Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Malangke, Luwu Utara
No. Reg : 19 66 82
Tanggal Pemeriksaan : 06 April 2018

B. ANAMNESIS
KeluhanUtama : Buang air kecil disertai darah
Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak ± 6 hari terakhir. Nyeri saat buang
air kecil (+), nyeri perut bagian bawah (+).
Riwayat demam (+), mual (-), muntah (-).Riwayat
kencing berpasir (-). Riwayat sering-sering menahan
kencing (-). Riwayat dengan keluhan yang sama
sebelumnya (-).
Riw HT (-), DM (-).

C. PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum
Sakit sedang/gizi cukup/GCS 15 (compos mentis)
• Status Gizi
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 167 cm
IMT : 21.51kg/m2
• Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Frekuensi nadi : 78 kali/menit, reguler

1
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu (aksilla) : 37,4oC
SpO2 : 99%
• Kepala
Deformitas : Tidak ada
Muka : Simetris kiri = kanan
Rambut : Hitam, lurus, sukar dicabut
Ukuran : Normocephal
Bentuk : Mesocephal
• Mata
Eksoftalmus/Enoptalmus : Tidak ada
Gerakan : Ke segala arah
Kelopak mata : Edema (-)/(-), hematoma (-)/(-)
Konjungtiva : Anemis (-)/(-)
Sklera : Ikterus (-)/(-)
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat, isokor diameter 2,5 mm/2,5 mm
Refleks cahaya langsung (+)/(+)
• Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Otorrhea : Tidak ada
Tophi ` : (-)
Nyeri tekan prosesus mastoideus : (-)
• Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak ditengah dan simetris
Mukosa hidung : tidak hiperemis
Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan
• Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-), sianosis (-)
Lidah : normoglosia

2
Tonsil : T1-T1 Tenang
Faring : tidak hiperemis
Gigi geligi : Caries dentis (-)
Gusi : Tidak hiperemis
• Leher
KGB : Tidak ada pembesaran
DVS : R+2 cmH2O posisi 300
Kelenjar Gondok : Tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : Tidak Ada
Trakea : letak di tengah
Tumor : tidak ada
• Dada
Bentuk : Simetris kiri = kanan, normochest
Buah dada : Simetris kira = kanan, tidak ada kelainan
Sela iga : Simetris kiri = kanan, pelebaran sela iga (-)
• Paru
Palpasi : Fremitus simetris kiri = kanan
Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Perkusi : Sonor
Batas paru-hepar ICS VI dextra anterior
Batas paru belakang kanan CV Th. X dekstra
Batas paru belakang kiri CV Th. XI sinistra
Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi Tambahan : Ronkhi (-), Wheezing (-)
• Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : Pekak
Batas kanan atas ICS II linea parasternalis dextra
Batas kanan bawah ICS V linea parasternalis dekstra
Batas kiri atas ICS II linea midclavicularis sinistra

3
Batas kiri bawah ICS V line midclavicularis sinistra
Aukultasi : BJ I/II murni reguler
Bising jantung (-)
• Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba
Massa tumor (-), Nyeri tekan (+) regio suprapubik
Perkusi : Timpani (+)
• Punggung
Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Nyeri ketok costovertebra kiri (+)
• Ekstremitas
Edema : Tidak ada

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Rutin (06 April 2018)
WBC 7.54 x103/uL 4 - 10 x 103/uL
RBC 4.63 x106/uL 4 - 6 x 106/uL
HGB 13.0 g/dL 14 - 18 g/dL
HCT 39.5 % 40 - 54%
MCV 85.3 pl 80 - 100 pl
MCH 28.1 pg 27 - 32 pg
MCHC 32.9 g/dl 32 - 36 g/dl
PLT 291 x 103/uL 150 - 400x 103/uL
MPV 9.7 fl 9.00 - 13.00 fl
NEUT 54.0% 50 - 70%

4
LYMPH 37.4% 20 - 40%
MONO 6.0% 2.0 - 8.0%
Urin Rutin (06 April 2018)
Warna Kuning keruh Kuning muda
pH 5.5 4.5 - 8.0
Bj 1.015 1.005-1.035
Protein ++/100 mg/dl Negatif
Glucose Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif
Blood +++ / 200 RBC/ul Negatif
Lekosit ++ / 125 WBC/ul Negatif
Vit C Negatif Negatif
Sedimen lekosit 15 - 20 lpb <5
Sedimen eritrosit 20 - 25 lpb <5
Sedimen torak Negatif -
Sedimen KristaUl Negatif -
Sedimen epitel sel +1 -

 USG Abdomen (07 April 2018)


Kesan : Cystitis

E. DIAGNOSIS
Hematuria et causa cystitis

F. PENATALAKSANAAN
 Pengobatan:
IVFD ringer laktat 24 tetes/menit
Levofloxacin 0.5 gr/24 jam/iv (skin test)

5
Santagesik 1 gr/8 jam/iv
Asam traneksamat 500 mg/12 jam/iv
 Rencana Pemeriksaan: Kultur Urine dan BNO

G. PROGNOSIS
 Quad ad Functionam : Dubia ad Bonam
 Quad ad vitam : Dubia ad Bonam
 Quad ad sanationam : Dubia ad Bonam

H. FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN INSTRUKSI


PENYAKIT DOKTER
6/4/2018 S: P:
T : 140/90 mmHg- Hematuria - IVFD ringer laktat 24
N : 78 x/menit - Demam (-) tetes per menit
P : 20 x/menit - Sakit kepala (-) - Ciprofloxacin
S : 37.4°C, axilla - Batuk (-), sesak (-) 0.2gr/12 jam/drips
- Mual (-), muntah (-) (skin test)
Darah rutin - Nyeri ulu hati (-) - Santagesik 1gr/8
WBC : 7.54 x103/uL
- Nyeri perut bagian jam/iv
RBC : 4.63 x 106 / uL bawah - Asam traneksamat
HGB : 13.0g/dL - Lemah badan (-) 500 mg/8jam/iv
HCT : 39.5 % - Nafsu makan menurun
PLT : 291 x 103/uL
- BAB : biasa
-
Urinalisa O:
Warna : kuning keruh,
- SS / GC / CM
blood +++/ 200 - Anemis -/-, ikterus -/-,
Ery/uL, lekosit ++/125
- BP : vesikuler, BT : Rh
Leu/uL, -/- , Wh -/-

6
Pro ++/100 mg/dl- BJ : I/II murni regular,
nitrit (-), BT : murmur (-)
sedimen lekosit 15- - 20, Nyeri tekan (+) pada
sedimen eritrosit 20 - regio suprapubik
25, sedimen epitel- sel Peristaltik (+) kesan
+1, normal,
- Hepar tidak teraba
- Lien tidak teraba
- Ext : Edema -/-
A:
Hematuria pro evaluasi
07/04/2018 S: P:
T : 100/60 mmHg - Hematuria - IVFD ringer laktat 24
N : 84 x/i - Sakit kepala (-) tetes per menit
P : 20 x/i - Batuk (-), sesak (-) - Levofloxacin 0.5gr/24
S : 37.6°C - Mual (-), muntah (-) jam/drips
- Nyeri ulu hati -) (skin test)
- Nyeri suprapubik - Santagesik 1gr/8
berkurang jam/iv
- Lemah badan (-)
- Nafsu makan menurun
- BAB : biasa, kuning

O: Usul: USG Abdomen


- SS / GC / CM
- Anemis -/-, ikterus -/-,
- BP : vesikuler,
BT : Rh -/- , Wh -/-
- BJ : I/II murni regular
BT : murmur (-)
- Nyeri tekan pada regio

7
epigastrium (-), nyeri
tekan pada suprapubik
(+)
Peristaltik (+) kesan
normal,
- Hepar tidak teraba
- Lien tidak teraba
- Ext : Edema -/-

A:
Suspek BSK
DD/ ISK Komplikata
08/04/2018 S: P:
T : 120/80 mmHg - Hematuria berkurang - IVFD ringer laktat 24
N : 88 x/i - Demam (-) tetes per menit
P : 20 x/i - Sakit kepala (-) - Levofloxacin 0.5gr/24
S : 36.9 °C - Batuk (-), sesak (-) jam/drips
- Mual (-), muntah (-) - Santagesik 1gr/8
- Nyeri suprapubik jam/iv
berkurang
USG Abdomen - Nafsu makan menurun
7/4/2018 - BAB : biasa, kuning
Kesan: Cystitis
O:
- SS / GC / CM
- Anemis -/-, ikterus -/-,
- BP : vesikuler,
BT : Rh -/- , Wh -/-
- BJ : I/II murni regular
BT : murmur (-)
- Nyeri tekan suprapubik

8
sudah berkurang
Peristaltik (+) kesan
normal,
- Hepar tidak teraba
- Lien tidak teraba
- Ext : Edema -/-
A:
Cystitis
09/04/2018 S: P:
T : 120/80 mmHg - Hematuria berkurang - Aff infus
N : 86 x/i - Demam (-) - Ciprofloxacin 500

P : 20 x/i - Sakit kepala (-) mg/12 jam/oral

S : 37.0 °C - Batuk (-), sesak (-) - Paracetamol 500

- Mual (-), muntah (-) mg/8 jam/oral (jika

- Nyeri ulu hati (-) nyeri)

- Nyeri suprapubik (-) - Banyak minum

- Lemah badan (-) - Boleh pulang

- Nafsu makan menurun


- BAB : biasa, kuning.

O:
- SS / GC / CM
- Anemis -/-, ikterus -/-,
- BP : vesikuler,
BT : Rh -/- , Wh -/-
- BJ : I/II murni regular
BT : murmur (-)
- Nyeri tekan pada
suprapubik sudah
berkurang
Peristaltik (+) kesan

9
normal,
- Hepar tidak teraba
- Lien tidak teraba
- Ext : Edema -/-

A:
Cystitis

I. RESUME
Seorang perempuan umur 24 tahun dengan keluhan hematuria dialami
sejak 6 hari terakhir, disertai nyeri suprapubik. Febris tidak ada tapi riwayat
febris ada. Menggigil tidak ada. Nyeri pada epigastrium tidak ada. Anoreksia
ada. Buang air besar kesan normal. Riwayat sering menahan kencing tidak
ada. Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada. Pada
pemeriksaan fisis didapatkan: Keadaan umum sakit sedang/gizi
cukup/composmentis. Tanda vital Tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 78
x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu axilla 37.4°C. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri tekan (+) pada suprapubik, hepar dan lien tidak
teraba pembesaran. Pada pemeriksaan punggung didapatkan nyeri ketok pada
pinggang kiri. Pemeriksaan penunjang didapatkan : Leukosit 7540, Neutrofil
4.07 x 103/uL.. Urinalisa: warna kuning keruh, blood +++/ ≥ 200, lekosit
++/125, protein ++/100, sedimen lekosit 15-20, sedimen eritrosit 20-25,
sedimen epitel sel +1. USG Abdomen: cystitis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis sebagai Cystitis.

10
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI
Infeksi saluran kemih sering terjadi dan menyerang manusia tanpa
memandang usia, terutama perempuan. Infeksi ini disebabkan oleh berbagai
bakteri piogenik; di luar rumah sakit terutama Escherichia coli, sedangkan di
dalam rumah biasanya oleh bakteria dari kelompok pseudomonas, proteus dan
klebsiella.
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter,
buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Infeksi saluran kemih
(ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran
kemih. Secara mikrobiologi, infeksi saluran kemih dinyatakan ada jika terdapat
bakteriuria bermakna (ditemukan mikroorganisme patogen 105/ml pada urin
pancaran tengah yang dikumpulkan dengan cara yang benar). Abnormalitas dapat
hanya berupa kolonisasi bakteri dari urin (bakteriuria asimtomatik) atau
bakteriuria dapat disertai infeksi simtomatik dari struktur-struktur traktus
urinarius.
Infeksi saluran kemih umumnya dibagi dalam dua subkategori besar: Infeksi
traktus urinarius bagian bawah (uretritis, sistitis, prostatitis) dan infeksi traktus
urinarius bagian atas (pielonefritis akut). Sistitis akut (infeksi vesika urinaria) dan
pielonefritis akut (infeksi pelvis dan interstisium ginjal) adalah infeksi yang paling
berperan dalam menimbulkan morbiditas, tetapi jarang berakhir sebagai gagal
ginjal progresif.
Sisititis paling sering ditemukan, terutama pada perempuan, dalam bentuk
akut maupun kronik. Kebanyakan sistitis disebabkan oleh infeksi asendens
melalui uretra, tetapi juga disebabkan oleh infeksi desendens dari saluran kemih
atas. Sistitis akut mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu pada
diabetes mellitus dan trauma lokal minor seperti pada saat senggama.

11
Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering
disebabkan oleh infeksi oleh bakteria.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI VESIKA URINARIA


Vesika urinaria merupakan tempat penampungan urin yang dapat
mengembang, juga merupakan tempat urin dikeluarkan dalam interval yang
sesuai. Vesika urinaria atau buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3
lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot
longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot
longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang sama seperti
pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter dan uretra posterior. Buli-buli
mempunyai tiga muara: dua dari ureter dan satu menuju uretra. Pada dasar buli-
buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga
yang disebut trigonum buli-buli.
Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu:
1. Permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum,
merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli
2. Dua permukaan inferiolateral
3. Permukaan posterior
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam
menampung urin, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya
untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-
buli pada anak menurut formula dari Koff adalah:

Kapasitas buli-buli = (Umur (tahun) + 2) x 30 ml

Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat
penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli-buli
yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan
aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan

12
menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli, dan relaksasi
sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.

Gambar 1. Anatomi Vesika Urinaria

C. EPIDEMIOLOGI
Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis daripada pria karena uretra
wanita lebih pendek daripada pria. Disamping itu getah cairan prostat pada pria
mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran
kemih. Diperkirakan bahwa paling sedikit 10-20% wanita pernah mengalami
serangan sistitis selama hidupnya dan kurang lebih 5% dalam satu tahun pernah
mengalami serangan ini.

D. ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E coli, Enterococci,
Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra.

13
Sistitis akut mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu pada
diabetes mellitus atau trauma lokal minor seperti pada saat senggama (dapat
timbul 36-48 jam setelah hubungan kelamin).
Sistitis umumnya disebabkan oleh E coli dari kulit perineum dan vulva pada
perempuan karena uretranya lebih pendek (2-3 cm). Jika arus kemih cukup
banyak, lancar, dan tidak terhalang, infeksi biasanya tidak terjadi, tetapi bila ada
stasis, kuman dapat berkembang dan menyebabkan sistitis. Instrumentasi memang
sering merupakan penyebab infeksi, baik pada perempuan maupun laki-laki.
Selain itu sistitis juga dapat disebabkan infeksi hematogen.
Kebanyakan sistitis disebabkan oleh infeksi asendens melalui uretra, tetapi
juga disebabkan oleh infeksi desendens dari saluran kemih atas. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan sistitis antara lain:
1. Obstruksi pengeluaran kemih:
 Obstruksi prostat
 Obstruksi leher kandung kemih
 Striktur uretra
 Katup uretra
2. Kateter menetap kandung kemih
3. Koitus (sistitis bulan madu perempuan)
4. Sistolitiasis
5. Divertikulum kandung kemih
6. Kandung kemih neuropatik
7. Fistel vesikovaginal atau vesikokolon
Inflamasi pada buli-buli juga dapat disebabkan oleh bahan kimia, seperti
detergent yang dicampurkan ke dalam air untuk rendam duduk, deodorant yang
disemprotkan pada vulva, atau obat-obatan yang dimasukkan intravesika untuk
terapi kanker buli-buli (siklofosfamid).
Pada pria, sistitis tidak pernah primer. Sistitis hanya terjadi sebagai suatu
komplikasi dari obstruksi saluran keluar vesika urinaria, prostatitis, atau
pielonefritis. Karena ada pengosongan sempurna dari isi vesika urinaria secara

14
sebentar-sebentar, sistitis akut sembuh sendiri (self-limited) bila tidak ada stasis,
sumber infeksi yang terus menerus, atau keduanya.

E. PATOGENESIS
Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari
mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada saat
mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berbiak di dalam media urin.
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara:
1. Ascending
2. Hematogen seperti pada penularan M tuberculosis atau S aureus
3. Limfogen
4. Langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah terinfeksi
Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara
ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari
flora normal usus dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, prepusium
penis, kulit perineum, dan di sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran
kemih melalui uretra – prostat – vas deferens – testis (pada pria) – buli-buli –
ureter, dan sampai ke ginjal.

Gambar 2. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih, (1)


kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui uretra
ke buli-buli, (3) penempelan kuman pada dinding buli-buli, (4)
masuknya kuman melalu ureter ke ginjal.

15
Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan
antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel
saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena
pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent meningkat
Faktor dari host
Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran
kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah:
1. Pertahanan lokal dari host
2. Peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas humoral
maupun imunitas seluler
Beberapa faktor pertahanan lokal dari tubuh terhadap suatu infeksi:
 Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan
peristaltic ureter (wash out mechanism)
 Derajat keasaman (pH) urin yang rendah
 Adanya ureum di dalam urin
 Osmolalitas urin yang cukup tinggi
 Estrogen pada wanita pada usia produktif
 Panjang uretra pada pria
 Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (prostatis
antibacterial factor) yang terdiri atas unsure An
 Uromukoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan
bakteri pada urotelium
Diabetes mellitus, usia lanjut, kehamilan, penyakit-penyakit imunosupresif
merupakan keadaan-keadaan yang mempermudah terjadinya infeksi saluran
kemih dan menyulitkan pengobatannya.
Kuman E coli yang menyebabkan ISK mudah berbiak di dalam urin, di sisi
lain urin bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan spesies E
coli. Derajat keasaman urin, osmolalitas, kandungan urea dan asam organic, serta
protein-protein yang ada di dalam urin bersifat bakterisidal.
Protein di dalam urin yang bertindak sebagai bakterisidal adalah uromukoid
atau protein Tamm-Horsfall (THP). Protein ini disintesis sel epitel tubuli pars

16
ascenden Loop of Henle dan epitel tubulus distalis. Setelah disekresikan ke dalam
urin, uromukoid ini mengikat fimbria bakteri tipe I dan S sehingga mencegah
bakteri menempel pada urotelium. Sayangnya protein ini tidak dapat berikatan
dengan pili P sehingga bakteri yang mempunyai jenis pili ini, mampu menenmpel
pada urotelium. Bakteri jenis ini sangat virulen dibandingkan dengan yang lain.
Pada usia lanjut, produksi uromukoid ini menurun sehingga mudah sekali
terjangkit ISK. Selain itu, uromukoid mengadakan ikatan dengan neutrofil
sehingga meningkatkan daya fagositosisnya.
Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah
mekanisme wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman-
kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari mekanisme itu menyebabkan
kuman mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel pada urotelium.
Supaya aliran urin adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out adalah
jika:
1. Jumlah urin cukup
2. Tidak ada hambatan di dalam saluran kemih
Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan pada gagal ginjal, menghasilkan
jumlah urin yang tidak adekuat, sehinggan memudahkan terjadinya infeksi saluran
kemih.
Keadaan lain yang bisa mempengaruhi aliran urin dan menghalangi
mekanisme wash out adalah adanya:
1. Stagnasi atau stasis urin
2. Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai
tempat persembunyian oleh kuman
Stagnasi urin bisa terjadi pada keadaan:
1. Miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing
2. Obstruksi saluran kemih seperti pada BPH, striktur uretra, batu saluran
kemih atau obstruksi karena sebab lain
3. Adanya kantong-kantong di dalam saluran kemih yang tidak dapat
mengalir dengan baik, misalkan pada divertikula
4. Adanya dilatasi atau refluks sistem urinaria.

17
Batu saluran kemih, benda asing di dalam saluran kemih (di antaranya adalah
pemakaian kateter menetap), dan jaringan atau sel-sel kanker yang nekrosis
kesemuanya merupakan tempat persembunyian bakteri sehingga sulit untuk
dibersihkan oleh aliran urin.

Faktor dari mikroorganisme


Bakteri diperlengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di
permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor
yang ada di permukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya, terdapat 2 jenis
bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu bakteri tipe pili 1 (yang banyak
menimbulkan infeksi pada sistitis) dan tipe pili P (yang sering menimbulkan
infeksi berat pielonefritis akut).

Gambar 3. Bakteri menempel pada sel urotelium melalui suatu fimbriae

Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen,


menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urase yang dapat
merubah suasana urin menjadi basa.

F. GAMBARAN KLINIS
Gejala dan tanda klasik terdiri atas miksi sering yang tidak dapat ditunda,
disuria, nikturia, dan kadang hematuria. Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa
buli-buli menjadi kemerahan (eritema), edema, dan hipersensitif sehingga jika
buli-buli terisi urin, akan mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isinya;
hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa
sakit/nyeri di daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah berdarah
dan menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih

18
sebelah atas, sisititis jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah,
dan kondisi umum yang menurun. Jika disertai dengan demam dan nyeri pinggang
perlu difikirkan adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih sebelah atas.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan urin berwarna keruh, berbau dan pada urinalisis terdapat piuria,
hematuria, dan bakteriuria. Kultur urin sangat penting untuk mengetahui jenis
kuman penyebab infeksi sebelum pemberian antibiotik. Secara mikrobiologi,
infeksi traktus urinarius dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria bermakna
(ditemukan mikroorganisme patogen 105/ml pada urin pancaran tengah yang
dikumpulkan dengan cara yang benar).
Organisme yang sering ditemukan adalah E. coli, Enterobacter, Klebsiella,
Proteus (menunjukkan adanya batu saluran kemih). Jika sistitis sering mengalami
kekambuhan perlu difikirkan adanya kelainan lain pada buli-buli (keganasan,
urolitiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan pencitraan (PIV, USG) atau
sistoskopi.

H. PENATALAKSANAAN
Terapi dapat berupa tindakan untuk mengeluarkan dan menghindari penyebab
atau faktor penyebab, dan pemberian antibiotik atas dasar biakan kuman kemih
yang dilakukan dari kemih tengah alir. Pasien dianjurkan untuk minum lebih dari
biasa sehingga volume urin sehari sebaiknya mencapai satu sampai satu setengah
liter.
Secara umum dianjurkan bertindak higienis, seperti membersihkan diri
setelah miksi atau defekasi “dari muka ke belakang” bila gunakan kertas WC atau
cebok, minum banyak sehingga dieresis cukup dan mengosongkan kandung
kemih betul pada setiap kali miksi.
Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan antimikroba dosis
tunggal atau jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan,
dipilih antimikroba yang masih cukup sensitive terhadap kuman E coli, antara lain
: nitrofurantoin, trimetoprim-sulfametoksazol, atau ampisilin. Terapi dengan

19
antimikroba harus membasmi infeksi dengan ceat dan urin harus steril dalam
waktu 14 hari. Kadang-kadang diperlukan obat-obatan golongan antikolinergik
(propantheline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan
fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptik pada saluran kemih.
Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggalm seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200 mg. bila infeksi
menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria) diperlukan terapi konvensional
selama 5-10 hari.
Jika terdapat respons yang buruk terhadap terapi antimikroba, pertimbangkan
suatu infeksi yang tidak biasa seperti tuberculosis (piuria steril), kandiduria,
skistosomiasis, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae. Adanya infeksi
berulang harus meningkatkan kecurigaan terhadap kemungkinan kelainan yang
mendasari yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. 2005. Jakarta : EGC
2. Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. 2004.
Jakarta : EGC
3. Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. 2009. Jakarta : Sagung
Seto
4. Schrock, Theodore R. Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Edisi 7. 1993.
Jakarta : EGC
5. Grace, Pierce A., Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. 2006.
Jakarta : Erlangga
6. Sudoyo, Aru W., et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi 4. 2006.
Jakarta : FKUI

21

Anda mungkin juga menyukai