Pengampu :
dr. Dini Agustina, M.Biomed
Disusun oleh :
Felicia Ivana Putri
NIM : 182010101006
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITA JEMBER
2020
A. DASAR TEORI
Infeksi saluran Kemih adalah adanya mikrooeganisme patogen didalam saluran kemih.
Normalnya didalam vesica urinari, ureter dan ginjal, urin bersifat steril. Pada uretra terdapat
flora normal sehingga urin normal yang dikeluarkan sedikit mengandung urin. Untuk
membedakan mana urin yang terkontaminasi dan mana urin yang menginfeksi dapat
dibedakan dengan pemeriksaan urin kuantitarif yang dapat memberikan hasil yang berarti.
Bakteriuria adalah hal yang dapat mendiagnosis infeksi saluran kemih dimana daapat
dibuktikan dengan melakukan biakan urin dan menyingkirkan adanya kontaminasi pada flora
normal diuretra. Pemeriksaan biakan urin dapat diindikasi pada : Penderita dengan gejala dan
tanda ISK (simtomatis), paska instrumentasi saluran kemih, terutama pada kateter urin,
penderita dengan nefropati terutama sebelum melakukan instrumentasi saluran kemih.
Yang dinilai pada biakan urin ialah jenis mikoroorganismenya, kuantitas koloni kuman
dalam satuan CFU (Colony Forming Unit).Kriteria diagnosa bakteriuria bila didapatkan
(Mangatas SM,2001;Wilson WE,2001)
1. 100.000 CFU/ ml urin dari biakan urin porsi tengah yang dilakukan secara
berturutturut
2. 100.000 CFU/ ml urin dari 1 biakan porsi tengah dengan leukosit urin > 10/ml urin
segar
3. 100.000 CFU/ ml urin dari 1 biakan porsi tengah disertai gejala klinis ISK
4. 100.000 CFU/ ml urin kateter
5. Berapapun CFU dari urin aspirasi suprapubik
Contoh kasus ialah Infeksi saluran kemih (ISK) yang biasanya terjadi pada resipien
transplantasi ginjal. Infeksi saluran kemih (ISK) akut tidak hanya berpengaruh terhadap
kondisi pasien, namun juga harus diperhatikan beberapa kemungkinan pada pasien
transplantasi ginjal, antara lain interaksi antibiotik dengan obatobatan imunosupresan, isolasi
dan infeksi dari bakteri yang resisten, pertumbuhan jamur seperti Candida spp karena
pemberian antibiotik, dan ISK rekuren.1 Kemungkinan terjadisekuele pada ISK rekuren pada
pasien transplantasi ginjal karena terjadinya urosepsis yang mengakibatkan gangguan pada
fungsi graft. Gejala ISK biasanya tidak dapat diketahui segera karena proses imunosupresi
dan denervasi saat pembedahan graft ginjal dan ureter yang dialami pasien.
Diagnosis ISK pada resipien transplantasi ginjal tidak dapat ditegakkan berdasarkan
tanda dan gejala klasik ISK karena secara klinis berbeda. Gejala klinis awal ISK pada pasien
transplantasi ginjal dapat berupa sepsis. Biasanya gejala khasnya adalah demam yang dapat
berhubungan dengan pyuria dan bakteriuria. Beberapa studi menambahkan gejala lain yaitu
hematuria mikroskopik dan nyeri abdomen. Pada banyak kasus, saat demam biasanya
didapatkan peningkatan C-reactive protein (CRP) dan peningkatan jumlah leukosit.
Sebagian besar (>95%) lokasi infeksi setelah transplantasi yaitu pada kandung kemih, lalu
pada pielonefritis ginjal transplan. Terkadang, infeksi juga dapat terjadi pada ginjal pasien.
Lokasi infeksi lainnya jarang ditemukan dan penyebab infeksi biasanya atipikal.1 Namun
demikian, infeksi tersebut juga harus dipertimbangkan pada resipien transplantasi, seperti
prostatitis karena Cryptococcus, Aspergillus, atau Salmonella, juga epididimitis karena
Klebsiella atau Mycobacterium haemophillum, serta ureteritis karena Cyomegalovirus
(CMV)9 atau tuberkulosis.
C. ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien perempuan berumur 31 tahun datang dengan keluhan demam sejak satu
bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien masuk rumah sakit pada 2 Desember 2017.
Demam dirasakan terus menerus dan berkurang setelah minum obat penurun panas, namun
beberapa jam kemudian dirasakan kembali. Pasien juga merasakan nyeri saat berkemih
sehingga menahan berkemih. Pasien merupakan resipien transplantasi ginjal yang ke-14 pada
lima bulan sebelumnya di RSSA Malang dan pernah terkena infeksi saluran kemih setelah
transplantasi. Awalnya, setelah dilakukan transplantasi ginjal, pasien jarang mandi dan
membersihkan diri karena takut lukanya sulit sembuh. Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan
gejala yang khas. Saat diperiksa, pasien mengalami sakit sedang dengan kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 107/61 mmHg, nadi 103 kali per menit, frekuensi pernafasan 19 kali
per menit, dan suhu 38°C. Dari pemeriksaan fungsi ginjal setelah terdiagnosis ISK
didapatkan hasil peningkatan ureum dan kreatinin. Berdasarkan catatan rekam medis pasien
setelah transplantasi ginjal, didapatkan bahwa fungsi graft dalam batas normal dan bertahan
selama satu bulan setelah transplantasi.
Pasien lalu terdiagnosis ISK yang pertama kali pada bulan ke-2 setelah transplantasi dan
dicurigai mengganggu fungsi graft. Hasil laboratorium menunjukkan terjadinya peningkatan
kadar ureum dan kreatinin serum setelah terdiagnosis ISK pertama kali. Setelah diberikan
terapi yang sesuai, kadar ureum dan kreatinin kembali membaik. Namun, saat terjadi ISK
yang kedua pada empat bulan pasca transplantasi, kadar ureum dan kreatinin kembali
meningkat walaupun telah diberikan terapi adekuat dan terus meningkat hingga tiga minggu
setelah terdiagnosis. Pasien lalu menjalani hemodialisis sehingga ureum dan kreatinin
kembali turun. Enam hari setelah dialisis, hasil ureum dan kreatinin kembali meningkat dan
dilakukan dialisis kembali.
Grafik ureum dan kreatinin pasca transplantasi graft hingga enam bulan setelah
transplantasi disajikan pada Gambar 1. Dari data rekam medis juga didapatkan hasil
laboratorium darah rutin pasca transplantasi dan ketika pasien menderita ISK berulang. Pasca
transplantasi, hasil hemoglobin terus meningkat. Saat terdiagnosis ISK yang pertama, tidak
diperiksa kadar hemoglobin, namun saat ISK yang kedua, didapatkan kadar hemoglobin yang
menurun hingga kembali pada kondisi awal pasca transplantasi. Begitu juga dengan jumlah
leukosit yang meningkat saat pasca transplantasi dan kemudian menurun setelah satu bulan.
Saat terdiagnosis ISK yang pertama, tidak didapatkan hasil laboratorium terkait jumlah
leukosit. Namun, saat ISK yang kedua (rekuren), didapatkan jumlah leukosit dalam batas
normal. Hal ini dapat terjadi karena pasien telah mendapatkan terapi imunosupresan sebagai
pencegahan rejeksi graft.
D. HASIL PENGAMATAN
1. Screening Test (Mikroskopis)
Dilakukan pewarnaan gram dan diperoleh hasil, seperti berikut :
Keterangan :
Bentuk : Basil
Susunan : Monobasil
Warna : Merah
Dan pewarnaan kapsul diperoleh hasil, seperti berikut :
Keterangan :
Bentuk : Basil
Susunan : Monobasil
Sifat : Positif
Berkapsul
Warna : Merah
EMB
3. Uji Biokimia
SIM VP Indol MR Citrat
Hasil
No Nama Uji Pengamatan
(+/-)
Tidak terjadi perubahan -
1 MR
warna, tetap kuning ph >4,4
Tidak terjadi perubahan -
2 VP warna ditambahkan Reagen
KOH 40%
Sulfur: Tidak terdapat warna -
hitam, tidak terbentuk H2S -
Indol: Tidak terbentuk cincin -
3 SIM
merah
Moltility: tidak ada
pergerakan
Terjadi perubahan warna dari +
4 SC
hijau – biru ph basa
Indol: Tidak terbentuk cincin -
5 Indol merah
Metode pengkulturan yang dapat dilakukan contohnya adalah menggunakan Spread Plate
Methode. 1 ml urine ditambahkan dengan 9 ml aquadest steril (10-1) , kemudian kocok 25
kali. Setelah itu tiap sampel pengenceran diambil 0,1 ml dan kemudian dikultur pada
media biakan agar selektif bakteri gram negatif (BAP,McConkey Agar, EMB Agar)
dengan tujuan seleksi bakteri gram negatif dan positif dapat teridentifikasi
pertumbuhannya melalu seleksi media agar. Masing-masing sample diambil ulangannya
sebanyak 16 kali. Bakteri yang telah dikultur kemudian diinkubasi pada suhu 35-37°C
yang merupakan suhu optimal bagi pertumbuhan bakteri gram negatif. Pengamatan
pertumbuhan diamati selama kurang lebih 24-48 jam dimana hal tersebut merupakan
fase optimum pertumbuhan bakteri. Dilakukan pencatatan data hasil pengamatan. Setiap
periode pengkulturan sample diamati dengan melihat ada tidaknya koloni bakteri dan
koloni diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan ukurannya
Dilakukan pengamatan pada hasil isolasi pada media selektif Mac
Conkey Agar,EMB dan BAP, diperoleh hasil dengan ciri koloni : Berbentuk
bulat (Coccus), Warna Merah muda (pink), Elevasi Cembung, Pinggiran
Rata serta memiliki ciri khas yaitu Koloni sangat moist. Setelah itu
dilakukan pewarnaan gram serta pewarnaan kapsul dan diamati
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100x dengan penambahan
minyak emersi. Hasil pengamatan dibawah mikroskop diperoleh bakteri
dengan bentuk susunan monobasil, sifat gram negatif (-), positif
berkapsul, warna merah.Media lain adala BAP (Blood Agar Plate) yang
dipakai untuk mengidentifikasi kemampuan bakteri dalam melisiskan sel-
sel darah. Bakteri Klebsiella tumbuh sebagai koloni yang berwarna abu-
abu, smooyh, cembung, mucoid atau tidak melisiskan darah pada media
BAP.
Mac Conkey, media ini mengandung laktosa dan merah netral sebagai indikator, sehingga
bakteri yang meragikan laktosa akan tubuh sebagai koloni berwarna merah yang dapat
membedakan dari bakteri yang tidak meragikan laktosa yang tumbuh sebagai bakteri yang tidak
berwarna. Klebsiellatumbuh sebagai koloni yang berwarna merah muda namun tidak dapat
meragikan laktosa secara sempurna. Ciri-ciri koloni pada media Mac Conkey besar-besar, smooth,
mucoid, cembung, berwarna merah muda-merah bata. Jika diambil dengan ose, maka akan tertarik
karena pada koloni memiliki kapsul.
Pada media MR/VP, pada tabung uji didapatkan hasil negatif setelah
ditambahkan dengan reagen Methyl Red, tidak terjadi perubahan
warna dari warna kuning menjadi warna merah, sedangkan pada
media VP tabung uji didapatkan hasil negatif setelah ditambahkan
reagen KOH 40% dan α- naftol, karena tidak terjadi perubahan warna
medium. Pada media SIM tabung uji didapatkan hasil yaitu Sulfur
(H2S) negatif (tidak terbentuk warna hitam), Indol negatif (tidak
adanya cincin merah setelah ditambahkan reagen kovaks) bakteri tidak
mempunyai enzim triftofanase dan Motility negatif (tidak adanya
penyebaran pada bekas tusukan menandakan adanya pergerakan).
Pada media Simon Citrate (SC) tabung didapatkan hasil positif,
karena terjadi perubahan warna pada media dari hijau jadi biru dengan
pH basa karena media SC mengandung Brom Timol Blue yang dapat
merubah warna media yang tadinya hijau menjadi biru) serta dapat
dipastikan bahwa bakteri mampu mempergunakan citrate sebagai
sumber karbonnya.
F. KESIMPULAN
G. DAFTAR PUSTAKA