Anda di halaman 1dari 27

Nama : I Putu Krisna Dinata

NIM : P07134018 045


Kelas : 2A

A. Jurnal 1
1. Judul Jurnal
Karakteristik Kandungan KIO3 Pada Garam Konsumsi Beryodium Yang
Beredar Di Kota Blitar.
(Characteristics Of KIO3 Content In Iodized Consumption Salt That
Circulating In Blitar City)

2. Latar Belakang
Garam Konsumsi Beryodium merupakan produk yang dikonsumsi
masyarakat, KIO3 merupakan fortifikasi yang ditambahkan ke dalam garam
konsumsi beryodium. Salah satu upaya pemerintah yang memiliki dampak
positif terhadap peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah
membebaskan rakyat Indonesia dari Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI). Salah satu program yang dijalankan adalah program iodisasi garam
dengan cara fortifikasi iodium ke dalam garam. Program ini dilengkapi
dengan seperangkat peraturan pada proses produksi dari iodisasi garam
untuk menjaga agar garam yang sampai pada konsumen masih mengandung
iodium pada konsentrasi 30-80 ppm, sesuai dengan kandungan yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3556 -1994 tentang
garam konsumsi beryodium. Dalam perkembangannya SNI garam Konsumsi
Beryodium mengalami perubahan yaitu SNI 01-3556-2000 dan sekarang
menjadi SNI3556 : 2010. Banyak produsen garam yang memapsarankan
produknya tetapi kandungan KIO3 nya di bawah standar SNI, hal ini di
karenakan karena penambahan KIO3 kurang tepat komposisinya atau kurang
homogennya KIO3 yang ditambahkan sehingga banyak garam konsumsi
beryodium yang beredar kandungan KIO3 nya tidak memenuhi syarat.
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium dapat dicegah dengan mengkonsumsi
garam dapur yang mengandung iodium ke dalam tubuh. Garam harus
memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan kadar
kalium iodat (KIO3) 30 ppm. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi
dan menetapkan kadar kalium iodat dalam garam dapur yang beredar di
pasar Kota Blitar .

3. Metode
Untuk analisis identifikasi dan penetapan kadar kalium iodat dalam
garam dapur dilakukan dengan cara titrasi dimana Yodium dalam suasana
asam dengan adanya KI akan terjadi Yod bebas kemudian Yodium bebas
dititrasi dengan Na-thio sulfat dan dengan indikator amylum.

4. Hasil

Tabel II. Kadar kio3 pada garam konsumsi beryodium yang beredar di kota blitar
( dalam satuan mg/kg)
Gambar 1. Grafik kandungan KIO3 pada Garam Konsumsi beryodium di Kota
Blitar

Nomer 1- 10 sampel di ambil di kecamatan kanigoro, sampel 11-20


sampel diambil di kecamatan talun, sampel nomer 21-30 sampel diambil di
kecamatan wates, sampel nomer 31-40 diambil di kecamatan wlingi, sampel
nomer 4150 sampel diambil di kecamatan garum. Sampel garam di ambil dari
kota blitar sejumlah 50 sampel, diambil di 5 kecamatan di blitar yaitu
kecamatan kanigoro, talun, wates , wlingi dan garaum. Tiap kecamatan
diambil di pasar tradisional dan minimarket sejumlah 10 produk garam
konsumsi. yang kemudian di uji dan di hitung kadar KIO3 nya. Dari pengujian
KIO3 di dapatkan garam konsumsi beryodium yang kadar KIO3 nya di bawah
standard Minumum SNI 01- 3556 : 2000 yaitu 30 mg/kg terdapat 28 produk
garam konsumsi beryodium , bahkan ada 6 garam konsumsi beryodium yang
tidak mengandung KIO3. Dari table dapat dilihat dari 5 kecamatan, terdapat
produk-produk yang kandungan KIO3 nya di bawah syarat minimal yang
ditetpakan di SNI 3556 : 2010. Hal ini dapat di karenakan
 kurang homogennya dalam penambahan KIO3 ( hal ini dapat dilihat
dari garam konsumsi beryodium yang kandungan KIO3 nya
mendekati 30 mg/kg)
 terdapat pabrik garam yang tidak menambahkan KIO3 (dapat
di lihat dari hasil KIO3 yang nilai nya nol).
 Penambahan Kio3 tidak di perhitungan, sehingga kandungan KIO3
dalam garam konsumsi beryodium kecil.
Dengan adanya data ini pemerintah harus meningkatkan pengawasan
peredaran garam konsumsi beryodium di pasaran guna mencegah
beredarnya garam konsumsi yang tidak mengandung yodium ataupun yang
rendah kadar yodium yang di persyaratkan. Jika Belum sesuai standard,
wajib memberikan pembinaan terhadap pabrik tersebut. Dan pemerintah
melakukan pengawasan produk dengan cara sampling pasar untuk
mengetahui peredaran garam konsumsi beryodium.
Masyarakat sebagai pengguna harus lebih pintar dalam membeli
garam konsumsi beryodium yaitu dengan mencermati produk yang di belinya
dan teliti melihat komposisi garam tersebut serta yang telah mencantumkan
label SNI (Standar Nasional Indonesia). Mengkonsumsi garam konsumsi
beryodium sangat penting, karena jika kita kekurangan yodium dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, juga menurunnkan produktivitas
serta menurunnya imunitas serta menurunkan tingakat kecerdesasan.

5. Rekomendasi KTI
Penelitian ini dapat dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis dikarenakan metode yang digunakan adalah metode
titrasi yang dimana alat tersedia di laboratorium Kimia Dasar. Sedangkan
reagen berupa Asam phospat 85%, Kristal KI (Kalium Iodida), Larutan Kanji,
Larutan Baku Na Thio Sulfat, Larutan Baku KIO3 0,005 N dan Larutan Baku
Na2S2O3 0,005 N dapat dibuat dilaboratorium dikarenakan bahan tersedia.
Sehingga penelitian ini direkomendasikan sebagai acuan dalam pembuatan
KTI.

6. Alamat Online Jurnal


http://ejournal.kemenperin.go.id/JTPII/article/download/3506/2765

B. Jurnal 2
1. Judul Jurnal

Optimasi Metode Penentuan Kandungan Iodium Dalam Garam Dapur dengan


Spektrofotometer UV-VIS

2. Latar Belakang

Penentuan kandungan iodium dalam garam dapur memerlukan


metode analisis yang tepat karena informasi kuantitatif sangat diperlukan.
Banyak institusi dan masyarakat sangat memerlukan informasi tentang
kandungan iodium dalam garam dapur. Iodium mempunyai peranan yang
sangat penting pada tubuh manusia. Berbagai macam penyakit dapat
ditimbulkan karena pada tubuh manusia kekurangan iodium. Iodium
merupakan elemen yang sangat penting bagi tubuh manusia. Iodium sangat
berperan dalam pembentukan hormon tiroid yang berfungsi untuk mengontrol
laju metabolisme dasar dan reproduksi (Casey, dkk, 1995; Hetsel, dkk, 1986).
Fungsi iodium pada tubuh adalah sebagai komponen esensial teroksin dan
teroid. Teroksin dapat meningkatkan laju oksidasi dalam sel-sel tubuh
sehingga meningkatkan BMR (Basal Metabolic Rate). Dalam kelenjar teroid
iodium bergabung dengan molekul tirosin membentuk teroksin dan
triiodotironin. Selain itu iodium diperlukan juga dalam proses reproduksi
wanita yang sedang hamil (Winarno, 1997). Kekurangan iodium dapat
menyebabkan penyakit gondok. Penyakit ini dapat terjadi waktu usia
menginjak dewasa. Kretinisme juga merupakan gejala kekurangan iodium
yaitu kekurangan iodium pada masa awal setelah bayi dilahirkan yang
berakibat pertumbuhan bayi sangat terhambat, wajahnya kurus dan
membengkak, perut kembung dan membesar (Winarno, 1997).
Analisis kandungan iodium dalam berbagai sampel dan instrumen
telah dilakukan. Beberapa instrumen yang telah dipakai yaitu
spektrofotometri, X-ray fluorescen, analisis aktivasi neutron, kromatografi gas,
katodik stripping voltametri dan metode terbaru yaitu ICP-MS (Inductively
Coupled Plasma Mass Spectrometry) (Gelines, dkk, 1998). Gelines, dkk
(1998) telah melakukan penelitian tentang kandungan iodin dalam nutrisi dan
sampel biologi dengan menggunakan ICP-MS. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa analisis dalam sampel nutrisi iodin dengan ICP-MS mempunyai
ketepatan dan ketelitian yang baik. Iodin dalam bahan makanan tidak
mengandung klor yang melimpah seperti dalam garam dapur, sehingga
metode ICP-MS cukup baik. Ketepatan dan ketelitian yang baik ini belum
tentu diperoleh jika diterapkan dalam sampel garam dapur.
Penggunaan kloroform sebagai ekstraktan yang spesifik terhadap
iodium telah dilakukan oleh Somer dan Ekmekci (1997) dan menunjukkan
hasil yang baik. Pada awalnya metode tersebut digunakan untuk menentukan
kandungan selenium secara tidak langsung. Selenium dalam sampel
dioksidasi dengan KI membentuk I2 bebas. I2 yang terbentuk diekstrak
dengan kloroform atau langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat.
Konsentrasi selenium dapat diketahui dari konsentrasi I2 yang terbentuk. Dari
hasil penelitian Somer dan Ekmekci (1997) tersebut dapat dijadikan acuan
bahwa Idalam garam dapur dapat dioksidasi menjadi I2 dan kemudian I2
yang terbentuk diektraksi dengan kloroform sehingga membentuk senyawa
yang berwarna dan stabil yang dapat ditentukan absorbansinya pada panjang
gelombang 509 nm. Metode ekstraksi dengan kloroform dapat mencegah
terjadinya oksidasi dari I- oleh oksigen, menurut Somer dan Ekmekci (1997)
melalui reaksi sebagai berikut:
Afisiensi ekstraksi dengan kloroform untuk larutan I2 telah diteliti. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi iodium awal sebesar 1,156 .10-3
M setelah diekstrak dengan kloroform diperoleh nilai sebesar (1,159 ±±
0,003). 10-3 M. Dari angka itu menunjukkan bahwa ekstraksi iodium dengan
kloroform dengan kation samping selenium mempunyai efisiensi yang tinggi.
Ekstraksi iodium dengan kloroform dalam garam dapur masih perlu diteliti
karena komposisi senyawa garam dapur yang sangat kompleks.
Perbedaan metode spektrofotometri yang pernah dilakukan oleh
Joerin, Maxon dan Dixon dalam Gelinas, dkk (1998) dengan metode
ekstraksi-spektrofotometri adalah metode tersebut dilakukan secara langsung
tanpa oksidasi dan ekstraksi, sehingga memungkinkan banyak iodida tidak
berubah menjadi iodium dan iodium yang terbentuk mudah menguap karena
sifatnya volatil. Keuntungan yang diperoleh dari metode ekstraksi-
spektrofotometri yaitu pembentukan I2 secara sempurna dan tidak ada I2
yang hilang. Penggabungan kedua metode yaitu ekstraksi dan spektrofometri
diharapkan dapat mengatasi kelemahan analisis iodium dengan
spektrofotometri. Dalam penelitian ini keberhasilan pembentukan iodium
bebas tergantung pada oksidator. Oksidator yang dapat digunakan yaitu
kalium kromat. Penggunaan kalium kromat akan menimbulkan kesalahan
apabila keasamannya terlalu tinggi, yaitu terjadi oksidasi iodida menjadi
iodium oleh udara. Penggunaan kromat sebagai oksidator sangat dianjurkan
namun harus dilakukan pada kondisi asam yang rendah. Reaksi oksidasi KI
dengan kalium kromat yaitu:

Penggunaan oksidator seperti kalium kromat, hidrogen peroksida dan


natrium hipoklorit pernah dilakukan namun belum diperoleh keterangan
oksidator yang terbaik untuk mengubah iodida menjadi iodium (Gelines, dkk,
1998). Penggunaan kloroform pada penelitian ini didasarkan pada sifat
kloroform yang dapat membentuk warna yang stabil dengan iodium.
Kloroform telah digunakan pada analisis iodium secara kualitatif. Setelah
reagensia air klor ditambahkan setetes demi setetes kepada suatu larutan
iodida, maka bila iod dibebaskan akan menimbulkan warna larutan coklat, iod
yang dibebaskan ini dikocok dengan campuran karbon disulfide atau dengan
kloroform sehingga terbentuk larutan yang berwarna lembayung yang turun di
bagian bawah lapisan air. Terbentuknya warna lembayung yang stabil
sehingga dapat digunakan sebagai dasar analisis iodium secara
spektrofotometri (Vogel, 1979).

3. Metode

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan


menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Larutan yang diperoleh diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum. Data absorbansi yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi dan dicari
persamaan regresi liniernya.

4. Hasil
Penentuan Panjang Gelombang Absorbansi Maksimum

Kompleks iodium-kloroform menyerap radiasi elektromagnetik pada


daerah ultraviolet antara 400-600 nm. Dari hasil percobaan yang
dilakukan didapatkan panjang gelombang maksimum 510,5 nm. Spektra
kompleks iodium-kloroform pada daerah sinar tampak dapat dilihat pada
gambar 1. Panjang gelombang maksikmum (ll maks) 510,5 nm
selanjutnya digunakan untuk optimasi parameter lain dan untuk
penentuan konsentrasi iodium dalam garam dapur.
Optimasi Jenis
Oksidator

Untuk mengoksidasi iodida menjadi iodat diperlukan oksidator yang


cukup kuat, karena diharapkan semua iodida teroksidasi menjadi iodat.
Jika oksidator tidak baik maka akan mempengaruhi penentuan kadar
iodium. Hasil optimasi oksidator menunjukkan bahwa penggunaan
KMnO4 cukup baik dibandingkan H2O2 dan K2Cr2O4. Hasil optimasi
oksidator dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini:

Optimasi Jenis
Asam

Oksidasi iodat menjadi iodida memerlukan suasana asam. Untuk


menciptakan suasan asam ada beberap asam yang dapat digunakan
yaitu asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida. Untuk mencari asam
yang terbaik diantara ketiga asam tersebut dilakukan optimasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa asam sulfat memberikan hasil absorbansi
yang tinggi dibandingkan dengan asam nitrat dan asam klorida. Hasil
optimasi jenis asam dapat dilihat pada gambar 3. Untuk selanjutnya asam
sulfat digunakan pada analisis iodium dalam sampel.

Optimasi pH Larutan Awal

iodat menjadi iodida diperlukan suasana asam, karena itu


pH larutan awal harus di bawah 7. Untuk memperoleh iodida yang optimal
maka perlu dilakukan optimasi pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pH yang baik untuk oksidasi iodat menjadi iodium adalah pH 2.
Perbedaan Hasil penelitian optimasi pH dapat dilihat pada gambar 4.
Kondisi asam (pH 2) sangat diperlukan karena adanya H+ dapat
membantu terjadinya reaksi redoks antara iodat (I-) dengan oksidator.

Optimasi Waktu Pengukuran Kompleks Iodium-Kloroform

Iodium bebas hasil oksidasi diekstrak dengan kloroform, sehingga


terbentuk kompleks iodium-kloroform. Kompleks iodium-kloroform yang
terbentuk berwarna merah muda harus langsung diukur absorbansinya,
karena bila terjadi penundaan pengukuran akan menyebabkan
penguapan. Hasil penelitian menunjukkan absorbansi semakin menurun,
bila waktu pengukuran semakin lama. Untuk dapat melihat penurunan
absorbansi kompleks iodium-kloroform dapat dilihat pada gambar 5.

Penentuan Kandungan Iodium Dalam Berbagai Merk Garam Dapur

Untuk mengetahui kegunaan metode yang telah dikembangkan


maka metode tersebut digunakan untuk menentukan kandungan iodium
dalam berbagai merk garam dapur. Sebelum penentuan kandungan
iodium dalam berbagai merk garam dapur dilakukan perlu larutan standar
untuk membuat kurva kalibrasi absorbansi versus konsentrasi. Dengan
menggunakan beberapa kondisi optimum yang telah dilakukan di atas
didapatkan kurva kalibrasi dengan rentang konsentrasi antara 0-40 ppm
dengan persamaan regresi y = 0,0136x + 0,0131 dan r = 0,9900. Dari
kurva dan persamaan regresi yang diperoleh digunakan untuk
menentukan konsentrasi iodium dalam berbagai merk garam dapur. Hasil
penelitian pada penentuan iodium dalam berbagai merk garam dapur
dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:
5. Rekomendasi KTI

Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk menyusun KTI, dikarenakan


alat dan bahan pada jurnal diatas, tersedia pada laboratorium di Jurusan
Teknologi Laboratorium Poltekkes Denpasar yaitu seperti aquadest, kalium
iodide, kalium kromat, kloroform,natrium klorida,dan garam dapur.
Sedangkan untuk alat spektrofotometer UV-Vis juga terdapat pada
laboratorium di kampus. Namun beberapa alat dan bahan dari penelitian ini
tidak tersedia seperti :selenium oksida dan alat corong pisah.

6. Alamat Online Jurnal


https://journal.uii.ac.id/Logika/article/download/457/370

C. Jurnal 3
1. Judul Jurnal

GAMBARAN KADAR IODIUM (Sebagai KIO3) DALAM GARAM DAPUR


YANG DI JUAL DI PASAR KOTA PALEMBANG TAHUN 2017
THE PRESENCE OF IODINE (AS KIO3) IN TABLE SALTS SOLD IN
PALEMBANG CITY IN 2017
2. Latar Belakang

Iodium merupakan salah satu mineral esensial, sehingga keadaan


defisiensi akan mengganggu kesehatan dan pertumbuhan. Iodium dibutuhkan
oleh tubuh sekitar 100-150 mikrogram tiap orang per hari, tetapi mempunyai
peranan sangat penting dalam memproduksi hormon tiroid. Hormon ini
berperan dalam proses metabolisme tubuh. Iodium banyak terdapat pada
ikan laut, kerang, kepiting,cumi-cumi,serta garam yang sengaja dicampur
dengan zat iodium (Dirjen Bimas,2010 ; Sutijda.T,1996).
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan sekumpulan
gejala yang disebabkan akibat dari defisiensi iodium. Akibat defisiensi ini
sangat luas mulai keguguran, cacat bawaan, kretin dan hipotiroid (Dep.Gizi
dan Kes, 2012). Berdasarkan konsep United Nations Children’s Fund
(UNICEF) pada tahun 1998 penyebab langsung GAKI adalah defisiensi zat
iodium disebabkan oleh ketidakcukupan asupan iodium. Kekurangan iodium
dapat menimbulkan penyakit gondok (goiter).
KIO3 atau Kalium Iodat adalah serbuk hablur warna putih dan tidak
berbau, serta mempunyai BM 214. Kalium Iodat mudah larut dalam air dan
mudah rusak bila terkena cahaya dan panas. KIO3stabil dalam keadaan
murni tetapi dalam iodisasi garam sudah tidak murni lagi, karena telah
tercampur dengan garam serta zat-zat lain yang terkandung di dalamnya.
KIO3 juga merupakan zat pengoksidasi (oksidator) kuat, sehingga mudah
berubah menjadi iodium yang mudah menguap. Reaksi ini lambat dalam
larutan netral dan cepat dalam keadaan asam dan panas. Penambahan
suatu senyawa iodium berupa kalium iodat dalam garam dimaksudkan untuk
mencukupi kebutuhan tubuh manusia, karena tubuh tidak dapat memproduksi
sendiri, sehingga harus diperoleh dari luar.
Menurut Badan POM RI pengaruh lama penyimpanan, suhu dan
kelembaban relatif terhadap kestabilan iodat serta terjadinya spesiasi iodium
dalam garam beriodium menunjukkan adanya pengaruh interaksi dari ketiga
parameter tersebut, yang ditunjukan dengan terjadinya penurunan kadar
iodat dan terbentuknya spesi iodida dan iodium (BPOM RI,2006).
3. Metode

Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu suatu metode


penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif yaitu mengenai Gambaran
Kadar Iodium (Sebagai KIO3) Dalam Garam Dapur Yang Dijual Di Kota
Palembang Tahun 2017. Analisa iodium secara kualitatif menggunakan
amilum 1%, dan analisa kuantitatif menggunakan metode spektrofotometri.

4. Hasil
Hasil penelitian terhadap gambaran kadar iodium (sebagai KIO3)
dalam garam dapur yang dijual di Kota Palembang tahun 2017 adalah
sebagai berikut :

Berdasarkan tabel 1 rata-rata kadar iodium (sebagai KIO3) dalam


garam dapur yang dijual di Pasar Kota Palembang tahun 2017 adalah
64,0914ppm dengan median 64,1200 ppm dan standar deviasi 26,0132.
Kadar terendah adalah 14,7100 ppm dan kadar tertinggi 98,0800 ppm.
Dengan tingkat kepercayaan 95 % diyakini bahwa kadar iodium (sebagai
KIO3) dalam garam dapur yang dijual di Pasar Kota Palembang tahun 2017
berada dalam rentang 53,8010- 74,3819 ppm.
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dari 27 sampel (100%) garam
dapur yang diperiksa, didapatkan sebanyak 14 sampel (51,85 %) kadar
iodium (sebagai KIO3) dalam garam dapur memenuhi syarat dan 13 sampel
(48,15%) tidak memenuhi syarat.

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa 27 sampel garam dapur


yang diperiksa, didapatkan 17 sampel garam dapur berwarna putih bersih,
yaitu 11 sampel (64,71%) kadar iodium (sebagai KIO3) memenuhi syarat dan
6 sampel (35,29%) tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari 10 sampel garam
dapur berwarna putih keabu-abuan, yaitu 7 sampel (70 %) kadar iodium
(sebagai KIO3) memenuhi syarat dan 3 sampel (30%) tidak memenuhi
syarat.
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa 27 sampel garam dapur
yang diperiksa, didapatkan 20 sampel garam dapur berbentuk halus, yaitu 10
sampel (50%) kadar iodium (sebagai KIO3) memenuhi syarat dan 10 sampel
(50 %) tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari 7 sampel garam dapur
berbentuk kasar, yaitu 4 sampel (57,14 %) kadar iodium (sebagai KIO3)
memenuhi syarat dan 3 sampel (42,86 %) tidak memenuhi syarat.

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa 27 sampel garam dapur


yang diperiksa, didapatkan 26 sampel garam dapur dengan kemasan
tertutup, yaitu 14 sampel (53,85 %) kadar iodium (sebagai KIO3) memenuhi
syarat dan 12 sampel (46,15 %) tidak memenuhi syarat. Sedangkan terdapat
1 sampel (100 %) garam dapur dengan kemasan terbuka tidak memenuhi
syarat.

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa 27 sampel garam dapur


yang diperiksa, didapatkan 13 sampel kadar iodium (sebagai KIO3) disimpan
pada suhu tempat penjualan dingin, yaitu 7 sampel (53,85 %) kadar iodium
(sebagai KIO3) memenuhi syarat dan 6 sampel (46,15 %) tidak memenuhi
syarat. Sedangkan terdapat 14 sampel suhu tempat penjualan pada suhu
panas, yaitu 7 sampel (50 %) kadar iodium (sebagai KIO3) memenuhi syarat
dan 7 sampel (50%) tidak memenuhi syarat.
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa dari 27 sampel garam dapur
yang diperiksa, didapatkan 27 sampel garam dapur berada pada lama
penyimpanan (Lama (≥6 bulan), yaitu sebanyak 14 sampel (48,15%) kadar
iodium (sebagai KIO3) memenuhi syarat dan 13 sampel (48,15%) tidak
memenuhi syarat.
Berdasarkan kriteria yang memenuhi syarat, kadar iodium (sebagai
KIO3) menurut SNI dalam garam dapur sebanyak 27 sampel dengan
menggunakan metode spektrofotometri, didapatkan sebanyak 14 sampel
(51,85%) kadar iodium (sebagai KIO3) dalam garam dapur memenuhi syarat
dan 13 sampel (48,15%) tidak memenuhi syarat, yaitu sebanyak 4 sampel <
30 ppm dan 9 sampel > 80 ppm.
Jika dilihat dari masing-masing sampel dengan lama penyimpanan ≥ 6
bulan yaitu 14 sampel (51,85 %) kadar iodium (sebagai KIO3) memenuhi
syarat dan ada yang tidak memenuhi syarat dari 13 sampel (48,15%), yaitu
sebanyak 4 sampel < 30 ppm dan 9 sampel > 80 ppm. Suhu tempat
penjualan dingin dari 13 sampelyaitu 7 sampel (53,85 %) kadar iodium
(sebagai KIO3) memenuhi syarat dan 6 sampel (46,15 %) tidak memenuhi
syarat. Sedangkan terdapat 14 sampel suhu tempat penjualan pada suhu
panas, yaitu 7 sampel (50 %) kadar iodium (sebagai KIO3) memenuhi syarat
dan 7 sampel (50%) tidak memenuhi syarat.

5. Rekomendasi KTI
Penelitian ini dapat dijadikan Acuan dalam menyusun Karya Tulis
Ilmiah (KTI) dikarenakan alat dan bahan (amilum) serta metode yang
digunakan dalam jurnal tersebut tersedia pada laboratorium di Jurusan
Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Denpasar pada jurnal
menggunakan metode kualitatif dan metode spektrofotometri. Sehingga jurnal
tersebut dapat dijadikan acuan apabila ingin membuat Karya Tulis Ilmiah
(KTI).

6. Alamat Online Jurnal


https://jurnal.poltekkespalembang.ac.id/index.php/JPP/article/download/233/1
92

D. Jurnal 4
1. Judul Jurnal

Kandungan Iodium Pada Garam Dapur Di Pasar Batuah Martapura Maret


2014.

2. Latar Belakang

Kekurangan Iodium masih menjadi masalah besar di beberapa negara


di dunia, khususnya negara-negara berkembang. Dilaporkan sekitar 38% dari
jumlah penduduk dunia terkena risiko gangguan akibat kekurangan iodium
(GAKI). Kekurangan iodium dapat menyebabkan gondok, terjadinya
kretinisme, menurunnya kecerdasan, gangguan pada otak, bisu-tuli, serta
pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran dan kematian pada bayi
(Burhanudin,2001).
Untuk mengatasi kekurangan asupan iodium dalam makanan,
pemerintah membuat program penggunaan garam beriodium dengan
menambahkan (suplementasi) kalium iodat ke dalam garam dapur.
Kekurangan iodium dapat disebabkan oleh asupan makanan yang kurang
mengandung iodium atau mengkonsumsi garam beriodium yang tidak sesuai
standar (BPOM RI, 2006).
Meskipun iodium merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh
dalam jumlah relatif kecil, tetapi mempunyai peranan yang sangat penting
untuk pembentukan hormon tiroksin. Hormon tiroksin ini sangat berperan
dalam metabolisme di dalam tubuh (Gunung, 2004). Hormon tiroksin ini
sangat berperan dalam metabolisme di dalam tubuh (Gunung, 2004).
Hampir seluruh makanan yang diolah menggunakan garam sebagai
penyedap rasa, serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam
industri pangan, selain itu, karena harga garam dapur relatif murah dan
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat maka pemerintah memilih garam
dapur menjadi garam konsumsi sebagai media penyampaian iodium ke
dalam tubuh (Purnawati, 2006) .
Permasalahan yang timbul dimasyarakat sampai saat ini ternayata
masih banyak beredar garam dapur yangtidak memenuhi standar yang
diizinkan untuk garam dapur. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Kapantow
(2013) dari 10 sampel garam dapur yang diperiksa ada 50 % sampel yang
tidak memenuhi syarat dan 5 sampel memenuhi persyaratan SNI. Hasil
penelitan Chairunnisa (2010) tentang penggunaan garam beriodium di
Kecamatan Amuntai Tengah juga didapatkan 26.5 % garam yang tidak
memenuhi persyaratan SNI Nomor 01-3556.2- 1994/Rev 2000 garam
konsumsi beriodium antara 30-80 ppm. Hasil penelitian pada garam dapur
yang tidak memenuhi persyaratan memiliki kadar dari 0,3 ppm–28 ppm. Hal
ini menunjukkan bahwa mutu dalam garam ini masih sangat jauh dari kualitas
yang seharusnya, hal ini dapat terjadi karena produksi pembuatan garam di
Indonesia yang masih tradisional, sistem pengawasan yang belum efektif
serta belum diberlakukannya sanksi secara tegas, karena ± 90 %
produsennya adalah termasuk pengusaha kecil (Sudarmadji, 2010). Menurut
DepKes RI Perusahaan yang belum menerapkan SNI pada umumnya adalah
industri kecil yang berada di sentra produksi yang perlu dibina sistem
manajemen mutu, pelatihan teknik produksi dan bantuan peralatan mesin
iodisasi garam dimana peralatan iodisasi yang digunakan produsen masih
sederhana, sehingga kadar iodium dalam garam tidak homogen (Kapantow,
2013). Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang berapa
kandungan iodium dalam garam dapur yang dinyatakan sebagai KIO3 dan
membandingkannya dengan Baku Mutu SNI Nomor 01-3556.2-1994/Rev
2000.

3. Metode

Penentuan kandungan iodium pada garam dapur di Pasar Batuah


Martapura dilakukan dengan uji kualitatif dan uji kuantitatif. Adapun uji
kualitatif dilakukan untuk menentukan ada tidaknya iodat dalam sampel
didasarkan atas prinsip reaksi redoks antara iodat dengan iodida (I -) dalam
suasana asam akan menghasilkan iodida (I2) yang berwarna kuning
kecoklatan, dan jika ditambah amylum akan membentuk kompleks iod-
amylum yang berwarna biru kehitaman. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut (Ham,2009):

I + 5I- + 6H+ + à 3I2 + 3H2O


I2 + Amylum à Iod-Amylum
(Biru kehitahaman).

Sampel yang positif mengandung iodat, dilanjutkan penentuan kadar


iodiumnya menggunakan metode titrasi iodometri. dengan cara sebagai
berikut: ditimbang dengan teliti 25,0 g garam dapur, dilarutkan dengan 125
mL aquadest, kemudian + 2 mL H3PO4 85% + 1 g KI dan 1 mL amylum 1%,
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0050 N sampai warna biru tepat hilang.
Setelah itu dihitung kadar iodium yang dinayatakan sebagai % KIO 3.

4. Hasil

Berdasarkan uji kualitatif yang dilakukan baik pada garam bermerk


maupun pada garam tidak bermerk diperoleh hasil seperti yang ditunjukkan
dalam Tabel 1.
Catatan: *) Sampel garam tanpa merk.
Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 15 sampel yang diperiksa 5 sampel
tidak mengandung iodat di dalamnya, dan 10 sampel yang positif
mengandung iodat. Sampel yang positif mengandung iodat, dilanjutkan
penen-tuan kadarnya menggunakan metode titrasi iodometri (Tabel 2).

Hasil Pengukuran Kadar KIO3 dalam Garam


Berdasarkan hasil uji kualitatif yang ditunjukkan pada Tabel 1.
diketahui bahwa dari 15 sampel garam yang diperiksa, terdapat 5 sampel
garam (33%) yang tidak mengandung iodat, dan hanya 10 sampel garam
(67%) yang mengandung iodat. Prosentase tingkat kepositifan iodat dalam
garam ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Prosentase Tingkat Positif dan Negatif Kandungan Iodat
Lima sampel garam yang tidak men-gandung iodat di dalamnya
ternyata tidak hanya didapatkan pada garam yang tidak bermerk saja,
dimana berdasarkan atas hasil penelitian yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1.
diketahui bahwa ada 3 sampel dari garam bermerk yang mencantumkan
kadar iodat seba-gai KIO3 di dalam kemasannya, ternyata sete-lah diuji
secara kualitatif hasilnya negatif. Dan dari 3 sampel dari garam bermerk yang
mencantumkan kadar iodat sebagai KIO3 di dalam kemasannya, ternyata
setelah diuji secara kualitatif hasilnya negatif. Dan dari 3 sampel garam tidak
bermerk ternyata dua sampel yang tidak mengandung iodat di dalamnya.
Berdasarkan persyaratan SNI Nomor 01- 3556-2-1994/Rev 2000
garam konsumsi berio-dium harus mengandung iodium yang dihitung sebagai
kalium iodat berkisar antara 30 – 80 ppm. Hasil uji kuantitatif yang dilakukan
pada penelitian ini ternyata dari 15 sampel garam yang diperiksa sebagian
besar ditemukan garam yang tidak memenuhi persyaratan SNI untuk kadar
iodat di dalamnya. Dimana 8 sampel garam (53%) yang tidak memenuhi
syarat untuk dikonsumsi, dan hanya 7 sampel garam (47%) yang memenuhi
syarat. Dan dari semua jenis garam tidak bermerk ternyata semuanya (100%)
tidak ada yang memenuhi syarat SNI. Meskipun ada satu garam bermerk
yang mengandung iodat, tapi kadarnya masih di bawah baku mutu yang
diizinkan. Jumlah garam yang memenuhi syarat baku mutu (SNI 01-3556.2-
1994/Rev 2000) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 menunjukkan sampel garam dalam penelitian ini yang tidak
memenuhi persyaratan ternyata hanya mengandung KIO3 dari 0 ppm – 23,29
ppm. Semua kadar iodat-nya berada di bawah baku mutu yang diiz-inkan.
Yaitu pada Garam Bermerk_A (0 ppm), Garam Bermerk_B (0 ppm), Garam
Ber-merk_D (0 ppm), Garam Bermerk_E (23,29 ppm), Garam Bermerk_K
(8,68 ppm), Garam Tanpamerk_1 (22,17 ppm), Garam Tan-pamerk_2 (0
ppm), dan Garam Tanpamerk_3 (0 ppm). Adapun 7 sampel garam lainnya
yang diperiksa dalan penelitian ini mengandung kalium iodat dengan kadar
sesuai dengan persyaratan SNI, dengan kadar berkisar antara 60,25 ppm –
79,94 ppm. Semuanya ada pada garam bermerk, Yaitu pada Garam Merk_C
(60,91 ppm), Garam Merk_F (79,94 ppm), Garam Merk_G (76,79 ppm),
Garam Merk_H (62,06 ppm), Garam Merk_I (67,29 ppm), Garam Merk_J
(73,99 ppm), dan Garam Merk_L (60,25 ppm).

5. Rekomendasi KTI
Penelitian ini dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif
karena tersediannya alat dan bahan di Laboratorium Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis. Namun, terdapat satu bahan yang tidak tersedia di
laboratorium, yaitu H3PO4 85%. Meskipun demikian, penelitian ini masih
dapat dilakukan sehingga jurnal ini dapat dijadikan acuan dalam pembuatan
KTI
6. Alamat Online Jurnal
http://www.ejurnalanaliskesehatan.web.id/index.php/JAK/article/download/9/9
&ved=2ahUKEwjK68KPwnoAhWh6nMBHclaC_YQFjACegQIAxAB&usg=AOv
Vaw30z1J6rxfNKn8D7inEc3DQ

E. Jurnal 5
1. Judul Jurnal

ANALISIS KANDUNGAN IODIUM DALAM GARAM BUTIRAN KONSUMSI


YANG BEREDAR DI PASARAN KOTA AMBON

2. Latar Belakang

Di Indonesia telah diadakan penelitian pada anak sekolah dasar antara


tahun 1987- 1999 di 26 provinsi, didapatkan prevalensi goiter lebih dari 10%
pada 68,3% dari 966 kecamatan yang diperiksa, dan di beberapa desa lebih
dari 80% penduduknya dengan gondok. Penderita gondok kebanyakan anak
usia sekolah dan ibu hamil. Kondisi ini mengkhawatirkan, sebab bisa
mempengaruhi kecerdasan dan memperlemah daya tahan.
Iodium adalah elemen nonlogam dan mikronutrien penting yang
diperlukan tubuhdalam jumlah renik. Kekurangan iodium dapat
mengakibatkan kerusakan otak, keterlambatan mental, kretinisme dan
gondok endemik. Sebagai komoditi pangan potensial, garam beriodium dapat
dibuat dengan memfortifikasi iodium (KIO3) sebagai sumber iodium5, dengan
persentase konsumsi iodium adalah 90% berasal dari makanan dan hanya
10% dari air. Hasil survei menunjukkan banwa garam yang beredar di
masyarakat masih banyak yang tidak memenuhi persyaratan SNI No. 01-
3556-2000 (30-80 ppm iodium sebagai KIO3).
Zat iodium yang difortifikasikan kedalam garam dalam bentuk kalium
iodat (KIO3) bersifat sangat mudah menguap dan mudah larut dalam air.
Diduga selama produksi (proses fortifikasi dan pengemasan), distribusi
sarnpai ke konsumen menyebabkan kadar iodium yang ada dalam garam
beriodium tersebut menjadi tidak 40 ppm lagi. Atas dasar korndisi tersebut
telah dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa banyak kadar iodium
(KIO3) yang masih ada dalam garambutiran selama produksi (pengemasan),
distribusi (penyirnpanan) dan sampai pada konsumen.

3. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Iodometri.

4. Hasil

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian lama penyimpanan


garambutiran terhadap terhadap perubahan kadar Iodium pada 4 perlakuan,
yang menunjukkan perbedaan nilai rata Iodium adalah sebagai berikut:
a) Perlakuan pada larutan standar (P0)

Pada perlakuan P0 / kontrol ( tanpa perlakuan) memiliki nilai


rata Iodium yang tertinggi 0,003617% sedangkan P1 (konsentrasi 5%)
dengan nilai rata-rata 0,0029375%, P2 (konsentrasi 10%) dengan nilai
rata-rata 0,00 30472%, dan P3 (konsentrasi 15%) dengan nilai rata
rata Iodium sedang, yakni 0,000 33141 atau terjadi penurunan kadar
Iodium 0,00136% dari kadar Iodium tanpa perlakuan (kontrol).
Penurunan kadar Iodium pada perlakuan P1, P2, dan P3,
disebabkan oleh faktor-faktor luar yang sangat mempengaruhi kondisi
penyimpanan garambutiran tersebut seperti suhu (temperatur),
kelembaban, kadar oksigen (O2), karbon dioksida (CO2) dan lain lain.
Sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang dapat mengendalikan kerusakan dan
kebusukkan bahan garam yang disimpan akibat terinfeksi oleh
mikroba, yaitu temperatur, kelembaban, kadar oksigen (O 2), karbon
dioksida (CO2), dan cahaya.
b) Perlakuan pada konsentrasi (P1 = 5 %)

Hasil ulanagan pertama P1 (konsentrasi 5%) diperoleh


persentase kadar Iodium 0,0027761%, pada ulanagan kedua yaitu
0,0029367% dan pada ulanagan ketiga 0,0030997% dengan nilai
rata- rata adalah 0,00 2937500000% yang artinya terjadi penurunan
kadar Iodium 0,0008628% dari kadar Iodium tanpa perlakuan. Hal
ini menunjukkan bahwa garambutiran dengan konsentrasi 5%
memiliki kandungan Iodium yang paling rendah, karena dengan
konsentrasi yang rendah perubahan Kalium iodida lebih sedikit
teroksidasi menjadi Iodium ditambah lagi suasana reaksi dalam
suasana asam.
c) Perlakuan pada konsentrasi (P2 = 10%)

Dari hasil ulanagan pertama P2 (konsentrasi 10%) diperoleh


persentase kadar Iodium 0,0027943%, pada ulanagan kedua yaitu
0,0029152% dan pada ulanagan ketiga 0,0029158% dengan nilai rata-
rata adalah 0,0028751%, yang artinya terjadi penurunan kadar Iodium
0,0006871% dari kadar Iodium dengan konsentrasi standar.
Penurunan kandungan kadar Iodium pada garambutiran dengan
konsentrasi KIO3 10% menyebabkan nilai kadar yang sudah mulai
berubah akibat meningkatnya proses degradasi yang ditunjukkan oleh
suhu dan kelembaban ruang penyimpanan. Norman mengatakan
bahwa suhu serta kelembaban udara dalam ruang penyimpanan
berhubungan langsung dengan daya tahan serta kualitas bahan
produksi yang bersangkutan, sehingga proses penguapan dapat
terjadi terutama bila suhu berubah atau udara lembab.
d) Perlakuan pada konsentrasi (P3 = 15%)

Dari hasil ulanagan pertama P3 (konsentrasi 15%) diperoleh


persentase kadar Iodium 0,0028562%, pada ulanagan kedua yaitu
0,0028676% dan pada ulanagan ketiga 0,0029239% dengan nilai rata-
rata adalah 0,00028826%, yang artinya terjadi penurunan kadar
Iodium 0,00136% dari kadar Iodium tanpa perlakuan. Laju penurunan
kandungan kadar Iodium pada garambutiran pada konsentrasi 15%
menandakan nilai kadar Iodium yang terkandung dalam garambutiran
sudah mengalami kerusakan atau kadar Iodium telah mencapai taraf
minimum (sangat rendah). Penurunan kadar Iodium yang tersimpan
lebih lama telah mengalami degradasi karena lingkungan
penyimpanannya telah terkontaminasi karbon dioksida (CO2) yang
berlebihan serta persediaan kadar oksigen (O2) yang semakin
berkurang.

5. Rekomendasi KTI

Penelitian ini dapat dijadikan Acuan dalam menyusun Karya Tulis


Ilmiah (KTI). Metode yang digunakan adalah Iodometri dengan bahan yang
terdiri dari aquades, kalium Iodida, asam asetat encer, asam sulfat, larutan
baku Iodium, Larutan baku natrium tiosulfat (Na 2S2O3), larutan kanji, serbuk
KI, Serbuk tembaga (II) sulfat (CuSO 4) dan alat-alat gelas tersedia di
Laboratorium Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Denpasar,
sehingga memungkinkan untuk melakukan penelitian dalam rangka
pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI).

6. Alamat Online Jurnal


http://fmipa.umri.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/HELMI-ANALISA-KADAR-
IODIUM-DALAM-GARAM.pdf

Anda mungkin juga menyukai