BATU GINJAL
Disusun oleh:
Laksmita Dwana
030.14.112
PEMBIMBING:
1
BAB I
PENDAHULUAN
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu gijal dan
batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal
dan mengandung komponen Kristal serta matriks porganik. Lokasi batu ginjal
dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau
di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Batu
oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat, secara bersamaan dapat dijumpai
sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal.1
Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di
negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak
dijumpai di saluran kemih bagian atas, sedangkan di negara berkembang seperti
India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih.
Peningkatan kejadian batu pada saluran emih bagian atas terjadi di abad ke-20,
khususnya di daerah bersuhu tinggi dan dari negara berkembang. Epidemiologi
batu saluran kemih bagian atas di negara berkembang dijumpai ada hubungan erat
dengan perkembangan ekonomi serta dengan peningkatan pengeluaran biaya untuk
kebutuhan makanan perkapita.1
Batu ginjal lebih banyak terdapat pada laki-laki, yaitu 85% pada laki-laki
dan 70% pada perempuan, terutama mengandung kalsium oksalat. Faktor resiko
penyebab batu ginjal bersifat variatif, terutama pola makan maupun minuman yang
rutin dikonsumsi sehari-hari. Besarnya nilai faktor resiko dalam menimbulkan
penyakit batu bervariasi sesuai dengan populasi yang ada. Pengenalan ke semua
faktor resiko batu ginjal diperlukan untuk tindakan evaluasi dan tindakan
pengobatan pasien dengan penyakit batu kemih.1
Penanganan batu saluran kemih dilakukan dengan pengenalan sedini
mungkin. Tatalaksana awal yang dilakukan adalah evaluasi faktor resiko batu
saluran kemih. Terapi diberikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah serta
mengobati gangguan akibat batu saluran kemih.1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada 18 Desember 2019 pukul 18.00 WIB secara
autoanamnesis di Cempaka Barat.
Keluhan Utama
Pasien datang ke RSUD Budhi Asih dengan rencana operasi untuk tanggal 19
Desember 2019.
Keluhan Tambahan
Pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 1 minggu SMRS.
3
RSUD Budhi Asih pada tanggal 29 November 2019 setelah dirujuk oleh dokter
penyakit dalam di RSUD Budhi Asih dengan keluhan perut kanan terasa nyeri
berulang sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri bersifat hilang-timbul dan tidak
menjalar. Pasien sudah mencoba berobat ke Puskesmas, namun tidak ada
perbaikan. Keluhan nyeri pinggang disangkal. Riwayat gangguan berkemih
seperti terasa nyeri atau panas saat kencing, terasa keluar batu pada urin atau
urin berpasir, peningkatan atau penurunan frekuensi buang air kecil, darah dalam
urin disangkal. Keluhan mual, muntah, dan demam disangkal. Buang air besar
dalam batas normal. Riwayat penyakit hiperparatiroid dan trauma pada perut
disangkal.
Saat ini, pasien mengeluhkan rasa nyeri dada sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dada
tepat terjadi di sebelah kanan, tidak menjalar, memberat jika menarik nafas, dan
terasa seperti ditusuk. Keluhan batuk, pilek, sesak nafas, dan demam disangkal.
Riwayat batuk dan demam berkepanjangan ataupun kontak dengan penderita
tuberkulosis tidak diketahui. Riwayat trauma pada dada disangkal.
4
Riwayat Pengobatan dan Operasi
Pasien pernah menajalani operasi sectio caesaria pada tahun 2008.
Status Gizi
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 96 kg/m2
IMT : 42,67 kg/m2 (Obesitas kelas II)
Status Generalis
Kepala :
Rambut : Hitam, tebal, pendek, tidak mudah dicabut.
Wajah : Simetris (+), parese (-)
Mata
Oedem : (-/-) Visus : Tidak diperiksa
Ptosis : (-/-) Lagoftalmos : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-) Cekung : (-/-)
Enoftalmus : (-/-) Injeksi : (-/-)
Eksoftalmos : (+/+) Konjungtiva anemis : (-/-)
Strabismus : (-/-) Pupil : Bulat, isokor
RC Langsung: (+/+) RC Tidak Langsung : (+/+)
5
Telinga
Bentuk : Normotia
Nyeri tarik : (-)
Liang telinga : Lapang, hiperemis (-), sekret (-), oedem (-)
Hidung
Bentuk : Normal Napas cuping hidung : (-)
Sekret : (-/-) Deviasi septum : (-)
Hiperemis : (-/-)
Bibir : Sianosis (-)
Mulut : Mukosa basah
Lidah : Bentuk normal, parese (-), atrofi papil (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
6
Auskultasi : Bising usus 3x/menit
Palpasi : Supel, turgor kulit baik, defans muskular (-), nyeri tekan (-),
hepatosplenomegali (-), pulsasi abnormal (-)
Perkusi : Timpani, undulasi (-), shifting dullness (-)
Genitalia : Perempuan
Ekstremitas
Inspeksi : Deformitas (-)
Sianosis eks sup (-/-) eks inf (-/-), pucat eks sup (-/-) eks inf (-/-)
Palpasi : Akral hangat eks sup (+/+) eks inf (+/+)
Oedem eks sup (-/-) eks inf (+/+), CRT < 2 detik
7
Hemoglobin 12.5 11.7-15.5 g/dL
Hematokrit 36 35-47%
Trombosit 300 150-440 ribu/L
MCV 82.2 80-100 fL
MCH 28.6 26-34 pg
MCHC 34.8 32-36 g/dL
RDW 11.4 < 14%
FAAL HEMOSTASIS
Protombin Time 12.2 12-17 detik
Masa Tromboplastin 28.2 20-40 detik
KIMIA KLINIK
GDS 136 70-110 mg/dL
Ureum 15 13-43 mg/dL
Kreatinin 0.76 < 1.1 mg/dL
Natrium 145 135-155 mmol/L
Kalium 2.5 3.6-5.5 mmol/L
Klorida 103 98-109 mmol/L
URINALISIS
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
pH 6.5 2.6-8
Berat jenis 1.010 1.005-1.030
Albumin 2+ Negatif
Urobilinogen 1.0 0.1-1 EU/dL
Nitrit Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Esterase Leukosit 2+ Negatif
8
SEDIMEN URIN
Leukosit Banyak < 5/LPB
Eritrosit 0-2 < 2 /LPB
Epitel Positif Positif
Silinder Negatif Negatif
Kristal Oxalat + Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Kesan:
Hidronefrosis kanan dan nefrolitiasis multipel kanan, nefrolitiasis kecil kiri
9
D. CT-Scan Abdomen tanpa Kontras (21 November 2019)
10
Kesan:
Hidronefrosis dan nefrolitiasis Dextra
11
E. Foto Toraks (27 November 2019)
Kesan:
Atelektasis paru kanan
12
2.5 RESUME
Ny. L, 53 tahun, datang ke RSUD Budhi Asih pada 18 Desember 2019 untuk
menjalani rencana operasi 19 Desember 2019. Pasien pertama kali datang ke Poli
Urologi RSUD Budhi Asih pada tanggal 29 November 2019 setelah dirujuk oleh
dokter penyakit dalam di RSUD Budhi Asih dengan keluhan perut kanan terasa
nyeri berulang sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri bersifat hilang-timbul dan tidak
menjalar. Pasien sudah mencoba berobat ke Puskesmas, namun tidak ada
perbaikan. Keluhan nyeri pinggang disangkal. Riwayat gangguan berkemih seperti
terasa nyeri atau panas saat kencing, terasa keluar batu pada urin atau urin berpasir,
peningkatan atau penurunan frekuensi buang air kecil, darah dalam urin disangkal.
Keluhan mual, muntah, dan demam disangkal. Riwayat penyakit hiperparatiroid
dan trauma pada perut disangkal.
Saat ini, pasien mengeluhkan rasa nyeri dada sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dada
tepat terjadi di sebelah kanan, tidak menjalar, memberat jika menarik nafas, dan
terasa seperti ditusuk. Keluhan batuk, pilek, sesak nafas, dan demam disangkal.
Riwayat batuk dan demam berkepanjangan ataupun kontak dengan penderita
tuberkulosis tidak diketahui. Riwayat trauma pada dada disangkal.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa. Pasien maupun keluarganya tidak
memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru,
penyakit ginjal, ataupun diabetes mellitus. Riwayat infeksi saluran kemih tidak
diketahui. Pasien tidak merokok ataupun mengkonsumsi alkohol. Pasien mengaku
memiliki kebiasaan mengkonsumsi vitamin C dan jamu-jamuan secara rutin setiap
hari. Pasien juga rutin mengkonsumsi makanan berupa sayuran hijau setiap harinya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan vocal fremitus dan perkusi toraks menurun pada
lapang dada kanan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan kadar
glukosa darah sewaktu, urinalisis menunjukkan kekeruhan dengan albumin dan
esterase leukosit, banyak leukosit dan kristal oksalat pada sedimen urin. Pada
pemeriksaan dengan USG dan CT-Scan abdomen ditemukan nefrolitiasis kanan.
Pada pemeriksaan dengan rontgen toraks ditemukan atelektasis paru kanan.
13
2.6 ASSESMENT
- Nefrolitiasis dextra
- Atelektasis pulmo dextra
- Kolelitiasis
- Suspek Diabetes Mellitus
2.7 PLANNING
Non-Medikamentosa:
Tunda operasi
Alih rawat
Medikamentosa:
Terapi lanjut berdasarkan TS Sp.P
2.8 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu di
saluran kemih yang meliputi batu ginjal, ureter, buli, dan uretra. Pembentukan
batu dapat diklasfikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi,
kelainan genetik, dan obat-obatan.2
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal
dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam
ginjal dan mengandung komponen kristal serta matriks porganik. Lokasi batu
ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di
ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu
kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat, secara bersamaan
dapat dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal.1
Batu Staghorn adalah batu ginjal yang bercabang berukuran besar yang
mengisi seluruh bagian pelvis renalis dan kaliks renalis, baik menyeluruh atau
komplit maupun sebagian atau parsial, tergantung berdasarkan system kolektif.
Terminologi ‘Staghorn’ merupakan deskripsi konfigurasi batu ginjal, meskipun
tidak menentukan kriteria volume ataupun komposisi batu secara spesifik.4
3.2 Epidemiologi
Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di
negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak
dijumpai di saluran kemih bagian atas, sedangkan di negara berkembang seperti
India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih.
21
Peningkatan kejadian batu pada saluran kemih bagian atas terjadi di abad ke-20,
khususnya di daerah bersuhu tinggi dan dari negara berkembang. Epidemiologi
batu saluran kemih bagian atas di negara berkembang dijumpai ada hubungan erat
dengan perkembangan ekonomi serta dengan peningkatan pengeluaran biaya
untuk kebutuhan makanan perkapita.1
Batu ginjal lebih banyak terdapat pada laki-laki, yaitu 85% pada laki-laki
dan 70% pada perempuan, terutama mengandung kalsium oksalat. Faktor resiko
penyebab batu ginjal bersifat variatif, terutama pola makan maupun minuman
yang rutin dikonsumsi sehari-hari. Besarnya nilai faktor resiko dalam
menimbulkan penyakit batu bervariasi sesuai dengan populasi yang ada.
Pengenalan ke semua faktor resiko batu ginjal diperlukan untuk tindakan evaluasi
dan tindakan pengobatan pasien dengan penyakit batu kemih.1
Di Indonesia, masalah batu saluran kemih masih menduduki kasus
tersering di antara seluruh kasus urologi. Belum terdapat data angka prevalensi
batu saluran kemih nasional di Indonesia. Di beberapa negara di dunia berkisar
antara 1-20%. Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan, yaitu 3:1
dengan puncak insiden terjadi pada usia 40-50 tahun.3
Meskipun batu ginjal lebih sering terjadi pada laki-laki, batu Staghorn
lebih sering ditemukan pada perempuan dan umumnya terjadi secara unilateral.4
Batu Staghorn merupakan batu ginjal yang terjadi akibat riwayat infeksi pada 49-
68% kasus dan sering disebut sebagai batu struvit.4 Batu struvit terdiri dari
magnesium, ammonia, dan fosfat yang biasanya berhubungan dengan infeksi
saluran kemih yang disebabkan oleh organisme pembentuk urea, seperti bakteri
Proteus, Klebsiella, Pseudomonas, dan Stafilokokus.5
22
3.3 Faktor Risiko
Faktor resiko di bawah ini merupakan faktor utama predisposisi kejadian
batu ginjal dan menggambarkan kadar normal dalam air kemih. Predisposisi
kejadian batu dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.3.1 Hiperkalsiuria
Peningkatan ekskresi kalsium dalam air kemih dengan atau tanpa faktor
resiko lainnya ditemukan pada setengah dari pembentukan batu kalsium idiopatik.
Masalah hiperkalsiuria idiopatik ini dapat disebabkan oleh: a) diturunkan autonom
dominan dan sering dihubungkan dengan kenaikan konsentrasi kalsitriol plasma
atau 1,25-dihidroksi vitamin D3 ringan sampai dengan sedang; b) masukan protein
tinggi diduga meningkatkan kadar kalsitriol dan kecenderungan pembentukan
batu ginjal. Faktor yang meningkatkan kadar kalsitriol belum jelas, kemungkinan
faktor kebocoran fosfat dalam air kemih dianggap sebagai kelainan primer.
Penurunan kadar fosfat plasma dianggap akan memacu sintesis kalsitriol.1
3.3.2 Hipositraturia
Suatu penurunan ekskreasi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal.
Masukan protein merupakan salah atau faktor utama yang dapat membatasi
ekskresi sitrat. Peningkatan reabsorbsi sitrat akibat peningkatan asam di proksimal
dijumpai pada asidosis metabolik kronik, diare kronik, asidosis tubulus ginjal,
diversi ureter atau masukan protein tinggi. Sitrat pada lumen tubulus akan
mengikat kalsium membentuk larutan kompleks yang tidak terdisosiasi. Hasilnya
kalsium bebas untuk mengikat oksalat berkurang. Sitart juga dianggap
menghambat proses aglomerasi kristal.1
Kekurangan inhibitor pembentukan batu selain sitrat, meliputi glikoprotein
yang disekresi oleh sel epitel tubulus ansa Henle asenden seperti mukoprotein
Temm-Horsfall dan nefrokalsin. Nefrokalsin muncul untuk mengganggu
pertumbuhan kristal dengan mengabsorbsi permukaan kristal dan memutus
23
interaksi dengan larutan kristal lainnya. Produk seperti mukoprotein Tamm-
Horsfall dapat berperan dalam kontribusi batu kambuh.1
3.3.3 Hiperurikosuria
Hiperurikosuria merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang
dapat memacu pembentukan batu kalsium, minimal sebagian oleh kristal asam
urat dengan membentuk nidus untuk presipitasi kalsium oksalat atau presipitasi
kalsium fosfat. Pada kebanyak pasien dengan lebih ke arah diet purin yang tinggi.1
3.3.6 Hiperoksaluria
Merupakan kenaikan ekskresi oksalat di atas normal. Eskresi oksalat air
kemih normal di bawah 45 mg/hari (0,5 mmol/hari). Peningkatan kecil ekskresi
oksalat menyebabkan perubahan cukup besar dan dapat memacu presipitasi
kalsium oksalat dengan derajat yang lebih besar dibandingkan kenaikan absolut
ekskresi kalsium. Oksalat air kemih berasal dari metabolism glisin sebesar 40%,
24
dari asam askorbat sebesar 40%, dari oksalat diet sebesar 10%. Kontribusi oksalat
dan diet disebabkan sebagian garam kalsium oksalat tidak larut di lumen
intestinal. Absorbsi oksalat intertinal dan ekskresi oksalat dalam air kemih dapat
meningkat bila kekurangan kalsium pada lumen intestinal untuk mengikat oksalat.
Kejadian ini dapat terjadi pada tiga keadaan: a) diet kalsium rendah, biasanya
tidak dianjurkan untuk pasien batu kalsium. b) hiperkalsiuria disebabkan oleh
peningkatan absorbsi kalsium intestinal. c) penyakit usus kecil atau akibat reseksi
pembedahan yang mengganggu absorbsi asam lemak dan absorbsi garam empedu.
Peningkatan absorbsi oksalat disebabkan oleh pengikatan kalsium bebas dan asam
lemak pada lumen intestinal dan pengingkatan permeabilitas kolon terhadap
oksalat.1
Terdapat dua sumber utama penyebab oksaluria, yaitu (1) produksi oksalat
endogen dan (2) absorbsi oksalat eksogen. Ginjal berfungsi untuk ekskresi
oksalat. Oksalat akan memasuk tubulus proksimal melalui proses filtrasi dan
sekresi. Kadar oksalat yang tinggi dalam urin meningkatkan kejadian
supersaturasi, resiko pembentukan kristal, dan menyebabkan kerusakan tubular.
Hiperoksaluria primer merupakan kelainan autosom resesif yang menyebabkan
produksi oksalat berlebih pada hepar akibat defek metabolism glioksilat.
Hiperoksaluria primer berhubungan dengan kejadian batu ginjal rekuren,
nefrokalsinosis progresif, dan penyakit ginjal kronis tahap akhir. Di sisi lain,
sehubungan dengna produksi oksalat endogen, konsumsi oksalat akan diabsorbsi
secara pasif melalui transport paraseluler di saluran pencernaan, terutama di
kolon. Makanan dengan kandungan oksalat tinggi adalah bayam, rhubarb, ubi,
kokoa, dan teh dingin. Hal serupa juga terdapat pada vitamin C yang
dimetabolisme menjadi oksalat, sehigga konsumsi suplementasi yang tinggi turut
meningkatkan resiko hiperoksaluria dan batu. Malabsorbsi lemak pada pasien
dengan inflammatory bowel disease, cystic fibrosis, chronic pancreatic
insufficiency, dan sirosis bilier dengan pengobatan tertentu seperti orlistat
(inhibitor lipase) meningkatkan kadar asam lemak bebas yang berikatan dengan
kalsium di dalam lumen intestinal dan menghalangi ikatan kalsium dengan
oksalat, sehingga kadar oksalat meningkat. Asam lemak dan garam empedu yanhg
25
tidak diabsorbsi terbukti meningkatkan permeabilitas mukosa colon terhadap
oksalat.
Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat kebiasaan berupa pola makan
sayuran hijau seperti bayam dan konsumsi suplementasi vitamin C secara
rutin setiap harinya yang merupakan faktor resiko terjadinya
hiperoksaluria. Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan Indeks Massa
Tubuh pasien sebesar 42,3 kg/m2 yang turut menjadi faktor resiko terjadinya
batu ginjal. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, terlihat adanya
kristal oksalat pada urin yang terbentuk. Hasil pemeriksaan ini menunjang
kejadian hiperoksaluria pada pasien sebagai faktor resiko terjadinya batu
ginjal. Selain itu, kadar glukosa darah sewaktu yang melebihi batas ambang
juga dapat menjadi prediktor bahwa pasien memiliki riwayat diabetes
mellitus yang sebelumnya tidak diketahui, dimana diabetes mellitus dapat
menyebabkan perubahan pH pada urin yang membantu proses
pembentukan kristal pada saluran kemih.
3.4 Klasifikasi
Pembagian jenis batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan ukura,
lokasi, karakteristik pencitraan sinar X, etiologi terbentuknya batu komposisi batu,
26
dan resiko kekambuhan Ukuran batu biasanya diklasifikasikan dalam satu atau
dua dimensi yang dibagi menjadi beberapa ukuran, yaitu 5 mm, 5-10 mm, 10-20
mm, dan > 20 mm. Berdasarkan letak batu dibagi menjadi lokasi, yaitu kaliks
ginjal superior, medial, atau inferior; pelvis renalis, ureter proksimal atau distal,
dan buli.7
27
Gambar 1. Klasifikasi Batu Berdasarkan Morfologi Kristal, Faktor Risiko Urin,
dan Klinis Penyerta.6
28
dari itu, dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita batu akibat tanpa
infeksi yang diduga komponennya terdiri aras oksalat dan terletak di pelvis
renalis.
3.5 Patofisiologi
Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi.
Inhibitor pembentuk batu dijumpai dalam air kemih normal. Beberapa promoter
(reaktan) dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat yang memacu batu
kalsium oksalat. Aksi reaktan dan inhibitor belum dikenali sepenuhnya. Ada
dugaan bahwa proses ini berperan pada pembentukan awal atau nukleasi kristal,
progresi kristal, atau agregasi kristal.1,6
Batu ginjal dapt terbentuk bila dijumpai satu atau beberapa faktor
pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan batu. SUbyek
normal dapat mengekskresikan nucleus kristal kecil. Proses pembentukan batu
dimungkinkan dengan kecenderungan ekskresi agregasi kristal yang lebih besar
dan kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat dalam air kemih.
Proses perubahan kristal; yang terbentuk pada tubulus menjadi batu masih
belum sejelas proses pembuangan kristal melalui aliran air kemih yang banyak.
Diperkirakan bahwa agregasi kristal menajdi cukup besar sehingga tertinggal dan
biasanya ditimbun pada ductus kolektikus akhir. Selanjutnya secara perlahan
timbunan akan membesar. Pengendapan pada papilla renal ini (kemudian dikenal
sebagai plak Randall) diperkirakan timbul pada bagian sel epitel yang mengalami
lesi. Kelainan ini kemungkinan disebabkan oleh kristal sendiri.
29
Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Batu.6
30
letak batu dan penulit yang ditimbulkan (komplikasi). Pemeriksaan fisik yang
dapat ditemukan antara lain:8
Pemeriksaan fisik umum : Hipertensi, demam, anemia, syok
Pemeriksaan fisik urologi
- Sudut kostrovertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok, dan pembesaran ginjal
- Supra simfisis : Nyeri tekan, buli kesan penuh
- Genitalia eksterna : Teraba batu di uretra
- Colok dubur : Terbada batu di buli-buli (palpasi bimanual)
31
Gambar 3. Foto Polos Abdomen Staghorn Calculus.14
32
Gambar 5. CT-Scan Non Kontras Potongan Koronal: Staghorn Calculus.14
33
3.8 Tatalaksana
3.8.1 Tatalaksana Umum
Keputusan untuk memberikan tatalaksana dapat berdasarkan komposisi
batu, ukuran batu, dan gejala pasien. Terapi umum untuk mengatasi gejala batu
saluran kemih adalah pemberian analgesic segera pada apsien dengan nyeri kolik
akut.11 Non-Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan parasetamol dengan
memperhatikan dosis dan efeks amping obat merupakan obat pilihan pertama
pada pasien dengan nyeri kolik akut dan memiliki efikasi lebih baik dibandingkan
opioid. Obat golongan NSAID yang dapat diberikan antara lain adalah diklofenak,
indometasin, atau ibuprofen.12 Pada pasien yang belum diketahui fungsi ginjalnya,
pemberian analgetika sebaiknya bukan NSAID, utamanya bila ada riwayat
tindakan untuk batu yang berulang dan komorbiditas diabete mellitus. Diklofenak
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, penyakit jantung
coroner, dan penyakit serebrovaskuler, serta penyakit arteri perifer.
34
Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan Batu Ginjal.8
35
dengan ultrasonic dan system pneumatic (balistik) pada penggunaan nefroskopi
rigid, sedangkan pada penggunaan nefroskopi fleksibel biasanya menggunakan
laser holmium: Yttrium-Aliminum-Garnet (Ho:YAG). Pencitraan ginjal dengan
ultrasonic atau CT-Scan dapat memberikan informasi mengenai organ interposisi
pada jalur perkutan.
Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS) adalah suatu tindakan endourologi
yang menggunakan ureterorenoskopi fleksibel. RIRS atau PNL menjadi pilihan
terapi pada batu kaliks inferior berukuran 10-20 mm bila terdapat faktor
penghambat SWL, misalnya sudut infundibulum-pelvis yang curam atau
infundibulum yang sempit.8
Penggunaan SWL dan operasi endourologi (URS dan PNL) secara
signifikan menurunkan indikasi untuk dilakukannya operasi terbuka. Terdapat
konsensus menunjukkan bahwa pada kasus batu yang kompleks, termasuk batu
Staghorn baik parsial dan komplit, dapat dilakukan dengan PNL. Namun, apabila
pendekatan secara perkutan atau berbagai macam teknik endourologi tidak
berhasil, maka operasi terbuka dapat digunakan sebagai tatalaksana alternatif.8
3.9 Pencegahan
3.9.1 Jaga Pola Minum
Peningkatan konsumsi minum dengan target meraih dan mempertahankan
keluaran urin 2-2.5 liter atau lebih per hari telah menunjukkan penurunan resiko
rekurensi batu ginjal. Air minum dengan kandungan natrium yang rendah terlihat
menjadi pilihan terbaik.6
3.9.2 Diet
Berbagai modifikasi gaya hidup, terutama untuk mengatasi resiko batu
ginjal akibat pola diet, telah diidentifikasi sebagai target dari intervensi. Pasien
36
dengan hiperkalsiuria disarankan untuk menghindari oksalat berlebih, menjaga
diet kalsium normal-tinggi (1.000 mg/hari) dan konsumsi protein hewani rendah
serta konsumsi natrium rendah. Terlebih lagi, diet dengan restriksi lemak juga
harus dipertahankan.6
37
DAFTAR PUSTAKA
38
13. Krum H, et al. Blood pressure and cardiovascular outcomes in patients
taking non-steroidal anti-inflammatory drugs. Cardiovasc Ther
2012;30:342
14. Radiopaedia. Staghorn calculus (kidney). Available at:
https://radiopaedia.org/articles/staghorn-calculus-kidney. Accessed on
January 5th, 2019.
39