Anda di halaman 1dari 18

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. NWS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 53 tahun
Alamat : Celuk, Sukawati
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Marital : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : Senin, 30 September 2019

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sering Kencing

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSU Premagana dengan keluhan sering
kencing sejak 10 hari yang lalu. Kencing dirasa sedikit-sedikit tapi sering
(anyang-anyangan). Px merasa warna urine nya agak keruh sejak 4 hari
terakhir. Px juga merasakan nyeri pada daerah pinggang kanan sejak
kemarin, didahului dengan nyeri pada perut bagian bawah sejak 4 hari
yang lalu Nyeri saat berkemih (-)
Demam tinggi dirasakan sejak 4 hari yang lalu, demam naik turun
dengan obat dan disertai dengan keringat dingin.
Pasien merasakan sedikit mual, namun tidak disertai muntah.
Nafsu makan dan minum menurun.

1
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah sakit seperti ini (-), Diabetes Melitus (-), Jantung (-), Hipertensi
(-), Stroke (-), Alergi (-), Asma (-), Rinitis Alergi (-), Alergi Obat (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Pernah sakit seperti ini (-), Diabetes Melitus (-), Jantung (-), Hipertensi
(-), Stroke (-), Alergi (-), Asma (-), Rinitis Alergi (-), Alergi Obat (-).

5. Riwayat Pengobatan
Belum pernah menjalani pengobatan

6. Riwayat Kebiasaan dan Sosial


Pasien jarang mengganti celana dalam

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kesadaran : Compos mentis

2. Keadaan umum : Baik

3. Vital Sign

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 102 x/menit

Suhu : 38.2 °C

RR : 20 x/menit

4. Kepala Leher

2
A/I/C/D : -/-/-/-

Konjungtiva hiperemi : -/-

Pembesaran KGB : (-)

Tenggorokan : Faring hiperemi(-), Tonsil (T1/T1)

5. Thorax

Cor : S1S2 tunggal regular

Pulmo : Gerak napas simetris, retraksi (-), fremitus

raba simetris (+/+), sonor (+/+) ,ves +/+

6. Abdomen

Inspeksi : Flat , jejas (-)

Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal, Bruits (-)

7. Ekstremitas

Inspeksi : Tidak terdapat edema

Palpasi : Akral hangat , CRT < 2 detik

D. STATUS UROLOGI
Regio Costovertebrae Angle :
Inspeksi : Jejas (-), Edema (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), Ballotement (-)
Perkusi : Flank Pain (+) D/S

3
Regio Suprapubis :
Inspeksi : Jejas (-), Edema (-), Penonjolan blas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) minimal, Blas tidak
teraba penuh
Perkusi : Timpani

Regio Genitalia Eksterna :


Vulva : dbn
Vagina : Fluor albus (-)
Muara Uretra : Discharge (-)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalysis

Kimia Urine Hasil

Warna Urine Kuning Tua

Kejernihan Agak Keruh

Berat Jenis 1.030

pH Urine 6.5

Glukosa Urine Negatif

Protein Urine +1

Keton Urine Negatif

Bilirubin Urine Negatif

Urobilinogen Urine <1 mg/dl

4
Eritrosit Urine +1

Leukosit Urine +3

Nitrit Positif

Mikroskopis Urine Hasil

Sel Epitel 2-3/lpk

Leukosit 50-52/lbp

Bakteri Positif

Silinder Negatif

Kristal Negatif

F. PLANNING DIAGNOSIS
1. Darah Lengkap
2. USG

G. DIAGNOSIS
Primer : Infeksi Saluran Kemih
Sekunder :-
Komplikasi : Pyelonefritis Akut

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Pankreatitis
2. Nefrolitiasis

5
I. PENATALAKSANAAN

Non-Medikamentosa
 Edukasi pasien untuk memperhatikan genital hygine
 Mengganti celana dalam 2x dalam sehari
 KIE kontrol ke Poli Urologi untuk penanganan lebih lanjut

Medikamentosa a/p dr. Sp.U

 Inj. Ketorolac 30 mg (IV)


 Inj Omeprazole 40 mg (IV)
 Tramofal 1 tablet di IGD

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Pielonefritis akut adalah infeksi akut pada parenkim dan pelvis ginjal
dengan sindroma klinis berupa demam, menggigil dan nyeri pinggang yang

6
berhubungan dengan bakteriuria dan piuria tanpa adanya faktor risiko. Faktor
risiko yang dimaksud adalah kelainan struktural dan fungsional saluran
kemih atau penyakit yang mendasari yang meningkatkan risiko infeksi atau
kegagalan terapi antibiotika (Guideline ISK IAUI, 2015)

B. EPIDEMIOLOGI

Indonesia merupakan negara tropis, dimana infeksi masih merupakan


penyakit utama dan penyebab kematian nomor 1. Oleh karena itu penggunaan
antibiotik masih paling dominan dalam pelayanan kesehatan. Jumlah dan jenis
antibiotik sangat banyak dan semakin bertambah seiring perkembangan
infeksi, oleh karena itu perlu perhatian khusus dalam penggunaan antibiotik.

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang


sering ditemukan di praktek umum, walaupun bermacam-macam antibiotik
sudah tersedia luas di pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik
melaporkan hampir 25-35% semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK
selama hidupnya. Infeksi saluran kemih tipe sederhana (uncomplicated type)
jarang dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik walaupun sering
mengalami ISK berulang. Sebaliknya ISK berkomplikasi (complicated type)
terutama terkait refluks visikoureter sejak lahir sering menyebabkan
insufisiensi ginjal kronik yang berakhir dengan gagal ginjal terminal.

Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor; seperti usia,


gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan
perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia
beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK
dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan kecuali
disertai faktor predisposisi. Faktor predisposisi ISK merupakan faktor

7
pencetus yang dapat menyebabkan ISK; yang meliputi litiasis, obstruksi
saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, diabetes mellitus, nefropati
analgetik, senggama, kehamilan, dan kateterisasi (Sukandar, 2007).

Sekitar 7 juta kasus sistitis akut dan 250.000 kasus pielonefritis akut
terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, mengakibatkan lebih dari 100.000
rawat inap. Biaya langsung yang berhubungan dengan diagnosis dan
pengobatan ISK telah diperkirakan lebih dari $ 2,5 miliar per tahun di
Amerika Serikat. Setelah usia 1 tahun sampai sekitar usia 50 tahun, ISK
umumnya menyerang kaum wanita. Dari usia 5-14 tahun, kejadian bakteriuria
adalah 1,2% pada wanita dan 0,03% pada pria. Wanita yang berusia antara
15-24 tahun, sebesar 1%-5% pasti pernah mengalami bakteriuria, kejadian
meningkat sebesar 1%-2% untuk setiap dekade hidup (Sukandar, 2007)

Idealnya antibiotik yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki


sifat-sifat sebagai berikut: dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh
pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum
terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Di dalam pemilihan
antibiotik untuk pengobatan ISK juga sangat penting untuk
mempertimbangkan peningkatan resistensi E.coli dan patogen lain terhadap
beberapa antibiotik. Resistensi E.coli terhadap amoksisilin dan antibiotik
sefalosporin diperkirakan mencapai 30%. Secara keseluruhan, patogen
penyebab ISK masih sensitif terhadap kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol
walaupun kejadian resistensi di berbagai tempat telah mencapai 22%.
Pemilihan antibiotik harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal,
disamping juga memperhatikan riwayat antibiotik yang digunakan pasien
(Guideline ISK IAUI, 2015)

Berdasarkan penelitian Saepudin et al., (2006) tentang perbandingan


penggunaan antibiotik pada pengobatan pasien ISK yang menjalani rawat inap

8
di salah satu RSUD di Yogyakarta pada tahun 2004 dan 2006, total kuantitas
antibiotik yang digunakan pada tahun 2004 dan 2006 tidak menunjukkan
perubahan yang signifikan. Kuantitas penggunaan antibiotik menurut
perhitungan dengan metode ATC/DDD diperoleh hasil pada tahun 2004
adalah 105,2 DDD/100 hari rawat dan 107,3 DDD/100 hari rawat pada tahun
2006. Dengan demikian, secara kuantitas penggunaan antibiotik untuk
pengobatan pasien ISK di rumah sakit setempat pada tahun 2004 dan 2006
menunjukkan kuantitas penggunaan yang cukup baik. Adapun antibiotik yang
digunakan pada kedua tahun tersebut berasal dari 3 golongan, yaitu penisilin
spektrum luas, florokuinolon, dan sefalosporin generasi ketiga (Sukandar,
2007).

Sistem ATC/DDD ( ATC=Anatomical Therapeutic Chemical,


DDD=Defined Daily Dose) merupakan sistem klasifikasi dan pengukuran
penggunaan obat yang saat ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam
pengembangan penelitian penggunaan obat. Sistem ini pertama kali di
kembangkan di negara-negara Skandinavia dan dengan cepat dikembangkan
pula dihampir seluruh negara Eropa. Pada tahun 1996 WHO menyatakan
sistem ATC/DDD sebagai standar pengukuran internasional untuk studi
penggunaan obat, sekaligus menetapkan WHO Collaborating Centre for
Drug Statistic Methodology untuk memelihara dan mengembangkan sistem
ATC/DDD (Guideline ISK IAUI, 2015)

C. ETIOPATOGENESIS (Purnomo, 2016)

Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari
mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat
mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di

9
dalam media urin. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara,
yaitu :

A. Ascending
B. Hematogen
C. Limfogen
D. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau
eksogen sebagai akibat dari pemakaian intrumen.

Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemis melalui cara


ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal
dari flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina,
prepusium penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Mikroorganisme memasuki
saluran kemih melalui uretra – prostat – vas deferens – testis (pada pria) –
buli-buli – ureter dan sampai ke ginjal.

Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari
kedua cari ini ascending-lah yang paling sering terjadi :

A. Hematogen

Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahantubuh


yang rendah, karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada pasien yang
mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga
timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureus
pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di
tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. M. Tuberculosis, Salmonella,
pseudomonas, Candida, dan Proteus sp termasuk jenis bakteri/ jamur yang
dapat menyebar secara hematogen.

10
Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan
infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat menimbulkan
abses pada ginjal.

B. Infeksi Ascending

Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu :

A. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina


B. Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
C. Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih
D. Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.

Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1)


kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kumen melaui uretra ke buli-buli,
(3) penempelan kuman pada dinding buli- buli, (4) masuknya kumen melaui ureter
ke ginjal

a. Faktor host

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke


dalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

 Pertahanan lokal dari host

 Peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular


dan humoral.

11
Pertahanan lokal sistem saluran kemih yang paling baik adalah
mekanisme wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu
membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari
sistem ini akan mengakibatkan kuman mudah sekali untuk bereplikasi
dan menempel pada urotelium. Agar aliran urin adekuat dan mampu
menjamin mekanisme wash out adalah jika :

 Jumlah urin cukup


 Tidak ada hambatan didalam saluran kemih

Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal


menghasilkan urin yang tidak adekuat, sehingga memudahkan
terjadinya infeksi saluran kemih. Keadaan lain yang dapat
mempengaruhi aliran urin dan menghalangi mekanisme wash out
adalah adanya :

 Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering
menahan kencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong-
kantong pada saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan
baik misalnya pada divertikula, dan adanya dilatasi atau refluk
sistem urinaria.
 Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai
sebagai tempat persembunyian kuman.

b. Faktor agent (mikroorganisme)

12
Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor
yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat
2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu

 Tipe pili I, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis.


 Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis
akut.

Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk


antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim
urease yang dapat merubah suasana urin menjadi basa.

C. DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Gambaran klasik dari pielonefritis akut adalah demam tinggi
dengan disertai mengigil, nyeri daerah perut dan pinggang, disertai mual
dan muntah. Kadang terdapat gejala iritasi pada buli-buli, yaitu berupa
disuri, frekuensi, atau urgensi.
Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pada pinggang dan perut, suara usus
melemah seperti ileus paralitik.

2. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis disertai
peningkatan laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria, dan
hematuria. Pada pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal terjadi
penurunan faal ginjal dan pada kultur urine dengan pengambilan urine
porsi tengah (midstream urine) terdapat bakteriuria.

13
Gambar 2. Criteria Catelli
Kultur Urine

3. Radiologi
Pemeriksaan foto otot polos perut menunjukkan adanya kekaburan
bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radioopak dari batu
saluran kemih. Pada BOF-IVP terdapat bayangan ginjal membesar dan
keterlambatan pada fase nefrogram.
Evaluasi saluran kemih bagian atas dengan USG dan foto BNO untuk
menyingkirkan kemungkinan obstruksi atau batu saluran kemih.
Pemeriksaan tambahan, seperti IVP/CT-scan, seharusnya
dipertimbangkan bila pasien masih tetap demam setelah 72 jam untuk
menyingkirkan faktor komplikasi yang lebih jauh seperti abses ginjal.
Biasanya didapatkan defek perfusi dan pembesaran pada ginjal yang
terinfeksi.
Untuk diagnosis faktor penyebab yang kompleks pada wanita
hamil, USG atau magnetic resonance imaging (MRI) dijadikan pilihan
untuk menghindari risiko radiasi pada janin (EAU, 2018).

14
D. DIAGNOSIS BANDING
Perlu dibuat diagnosis banding dengan inflamasi pada organ di sekitar
ginjal antara lain pankreatitis, appendisitis, kolesistitis, divertikulitis,
pneumonitis, dan inflamasi pada organ pelvis (Purnomo, 2016)

E. TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa
Untuk orang yang dalam keadaan sehat, muda, wanita
premenstrual, salah satu cara terbaik untuk mencegah pyelonefritis akut
yakni dengan cara mencegah penyebab dari infeksi saluran kemih. Yakni,
tidak boleh menahan kencing dan membersihkan atau mengelap dari
depan ke belakang setelah kencing. Hal ini dapat mencegah terjadinya
ascending infection. Selain terapi perilaku, terdapat penelitian terkini
bahwa konsumsi jus kranberi, probiotik, dan antibiotik profilaksis dosis
rendah dapat mencegah terjadinya infeksi saluran kemih. Untuk mencegah
terjadinya pyelonefritis akut berulang pasien harus diberikan edukasi
untuk menggunakan antibiotik sesuai dengan anjuran. Mencegah dehidrasi
juga dapat mencegah pyelonefritis akut dan meningkatkan fungsi ginjal
(Mariya B, 2019).

b. Medikamentosa
Pyelonefritis akut dapat ditangani secara rawat jalan dan rawat
inap. Pasien yang sehat, muda, dan tidak hamil dengan klinis pyelonefritis
non komplikata dapat di rawat jalan. Rawat inap dilakukan bila pasien
sangat muda, pasien geriatri, imunokompromais (diabetes), transplantasi
renal, pasien dengan abnormalitas saluran kemih, pasien hamil, atau
mereka yang tidak dapat mentoleransi terapi oral.

15
Pengobatan simptomatik pada pasien pyelonefritis akut dapat diberikan
analgesik dan antipiretik. Anti inflamasi non steroid berfungsi sangat baik
dimana dapat menangani nyeri dan demam yang diakibatkan oleh
pyelonefritis akut.
Pengobatan kausatif dari pyelonefritis akut yakni antibiotik.
Antibiotik dapat diberikan secara parenteral selama 7-10 hari lalu
dilanjutkan per-oral selama 10-14 hari. Pada pasien yang dapat dirawat
jalan dapat diterapi dengan antibiotik oral selama 10-14 hari. Untuk pasien
dewasa, terapi dengan Fluoroquinolon atau TMP-SMX dapat ditoleransi
dengan baik dan efektif (Smith and Tanagho, 2015)

Tabel 1. Pilihan Antibiotik Parenteral untuk Infeksi Saluran Kemih (EAU,


2018)

Tabel 2. Pilihan Antibiotik Oral untuk Infeksi Saluran Kemih (EAU, 2018)

16
F. PROGNOSIS
Sebagian besar kasus pyelonefritis dapat dirawat jalan dengan
perbaikan yang signifikan dengan antibiotik oral. Pasien wanita muda
seringkali di terapi sebagai pasien rawat jalan. Tingkat mortalitas pada
pyelonefritis telah dilaporkan sekitar 10-20% pada beberapa penelitian. Studi
terkahir di Hongkong menunjukkan tingkat mortalitas sekitar 7.4%. Studi
menunjukkan bahwa pasien geriatri (> 65 tahun), laki-laki, gangguan fungsi
ginjal, dan pasien yang memiliki riwayat diseminasi intravaskular koagulasi
memiliki mortalitas yang lebih tinggi.
Dengan diagnosis yang dini pada etiologi penyebab dan intervensi
yang tepat serta terapi yang adekuat, pasien dengan pyelonefritis yang
beratpun memiliki prognosis yang baik kedepannya (Mariya B, 2019).

DAFTAR PUSTAKA

Penta Kurnia. 2015 .Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia
Pria. Hal 22.

17
Smith and Tanagho’s General Urology. 2013. Infection of Genitourinary Tract. Edisi
Ke-18. Hal. 223

Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2007.

Belyayeva, M. 2019. Acute Pyelonephritis. NCBI Stat Pearls.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519537/

Purnomo, B. 2016. Dasar-dasar Urologi. Infeksi Urogenitalia. Pyelonefritis Akut.


Edisi Ke-3. Hal 51-58. SMF Urologi Universitas Brawijaya Malang.

Jeanette, P. 2012. Essential Urology A Guide to Clinical Practice. Genitourinary


Infection. Hal 185. Springer. New York.

EAU Guidelines of Urological Infection. 2018. Uncomplicated Pyelonephritis. Hal


18. European Association of Urology.

18

Anda mungkin juga menyukai