PENDAHULUAN
Appendisitis infiltrat merupakan tahap patologi appendisitis yang dimulai di
mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular.
Appendisitis infiltrat sering terjadi pada usia tertentu dengan range 22-30 tahun.
Pada wanita dan laki-laki insidensinya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25
tahun wanita lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2. Angka kematian
berkisar 2-6%, 19 %kematian jika terjadi pada wanita hamil, dan pada anak usia kurang
dari 2 tahun meningkat hingga 20%.
Morbiditas
meningkat
dengan bertambahnya
usia, keterlambatan
diagnosis, bila apendiks tidak diangkat yang dapat menimbulkan serangan berulang.
Sedangkan mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 5% jika pecah.
Keterlambatan dalam mendiagnosis juga berpengaruh pada angka mortalitas jika terjadi
komplikasi.
Komplikasi utamanya adalah perforasi appendiks, yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, nyeri tekan
abdomen yang kontinu.
Appendektomi direncanakan pada appendisitis infiltrat tanpa pus yang sudah
ditenangkan. Dimana sekitar 6-8 minggu sebelumnya diberikan antibiotik kombinasi
yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Pada anak kecil, wanita hamil , dan usia
lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses
dianjurkan drainase saja dan apendektomi setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata
tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan pembatalan tindakan
bedah. Menurut sumber lain mengatakan bila massa appendiks dengan proses radang
yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien
1
dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses appendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi
luka lebih tinggi daripada pembedahan pada appendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pencegahan pada appendisitis infiltrat dapat dilakukan dengan cara menurunkan
resiko obstruksi atau peradangan pada lumen appendik atau dengan penanganan secara
tuntas pada penderita appendisitis akut. Pola eliminasi pasien harus dikaji, sebab
obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diet serat, diet tinggi serat.
Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko. Pengenalan
yang cepat terhadap gejala dan tanda apendisitis dan apendisitis infiltrat meminimalkan
resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.
Pada laporan kasus ini akan dibacakan dan dibahas seorang penderita dengan
appendisitis infiltrat di RSUD Kota Kotamobagu.
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
MRS
: Tn. W.M
: Laki-laki
: 58 tahun
: Mongkonai
:: 24 Februari 2015
Anamnesa
Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS. Nyeri
awalnya dirasakan di daerah ulu hati, lama kelamaan rasa nyeri dirasakan makin tajam
dan menjalar sampai ke perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan nyeri
menetap sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktivitas dan sulit untuk tidur.
Keluhan ini tidak disertai mual, muntah dan nafsu makan menurun. Riwayat panas
badan (+), naik turun. BAB dan BAK biasa.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama sejak tahun 1994.
Riwayat alergi terhadap obat maupun makanan tidak ada.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.
Riwayat pengobatan sebelumnya :
Pasien mengaku selama sakit pernah berobat ke Puskesmas dan
diberi obat minum serta disarankan untuk banyak minum air putih dan sejak 1
minggu yang lalu melakukan kontrol ke dokter praktek.
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: E4V5M6
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 80x/ menit
Respirasi
: 20x/ menit
Suhu aksila : 37,1 0C
Pemeriksan Fisik Umum :
Kepala-leher :
Kepala : bentuk simetris, deformitas (-).
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Abdomen-Pelvic-Inguinal :
Inspeksi
: Datar, hiperemi (-).
Auskultasi
: BU (+) N.
Palpasi
: Lemas,defans muskular (-), Rovsing sign (-), Blumberg
sign (-), Nyeri tekan titik Mc Burney (+), teraba massa pada kuadran
kanan bawah uk. 18x10 cm, konsistensi padat, permukaan rata dan tidak
berbenjol-benjol, hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba.
Perkusi
: Timpani pada semua kuadran kecuali pada lokasi massa
(redup).
Ekstremitas atas :
Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat, pembesaran KGB (-).
Ekstremitas bawah :
Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat.
Resume
Anamnesa
Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS.
Nyeri awalnya dirasakan di daerah ulu hati, lama kelamaan rasa nyeri dirasakan
makin tajam dan menjalar sampai ke perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus
menerus dan nyeri menetap sehingga menyebabkan pasien tidak bisa
beraktivitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini tidak disertai mual, muntah dan
nafsu makan menurun. Riwayat panas badan (+), naik turun. BAB dan BAK
biasa.Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama sejak tahun
1994. Riwayat pengobatan (+) namun tidak menunjukkan perbaikan.
Pemeriksaan fisik:
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
: BU (+) Normal
Palpasi
: Lemas, Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Nyeri tekan
titik Mc Burney (+), teraba massa pada kuadran kanan bawah uk. 18x10
cm, Defans muscular (-) , konsistensi padat, permukaan rata dan tidak
berbenjol-benjol, hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba.
4
Perkusi
(redup).
Pemeriksaan Khusus:
Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Obturator sign (-)
Diagnosis
:Appendisitis infiltrat
Terapi
IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
Antrain ampul/8 jam/IV
Diet Lunak
Total Bed Rest
Rencana Pemeriksaaan Penunjang:
Pemeriksaan Darah Lengkap
FOLLOW UP
Hari perawatan pertama 25 Februari 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+), Demam (-)
O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/70mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:22x/menit Suhu Badan:36oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising (-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran kanan bawah (+), Teraba massa (+) , Defans muscular (-)
Ektremitas:akral hangat,edema -/Hasil laboratorium tanggal 25 februari 2015
Leukosit : 16.5 x 103/mm3
Eritrosit: 5.24 x106/mm6
Hemoglobin :13,1 g/dL
Hematokrit : 38,1%
Trombosit : 426 x 103/mm3
Lymfosit:14.7%
Monosit :5,6 %
Granulosit :79,7 %
A:Appendisitis infiltrat
P:IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
Antrain ampul/8 jam/IV
Diet Lunak
Total Bed Rest
Hari perawatan Ke-2 26 Februari 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+), Demam (-)
5
O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/80mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:20x/menit Suhu Badan:36,3oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising (-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran kanan bawah (+),Teraba massa (+), Defans muscular (-)
Ektremitas:akral hangat,edema -/A:Appendisitis infiltrat
P: IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
Antrain ampul/8 jam/IV
Diet Lunak
Total Bed Rest
Hari perawatan Ke-3 27 Februari 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+), Demam (-)
O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/70mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:22x/menit Suhu Badan:36,5oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising(-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran kanan bawah (+),Teraba massa (+), Defans muscular (-)
Ektremitas:akral hangat,edema -/A:Appendisitis infiltrat
P: IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
Antrain ampul/8 jam/IV
Hari perawatan Ke-4 28 Februari 2015
S:Nyeri perut kanan bawah (+) berkurang, Demam (-)
O: Ku:cukup Kes:CM
TD:110/70mmhg Nadi:80x/menit Respirasi:22x/menit Suhu Badan:36oC
Kepala: Conjungtiva anmeis -/-, sclera ikterik -/Thorax : Cor: SI-SII Reguler,Bising (-)
Pulmo:Sp.vesikuler Rh -/-,wheezing -/Abdomen:Datar,Lemas Bu+Normal,Hepar dan lien Tidak teraba,Nyeri tekan
kuadran kanan bawah (+),Teraba massa (+), Defans muscular (-)
Ektremitas:akral hangat,edema -/A:Appendisitis infiltrat
P: IVFD RL:20 gtt/menit
Ceftriaxone 1 gram vial/12 jam/IV
Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV
Rantidin 50 mg ampul/12 jam /IV
6
muscular (-).
Ektremitas:akral hangat,edema -/Hasil laboratorium 2 Maret 2015:
Leukosit
: 10,2x 103/mm3
Eritrosit
: 4,73x106/mm6
Hemoglobin :13,1 g/dL
Hematokrit : 34,2%
Trombosit
: 499x 103/mm3
Lymfosit
:16.1%
Monosit
:5,6 %0
Granulosit
:78,9%
A:Appendisitis infiltrat
P: Aff infus
Cefixime 2x100 mg capsul
Metronidazole 3x1 tablet
Rantidin 2x1 tablet
7
Paracetamol 3x1tablet
Bcomplex 2x1 tablet
Diet Lunak
Total Bed Rest
Rawat jalan
Rencana Operasi 3 bulan kemudian.
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Appendisitis infiltrat adalah
proses
radang
appendiks
yang
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikular. Didalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Jika
tidak
terbentuk abses,
appendisitis
akan
sembuh
dan
massa
urinaria,
uterus
tuba,
mencoba
membatasi
dan
melokalisir
proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah
terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir
sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan
dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar- benar
istirahat (bedrest).
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
Pada kasus ini didapatkan, anamnesa Pasien mengeluh nyeri pada perut
kanan bawah sejak 1 minggu SMRS. Nyeri awalnya dirasakan di daerah ulu
hati, lama kelamaan rasa nyeri dirasakan makin tajam dan menjalar sampai ke
perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan nyeri menetap sehingga
menyebabkan pasien tidak bisa beraktivitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini
tidak disertai mual, muntah dan nafsu makan menurun. Riwayat panas badan
(+), naik turun. BAB dan BAK biasa.Pasien mengatakan pernah mengalami
keluhan yang sama sejak tahun 1994. Riwayat pengobatan (+) namun tidak
menunjukkan perbaikan. Pada pemeriksaan fisik abdomen Inspeksi : Datar
10
(+),Auskultasi: BU (+) N., Palpasi : defans muskular (-), Rovsing sign (-),
Blumberg sign (-), Nyeri tekan titik Mc Burney (+), teraba massa pada kuadran
kanan bawah ukuran 18x10 cm, konsistensi padat, permukaan rata dan tidak
berbenjol-benjol, hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba. Perkusi:
Timpani pada semua kuadran kecuali pada lokasi massa (redup). Pada
pemeriksaan khusus Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Obturator sign (-)
Dari kepustkaan, diagnosa appendisitis infiltrat berdasarkan riwayat
klasik appendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region
iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses
appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis
akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala Appendisitis
akut antara lain: Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di
seluruh abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala
pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadangkadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi
sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan.
Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien
bergerak. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan
merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan. Demam tidak
tinggi (kurang dari 38C), kekakuan otot, dan konstipasi.
Appendisitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan
terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil
rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan
biasanya.
Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin
ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak
retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum
apabila posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa
nyeri.
Pemeriksaan Fisik pada appendisitis infiltrat adalah:
Inspeksi : Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses appendikuler terlihat dengan
adanya penonjolan di perut kanan bawah.
11
dengan:
Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri
12
Massa appendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi
Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat appendiks dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas omentum dan gulungan usus halus, kemudian akan
dilapisi oleh jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara
klinis. Jika peradangan pada appendiks tidak dapat membentuk suatu
pertahanan maka penderita dapat mengalami peritonitis umum, masa yang
terbentuk tadi akan terisi nanah yang semula berjumlah sedikit akan tetapi
dengan segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Apabila penderita ditemukan lewat sekitar 48 jam, maka segera
dilakukan appendektomi untuk membuang apendiks yang mungkin gangren
akan tetapi mempunyai perlekatan yang longgar pada massa periappendikular,
bila massa periapendikular telah menjadi lebih terfiksasi dan vaskular, sehingga
membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang
dapat mudah didrainase.
Massa appendiks terjadi bila terjadi appendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periappendikular yang pendidingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periappendikular yang
masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.
Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja
Pasien dewasa dengan massa periappendikular dengan masa tenang
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak
ada demam, massa periappendikular hilang, dan leukosit normal, penderita
boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian
agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
13
perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa,
serta bertambahnya angka leukosit.
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses appendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada appendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada periappendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukanakan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa appendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan
atau pun tanpa peritonitis umum.
Pada kasus ini diberikan terapi IVFD RL:20 gtt/menit, Ceftriaxone 1
gram vial/12 jam/IV , Metronidazole 500 mg drips/8 jam/IV, Rantidin 50 mg
ampul/12 jam /IV, Antrain ampul/8 jam/IV. Pada hari ke enam perawatan
penderita sudah boleh pulang dan dianjurkan untuk operasi 2-3 bulan
kemudian.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Terapi
konservatif pada periapendikular infiltrat antara lain:
- Total bed rest posisi fawler
- Diet lunak bubur saring
- Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan
tenang, yaitu sekitar 2-3 bulan kemudian, dilakukan appendektomi,
agar tidak terjadi perdarahan akibat perlengketan dengan jaringan
sekitar dapat ditekan sekecil mungkin.Kalau sudah terjadi abses,
dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala
apapun,
dan pemeriksaan
jasmani
dan
laboratorium
tidak
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat,
14
tandanya
terjadi
perforasi
maka
harus
dipertimbangkan
adalah drainase.
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan
berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata.
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muscular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distensi
15
BAB IV
KESIMPULAN
Appendisitis infiltrat merupakan tahap patologi appendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periappendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendisitis akan
sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat.
Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan appendisitis infiltrat. Diagnosa
ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dan
diterapi dengan antibiotik, antinyeri secara parenteral untuk mencegah komplikasi yang
akan terjadi, dan dianjurkan untuk dilakukan operasi 3 bulan kemudian.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
2. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
Diakses dari www.emedmag.com
3. Marijata. 2006. Appendisitis akut. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Yogyakarta :
UPK Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
4. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra
Utara. Diakses dari http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir
%20jehan.pdf
5. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
6. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
7. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
17