Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Appendisitis infiltrat merupakan tahap patologi appendisitis yang dimulai di
mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular.
Appendisitis infiltrat sering terjadi pada usia tertentu dengan range 22-30 tahun.
Pada wanita dan laki-laki insidensinya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25
tahun wanita lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2. Angka kematian
berkisar 2-6%, 19 %kematian jika terjadi pada wanita hamil, dan pada anak usia kurang
dari 2 tahun meningkat hingga 20%.
Morbiditas

meningkat

dengan bertambahnya

usia, keterlambatan

diagnosis, bila apendiks tidak diangkat yang dapat menimbulkan serangan berulang.
Sedangkan mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 5% jika pecah.
Keterlambatan dalam mendiagnosis juga berpengaruh pada angka mortalitas jika terjadi
komplikasi.
Komplikasi utamanya adalah perforasi appendiks, yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, nyeri tekan
abdomen yang kontinu.
Appendektomi direncanakan pada appendisitis infiltrat tanpa pus yang sudah
ditenangkan. Dimana sekitar 6-8 minggu sebelumnya diberikan antibiotik kombinasi
yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Pada anak kecil, wanita hamil , dan usia
lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses
dianjurkan drainase saja dan apendektomi setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata
tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan pembatalan tindakan
bedah. Menurut sumber lain mengatakan bila massa appendiks dengan proses radang
yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien
1

dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses appendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi
luka lebih tinggi daripada pembedahan pada appendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pencegahan pada appendisitis infiltrat dapat dilakukan dengan cara menurunkan
resiko obstruksi atau peradangan pada lumen appendik atau dengan penanganan secara
tuntas pada penderita appendisitis akut. Pola eliminasi pasien harus dikaji, sebab
obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diet serat, diet tinggi serat.
Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko. Pengenalan
yang cepat terhadap gejala dan tanda apendisitis dan apendisitis infiltrat meminimalkan
resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.
Pada laporan kasus ini akan dibacakan dan dibahas seorang penderita dengan
appendisitis infiltrat di RSUD Kota Kotamobagu.

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
MRS

: Tn. W.M
: Laki-laki
: 58 tahun
: Mongkonai
:: 24 Februari 2015

Anamnesa
Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS. Nyeri
awalnya dirasakan di daerah ulu hati, lama kelamaan rasa nyeri dirasakan makin tajam
dan menjalar sampai ke perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan nyeri
menetap sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktivitas dan sulit untuk tidur.
Keluhan ini tidak disertai mual, muntah dan nafsu makan menurun. Riwayat panas
badan (+), naik turun. BAB dan BAK biasa.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama sejak tahun 1994.
Riwayat alergi terhadap obat maupun makanan tidak ada.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.
Riwayat pengobatan sebelumnya :
Pasien mengaku selama sakit pernah berobat ke Puskesmas dan
diberi obat minum serta disarankan untuk banyak minum air putih dan sejak 1
minggu yang lalu melakukan kontrol ke dokter praktek.
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: E4V5M6
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 80x/ menit
Respirasi
: 20x/ menit
Suhu aksila : 37,1 0C
Pemeriksan Fisik Umum :
Kepala-leher :
Kepala : bentuk simetris, deformitas (-).
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Leher : Pembesaran KGB (-), massa (-).


Thorax-Cardiovascular :
Inspeksi
: Bentuk dada simetris, retraksi (-), sela iga dalam batas
normal.
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: gerakan dinding dada simetris, iktus kodis (+)


: paru : sonor ; jantung : pekak.
: Cor : S1-S2 regular, tunggal, murmur (-).
Pulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.

Abdomen-Pelvic-Inguinal :
Inspeksi
: Datar, hiperemi (-).
Auskultasi
: BU (+) N.
Palpasi
: Lemas,defans muskular (-), Rovsing sign (-), Blumberg
sign (-), Nyeri tekan titik Mc Burney (+), teraba massa pada kuadran
kanan bawah uk. 18x10 cm, konsistensi padat, permukaan rata dan tidak
berbenjol-benjol, hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba.
Perkusi
: Timpani pada semua kuadran kecuali pada lokasi massa
(redup).
Ekstremitas atas :
Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat, pembesaran KGB (-).
Ekstremitas bawah :
Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat.
Resume
Anamnesa
Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS.
Nyeri awalnya dirasakan di daerah ulu hati, lama kelamaan rasa nyeri dirasakan
makin tajam dan menjalar sampai ke perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus
menerus dan nyeri menetap sehingga menyebabkan pasien tidak bisa
beraktivitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini tidak disertai mual, muntah dan
nafsu makan menurun. Riwayat panas badan (+), naik turun. BAB dan BAK
biasa.Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama sejak tahun
1994. Riwayat pengobatan (+) namun tidak menunjukkan perbaikan.
Pemeriksaan fisik:
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
: BU (+) Normal
Palpasi
: Lemas, Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Nyeri tekan
titik Mc Burney (+), teraba massa pada kuadran kanan bawah uk. 18x10
cm, Defans muscular (-) , konsistensi padat, permukaan rata dan tidak
berbenjol-benjol, hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba.
4

Perkusi

: Timpani pada semua kuadran kecuali pada lokasi massa

(redup).
Pemeriksaan Khusus:
Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Obturator sign (-)
Diagnosis
:Appendisitis infiltrat
Terapi
IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
Antrain ampul/8 jam/IV
Diet Lunak
Total Bed Rest
Rencana Pemeriksaaan Penunjang:
Pemeriksaan Darah Lengkap
FOLLOW UP
Hari perawatan pertama 25 Februari 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+), Demam (-)
O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/70mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:22x/menit Suhu Badan:36oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising (-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran kanan bawah (+), Teraba massa (+) , Defans muscular (-)
Ektremitas:akral hangat,edema -/Hasil laboratorium tanggal 25 februari 2015
Leukosit : 16.5 x 103/mm3
Eritrosit: 5.24 x106/mm6
Hemoglobin :13,1 g/dL
Hematokrit : 38,1%
Trombosit : 426 x 103/mm3
Lymfosit:14.7%
Monosit :5,6 %
Granulosit :79,7 %
A:Appendisitis infiltrat
P:IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
Antrain ampul/8 jam/IV
Diet Lunak
Total Bed Rest
Hari perawatan Ke-2 26 Februari 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+), Demam (-)
5

O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/80mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:20x/menit Suhu Badan:36,3oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising (-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran kanan bawah (+),Teraba massa (+), Defans muscular (-)
Ektremitas:akral hangat,edema -/A:Appendisitis infiltrat
P: IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
Antrain ampul/8 jam/IV
Diet Lunak
Total Bed Rest
Hari perawatan Ke-3 27 Februari 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+), Demam (-)
O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/70mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:22x/menit Suhu Badan:36,5oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising(-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran kanan bawah (+),Teraba massa (+), Defans muscular (-)
Ektremitas:akral hangat,edema -/A:Appendisitis infiltrat
P: IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
Antrain ampul/8 jam/IV
Hari perawatan Ke-4 28 Februari 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+) berkurang, Demam (-)
O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/70mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:22x/menit Suhu Badan:36oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising (-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran kanan bawah (+),Teraba massa (+), Defans muscular (-)
Ektremitas:akral hangat,edema -/A:Appendisitis infiltrat
P: IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
6

Antrain ampul/8 jam/IV


Diet Lunak
Total Bed Rest
Hari perawatan Ke-5 1 Maret 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+) berkurang
O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/60mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:22x/menit Suhu Badan:36,5oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising (-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran kanan bawah (+) berkurang, Teraba massa (+), Defans muscular (-)
Ektremitas:akral hangat,edema -/A:Appendisitis infiltrat
P: IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
Antrain ampul/8 jam/IV
Diet Lunak
Total Bed Rest
Pro:DL
Hari perawatan Ke-6 2 Maret 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+) berkuang
O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/80mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:20x/menit Suhu Badan:36,2oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising (-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran

kanan bawah (+) berkurang, Teraba massa (+) berkurang, Defans

muscular (-).
Ektremitas:akral hangat,edema -/Hasil laboratorium 2 Maret 2015:
Leukosit
: 10,2x 103/mm3
Eritrosit
: 4,73x106/mm6
Hemoglobin :13,1 g/dL
Hematokrit : 34,2%
Trombosit
: 499x 103/mm3
Lymfosit
:16.1%
Monosit
:5,6 %0
Granulosit
:78,9%
A:Appendisitis infiltrat
P: Aff infus
Cefixime 2x100 mg capsul
Metronidazole 3x1 tablet
Rantidin 2x1 tablet
7

Paracetamol 3x1tablet
Bcomplex 2x1 tablet
Diet Lunak
Total Bed Rest
Rawat jalan
Rencana Operasi 3 bulan kemudian.

BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Appendisitis infiltrat adalah

proses

radang

appendiks

yang

penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum


disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa
appendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi
peritonitis umum. Massa appendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur
lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik
dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks


oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen appendiks normal
hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 ml dapat meningkatkan tekanan
intalumen sekitar 60 cm sehingga terjadi kompensasi peningkatan sekresi yang
cukup tinggi hingga menjadi gangren atau terjadi perforasi. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan appendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks). Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam,
tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak
faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan
terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini
disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah appendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang disebut appendisitis infiltrat. Peradangan
appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Appendisitis infiltrat merupakan tahap patologi appendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam

waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikular. Didalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Jika

tidak

terbentuk abses,

appendisitis

akan

sembuh

dan

massa

periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri


secara lambat. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks
lebih panjang, dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah. Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada
virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti
vesika

urinaria,

uterus

tuba,

mencoba

membatasi

dan

melokalisir

proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah
terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir
sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan
dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar- benar
istirahat (bedrest).
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
Pada kasus ini didapatkan, anamnesa Pasien mengeluh nyeri pada perut
kanan bawah sejak 1 minggu SMRS. Nyeri awalnya dirasakan di daerah ulu
hati, lama kelamaan rasa nyeri dirasakan makin tajam dan menjalar sampai ke
perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan nyeri menetap sehingga
menyebabkan pasien tidak bisa beraktivitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini
tidak disertai mual, muntah dan nafsu makan menurun. Riwayat panas badan
(+), naik turun. BAB dan BAK biasa.Pasien mengatakan pernah mengalami
keluhan yang sama sejak tahun 1994. Riwayat pengobatan (+) namun tidak
menunjukkan perbaikan. Pada pemeriksaan fisik abdomen Inspeksi : Datar

10

(+),Auskultasi: BU (+) N., Palpasi : defans muskular (-), Rovsing sign (-),
Blumberg sign (-), Nyeri tekan titik Mc Burney (+), teraba massa pada kuadran
kanan bawah ukuran 18x10 cm, konsistensi padat, permukaan rata dan tidak
berbenjol-benjol, hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba. Perkusi:
Timpani pada semua kuadran kecuali pada lokasi massa (redup). Pada
pemeriksaan khusus Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Obturator sign (-)
Dari kepustkaan, diagnosa appendisitis infiltrat berdasarkan riwayat
klasik appendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region
iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses
appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis
akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala Appendisitis
akut antara lain: Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di
seluruh abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala
pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadangkadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi
sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan.
Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien
bergerak. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan
merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan. Demam tidak
tinggi (kurang dari 38C), kekakuan otot, dan konstipasi.
Appendisitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan
terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil
rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan
biasanya.
Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin
ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak
retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum
apabila posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa
nyeri.
Pemeriksaan Fisik pada appendisitis infiltrat adalah:
Inspeksi : Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses appendikuler terlihat dengan
adanya penonjolan di perut kanan bawah.

11

Auskultasi : peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang


karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata
Palpasi : nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada
appendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri. Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada
omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah appendiks
maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari(waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa
yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba.
Pada kasus ini didapatkan Leukosit : 16.5 x 103/mm3, Eritrosit: 5.24
x106/mm6, Hemoglobin :13,1 g/dL, Hematokrit : 38,1%, Trombosit : 426 x
103/mm3, Lymfosit:14.7%, Monosit :5,6 %, Granulosit :79,7 % .
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya
didapatkan pada keadaan akut Appendiks yang mengalami obstruksi
merupakan tempat yang baik bagi perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan
peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limfatik sehingga
terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan tekanan
intraluminal Appendiks. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan
gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendiks yang menyebabkan iskhemia
jaringan intraluminal Appendiks, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding Appendiks; diikuti demam, takikardia, dan
leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan.
Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendiks berhubungan
dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri
akan dirasakan lokal pada lokasi Appendiks, khususnya di titik Mc Burneys.
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai
-

dengan:
Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat

tanda-tanda peritonitis
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri

12

Massa appendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi
Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat appendiks dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas omentum dan gulungan usus halus, kemudian akan
dilapisi oleh jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara
klinis. Jika peradangan pada appendiks tidak dapat membentuk suatu
pertahanan maka penderita dapat mengalami peritonitis umum, masa yang
terbentuk tadi akan terisi nanah yang semula berjumlah sedikit akan tetapi
dengan segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Apabila penderita ditemukan lewat sekitar 48 jam, maka segera
dilakukan appendektomi untuk membuang apendiks yang mungkin gangren
akan tetapi mempunyai perlekatan yang longgar pada massa periappendikular,
bila massa periapendikular telah menjadi lebih terfiksasi dan vaskular, sehingga
membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang
dapat mudah didrainase.
Massa appendiks terjadi bila terjadi appendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periappendikular yang pendidingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periappendikular yang
masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.
Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja
Pasien dewasa dengan massa periappendikular dengan masa tenang
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak
ada demam, massa periappendikular hilang, dan leukosit normal, penderita
boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian
agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi

13

perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa,
serta bertambahnya angka leukosit.
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses appendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada appendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada periappendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukanakan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa appendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan
atau pun tanpa peritonitis umum.
Pada kasus ini diberikan terapi IVFD RL:20 gtt/menit, Ceftriaxone 1
gram vial/12 jam/IV , Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV, Rantidin 50 mg
ampul/12 jam /IV, Antrain ampul/8 jam/IV. Pada hari ke enam perawatan
penderita sudah boleh pulang dan dianjurkan untuk operasi 2-3 bulan
kemudian.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Terapi
konservatif pada periapendikular infiltrat antara lain:
- Total bed rest posisi fawler
- Diet lunak bubur saring
- Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan
tenang, yaitu sekitar 2-3 bulan kemudian, dilakukan appendektomi,
agar tidak terjadi perdarahan akibat perlengketan dengan jaringan
sekitar dapat ditekan sekecil mungkin.Kalau sudah terjadi abses,
dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala
apapun,

dan pemeriksaan

jasmani

dan

laboratorium

tidak

menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan


membatalkan tindakan bedah.
-

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat,
14

tandanya

terjadi

perforasi

maka

harus

dipertimbangkan

appendektomi. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi)


setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7 massa mulai mengecil dan
terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk
abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang:
- Jumlah lekosit
- Massa periappendikular.
Massa Periappendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
- Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
- Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh
-

(diukur rectal dan aksiler)


Sudah tidak terdapat tanda tanda apendisitis
Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi

lebih kecil dibanding semula.


Laboratorium : Leukosit normal
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau
tidak ada perbaikan operasi tetap dilakukan. Bila ada massa
periaependikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi

adalah drainase.
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan
berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata.
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muscular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distensi

15

BAB IV
KESIMPULAN
Appendisitis infiltrat merupakan tahap patologi appendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periappendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendisitis akan
sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat.
Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan appendisitis infiltrat. Diagnosa
ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dan
diterapi dengan antibiotik, antinyeri secara parenteral untuk mencegah komplikasi yang
akan terjadi, dan dianjurkan untuk dilakukan operasi 3 bulan kemudian.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
2. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
Diakses dari www.emedmag.com
3. Marijata. 2006. Appendisitis akut. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Yogyakarta :
UPK Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
4. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra
Utara. Diakses dari http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir
%20jehan.pdf
5. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
6. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
7. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72

17

Anda mungkin juga menyukai