hinton Agar) setelah 30 menit
didiamkan kemudian ditutup.
3. Didiamkan didalam suhu ruang
4. Diamati jamur yang tumbu pada Media MHA (Mueller Hinton Agar),
jika belum tumbuh inkubasi kembali media kemudian diamati sampai
terlihat adanya pertumbuhan jamur pada media selama beberapa hari
c. Pewarnaan dan pengamatan pada jamur
1. Diamati jamur yang tumbuh secara makroskopis misalya; bentuk,
tekstur, warna, tetesan eksudat, garis radial dan lingkaran konsentris.
2. Setelah diamati secara makroskopis, jamur yang tumbuh divarnai
dengan menggunakan larutan LCB (Lactophenol Cotton Blue).
3. Disiapkan objek glass dan cover glass dalam keadaan bersih dan kering
4. Diteteskan 1-2 tetes larutan LCB (Lactophenol Cotton Blue) diatas
objek glass kemudian diambil jamur yang tumbuh pada media MHA
dengan menggunakan pinset.
5. Dihomogenkan dengan menggunakan lidi sampai jamur dan larutan
LCB tercampur merata.
6. Ditutup menggunakan cover glass, usahakan pada saat menutup tidak
terbentuk gelembung udara pada preparat dengan cara menekan-nekan
atau menggeser-geser sedikit cover glass
7. Diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10x dan 40x
8. Dicatat hasil pengamatan kemudian mikroskop dibersihkan dengan
menggunakan tissue lensa dan alcohol 70%
9. Disimpan pada lemari yang datar dan diberi pecahayaan yag cukup.
BAB IV
HASIL&PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Penanaman
sampel Pada
media
pertumbuhan
jamur, sampel
diambil pada
tempat
penyimpanan
mikroskop,
diletakkan
selama 15
menit, lalu
ditutup kembali.
Hari ke- 1
Pada hari
pertama
pengamatan,
tidak
ditemukannya
pertumbuhan
pada media.
Hari ke- 2
Pada hari kedua
didapatkan satu
jamur yang
tumbuh pada
media.

Hari ke- 3
Pada hari ketiga
ditemukannya 1
jamur lagi yang
tumbuh pada
media, jamur
tersebut lebih
kecil daripada
jamur
sebelumnya,
Hari ke- 4
Pada hari
terakhir kedua
jamur tersebut
ukurannya lebih
besar daripada
sebelumnya,
dapat
disimpulkan
bahwa jamur
tersebut
bewarna putih,
tekstur wooly,
terdapat garis
radial, tidak
terdapat tetesan
eksudat, dan
berbentuk
umbonate.
Pada
pemeriksaan
mikroskopis
dapat
disimpulkan
jamur tersebut
memiliki kotak
spora juga
memiliki hifa
yang tidak
bersekat.

4.2 Pembahasan
A. Jenis-Jenis Mikroorganisme yang Mencemari Udara
1. Jamur
Jamur dapat membahayakan kesehatan manusia dengan penyebaran spora di
udara dan terhirup melalui proses inhalasi. Beberapa jenis jamur dapat bersifat
patogen dan menimbulkan efek toksik pada manusia dan vertebrata lainnya
(Robbins, et al., 2000). Paparan material berjamur yang berulang sampai kuantitas
tertentu dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan atau alergi pada beberapa
individu (Bush, et al., 2006). Kelembaban pada substrat termasuk di udara adalah
merupakan salah satu faktor utama dalam pertumbuhan jamur.
Pada umumnya, sebagian besar jamur dapat tumbuh pada kondisi lingkungan
yang lembab. Selain itu, air juga menjadi faktor penting lainnya. Air membantu
proses difusi dan pencernaan. Selain itu, air juga mempengaruhi substrat pH dan
osmolaritas dan merupakan sumber dari hidrogen dan oksigen, yang dibutuhkan
selama proses metabolisme. Pertumbuhan suatu jamur ditentukan oleh water
activity (aw), yaitu kandungan air dari suatu substrat (Quidesat, 2009). Suhu di
dalam ruangan dalam rentang 18 – 24oC adalah suhu optimal bagi pertumbuhan
kebanyakan jamur, meskipun beberapa jenis jamur dapat hidup juga di rentang
suhu yang luas. Sedikit jamur yang mempunyai temperatur optimal diatas 30oC
yaitu Aspergillus fumigatus. Jamur di dalam lingkungan tidak tumbuh jika suhu di
atas 30oC. Spora jamur lebih tahan panas daripada miselia (mycelia) dan pada
umumnya bertahan lebih lama pada suhu yang lebih luas rentangnya.
(Gutarowska & Piotrowska, 2007)
2. Bakteri
Menurut Burge tahun 2001 terdapat tipe dari beberapa bakteri yang banyak
ditemukan di dalam ruang, antara lain :
a. Micrococcus sp
Spesies bakteri ini terdapat pada kulit tubuh manusia. Bakteri ini
ditemukan pada area dengan okupansi tinggi atau pada area dengan
ventilasi yang tidak baik. Micrococcus adalah jenis bakteri yang tidak
berbahaya. Dalam keadaan normal, bakteri ini dapat dibasmi dengan
sistem ventilasi yang baik dan proses pembersihan dengan penyedot debu
atau sejenisnya.
b. Bacillus sp
Bakteri yang tidak berbahaya ini umumnya diasosiasikan dengan tanah
dan debu. Keadaan temperatur dan kadar air yang tepat pada permukaan
yang berdebu dan keras adalah media yang baik bagi pertumbuhan bakteri
ini.
c. Staphylococcus sp
Staphylococcus juga terdapat pada permukaan kulit tubuh manusia.
Diantara spesies Staphylococcus yang paling umum terdapat di dalam
ruang adalah Staphylococcus aureus, yaitu patogen yang penting dalam
lingkungan rumah sakit, karena mempunyai kemampuan memecah sel
darah merah.
d. Batang gram-positif
Batang gram-positif merupakan tipe bakteri yang juga diasosiasikan
dengan tanah dan debu. Meskipun tergolong jenis patogen yang tidak
berbahaya, bakteri ini tumbuh di area yang basah dan lembab seperti pada
karpet, dinding, dan perabot. Bakteri ini dapat dihilangkan dengan cara
pembersihan dan sistem ventilasi yang memadai.
e. Batang gram-negatif
Organisme ini jarang ditemui di lingkungan dalam ruang. Bila ditemukan
dalam konsentrasi yang tinggi, berarti ada keterkaitan dengan bioaerosol
dari air yang terkontaminasi atau sumber-sumber kontaminan lainnya,
seperti permukaan yang basah dan lembab, tumpahan air pembuangan,
banjir, atau dari sistem Air Handling Unit (AHU) yang meningkat.
Beberapa bakteri gram-negatif dapat menyebabkan demam. Terkadang
pertumbuhan bakteri ini pada AHU dapat memicu terjadinya gejala-gejala
seperti pneumonia akut. Pembersihan dengan menggunakan desinfektan
merupakan cara yang paling mudah untuk membunuh bakteri jenis ini.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Mikroba di Udara


Sejumlah faktor intrinsik dan lingkungan mempengaruhi dan distribusi jenis
mikroflora di udara. Faktor intrinsik meliputi sifat dan keadaan fisiologis
mikroorganisme dan juga keadaan suspensi. Spora relatif lebih banyak daripada
sel vegetatif. Hal ini terutama karena sifat spora dorman yang memungkinkan
mereka untuk mentolerir kondisi yang tidak menguntungkan seperti pengeringan,
kurangnya nutrisi yang cukup dan radiasi ultraviolet. Demikian pula spora fungi
berlimpah di udara karena spora merupakan alat penyebaran penyebaran fungi
(Gutarowska & Piotrowska, 2007).
Ukuran mikroorganisme merupakan faktor yang menentukan jangka waktu
mereka untuk tetap melayang di udara. Umumnya mikroorganisme yang lebih
kecil dapat dengan mudah dibebaskan ke udara dan tetap di sana selama jangka
waktu lama. Miselium fungi memiliki ukuran yang lebih besar dan karena itu
tidak dapat bertahan lama di udara. Keadaan suspensi memainkan peran penting
keberadaan mikroorganisme di udara. Semakin kecil suspensi, semakin besar
kemungkinan mereka untuk tetap berada di udara. Biasanya mereka melekat pada
partikel debu dan air liur. Mikroorganisme yang ada dalam partikel debu di udara
hanya hidup untuk waktu yang singkat. Tetesan yang dibuang ke udara melalui
batuk atau bersin juga hanya dapat bertahan di udara untuk waktu singkat. Namun
jika ukuran suspensi menurun, mereka dapat bertahan lama di udara
(Budiyanto,2005)
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah suhu
atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain. Temperatur dan
kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas dari
mikroorganisme dalam aerosol. Studi dengan Serratia marcesens dan E. coli
menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udara terkait erat dengan suhu. Ada
peningkatan yang progresif di tingkat kematian dengan peningkatan suhu dari
-18°C sampai 49oC. Virus dalam aerosol menunjukkan perilaku serupa. Partikel
influenza, polio dan virus vaccinia lebih mampu bertahan hidup pada temperatur
rendah, 7-24°C. Tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity) optimum untuk
kelangsungan hidup mikroorganisme adalah antara 40 sampai 80%. Kelembaban
relatif yang lebih tinggi maupun lebih rendah menyebabkan kematian
mikroorganisme. Hampir semua virus mampu bertahan hidup lebih baik pada RH
17 sampai 25%. Namun, virus poliomyelitis bertahan lebih baik pada RH 80 –
81%. Kemampuan mikroba bertahan hidup lebih ditentukan oleh RH dan suhu.
Pada semua temperatur, kemampuan mereka untuk bertahan hidup adalah pada
RH ekstrem. Terlepas dari RH, peningkatan suhu menyebabkan penurunan waktu
bertahan (Sri dkk,2010).
Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Pada
udara yang tenang, partikel cenderung turun oleh gravitasi. Tapi sedikit aliran
udara dapat menjaga mereka dalam suspensi untuk waktu yang relatif lama. Angin
penting dalam penyebaran mikroorganisme karena membawa mereka lebih jauh.
Arus juga memproduksi turbulensi udara yang menyebabkan distribusi vertikal
mikroba udara. Pola cuaca global juga mempengaruhi penyebaran vertikal.
Ketinggian membatasi distribusi mikroba di udara. Semakin tinggi dari
permukaan bumi, udara semakin kering, radiasi ultraviolet semakin tinggi, dan
suhu semakin rendah sampai bagian puncak troposfer. Hanya spora yang dapat
bertahan dalam kondisi ini, dengan demikian, mikroba yang masih mampu
bertahan pada ketinggian adalah mikroba dalam fase spora dan bentuk-bentuk
resisten lainnya (Sri dkk,2010)
 Salah satu parameter yang menentukan kualitas udara dalam ruangan
adalah faktor biologis, terutama keberadaan mikroorganisme. Kualitas
udara yang baik adalah tidak ditemukan adanya mikroorganisme patogen
seperti bakteri maupun jamur (0 CFU/m3 ) di udara dalam ruangan
(Sedyaningsih, 2011). Jamur paling banyak mengkontaminasi ruangan
dan dapat menyebabkan penyakit dengan gejala Sick Building Syndrome
(SBS) karena jumlahnya dapat mencapai puluhan hingga ribuan di dalam
ruangan (Ahearn et al., 2008; Heseltine & Rosen, 2009).
Beberapa bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS seperti alergi kulit
dan pernafasan, iritasi mata, hidung, dan lapisan lendir yang kering, kelelahan
mental, sakit kepala, ISPA, asma, batuk, flu, dan bersin, serta reaksi
hipersensitivitas lainnya (Heseltine & Rosen, 2009; Sedyaningsih, 2011). Jamur
dapat ditemukan di semua tempat yang terdapat bahan organik dan mudah
terbawa masuk ke dalam ruangan melalui hembusan angin karena memiliki
banyak spora serta dapat terbawa oleh debu pakaian maupun material lain yang
dibawa ke dalam ruangan, atau dibawa oleh serangga maupun hewan lain dari luar
ruangan (Heseltine & Rosen, 2009). Jamur udara berpotensi dapat masuk ke ruang
alveoli paru-paru dan mampu hidup di dalam tubuh manusia hingga suhu 37⁰C.
Salah satu jamur yang telah diketahui dapat menyebabkan masalah bagi kekebalan
tubuh manusia adalah strain anggota genus Aspergillus (Castellano et al., 2003),
terutama dapat menyebabkan penyakit aspergillosis seperti bronchopulmonary
aspergillosis, penyakit saluran pernafasan karena penderita menghirup udara yang
terkontaminasi oleh jamurtersebut, serta jenis penyakit aspergillosis lainnya
seperti gangguan selaput mata, tremorgenic, dan penyakit kulit (Hong et al., 2005;
Frisvard et al., 2009).
Menurut Adan dan Samson (2011), jamur tidak dapat tumbuh tanpa adanya
air, oleh karena itu keberadaan jamur di dalam ruangan sangat dipengaruhi oleh
kondisi kelembapan ruangan. Menurut Flannigan et al. (2011) anggota jamur ada
yang dapat tumbuh pada kisaran kelembapan ≤90% bahkan hingga di bawah 70%.
Menurut Kuswanto dan Sudarmadji (1988) cit. Wiwahadi (2001), jamur dapat
tumbuh baik pada kelembapan 70-90% pada daerah tropis, untuk pertumbuhan
dan pembentukan spora membutuhkan kelembapan udara sekitar 65%, dan jamur
masih dapat bertahan hidup pada kelembapan 12-15%, namun jika kelembapan
kurang dari 8% jamur tidak dapat tumbuh. Menurut Adan dan Samson (2011),
umumnya jamur yang ditemukan di dalam ruangan merupakan jamur xerophylic
karena mampu hidup meskipun pada kondisi sedikit air. Umumnya jamur udara
ditemukan pada fase anamorf, namun ada yang menghasilkan alat reproduksi
seksual pada fase seksual (teleomorf), seperti anggota genus Eurotium yang
menghasilkan ascospora dalam Cleistotecia (ascomata). Fase aseksual dari
anggota genus Eurotium adalah anggota genusAspergillus. Fase seksual
(teleomorf) ini terjadi setelah spora jamur tersebut berkecambah, lalu membentuk
miselium dan konidiofor, selanjutnya mulai membentuk tubuh buah dan ascospora
segera ketika kelembapan ruang atau substrat menurun. Hal ini dilakukan
bertujuan untuk mempertahankan hidupnya ketika kekurangan air. Ascospora
dapat bertahan pada kondisi kekurangan air karena memiliki dinding yang tebal.
Jamur ini berpotensi sebagai jamur patogen karena mampu hidup dalam waktu
yang lama dan dapat terbawa oleh udara karena ukurannya yang kecil sehingga
berpotensi masuk ke dalam saluran pernafasan manusia ketika terhirup.Umumnya
jamur udara dapat tumbuh pada suhu 20-50⁰C dan kelembapan ≤90%, terutama
bagi anggota genus Penicillium dan Aspergillus yang bersifat thermo tolerant
mesophylic, dapat hidup pada suhu antara 20-35⁰C dan kelembapan ruang ≤90%
(Samson et al., 2010). Selain anggota genus Penicillium dan Aspergillus, anggota
genus Absidia dapat tumbuh pada suhu 25-45⁰C, Byssochlamys pada suhu 30-
50ºC, Chrysosporium pada suhu 25⁰C, Cladosporium pada suhu 22-25⁰C,
Eurotium pada suhu 25⁰C, Fusarium pada suhu 25-37⁰C, Scopulariopsis pada
suhu 24-30⁰C, dan Syncephalastrum pada suhu 17- 40⁰C (Samson et al., 2010).
Salah satu ruangan yang berpotensi mengalami masalah polusi udara adalah
ruang penyimpanan mikroskop yang berada di Laboratorium Imunoserologi
Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Denpasar karena di dalam
ruangan tersebut terdapat rak penyimpanan mikroskop yang tidak selalu
dibersihkan atau bahkan terbengkalai, serta kondisi ruang dan ventilasi yang
kurang baik. Pengambilan sampel dilakukan di ruang penyimpanan mikroskop
yang berada di Laboratorium Imunoserologi Jurusan Analis Kesehatan Politeknik
Kesehatan Denpasar sekitar jam 9 pagi. Metode pengambilan sampel dilakukan
secara nonvolumetric air sampling (Samson et al., 2010) dengan menggunakan
media MHA (Mueller Hinton Agar) + Glukosa + antibiotik kloromphenicol untuk
salah satu rak penyimpanan mikroskop tersebut. Cawan petri dengan media MHA
(Mueller Hinton Agar) tersebut di buka selama 15 menit dalam rak penyimpanan
mikroskop dengan tujuan agar media tersebut terkontaminasi oleh jamur udara.
Setelah 15 menit, cawan petri ditutup kembali lalu diinkubasi pada suhu ruang
selama 3 hari.
Jamur yang tumbuh pada media diidentifikasi berdasarkan karakter
makromorfologis, yaitu warna, bentuk, dan struktur koloni pada media di cawan
petri, serta diameter koloni. Jamur tersebut selanjutnya diidentifikasi secara
mikromorfologis dengan membuat preparat basah dengan cara sedikit miselium
dan sporanya diambil dengan jarum inokulasi lalu diletakkan di atas kaca objek
yang telah ditetesi larutan LCB (Lactophenol Cotton Blue) kemudian ditutup
dengan kaca penutup preparat, kemudian di amati dibawah mikroskop.
Pengamatan secara mikromorfologis tersebut meliputi struktur tubuh buah dan
struktur reproduksi jamur (Samson et al., 2010).

C. HasilPengamatan

Padapraktikumidentifikasijamurudara yang kami lakukan,


adapunkolonijamur yang tumbuhpada media kami yaitudenganciri-
cirisebagaiberikut :

Padapengamatanmakroskopis,
jamurtersebutmemilikitekstur Wooly,
terapatgaris radial, tidakterdapattetesaneksuat,
danberbentukumbonate.
 Spora
Jamur yang kami temukanmemilikikotaksporadanjugaspora. Spora
jamur memiliki berbagai bentuk dan ukuran, dan dapat dihasilkan
secara seksual maupun aseksual. Pada umumnya spora adalah
organisme uniseluler, tetapi ada juga spora multiseluler. Spora
dihasilkan di dalam atau dari struktur hifa yang terspesialisasi. Ketika
kondisi lingkungan memungkinkan pertumbuhan yang cepat, jamur
memperbanyak diri dengan menghasilkan banyak spora secara
aseksual. Terbawa oleh angin atau air, spora-spora tersebut
berkecambah jika berada pada tempat yang lembab pada permukaan
yang sesuai (Campbell, 2003).
Menurut Peltczar (1986), spora seksual dihasilkan dari peleburan
dua nukleus. Ada beberapa spora seksual yaitu:
o Askospora yang merupakan spora bersel satu yang terbentuk di
dalam pundi atau kantung yang dinamakan askus. Biasanya
terdapat delapan askospora di dalam setiap askus.
o Basidiospora yang merupakan spora bersel satu yang terbentuk
di atas struktur berbentuk gada yang dinamakan basidium.
o Zigospora yang merupakan spora besar berdinding tebal yang
terbentuk apabila ujung-ujung dua hifa yang secara seksual
serasi, disebut juga gametangia.
o Oospora merupakan spora yang terbentuk di dalam struktur
betina khusus yang disebut oogonium, pembuahan telur atau
oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk di dalam anteridium
menghasilkan oospora.
 Hifa
Hifa yang terdapatpadajamur yang kami
temukanadalahhifatidakbersekat.Bagian penting tubuh jamur adalah
suatu struktur berbentuk tabung menyerupai seuntai benang panjang,
ada yang tidak bersekat dan ada yang bersekat. Hifa dapat tumbuh
bercabang-cabang sehingga membentuk jaring-jaring, bentuk ini
dinamakan miselium. Pada satu koloni jamur ada hifa yang menjalar
dan ada hifa yang menegak. Biasanya hifa yang menegak ini
menghasilkan alat-alat pembiak yang disebut spora, sedangkan hifa
yang menjalar berfungsi untuk menyerap nutrien dari substrat dan
menyangga alat-alat reproduksi. Hifa yang menjalar disebut hifa
vegetatif dan hifa yang tegak disebut hifa fertil. Pertumbuhan hifa
berlangsung terus-menerus di bagian apikal, sehingga panjangnya
tidak dapat ditentukan secara pasti
Diameter hifa umumnya berkisar 3-30 µm. Jenis jamur yang
berbeda memiliki diameter hifa yang berbeda pula dan ukuran
diameter itu dapat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan(Sasmitamihardja, 1990).

BAB V
PENUTUP

Isolasi jamur dapat dilaksanakan dengan menggunakan media PDA . jamur


yang diisolasi adalah jamur yang ada dalam roti, udara, dan tnah. Pada jamur yang
ada di udara dideteksi bahwa merupakan jamur rhizophus. Pada roti terdeteksi
jamur rhizhopus, torula dan aspergilus. Pada tanah terdeteksi jamur penicillium,
clodosporrium, rhizhopus, dan fusarium.
Teknik isolasi jamur harus dilakukan secara aseptic agar tidak
terkontaminasi mikroba. Dapat juga digunakan antimikrobia pada media.

DAFTAR PUSTAKA
Ahearn D., Armour, S. & Banta, J. (2008).Guidelines on assessment and
remediationof kapang in indoor environments.Department of Health and
Mental Hygiene.New York.

Amelia R. 2014. Uji Angka Kampang ISSN :25795325

Apriliawati,A. 2009. Ensiklopedia IPA. PT LenteraAbadi.Jakarta

Bush RK, Portnoy JM, Saxon A, Terr Al, Wood R A. 2006. The Medical effects
of mold exposure. J Allergy Clin Immunol (jurnal): Pp 326-333

Campbell. 2003. Biologi Jilid 2. Erlangga. Jakarta.


Castellano, M.T. Novoa, S.R. Taboada, J.L.Zabarte, A.G. Riestra, C.G. &
Garcia,B.J.R. (2003). Combined use of RandomAmplified Polymorphic
DNA (RAPD) andtouchdown Polymerase Chain Reaction(PCR) for
Aspergillus fumigatusepidemiologic studies. EnfermedadesInfecciosas y
MicrobiologíaClínica. 21(9):472-476

Charman, A. 2003. Mengenal Ilmu Unsur Alam:Udara.GrolierInternationalInc.


Jakarta

Freeman. (2013). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–


1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Fitria, L. Wulandari, R.A. Hermawati, E. &Susanna, D. (2008). Kualitas udara


dalamruang perpustakaan universitas “x” ditinjaudari kualitas biologi,
fisik, dan kimiawi.Jurnal Makara Kesehatan. 12(2): 77-83

Frisvard, J.C. Rank, C. Nielsen, K.F. & Larsen,T.O. (2009). Metabolomics of


Aspergillusfumigatus. Medical Mycology. 47: 553-571

Garcia, L&Bruckner, D. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. EGC.


Jakarta.

Gutarowska B, Piotrowska M. 2007. Methods of mycological analysis in


buildings. Building and Environment , hal: 1843-1850.

Heseltine, E.& Rosen, J. (2009). WHO guidelinesfor indoor air quality: dampness
and mould.World Health Organization. Europe.

Hong, S.B., Go, S.J. Shin, H.D., Frisvad, J.C. &Samson, R.A. (2005). Polyphasic
taxonomyof Aspergillus fumigatus and relatedspecies. Mycologia. 97(6):
1316-1329

Izzah, N. 2015. Kualitas Udara pada Ruang Tunggu Puskesmas


PerawatanCiputat Timur dan Non- Perawatan Ciputat di Daerah
Tangerang Selatan dengan Parameter Jamur. Skripsi. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI.2011.
Kedokteran, F., & Andalas, U. (2003). 1 Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas. 2012, 1–5.

Merlin. 2012. Studi Kualitas Udara Mikrobiologis dengan Parameter Jamur pada
Ruangan PasienRumahSakit (Studi kasus: Ruang Rawat Inap Gedung A
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Ciptomangunkusumo). Skripsi.
Depok

Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. Permenkes Nomor


1077/MENKES/PER/V/2011. JakartadenganKejadian Sick Building
Syndrome (SBS) pada Pekerjaan Balai Besar Teknologi Kekuatan
Struktur (B2TKS) BPPT di Kawasan
PUSPIPTEKSerpongTahun2010.Tesis.Depok.

Pelezar, MC. 1986 .Dasar- dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakartagiri, N.


1994.Kamus Saku Biologi.PenerbitErlangga. Jakarta Turangan,

Peltczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press. Jakarta. Hal: 131

Pudjadji, E, Suciyani, R, Sahira, I, Pikoli, M.2015. Kualitas Mikrobiologis Udara


di Salah Satu Pusat Perbelanjaan di Jakarta Selatan. Jurnal. Jakarta\

Rahmawati, Masnur Turnip. Identifikasi Jamur Sebagai Indikator Kualitas Udara

Di Ruang Baca Fakultas Mipa, Universitas Tanjungpura, Pontianak.


Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Tanjungpura, Pontianak Email korespondensi:

Robbins, C. A., Swenson, L. J., Nealley, M. L., Gots, R. E., Kelman, B. J. 2000.
Health Effects of Micotoxins in Indoor Air : A Critical Review. Appl
Occup Environ Hyg. Hal.773-784

Sedyaningsih, E. R. (2011). Pedoman penyehatanudara dalam ruang rumah.


PeraturanMenteri Kesehatan Republik Indonesia,nomor
1077/MENKES/PER/V/2011.Jakarta

Willyanto, Krissancha, R, Fenyta, F. 2014. Ensiklopedia Sains Spektakuler


Tumbuhan, Alga, dan Fungi. PT. Aku Bisa. Jakarta. \
LEMBAR PENGESAHAN

(Burhannudin, S.Si.,M.Biomed) (I NyomanJirna, SKM.,M.Si)


No Nama Mahasiswa Tanda Tangan

1. I Putu Sindhunata Upadhana

2. GustiAyuDithaCandradewi

3. Ida AyuTrimayoni

4. DhaniAchmadOktovianto

5. Ni Putu Ria Lilia Sari

6. KomangSisilia

7. Desak Made Dwi Pitriawati

Anda mungkin juga menyukai