Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN KASUS

Ileus Obstruktif Total ec Divertikulum Meckel + Band

Disusun oleh :
Salma Nara Fadhilla
1102015212

Pembimbing :
dr. Kalis Satya Wijaya, Sp.B (K), Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 15 MARET – 25 APRIL 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir
zaman. Karena atas rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Ileus Obstruktif Total ec Divertikulum Meckel + Band”.
Penulisan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh
kepanitraan klinik di bagian departemen ilmu bedah di RSUD Kabupaten Bekasi.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan kasus ini tidak
terlepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu, terutama kepada dr. Kalis Satya Wijaya, Sp.B(K), Sp.BA yang
telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya
aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan
presentasi kasus ini. Akhir kata penulis berharap penulisan presentasi kasus ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bekasi, Maret 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………............. i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... 2
BAB I LAPORAN KASUS .................................................................................. 3
1.1 IDENTITAS PASIEN. ......................................................................... 3
1.2 ANAMNESIS ...................................................................................... 3
1.3 PEMERIKSAAN FISIK.……………………………………………...4
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG ......................................................... 6
1.5 RESUME ............................................................................................. 8
1.6 DIAGNOSIS ........................................................................................ 9
1.7 DIAGNOSIS BANDING ..................................................................... 9
1.8 PENATALAKSANAAN ..................................................................... 9
1.9 PROGNOSIS ....................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 12
2.1 ANATOMI USUS ............................................................................... 12
2.2 FISIOLOGI USUS .............................................................................. 20
2.3 ILEUS OBSTRUKTIF ........................................................................ 21
2.4 DIVERTIKULUM MECKEL............................................................. 43
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 59

2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : An. MF
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 12 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat :
Tanggal masuk RS : 15 Maret 2021
Tanggal Pemeriksaan : 16 Maret 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis kepada
pasien dan keluarga pasien pada tanggal 26 Maret 2021 di ruang PICU.
A. Keluhan Utama
Nyeri perut sejak 1 minggu SMRS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kab. Bekasi diantar oleh keluarganya
dengan keluhan nyeri perut hilang timbul sejak 1 minggu SMRS. Nyeri
perut dirasakan seperti melilit hampir di seluruh lapang perut. Pasien juga
mengeluh perut kembung, tidak bisa buang angin (flatus) dan tidak bisa
BAB sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan juga disertai mual muntah dengan
frekuensi 2-3 kali sehari, berwarna bening dan berisi makanan yang
dirasakan hampir setiap kali makan sejak 4 hari terakhir. Keluhan lain
seperti demam, batuk, pilek, sesak dan penurunan berat badan drastis
disangkal pasien. BAK tidak ada kelainan.
Pasien sempat diurut pada bagian perutnya 5 hari yang lalu, namun
keluhan tidak berkurang. Sebelumnya, pasien juga sempat menggunakan
obat yang dimasukan melalui anus 1 kali sehari sebanyak 3 kali sejak hari

3
Kamis. Pada penggunaan obat kedua, pasien dapat BAB sedikit, berbentuk
seperti gumpalan-gumpalan dengan konsistensi sedikit lunak, tidak ada
darah, tidak ada lendir dan tetap tidak dapat buang angin. Pasien mengaku
jarang makan sayur dan buah dan tidak pernah mengonsumsi makanan yang
tidak matang. Pasien juga mengaku selalu cuci tangan sebelum makan.
Pasien juga mengaku BAB 2-3 hari sekali dan sering mengedan saat BAB
karena BAB yang keras. Riwayat keluar cacing saat BAB disangkal
Riwayat BAB disertai darah disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat hipertensi,
jantung, diabetes melitus, alergi, riwayat operasi sebelumnya, riwayat
trauma abdomen disangkal pasien.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada dalam keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama
dengan pasien. Riwayat hipertensi, jantung, diabetes melitus, alergi,
disangkal.
E. Riwayat Pengobatan
Sebelum dibawa ke RSUD Kabupaten Bekasi pasien sempat mengkonsumsi
obat Microlax sebanyak 3 kali untuk melancarkan BAB. Hanya pada
pemberian kedua, pasien dapat BAB namun tetap tidak bisa flatus.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah : 130/90 mmHg
 Frekuensi nadi : 117 kali/menit
 Frekuensi napas : 29 kali/menit
 Suhu : 36,90 C
 Sp02 : 97 %

4
B. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normochepale, rambut hitam
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-)
Telinga : Simetris kanan-kiri, sekret (-/-)
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), terpasang NGT
dengan cairan berwarna kecoklatan
Mulut : Bibir tidak sianosis (-), gigi palsu (-)
Leher : Trakea letak normal, pembesaran KGB (-)
Thorak
 Paru
Inspeksi : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan: linea sternalis dekstra ICS 4,
batas kiri: linea axilaris anterior sinistra ICS 5,
batas atas: linea parasternalis sinistra ICS 2
Auskultasi : BJ 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Lihat status lokalis
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema -/-, sianosis -/-

C. Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : Tampak distensi abdomen, massa (-), darm contour (-),
darm steifung (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, metallic sound (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), supel (+), defanse muscular (-)

5
Perkusi : Hipertimpani pada seluruh lapang perut (+)
Regio Anorectal
Rectal Toucher : M. Sphincter ani baik, tidak teraba massa, ampula collaps,
mukosa licin, tidak terdapat sisa feses, darah maupun lendir pada sarung
tangan.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium Darah
Hematologi (3 Februari 2021)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL


Darah Lengkap
Hemogloblin 15,1 g/dL 13,0-18,0
Hematokrit 41 % 40,0 – 54,0
Eritrosit 5,57 10^6/μL 4,60 – 6,20
MCV 74 fL 80 – 96
MCH 27 Pg/mL 28 – 33
MCHC 37 g/dL 33 – 36
Trombosit 498 103/μL 150 – 450
Leukosit 11.0 103/μL 4,0 – 10,5
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0,0 – 1,0
Eusinofil 3 % 1,0 – 6,0
Neutrofil 69 % 50 – 70
Limfosit 13  % 20 – 40
NLR 5,31 <= 5,80
Monosit 17  % 2–9
Laju Endap Darah 17  mm/jam < 10
Hemostasis
PT (Pasien) 11,8 Detik 10,3 – 12,9
PT (Konrol) 11,2 Detik 9,2 – 12,5

6
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
NORMAL
APTT (Konrol) 35,1 detik 28,4 – 38,4
Glukosa Sewaktu 71 mg/dL 80-170
ELEKTROLIT
Natrium 128 mmol/L 136-146
Kalium 4,4 mmol/L 3.5-5
Klorida (Cl) 87 mmol/L 98-106
Imunologi
Anti COVID
(Rapid IgG/M)
Anti COVID IgM Non Reaktif Non Reaktif
Anti COVID IgG Non Reaktif Non Reaktif
Serologi
Anti HIV
Penyaring
HIV Reagen 1 Non Reaktif Non Reaktif
Petanda Hepatitis
Anti HCV (Rapid) Non Reaktif Non Reaktif
HbsAg (Rapid) Non Reaktif Non Reaktif

2. Foto rontgen thorax

Hasil:
Cor : CTR <50%, aorta baik
Mediastinum superior tidak melebar
Trachea ditengah
Pulmo: Corakan bronkovaskuler dan
parenkim paru baik, hilus baik
Diafragma, sinus, dan tulang baik
Kesimpulan : Foto thorax dalam batas normal

7
3. Foto Abdomen 3 Posisi

Hasil:
Preperitoneal fat line dan psoas line terlihat
Distribusi udara didalam usus tidak sampai distal, tampak dilatasi usus
dengan hearing bone appearance.
Tidak tampak “free air, air fluid level” ataupun adanya udara bebas
ekstralumen usus.
Tulang-tulang baik
Kesimpulan: Ileus Obstruksi

V. RESUME
Pasien laki-laki berusia 12 tahun datang ke IGD RSUD Kab. Bekasi
dengan keluhan nyeri perut hilang timbul sejak 1 minggu SMRS. Keluhan
disertai tidak bisa buang angin (flatus), tidak bisa BAB, perut kembung.
Pasien sempat diurut pada bagian perut. Mual muntah dengan frekuensi 2
kali sehari sejak 4 hari SMRS. 3 hari yang lalu pasien sempat BAB

8
berbentuk gumpalan sedikit lunak saat menggunakan obat melalui anus.
Riwayat BAB 2-3 hari sekali dan riwayat makan sayur dan buah yang
jarang. Pasien juga mengaku sebelumnya sering mengedan saat BAB karena
BAB yang keras.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, abdomen tampak distensi,
bising usus (+) meningkat, nyeri tekan (+), supel (+), hipertimpani pada
seluruh lapang perut (+). Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan
ampula collaps, mukosa licin, tidak terdapat sisa feses, darah dan lendir pada
sarung tangan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit 11.000
103/μL, LED 17, Na 128 mmol/L. Pada pemeriksaan abdomen 3 posisi
didapatkan kesan ileus obstruksi.

VI. DIAGNOSIS
Ileus obstruktif total ec susp Divertickulum Meckel

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Ileus Obstruktif total ec susp Ascariasis
- Ileus Obstruktif total ec susp polip
- Ileus Obstruksi total ec susp tumor

VIII. PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa
 Evaluasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
 Puasa
 Pasang DC (Dower Cateter)/kateter urin
 Rencana operasi laparatomi eksplorasi
Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 500 cc/8 jam
 IVFD Aminofluid 500cc/24 jam
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
 Inj. Ranitidin 2x50 mg

9
 Inj. Ondancetron 3x4 mg
 Inj. Metronidazole 3x500 mg
 Inj. Paracetamol drip 3x500 mg

Penatalaksanaan Operatif
Tindakan Pembedahan : Laparotomy Eksplorasi + Reseksi Ileo-
kolika
 Asepsis dan antisepsis region abdomen
 Dilakukan insisi mediana → tampak usus dilatasi
 Eksplorasi usus → tampak divertickel pada ileum terminalis,
identifikasi (+). Tampak band menjepit ileum terminalis →
sepanjang usus ileum terminalis impending perforasi
 Diputuskan dekompresi usus pada ileum terminalis
 Dilakukan reseksi ileum terminalis kemudian dilakukan
reanastomosis ilio-kolika secara manual.
 Perdarahan dirawat, rongga abdomen dicuci bersih
 Luka operasi dijahit
 OP selesai

Diagnosis Pasca Bedah : Divertikulum Meckel + Band + Impending


Perforasi Ileum Terminalis

10
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Usus


Usus halus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk
tabung, berlipat-lipat yang terletak di antara pilorus sampai katup ileosekal.1
Panjang usus halus kurang lebih 4-6 m.2 Sebagian besar pencernaan dan absorbsi
makanan berlangsung di dalam usus halus. Usus halus dibagi menjadi duodenum,
jejenum, dan ileum.1,2
Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjangnya
sekitar 10 inci (25 cm), yang merupakan organ penghubung gaster dengan jejenum.
Duodenum adalah organ penting karena merupakan tempat muara dari ductus
choleductus dan ductus pancreaticus. Duodenum melengkung di sekitar caput
pancreatis. Satu inci(2,5cm) pertama duodenum menyerupai gaster yang
permukaan anterior dan posteriornya diliputi oleh peritoneum dan mempunyai
omentum minus yang meletak pada pinggir atasnya dan omentum majus yang
melekat pada pinggir bawahnya. Bursa omentalis terletak di belakang segmen yang
pendek ini. Duodenum yang lain terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang
diliputi oleh peritoneum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh
ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra
diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan
jejenum. Duodenum berawal dari Pylorus lambung dan berakhir pada flexura
duodenojejunalis. Duodenum mempunyai bagian bagian yaitu pars superior
duodenum, pars desendens duodenum, pars horizontalis duodenum, pars ascendens
duodenum. Kira-kira dua perlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga
perlima terminalnya adalah ileum. 1,2

12
Gambar 1. Isi abdomen setelah omentum majus

Gambar 2. Batas posterior duodenum

13
Gambar 3.Muara ductus pancreaticus accecorius dan duodenum

Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum


cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan. Jejenum dan ileum
panjangnya 20 kaki(6 meter), dua perlima bagian atas merupakan jejenum. Masing-
masing mempunyai gambaran berbeda tetapi terdapat perubahan yang bertahap dari
bagian yang satu ke bagian yang lain. Jejunum mulai pada juncture denojejunalis
dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.2 Tak ada batas anatomi yang jelas
untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal
diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan
sekum di katup ileosekal.1
Lengkung-lengkung jejenum dan ileum dapat begerak dengan bebas dan
melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum
yang berbentuk kipas dan dikenal sebagai mesenterium. Pada orang hidup jejenum
dan ileum dapat dibedakan dengan:
1. Lengkung-lengkung jejenum terletak pada bagian atas cavitas peritonealis
di bawah sisi kiri mesocolon transversum; ileum terletak pada bagian bawah
cavitas peritonealis dan dialam pelvis.
2. Jejenum lebih lebar, berdinding lebih tebal, dan lebih merah dibandingkan
ileum. Dinding jejenum terasa lebih tebal; karena lipatan yang lebih
permanen pada tunica mucosa, plicae circulares lebih besar, lebih banyak,
dan tersusun lebih rapat pada jejenum; sedangkan pada bagian atas ileum

14
plica circulares lebih kecil dan lebih jarang dan di bagian bawah ileum tidak
ada plicae circulares
3. Mesentrium jejenum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan
kiri aorta sedangkan mesentrium ileum melekat dibawah dan kanan aorta
4. Pembuluh darah mesentrium jejenum hanya membentuk satu atau dua
arcade dengan cabang cabang panjang dan jarang berjalan ke dinding
intestinum tenue. Ileum menerima banyak pembuluh darah pendek yang
berasal dari tiga atau empat atau lebih arcade.
5. Pada ujung mesenterium jejenum, lemak disimpan dekat radix dan jarang
ditemukan di dekat dinding jejenum. Pada ujung mesenterium ileum, lemak
disimpan di seluruh bagian sehingga lemak ditemukan mulai dari radix
sampai dinding ileum
6. Kelompok jaringan limfoid (lempeng Peyer) terdaoat pada tunica mucosa
ileum pinggir anti mesentrica pada orang hidup, lempeng peyer dapat dilihat
dari luar pada dinding ileum

Gambar 4. Perbedaan jejenum dan ileum

Lipatan mukosa pada usus halus disebut plika sirkularis (valvula


conniventes) yang dapat terlihat dengan mata. Lipatan mukosa dapat terlihat secara
radiografi berfungsi untuk membantu untuk membedakan antara usus halus dan

15
kolon. Bagian proksimal akan terlihat lipatannya daripada bagian distal dari usus
halus. Sirkumfensial yang lebih besar besar, dinding lebih tebal, lemak mesentrial
lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang juga dapat membedakan bagian
proksimal dan dista. Peyer Patches adalah folikel folikel limfoid yang ada di usus
halus pada pemeriksaan makroskopis. 1

Gambar 5. ileocaecal

Usus besar terletak dari ujung distal ileum sampai anus dan panjang usus
besar pada orang dewasa sekitar 1,5 meter. Usus besar memiliki diameter lumen
yang lebih besar dari usus halus. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), akan
tetapi semakin dekat anus semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon
dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum. Sekum terletak pada dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup
ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi menjadi
kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Panjang Kolon ascendens
sekitar 5 inci (13cm) dan terletak berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai
hati, kolon ascendens membelok ke kiri membentuk fleksura koli dekstra (fleksura

16
hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Panjang kolon transversum
sekitar 14 inci (38cm) dari berjalan menyilang abdomen menempati regio
umbilicalis. Colon transversum mulai dari flexura coli dextra di bawah lobus
hepatis dexter dan tergantung kebawah oleh mesocolon transversum dari pancreas.
Kemudan colon transversum berjalan keatas sampai flexura coli sinistra di bawah
lien. Flexura coli sinistra lebih tinggi daripada flexura coli dextra dan di gantung ke
diaphragma oleh liganmentum phrenicocolium, Mesocolon transversum
menggantungkan colon transversum dari facies anterior pancreas. Mesocolon
transversum diletakkan pada pinggir superior colon transversum dan lapisan
posterior omentum majus dilekatkan pada pinggir superior colon trasnversum
diletakkan pada pinggir colon trasnversum, danlapisan posterior omentum majus
diletakkan pada pinggir inferior. Karena mesocolon transversum sangat panjang,
posisi colon transversum sangat bervariasi kadang kadang dapat mencapai pelvis,
waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura
kolisinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Panjang
colon descendens sekitar 10 inci (25cm) dan terletak di kuadran kiri atas dan bawah.
Colon ini berjalan kebawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis, disini
colon transversum melanjutkan diri menjadi colon sigmoid. Panjang colon
sigmoideum sekitar 10-15inci (25-28 cm)dan merupakan lanjutan colon desenden
yang terletak di depan apertura pelvis superior. Dibawah colon sigmoideum
berlanjut sebagai rectum yang terletak di depan vertebra sacralis ketiga. Colon
sigmoideum mudah bergerak dan bergantung ke bawah masuk kedalam cavitas
pelvis dalam bentuk lengkungan.
Colon Sigmeideum dengan posterior pelvis oleh mesocolon sigmoideum
yang berbentuk seperti kipas. Lengkungan lengkung colon sigmeoideum bervariasi,
tetapi umumnya lengkuk ke sebelah kanan linea mediana sebelum berhubungan
rektum. Panjang rektum sekitar 5 inci(13cm) dan berawal di depan vertebra sacralis
III sebagai lanjutan colon sigmoideum. Rectum berjalan kebawah mengikuti
lengkung os sacrum dan os coccygis, dan berakhir di depan ujung coccygis dengan
menembus diapraghma pelvis dan melanjutkan diri sebagai canalis analis. Bagian

17
bawah rectum melebar membentuk ampula recti. Disisni rektum melanjutkan diri
sebagai anus dalan perineum. 2,3

Perdarahan dan Persarafan Usus

Gambar 6. Perdarahan radix mesentrika superior terbentang ke duodenojejunalis


pada sisi aorta kiri berjalan sampai ke ileoceacalis

Gambar 7. Arteria mesentrika superior dan cabang cabangnya. Perhatikan bahwa


arteri ini mendarahi usus dari duodenum sampai 2/3 distal kolon transversum

18
Gambar 8. Arteri mesentrika inferior

Gambar 9. Vena Porta Hepatica

Duodenum di Suplai oleh arteri terdiri dari lambung kanan, cabang


pancreaticoduodenal superior dari arteri hepatik dan cabang pankreatikoduodenal
inferior dari arteri mesenterika superior. Vena duondenum mengalir ke mesenterika
leinal dan superior. Persarafan duodenum berasal dari saraf simpatis dan

19
parasimpatis (vagus) dari plexus coeliacus dan plexus mesentericus superior.
Jejunum dan ileum diperdarahi oleh arteri mesenterika superior melalui pleksus
yang banyak pembuluh darah. Persarafan ke usus kecil muncul dari saraf simpatis
di sekitar arteri mesenterika superior. Nyeri visceral biasanya pada obstruksi yang
di rasakan apada peri-umbilikalis.4
Perdarahan usus besar berasal dari cabang ileokolik, kolik kanan dan kolik
tengah dari pembuluh darah mesenterika superior. Kolon desendens menerima
suplai darahnya dari cabang kolik kiri dari mesenterika inferior tetapi juga
berkomunikasi dengan sistem mesenterika superior melalui arteri marjinal
Drummond. Persarafan usus besar berasal dari pleksus simpatis yang mengelilingi
arteri mesenterika superior dan inferior. Nyeri viseral dirasakan di daerah peri-
umbilikalis di kolon proksimal dan di daerah hipogastrik di kolon distal.4

2.2 Fisiologi Usus


Fungsi utama usus halus yaitu : absorpsi dan mencerna bahan- bahan nutrisi
dan air. Mulut dan labung menggunakan ptialin, asam klodirda, dan pepsin untuk
mencerna makanan terhadap makanan yang masuk. Proses ini dilanjutkan di dalam
oleh duodenum dengan kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.3
Makanan terdiri atas karbohidrat, lemak, dan protein akan berlalu di usus
halus, dan setelah dicerna akan masuk ke dalam aliran darah. Proses ini sangat
efisien karena hampir seluruh makanan terserap, kecuali apabila terlindung oleh
selulosa yang tidak dapat dicerna. Hampir semua bahan makanan diserap oleh
jejenum, kecuali vitamin B12 dan asam empedu yang diserap dalam ileum
terminale.5
pankreas mengeluarkan bikarbonat yang membantu menetralkan asam dan
memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati
membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan
disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak
di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-zat

20
makanan sambil diabsorpsi.3
Makanan dalam usus digerakkan oleh peristalsis usus yang terdiri dari
gerakan peristaltik dan segmental yang di gerakkan oleh sistem hormon dan saraf
autonom. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan
dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus,dan pergerakan peristaltik
mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai
untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.3

2.3 Ileus Obstruktif


2.3.1. Definisi
Ileus adalah oklusi atau kelumpuhan (paralitik) usus yang mencegah
jalannya isi usus ke depan, menyebabkan akumulasi mereka di proksimal tempat
penyumbatan, adanya obstruksi usus atau usus paralitik akut yang membutuhkan
pertolongan atau tindakan segera. Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik
adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau
anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam
lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan perdarahan
pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut.2,6

2.3.2. Epidemiologi
Kasus ileus obstruksi berhubungan dengan operasi abdominal yang
mencapai 75% kasus. Setiap tahunnya di Amerika Serikat lebih dari 300.000 pasien
diperkirakan menjalani operasi untuk mengobati ileus obstruksi. Analisis tren 20
tahun antara 1988 dan 2007 telah mendokumentasikan tidak ada penurunan kasus
selama periode waktu ini.1
Sebuah studi di Kalkuta India dilaporkan sebesar 9,87% dari pasien yang
dirawat inap di sebuah rumah sakit dikarenakan ileus obstruksi. Data nasional di
Indonesia masih belum diketahui. Menurut studi retrospektif yang dilakukan di
sebuah rumah sakit di Kalkuta India, 9,87% pasien datang ke rumah sakit dengan
ileus obstruktif akut. Pasien laki-laki lebih sering mengalami ileus obstruktif

21
(75,20%) dibandingkan perempuan (24,79%) dengan distribusi usia terbanyak
yaitu 20-60 sebanyak 64,03%.7
Penyebab paling sering terjadinya ileus obstruktif adalah perlengketan
(adhesi) pada negara maju, Pada negara berkembang berbeda di mana penyebab
paling sering terjadinya ileus obstruktif adalah hernia strangulata. Obstruksi usus
besar umumnya terjadi pada usia lansia. 7,8,9,10
Data nasional di Indonesia masih belum ada. Sebuah studi di Medan
mencatat pada tahun 2007-2010 terdapat 111 pasien rawat inap dengan ileus
obstruktif, di mana 56,8% terjadi pada laki-laki. Rentang usia yang paling banyak
mengalami adalah 45-55 tahun (19,8%).11

2.3.3. Etiologi
Obstruksi usus halus mekanis adalah yang paling sering mengalami
gangguan bedah usus halus. Etiologi penyebab obstruksi intestinalis yaitu di bagi
menjadi 3 yaitu:1
1. Intraluminal/Dalam lumen usus (mis., Massa cacing gelang, Obstruksi
bolus makanan benda asing, batu empedu, atau mekonium)
2. Intramural/Dalam dinding usus (mis : Tumor, Atresia, Chorn disease,
striktur, adhesi)
3. Ekstrinsik/Diluar dinding usus (misalnya Volvulus, intususepsi,
divertikulum merckel, Hernia yang mengalami obstruksi)

22
Gambar 10. Macam macam etiologi obstruksi

Tabel 1. Etiologi obstruksi usus halus

Etiologi obstruksi usus halus di bagi 2 yaitu12


1. Penyebab intrinsik
a. Penyebab inflamasi: divertikulitis, apendisitis, penyakit Crohn
b. Penyebab ganas: kanker usus halus primer, kanker metastasis ke usus halus
c. Radiasi enteritis
d. Ileus batu empedu
e. Endometriosis

23
f. Mesenteritis sklerosis terkait IgG4
g. Penyebab langka: divertikulum Meckel, hamartoma, bezoar, benda asing
yang tertelan, intususepsi, infestasi cacing tambang besar-besaran
h. Iatrogenik — migrasi stent yang ditempatkan secara endoskopi, balon
intragastrik yang mengempis dan tabung gastrostomi, impaksi kapsul video
i. Pasca bedah: bypass lambung Roux-en-Y (RYGB)
j. Bawaan — pita kongenital anomali yang bermanifestasi pada usia lanjut
k. Pengobatan: penyempitan yang disebabkan oleh NSAID, penyempitan yang
disebabkan oleh tablet kalium klorida berlapis enterik
l. Hernia internal: hernia obturator, paraduodenal, transmesenterika, dan
transomental
2. Penyebab ekstrinsik
a. Adhesi
b. Hernia eksternal: femoralis, inguinal, midventral, periumbilikalis, dan insisi
c. Hernia internal: obturator, paraduodenal, transmesenterik, dan transomental
(didapat setelah operasi sebelumnya) Kanker abdominopelvis primer:
paling sering kompresi ekstrinsik oleh kanker usus besar atau kanker
ovarium Metastasis: paling sering dari kompresi ekstrinsik dari metastasis
d. Volvulus
e. Iskemia mesenterika kronis dengan striktur

Gambar 11. Bermacam penyebab obstruksi usus halus13

24
Gambar 12. Macam macam ileus obstruksi.

Bermacam penyebab obstruksi usus13 :


1. Adhesi, Adhesi yang menyebabkan ileus umumnya tidak disertai
strangulasi. Adhesi biasanya berasal dari rangsangan saraf peritoneum yang
menjadi peritonitis setempat atau umum atau pasca operasi. Adhesi dapat
berupa perlengketan dalam bentuk tunggal maupun multipel, dan dapat
setempat maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang berbentuk pita.
Pada operasi, perlengketan dilepaskan, dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali. Adhesi yang kambuh mungkin akan menjadi masalah besar.
Setelah berulang tiga kali, risiko kambuhnya menjadi 50%. Pada kasus
seperti ini, diadakan pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan
akan memperbaiki pasase, obstruksi kemungkinan besar akan kambuh lagi
dalam waktu singkat.
2. Hernia Inkaserata. Obstruksi akibat hernia inkarserata pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Jika
percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
dilakukan herniotomi segera.
3. Askariasis. Cacing Askaris hidup di usus halus bagian jejenum, jumlahnya
biasanya mencapai puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi dapat terjadi di
berbagai tempat di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
lumennya paling sempit. Cacing menyebabkan terjadinya kontraksi lokal

25
dinding usus yang disertai dengan reaksi radang setempat yang tampak di
permukaan peritoneum.
4. Invaginais. lnvaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan
agak jarang pada orang muda dan dewasa. lnvaginasi pada anak biasanya
bersifat idiopatik, tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan ditemukan
pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak lelaki.
Serangan rinitis atau infeksi saluran napas sering kali mendahului terjadinya
invaginasi. lnvaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk
dan naik ke kolon asendens serta mungkin terus sampai keluar dari rektum.
lnvaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis.
5. Kelainan Kongenital. Gangguan pasase usus yang bersifat kongenital
dapat berbentuk stenosis dan atresia. Setiap cacat bawaan berupa stenosis
atau atresia sebagian saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah
bayi mulai menyusui. Bayi tersebut harus segera dirujuk ke rumah sakit
pusat unruk memperoleh diagnosis yang tepat dan pertimbangan mengenai
terapi. Stenosis dapat juga terjadi akibat penekanan, misalnya oleh pankreas
anulare atau oleh atresia jenis membran dengan lubang di tengahnya.
Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum bagian
kedua. Gejala dan tanda seperti itu juga ditemukan pada atresia atau
malrotasi usus.
6. Tumor. Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,
kecuali jika menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama
karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi
usus. Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di
peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus. Bila pengelolaan
konservatif tidak berhasil, dianjurkan operasi sebagai tindakan paliatif.
7. Tumpukan Sisa Makanan. Obstruksi usus halus akibat bahan makanan
dijumpai pada orang yang pernah mengalami gasterektomi; obstruksi
biasanya terjadi pada daerah anastomosis. Obstruksi lain, yang jarang
ditemukan, dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-buahan yang

26
mengandung banyak serat sehingga terjadi obstruksi ileum terminal, seperti
serat buah jeruk atau biji buah tertentu yang banyak ditelan sekaligus.
Keadaan yang luar biasa seperti demikian harus dibedakan dari impaksi
feses kering pada orang tua yang terjadi di kolon pada penderita yang
kurang gerak.
8. Kompresi Duodenum oleh Arteri. Arteri mesencerika superior dapat
mengempa bagian ketiga duodenum (pars horisontalis). Duodenum pars
horisontalis ter- pancang retroperitoneal di muka korpus vertebra, yaitu
tempat duodenum dilintasi dari atas ke bawah oleh arteri mesenterika
superior yang, setelah bercabang dari aorta, masuk ke mesenterium.
Duodenum dapat terjepit dalam sudut antara arteria tersebut dan aorta.
Sudut tersebut berbeda besarnya antar- individu, yaitu dengan rentang 20°-
70°. Pada keadaan hiperekstensi seperti yang terjadi ketika pemasangan
gips tubuh, atau setelah trauma, kecelakaan berat, atau luka bakar luas, dan
keadaan imobilisasi lain yang menuntut sikap baring telentang, dapat
ditemukan obstruksi tinggi usus halus. Penderita menunjukkan retensi
lambung dengan muntahan yang mengandung empedu. Pada pemeriksaan
jasmani, perut tidak kembung, kecuali bagian ulu hati, dan tidak ada nyeri
perut. Diagnosis tidak sukar direntukan, asal dipikirkan kemungkinan yang
klasik ini. Foto polos perug bagian atas menunjukkan dilatasi lambung dan
duodenum tanpa isi usus halus dan usus besar. 13

2.3.4. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi obstruksinya, dibedakan menjadi : 19,20
1. Ileus obstruktif letak tinggi : Sumbatan terjadi sebelum Ileocaecal Junction
(dari gaster sampai ileum terminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah : Sumbatan terjadi setelah melewati Ileocaecal
Junction (dari caecum sampai anorektal).

27
Berdasarkan sifat dari obstruksi :
1. Obstruksi dinamik/mekanik adalah terdapat barier fisik yang menghambat
pergerakan kebawah dari isi usus.
2. Obstruksi adinamik- ileus paralitik/ ileus neurogenik adalah tidak terdapat
barier fisik tetapi peristalsis tidak mampu mendorong isis usus sebagai
akibat penyebab neurogenik.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar : 4,13
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif closed-loop, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar
suatu gelung usus tersumbat, paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
3. Obstruksi Strangulasi, Obstruksi disertai gangguan vaskularisasi sehingga
dapat menyebabkan nekrosis dan mengarah ke perforasi atau obstruksi
yang disertai adanya penjepitan 
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia
yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan
gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
Ileus obstruktif juga terbagi menjadi komplit dan parsial.4,19
1. Obstruksi Partial (Incomplete), Obstruksi sebagian (makanan dan udara
masih dapat lewat).
2. Obstruksi Total (Complete), dimana seluruh usus tidak dapat lewat dan
menumpuk pada proksimal sumbatan.

2.3.5. Patofisiologi
Obstruksi, gas dan cairan menumpuk di dalam lumen usus proksimal ke
tempat obstruksi. Cairan terdiri dari cairan yang tertelan dan sekresi gastrointestinal
(obstruksi merangsang sekresi air epitel usus). Sebagian besar gas yang
terakumulasi dalam usus berasal dari udara yang tertelan, meskipun sebagian
diproduksi di dalam usus. Dengan akumulasi gas dan cairan yang berkelanjutan,
usus membengkak dan tekanan intraluminal dan intramural meningkat. Obstruksi
usus total dapat meningkatkan aktivitas usus meningkat sebagai upaya untuk
mengatasi obstruksi, termasuk nyeri kolik dan diare yang dialami beberapa orang.

28
Motilitas usus akhirnya berkurang dengan kontraksi yang lebih sedikit. Dengan
obstruksi, flora luminal dari usus halus, yang biasanya steril, berubah, dan berbagai
organisme telah dibiakkan dari isinya. Translokasi bakteri ini ke kelenjar getah
bening regional telah dibuktikan, meskipun signifikansi dari proses ini belum
dipahami dengan baik. Jika tekanan intramural menjadi cukup tinggi, perfusi
mikrovaskuler usus terganggu, menyebabkan iskemia usus dan, akhirnya, nekrosis.
Kondisi ini disebut obstruksi usus tercekik.1
Obstruksi usus halus parsial, hanya sebagian dari lumen usus yang
tersumbat, memungkinkan keluarnya beberapa gas dan cairan. Perkembangan
peristiwa patofisiologis yang dijelaskan sebelumnya cenderung terjadi lebih lambat
dibandingkan dengan obstruksi usus halus lengkap, dan perkembangan strangulasi
lebih kecil kemungkinannya. 1
Bentuk obstruksi usus yang sangat berbahaya adalah obstruksi loop tertutup
di mana segmen usus terhalang baik secara proksimal maupun distal (misalnya
dengan volvulus). Dalam kasus seperti itu, akumulasi gas dan fluida tidak dapat
keluar baik secara proksimal atau distal dari segmen yang terhalang, yang
menyebabkan peningkatan tekanan luminal yang cepat dan perkembangan yang
cepat menjadi pencekikan. 1

Gambar 13. Bagan patofisiologi obstruksi usus13

29
2.3.6. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif 4,15:
1. Distensi
2. Nyeri abdomen
3. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
4. Muntah
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada 4,15:
1. Ada atau tidaknya iskemia usus. Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri
kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
2. Penyebabnya
3. Lokasi obstruksi
4. Lamanya obstruksi

Gambar 14. Manifestasi klinis berdasarkan lokasi obstruksi14

Nyeri perut kolik, mual, muntah, dan obstipasi adalah gejala dari obstruksi
usus halus. Gejala yang lebih menonjol pada obstruksi proksimal daripada distal
adalah muntah. Karakter muntah penting karena dengan pertumbuhan bakteri yang
berlebihan, muntah menjadi lebih fekulen, menunjukkan adanya obstruksi yang
lebih mapan. Flatus dan / atau feses yang terus mengalir setelah 6 sampai 12 jam
setelah onset gejala merupakan karakteristik obstruksi parsial daripada obstruksi

30
total. Tanda-tanda obstruksi usus halus termasuk distensi abdomen, yang paling
jelas terlihat jika lokasi obstruksi ada di ileum distal dan mungkin tidak ada jika
lokasi obstruksi ada di usus halus bagian proksimal. Bunyi usus mungkin awalnya
hiperaktif, tetapi pada tahap akhir obstruksi usus, bising usus minimal mungkin
terdengar. Temuan laboratorium mencerminkan penurunan volume intravaskular
dan terdiri dari kelainan hemokonsentrasi dan elektrolit. Leukositosis ringan sering
terjadi. 1
Apabila ditemukan pada iskemia usus pada abdomen dengan derajat nyeri
yang tidak abnormal adalah termasuk gambaran obstruksi strangulasi. Pasien sering
mengalami takikardi, nyeri perut terlokalisasi, demam, leukositosis yang nyata, dan
asidosis. Setiap temuan ini harus mengingatkan dokter akan kemungkinan tercekik
dan perlunya intervensi bedah dini. 1
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang
akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa
tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan
bising usus.
Hasil laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya
hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis
ringan. Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear
dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi
letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak
rendah muntah lebih bersifat malodorus. 16
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare
yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial. 16
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda
awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba
dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi.

31
Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high
pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi
mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah
berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi
menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat
paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya
darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.16
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi
karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis
dan asidosis. Level serum dari amilase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan
potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat
digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum
terjadinya iskemia irreversible.

Tabel 2. Perbandingan klinis tergantung letak


Jenis Letak tinggi (jejenum) Tengah (ileum) Letak rendah (kolon)
Muntah Berulang, Bilious Bilious Muntah fekal
moederat, fekal
Distensi Tidak ada Distensi yang Distensi yang
moderat mencolok
Nyeri Intermite, bukan tipe Intermiten tipe Tidak selalu nyeri,
kresendo kresendo, tipe tidak ada kresendo
kolik klasik
Konstipasi Pada awalnya tidak Pada awalnya Pada awalnya ada
terjadi tidak terjadi
Peristaltik Tidak terlihat Step ladder Dapat terlihat
peristalsis peristalsis dari kanan
ke kiri

32
2.3.7. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif harus ditegakkan atas dasar klinik dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan
pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda
mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari:
1. Anamnesis: Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering
dapat ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena
pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif usus
halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif
usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus
obstruktif usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus
besar onset muntah lama. 13
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada
abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa
abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan
“darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung”
(gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita
mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus
obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.
b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi hipertimpani
yang menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya
tanda iritasi peritoneum atau nyeri tekan, yang mencakup defance muscular,
dan pembengkakan atau massa.
c. Auskultasi
Pada auskultasi ileus obstruktif terdengar episodik metallic sound
bernada tinggi dan rush diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari

33
dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas
peristaltik bisa tidak ada atau menurun.
d. Pemeriksaan Rektal touche
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rektum dan pelvis. Pada pemeriksaan Rektal touche akan didapatkan tonus
sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps
terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum
dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa
atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus
kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus
dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan
dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan
peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum.
Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak
dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan
darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.16
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami
obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea
Nitrogen, kreatinin dan serum amilase. Obstruksi intestinal yang sederhana
tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi
pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi
intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat
mendeteksi adanya hipokalemia, hipokloremia dan azotemia pada 50%
pasien.
4. Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau
posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks. Temuan spesifik untuk obstruksi
usus halus ialah dilatasi usus halus (diameter > 3 cm), adanya air-fluid level
pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon.
Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus

34
mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat
ditemukan beberapa gambaran, antara lain 17:
a. Distensi usus bagian proksimal obstruksi
b. Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
c. Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
d. Posisisupinedapatditemukanstep-laddersign
e. String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
f. Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara
dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus
yang udem.
g. Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.

Gambar 15. Dilatasi usus 18

Gambar 16. Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign 18

35
Gambar 17. Herring bone appearance18

Gambar 18. Step ledder sign 18


Computed tomography (CT) perut dengan media kontras
oral dan intravena lebih dari 90% sensitif dan spesifik untuk diagnosis ileus
mekanis dan dengan demikian merupakan standar emas. Ini memungkinkan
penilaian tingkat keparahan (ileus lengkap versus tidak lengkap), lokalisasi
yang tepat (perbedaan kaliber), dan penentuan penyebab (hernia yang
dipenjara, tumor, perubahan inflamasi), bersama dengan deteksi potensi
komplikasi (iskemia, perforasi). 21

2.3.8. Diagnosis Banding


1. Ileus pasca operasi (adinamik) adalah "obstruksi" fungsional akut akibat
hipoperistaltik usus dari cedera usus halus selama operasi perut yang
bermanifestasi segera setelah operasi. Usus semakin melebar karena
ketidakmampuan untuk mengeluarkan kentut dan feses akibat hipoperistaltik.
Nyeri pasca operasi, analgesia yang diberikan, dan imobilitas relatif semuanya
dapat berkontribusi pada ileus. Narkotika harus dikurangi hingga dosis serendah

36
mungkin untuk meningkatkan motilitas usus dan mencegah usus narkotik. 12
2. Narcotic bowel disebabkan oleh pemberian narkotika yang berlebihan yang
cenderung menyebabkan sembelit dengan menurunkan amplitudo kontraksi otot
usus, mengganggu koordinasi normal kontraksi otot yang diperlukan untuk
peristaltik, mendorong feses keras dengan meningkatkan penyerapan air dari
lumen usus, dan meningkatkan nada istirahat dari sfingter anal. Narkotika sering
berkontribusi pada ileus pasca operasi dan pseudo-obstruksi kolon. Diagnosis
biasanya ditunjukkan oleh riwayat penggunaan narkotika dan dosisnya yang
tinggi. Pengobatan utama secara agresif mengurangi dosis dan frekuensi
pemberian narkotika. 12
3. Pada obstruksi pseudo kolon akut (sindrom Ogilvie), transit usus secara
fungsional tertunda tanpa obstruksi mekanis karena kontraksi otot kolon yang
tidak terkoordinasi atau dilemahkan. Hal ini menyebabkan dilatasi usus yang
parah di usus besar, tetapi beberapa dilatasi usus halus dapat terjadi. Tidak ada
titik transisi pada pseudo-obstruksi kolon. Pasien hampir selalu memiliki faktor
risiko untuk obstruksi pseudo kolon termasuk pemberian obat antikinetik seperti
antagonis saluran kalsium, obat antikolinergik, fenotiazin, atau obat anti
Parkinsonian; gangguan elektrolit yang parah; gangguan neurologis seperti
Parkinsonisme atau neuropati diabetik: gangguan tiroid; dan penyakit medis akut
mayor seperti infark miokard atau pembedahan baru-baru ini seperti bedah
ortopedi. Pasien dengan SBO umumnya lebih sakit parah dibandingkan pasien
dengan obstruksi semu kolon untuk derajat distensi abdomen yang sama. SBO
dibedakan dari obstruksi semu kolon dengan dilatasi usus halus yang dominan
dan tidak adanya udara rektal.12
Studi radiologis pada ketiga kelainan ini umumnya tidak menunjukkan titik
transisi antara usus yang berdilatasi dan kolaps. Ketiga kelainan ini umumnya
memiliki hasil yang relatif jinak pada pasien tanpa komorbiditas mayor dan lebih
jarang memerlukan pembedahan dibandingkan SBO.12
1. Pada iskemia mesenterika akut atau kolitis iskemik, kejadian utamanya adalah
iskemia usus dan dilatasi usus terjadi akibat iskemia. Sebaliknya, pada SBO,
iskemia usus terjadi akibat dilatasi usus. Kebanyakan pasien dengan iskemia

37
mesenterika datang dengan gejala yang menonjol, terutama nyeri perut, yang
secara klasik tidak proporsional dengan kurangnya tanda klinis. Mereka
mungkin mengalami perdarahan rektal yang sembuh sendiri. Mereka biasanya
memiliki faktor risiko untuk iskemia usus, termasuk faktor risiko emboli fibrilasi
atrium, aritmia jantung lainnya, trombus atrium kiri, dan endokarditis; faktor
risiko pembentukan trombus hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan merokok;
keadaan hiperkoagulasi seperti defisiensi protein C atau protein S, dan sindrom
antikardiolipin; dan faktor risiko hipotensi untuk non-occlusive mesenteric
ischemia (NOMI).12

2.3.9. Tatalaksana
Pengangan awal di ruang gawat darurat
Pemberian cairan intravena harus dimulai segera untuk menggantikan
defisit volume dan memperbaiki gangguan elektrolit atau asam basa. Pasien yang
muntah harus menjalani pemasangan selang nasogastrik untuk dekompresi
gastrointestinal. Pengobatan analgesik dapat dimulai segera setelah pemeriksaan
fisik awal. Di masa lalu, penekanan farmakologis terhadap nyeri sering
dikhawatirkan dapat menutupi manifestasi klinis dari abdomen akut dan
menghambat diagnosis, tetapi pencitraan CT modern telah menghilangkan
kekhawatiran ini. Agen vagolitik seperti butylscopolamine memiliki efek
antiperistaltik dan tidak boleh diberikan pada pasien dengan ileus parsial. Jika ada
bukti klinis atau laboratorium infeksi (atau bahkan sepsis), antibiotik harus
diberikan lebih awal, sesuai dengan rekomendasi dari Surviving Sepsis Campaign.
21

Setelah pengobatan awal dan penyelesaian evaluasi diagnostik, harus


ditentukan apakah pasien harus segera dibawa ke pembedahan atau pengobatan
konservatif dapat dicoba. Studi retrospektif baru-baru ini terhadap data pada lebih
dari 100.000 pasien telah mengungkapkan keuntungan nyata dalam memiliki tim
bedah (daripada medis) yang bertanggung jawab atas perawatan lebih lanjut, karena
hal ini menghasilkan morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah, interval yang
lebih pendek untuk operasi jika diperlukan, dan tinggal di rumah sakit yang lebih

38
pendek. 21
Percobaan pengobatan konservatif
Percobaan pengobatan konservatif dibenarkan selama tidak ada indikasi
absolut untuk pembedahan (strangulasi, iskemia, tidak adanya transit isi usus) dan
tidak ada bukti klinis dari abdomen akut. Untuk ileus inkomplit, tingkat
keberhasilan pengobatan suportif murni adalah 80%, sedangkan probabilitas
diperlukan reseksi usus di bawah 5%. Di sisi lain, jika ileus komplit dirawat secara
konservatif, kemungkinan bahwa reseksi usus akan dibutuhkan kira-kira 30%.21
Selain tindakan pendukung yang disebutkan di atas (penggantian cairan,
selang nasogastrik, nihil per os atau paling banyak minum cairan bening),
dianjurkan pemberian 100 mL media kontras beryodium yang larut dalam air per
selang nasogastrik. Biasanya digunakan media kontras ionik hipertonik, misal,
natrium amidotrizoat 100 mg / mL + meglumin di tengahotrizoat 660 mg / mL.
Sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa hal ini mengurangi kebutuhan akan
pembedahan dan mempersingkat masa rawat inap di rumah sakit rata-rata 1,9 hari.
Selain itu, jika media kontras mencapai usus besar dalam waktu 24 jam, ini
memprediksi pengobatan konservatif yang berhasil dengan sensitivitas 96% dan
spesifisitas 98%. 21
Tidak ada rekomendasi pasti untuk durasi pengobatan konservatif; diktum
bersejarah “Jangan biarkan matahari terbit atau terbenam pada kasus gangguan
usus” tidak lagi berlaku secara universal. Perawatan konservatif bahkan dapat
dilanjutkan selama beberapa hari dengan observasi klinis dan laboratorium yang
ketat. Perlu diingat, bagaimanapun, bahwa percobaan pengobatan konservatif yang
gagal selama lebih dari tiga hari dikaitkan dengan kebutuhan yang lebih besar untuk
reseksi usus (12% versus 29%) dan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi. 21
Indikasi Pembedahan
Keputusan untuk mengoperasi tidak selalu mudah, bahkan untuk ahli bedah
berpengalaman. Faktor risiko yang dibahas oleh Schwenter et al. dapat berfungsi
sebagai alat bantu pengambilan keputusan: dalam analisis multivariat, penulis
mengidentifikasi enam faktor yang terkait dengan peningkatan risiko pencekikan

39
usus. 21
Faktor risiko, menurut Schwenter : 21
 Sakit perut selama 4 hari atau lebih
 Tanda peritoneal
 Protein C-reaktif> 75 mg / L
 Leukosit> 10500 µL
 > 500 mL cairan bebas
 Pengurangan peningkatan kontras pada dinding usus
* Satu poin diberikan untuk setiap kriteria yang terpenuhi. Skor 3 atau lebih hampir
70% sensitif dan lebih dari 90% spesifik untuk bahaya strangulasi dan dengan
demikian merupakan indikasi untuk operasi darurat. 21
Prosedur operasi yang dilakukan untuk obstruksi usus halus bervariasi
sesuai dengan etiologi obstruksi. Misalnya, adhesi dilisis, tumor direseksi, dan
hernia reduced dan diperbaiki. Terlepas dari etiologi, usus yang terkena harus
diperiksa, dan usus yang tidak dapat hidup direseksi. Kriteria yang menunjukkan
viabilitas adalah warna normal, peristaltik, dan pulsasi arteri marginal. Biasanya,
inspeksi visual saja sudah cukup untuk menilai kelangsungan hidup. Dalam kasus
garis batas, probe Doppler dapat digunakan untuk memeriksa aliran pulsatil ke usus,
dan perfusi arteri dapat diverifikasi dengan memvisualisasikan pewarna fluorescein
yang diberikan secara intravena di dinding usus di bawah penerangan ultraviolet.
Namun, tidak ada teknik yang terbukti lebih unggul daripada penilaian klinis.
Secara umum, jika pasien stabil secara hemodinamik, usus pendek dengan viabilitas
yang dipertanyakan harus direseksi dan dilakukan anastomosis primer pada sisa
usus. Namun, jika viabilitas sebagian besar usus dipertanyakan, upaya bersama
untuk memelihara jaringan usus harus dilakukan. Dalam situasi seperti itu, usus
dengan kelangsungan hidup yang tidak pasti harus dibiarkan utuh dan pasien
dieksplorasi kembali dalam 24 sampai 48 jam dalam operasi "pemeriksaan kedua".
Pada saat itu, reseksi definitif usus nonviable selesai.1

40
Tabel 2. Diferensiasi antara usus yang layak dan tidak layak dipertahankan4

Operasi laparoskopi yang berhasil untuk obstruksi usus dilaporkan dengan


frekuensi yang lebih besar. Mereka yang menjalani prosedur laparoskopi yang
sukses memiliki pemulihan yang lebih cepat, komplikasi yang lebih sedikit, dan
biaya yang lebih rendah. Karena lengkung usus yang membengkak dapat
mengganggu visualisasi yang memadai, kasus awal obstruksi usus halus proksimal
yang mungkin disebabkan oleh single adhesive band paling cocok untuk
pendekatan ini. Adanya distensi usus dan beberapa adhesi dapat menyebabkan
prosedur ini menjadi sulit dan berpotensi berbahaya. Tingkat konversi ke operasi
terbuka adalah antara 17% dan 33% . 1

Gambar 19. Algoritma manajemen obstruksi usus halus.1

41
2.3.10. Komplikasi19
Komplikasi SBO juga bergantung pada tingkat keparahan kondisi, usia
pasien, adanya penyakit penyerta dan, seringkali, durasi gejala / tanda, dan meliputi:
1. Sepsis: Akibat translokasi bakteri usus dari kerusakan jaringan
2. Abses intra-abdominal
3. Wound dehiscence
4. Aspirasi
5. Short-bowel syndrome (sebagai akibat dari beberapa operasi)
6. Cacat dan kematian (pengobatan sekunder akibat penundaan) 19
Komplikasi jantung dan paru dapat terjadi akibat prosedur dan rawat inap,
komplikasi neurologis, trombosis / emboli, perdarahan mayor, infeksi atau ruptur
sayatan, dan pembentukan abses atau fistula abdomen. Berikut ini salah satu
diantaranya:
1. Pneumonia: Termasuk aspirasi, terkait ventilator, dan / atau didapat di
rumah sakit
2. Iskemia / perforasi usus
3. Peritonitis
4. Cedera ginjal akut / gagal ginjal akut
5. Komplikasi bedah19

2.3.11. Prognosis
Dengan diagnosis dan penaganan yang tepat pada obstruksi, prognosis pada
obstruksi usus halus (SBO) baik. Obstruksi lengkap yang berhasil ditangani
nonoperatif memiliki insiden kekambuhan yang lebih tinggi daripada yang
ditangani dengan pembedahan.
Morbiditas dan mortalitas tergantung pada pengenalan dini dan diagnosis
obstruksi yang benar. Jika tidak diobati, obstruksi strangulasi menyebabkan
kematian pada 100% pasien. Jika pembedahan dilakukan dalam waktu 36 jam,
angka kematian menurun hingga 8%. Angka kematian adalah 25% jika operasi
ditunda melebihi 36 jam pada pasien ini.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kematian dan komplikasi pasca

42
operasi termasuk usia, komorbiditas, dan keterlambatan pengobatan. Menurut satu
kelompok Norwegia, morbiditas dan mortalitas akibat SBO menurun dari 1961
hingga 1995; mortalitas dilaporkan sekitar 5%. 19

2.4. Divertikulum Meckel


2.4.1. Definisi
Divertikulum Meckel pertama kali dideskripsikan oleh Johan Meckel, pada
1809, merupakan kelainan kongenital saluran pencernaan paling sering,kira-kira
2% dari seluruh populasi. Dalam kandungan, vitelline duct yang menghubungkan
usus bayi dengan yolk sac, seharusnya mengalami involusi pada minggu 5-6. Saat
vitelline duct pada antimesenterik gagal regresi, akan membentuk true divertikel.
Disebut true karena dindingnya meliputi seluruh lapisan yang menyusun usus halus.
Lokasi nya bervariasi antar individu, namun pada umumnya ditemukan pada ileum
sekitar 100 cm dari katup ileocecal. Divertikel Meckel 60% mengandung
24
heterotropik mukosa, dan dari jumlah itu 60% mengandung gastrik mukosa .
Diverticulitis akut adalah peradangan devertikula kolon bawaan atau diperoleh.

Gambar 20. divertikulum meckel

2.4.2. Epidemiologi
Prevalensi divertikulum Meckel biasanya tercatat sekitar 2% dari populasi,
25,26 27
tetapi laporan seri yang diterbitkan berkisar dari 0,2% sampai 4%.
Komplikasi hanya terlihat pada sekitar 5% pasien dengan anomali. Dalam survei
retrospektif dari 43 rumah sakit anak di Amerika Serikat, 815 anak menjalani

43
28
divertikulektomi Meckel selama rentang waktu 2 tahun. Sedikit lebih dari
setengah (60%) adalah gejala, dan sisanya adalah temuan insidental pada anak-anak
yang menjalani laparotomi karena alasan yang berbeda.
Sebuah studi meninjau database Pediatric Hospital Information System
(PHIS) yang mencakup pasien yang dirawat di 44 rumah sakit anak-anak AS
selama periode 9 tahun (2004-2012) untuk mengidentifikasi demografi pasien
dengan Klasifikasi Penyakit Internasional, Edisi Kesembilan, (ICD -9) Diagnosis
divertikulum Meckel dan kode prosedur untuk divertikulektomi Meckel. Ini
menganalisis data untuk usia, pembayar, etnis, dan gejala dan menemukan
distribusi etnis divertikulum Meckel bergejala adalah 63,4% Putih, 4,7% Hitam,
16,4% Hispanik, 3,9% Asia, dan 11,6% lainnya. 29
Meskipun tidak ada perbedaan berdasarkan jenis kelamin yang dilaporkan
dalam penelitian yang mengevaluasi kondisi ini sebagai temuan insidental selama
operasi atau otopsi, laki-laki 3-4 kali lebih rentan terhadap komplikasi daripada
perempuan. Dalam serangkaian besar kasus dari 2007 hingga 2008,
divertikulektomi Meckel 2,3 kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki, dan anak
laki-laki menyumbang 74% dari kasus primer. 28

Gambar 21. Insidensi terjadinya divertikulum

2.4.3. Etiologi
Divertikulum meckel disebabkan oleh obliterasi yang tidak lengkap dari
saluran omphalomesenterika yang menghubungkan kantung kuning telur ke usus
dalam embrio yang sedang berkembang. Ini memberikan nutrisi sampai plasenta
terbentuk. Pada usia kehamilan sekitar 7 minggu, saluran tersebut terpisah dari

44
usus. Jika saluran gagal untuk sebagian atau seluruhnya terpisah dan tidak berliku,
hal itu dapat menyebabkan kista omphalomesenterika, fistula omphalomesenterika
yang mengalir melalui umbilikus, atau pita fibrosa dari divertikulum ke umbilikus
yang dapat menyebabkan obstruksi.30 Jika tidak ada keterikatan tambahan, itu
membentuk divertikulum Meckel. "Aturan 2s" telah digunakan untuk
mendeskripsikan divertikulum Meckel dengan mudah. Ini adalah kelainan GI
31
kongenital paling umum yang terjadi pada sekitar 2% bayi. Biasanya berukuran
2 inci dan terletak di ileum sekitar 2 kaki dari katup ileocecal. Ini dua kali lebih
umum pada wanita. Ini dapat berisi 2 jenis jaringan (lambung atau pankreas). Ini
adalah divertikulum sejati karena mengandung semua lapisan dinding usus halus.
Divertikulum terkadang memiliki jaringan ektopik di dalam dinding. Asal mula
embrio dari jaringan ektopik tidak diketahui. Diperkirakan sekitar 15% pasien akan
memiliki jaringan ektopik di dalam divertikulum. 31

2.4.4. Gambaran Embriologi Dan Patogenesis


Duktus omphalomesenterik atau vitelline merupakan duktus yang
menghubungkan menghubungkan yolk sac dengan midgut yang sedang
berkembang. Pada minggu keenam perkembangan embrio, midgut memanjang dan
herniasi menuju korda umbilikus. Di dalam korda umbilikus, midgut kemudian
berotasi 90o berlawanan arah jarum jam di sekitar axis dari arteri mesenterik
superior. Pada waktu yang bersamaan midgut juga memanjang untuk membentuk
jejunum dan ileum dan lumen dari duktus omphalomesenterik akan menutup. Pada
minggu ke-5 sampai ke-8 perkembangan embrio, midgut kembali menuju kavum
abdomen dan duktus omphalomesenterik akan menjadi pita fibrosis, yang mana
akan mengalami disintegrasi dan absorpsi.32,33
Kegagalan duktus omphalomesenterik dalam atrofi total dan disintegrasi,
maka duktus ini akan terus tumbuh yang menyebabkan berbagai kelainan
kongenital, yaitu:
1. Fistula umbilikoileal; patensi komplit dari duktus omfalomesenterik dengan
lumen yang masih utuh terbuka sepanjang ductus 33,34

45
2. Sinus duktus omfalomesenterik; kegagalan dari penutupan bagian distal-
end (umbilikus), yang ukurannya bervariasi. Ileum masih terhubung oleh
pita fibrosi.33,34
3. Kista duktus omfalomesenterik; bagian tengah dari duktus masih paten
sedangkan sekitarnya sudah mengalami obliterasi. Di dalam kista
akanditemukan akumulasi mukus, sebab di dalamnya terdapat lapisan
mukosa intestinal 35 .
4. Pita fibrosis dari ileum ke umbilikus; duktus omfalomesenterik yang atrofi
tidak secara sempurna mengalami obliterasi dan absorpsi. Secara klinis
dapat menyebabkan obstruksi intestinal dan volvulus 35 .
5. Divertikulum Meckel: kasus ini merupakan yang paling sering terjadi,
obliterasi fibrous dari umbilikal-end dan patensi komplit ileal-end dari
duktus omfalomesenterik

.
Gambar 22. Macam macam kelainan omphalomesentrik

2.4.5. Gambaran Klinis


Kebanyakan dari pasien yang menderita Divertikulum Meckel tidak
menunjukkan gejala, dan kelainan ini lebih sering ditemukan secara isidental pada
pemeriksaan barium maupun laparotomi. Gejala yang timbul pada kelainan ini
lebih cenderung akibat dari komplikasi yang timbul.

46
1. Obstruksi usus (35%)
Gejala ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa dengan prevalensi 26-
53%32,35 dan pada pediatrik prevalensinya 25-40%.35 Ada beberapa mekanisme
yang menyebabkan terjadinya obstruksi usus yaitu; intususepsi, volvulus, hernia
internal melalui duktus vitelline yang masih ada, pita omphalomesenterik
(tersering), obstruksi luminal dari divertikulum yang terinversi, divertikulitis,
benda asing yang terganjal di dalam divertikulum, inklusi dari divertikulum ke
dalam hernia, obstruksi neoplastik, dan prolapse bentuk T dari kedua aferen dan
eferen loop dari usus melalui fistula duktus vitellin pada umbilikus pada
neonatus.32,35
Gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien adalah vomitus bilious, distensi
abdomen, nyeri periumbilikal, dan konstipasi.3 Dari pemeriksaan fisik akan
ditemukan adanya nyeri abdomen, vomitus bilious, tegang abdomen, distensi, suara
peristaltik yang hiperaktif, masa abdomen yang terpalpasi, jika berlanjut bisa terjadi
iskemia atau infark dan terjadilan tanda peritoneal akut dan perdarahan
gastrointestinal bawah.35

Gambar 23. Meckel’s band yang bisa mengakibatkan jepitan.36

Gambar 24. Contoh usus yang terjebak di dalam band sehingga


menyebabkan closed loops obstruction.38

47
2. Pendarahan (32%)
Gejala ini lebih sering dikeluhkan pada pasien pediatrik dibandingkan orang
dewasa, yaitu berupa hematokezia. Perdarahan ini disebabkan oleh adanya ulkus
peptikum. Mukosa gaster heterotrofik di dalam divertikulum akan mensekresi asam
dan akan merusak jaringan sekitar, sehingga timbulah erosi jaringan dan pembuluh
darah.
Pasien umumnya mengeluhkan adanya perdarahan rektum yang tiba-tiba
dan spontan tanpa peringatan dan tanpa nyeri, namun dapat juga disertai nyeri yang
ringan sampai berat. Perdarahannya berwarna merah cerah (brick red), pelan, dan
menggumpal, namun dapat juga banyak yang diakibatkan oleh kontraksi fisiologis
yang merupakan respon dari hipovolemia. Terdapat juga gambaran currant jelly
stools yaitu kotoran yang terlapisi banyak mukus yag menandakan adanya iskemia
dan intususepsi.36,33, Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi adanya tanda-tanda
syok hemorhagik seperti takikardi. Jika kotoran yang teramati adalah merah cerah
atau currant jelly yang menjadikan perdarahannya cepat, dan jika hitam maka
perdarahannya pelan.35
3. Divertikulitis (22%)
Divertikulitis merupakan keadaan inflamasi pada Divertikulum Meckel
yang diakibatkan oleh obstruksi penyempitan pada mulut divertikulum oleh
berbagai obstruktan seperti enterolit, fecolit, parasit, korpus alienum, neoplasma,
atau inflamasi dan fibrosis dari ulkus peptikum.33,35 Divertikulits lebih sering
ditemukan pada pasien dewasa.35
Gejala yang dapat dikeluhkan oleh pasien adalah seperti nyeri abdomen
pada daerah periumbilikal dan radiasi menuju kuadran kanan bawah, demam, dan
vomitus. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan adanya nyeri tegang abdomen
baik fokal maupun difus, dan kebanyakan pada regio periumbilikal. Pada anak kecil
dapat ditemukan adanya guarding abdomen dan nyeri tegang rebound. Distensi
abdomen dan peristaltik hipoaktif dapat ditemukan pada keadaan lanjut.33,35
4. Kelainan Umbilikus (10%)
Kelainan ini meliputi fistula, sinus, kista, dan pita fibrosis. Gejala yang
dapat dikeluhkan oleh pasien dapat berupa discharge kronis dari sinus umbilikus,

48
infeksi atau ekskoriasi kulit periumbilikal. Pasien juga dapat mengeluhkan adanya
riwayat infeksi yang berulang, penyembuhan sinus, atau pembentukan abses
dinding abdomen. Jika terdapat fistula, mukosa usus dapat terlihat diatas kulit.36
5. Neoplasma
Divertikulum Meckel juga dapat berkembang menjadi tumor jinak seperti
leiomyoma, angioma, neuroma, dan lipoma, atau dapat berkembang menjadi
neoplasma malignan seperti sarcoma, tumor karsinoma, adenokarsinoma dan
limfoma Burkitt.36

2.4.6. Diagnosis
Tes Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit gula darah, BUN, serum kreatinin,
dan koagulasi tidak dapat membantu untuk menegakkan diagnosis namun penting
untuk menangani perdarahan dari sistem pencernaan. Hemoglobin dan hematokrit
akan menurun pada anemia atau pendarahan dan 58% dari anak-anak dengan
Divertikulum Meckel memiliki Hb di bawah 8.8 g/dL.
Anemia yang dapat ditimbulkan adalah anemia defisiensi besi namun dapat
juga anemia megaloblastik akibat defisiensi folat dan vitamin B12. Jika terdapat
albumin dan ferritin yang rendah hal ini bisa mengindikasikan adanya penyakit
inflamasi usus (inflammatory bowel disease).35
Imaging
Penggunaan plain foto radiografi untuk kelainan ini memiliki keuntungan
yang terbatas, namun untuk komplikasi yang bersifat non-pendarahan dapat diteksi
seperti enterolit, obstruksi ataupun perforasi dengan gambaran air-fluid levels. Jika
terdapat gejala perdarahan dari saluran cerna dengan klinis mengarah ke
Divertikulum Meckel, evaluasi diagnosis harus fokus dengan skanning Meckel,
yaitu skintiskan technetium-99m pertechnetate. Isotope diinjeksi secara intravena,
kemudian mukosa gaster akan mensekresikan isotope ini, dan jika divertikulum
terdapat jaringan gaster ektopik maka akan nampak gambaran hot spot.
Pemeriksaan ini lebih noninvasif dan akurat dibandingkan studi upper GI dan small
bowel follow-through. Pada anak- anak sensitivitasnya adalah 80-90%, spesifisitas

49
95% dan akurasi 90%. Namun pada orang dewasa tanpa pendarahan,
sensitivitasnya rendah yaitu 62.5%, spesifisitas 9% dan akurasi 46%. False positive
dapat ditemukan pada mukosa gaster ektopik, ulkus duodenum, obstruksi usus
kecil, duplikasi usus, obstruksi ureter, aneurisma, dan angioma. False negative
ditemukan pada jika mukosa gaster pada divertikulum sangat minim atau absen,
nekrosis divertikulum, atau jika bertumpuk dnegan versika urinaria. Akurasi dari
Skanning Meckel ini dapat ditingkatkan dengan pemberian cimetidine, glukagon
adan pentagastrin. Jika studi barium dan skintigrafi negatif, pemeriksaan
arteriografi selektif dapat diindikasikan. Hal ini biasanya terjadi pada keadaan
pendarahan yang intermiten atau perbaikan yang komplit. Pemeriksaan jenis lama
yaitu serial usus kecil dengan barium dapat digunakan untuk menemukan kondisi
penyerta pada Divertikulum Meckel. Enteroklisis digunakan untuk mendeteksi
Divertikulum Meckel dengan gambaran berupa kantung pada sisi antimesenterik
pada distal ileum, dan jika kantung tersebut berisi kemungkinan terdapat tumor.
Tanda-tanda radiologisnya dapat berupa gambaran lipatan triradiat atau plateau
triangular mucosal, kadang-kadang terdapat gambaran rugal gaster dalam
Divertikulum Meckel. Studi barium enema dapat digunakan untuk mencari adanya
intususepsi jika ada kecurigaan. CT skan abdomen biasanya sulit digunakan untuk
membedakan Divertikulum Meckel dengan loop usus kecil. Akan tetapi struktur
blind-ending fluid-filled dan/atau gas-filled dalam usus kecil dapat tervisualisasi.
Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya enterolit, intususepsi, atau divertikulits.
Pemeriksaan imaging dengan ultrasonografi digunakan lebih untuk memeriksa
keadaan anatomi daripada komplikasinya.35,36

Gambar 25.Ini menunjukkan Technetium-99m pertechnetate scan dari


pasien dengan Divertikel Meckel, letak divertikel ditunjukkan dengan tanda
panah.24

50
Gambar 26. (A) Foto serial usus halus menunjukkan adanya Divertikel
Meckel38 (B) Laparoscopy menunjukkan divertikel pada terminal ileum
dengan asal embrionik yang dilukiskan dengan arteri vitelline yang jelas
(mata panah)39

Histologi
Pada pemeriksaan histologi, 62% kasus terdapat heterotrofik mukosa gaster,
6% jaringan pankreas, 5% jaringan pankreas dan mukosa gaster, 2% mukosa
jejunum, 2% jaringan Brunner, dan 2% terdiri dari mukosa gaster dan duodenum.35
Mukosa gaster yang ditemukan dapat berupa fundus, bodi, antrum, ataupun
pilori. Mukosa fundus dan bodi terdapat kelenjar oxintik dengan parietal, chief, dan
sel-sel mucous neck.32
Pada Divertikulum Meckel dengan jaringan pankreas heterotrofik, dapat
ditemukan acini pankreas, duktus, atau islet, ataupun kombinasi diantara ketiganya.
Jaringan terletak di ujung dari Divertikulum Meckel dan merupakan daerah tempat
yang sering terjadi intususepsi.32

2.4.7. Penatalaksanaan
Pada anak, presentasi klinis terbesar Divertikel Meckel, adalah perdarahan
akibat ektopik gastrik mukosa penghasil Hcl yang menyebabkan ulserasi pada usus
halus, dan sangat jarang diakibatkan oleh divertikel itu sendiri.Perdarahan yang
tidak nyeri dan banyak, mengakibatkan warna brick red dari rektal. Anemia
mungkin memerlukan tranfusi darah, namun biasanya perdarahan berhenti spontan
dan tidak diperlukan operasi emergensi.37

51
1. Indikasi operasi
Dilakukan pada kasus, perdarahan saluran cerna yang tidak nyeri, yang
konsisten dengan Divertikel Meckel. Keunggulan pendekatan laparoskopi adalah
dapat mengkonfirmasi diagnosis secara minimal invasif.37
2. Prosedur Operasi

Gambar 27.Prosedur operasi minimal invasif37


a. Insisi37
Insisi kecil, tranverse, kanan, infraumbilikal, insisi muscle-
splitting atau dengan menggunakan insisi umbilikal (Gambar 29). Dapat
diperluas ke medial dengan meretraksi rectus kearah midline. 37
b. Identifikasi lesi
Pada laparotomi karena perdarahan, Divertikel Meckel tidak
mengalami inflamasi.Ileum dan kolon distal menjadi menjadi kebiruan.37

Gambar 28. Meretraksi Lesi37

52
c. Kontrol ileum dan isinya
Kompresi ileum dan isinya dengan jari dapat mengurangi
perdarahan dan tumpahan yang muncul ketika ileum dibuka dan
divertikulum dieksisi. Pack ditempatkan pada sisi loop ileum yang
termasuk dalam divertikel. Suction diletakkan dekat, untuk
antisipasi spillage ketika ileum dibuka.Jahitan kendali (3/0) diletakkan
pada sisi divertikulum.37

Gambar 29.Eksisi divertikel37

d. Eksisi divertikel
Insisi longitudinal dan eliptikal (wedge) dekat ileum sekitar
pangkal divertikel dengan menggunakan gunting atau diatermi.Sangat
penting agar semua divertikulum dibuang, karena sisa dari mukosa pen-
sekresi asam yang tersisa dapat terus menyebabkan ulserasi dan
perdarahan pada ileum disekitarnya.37

Gambar 30. Temuan operasi diverikel Meckel.39

53
e. Reseksi
Reseksi dapat dilakukan melalui divertikulektomi sederhana atau
melalui reseksi anastomosis ileoileal. Keputusan ini berdasarkan pada
prinsip utama me-reseksi seluruh jaringak ektopik.Sebagian besar penulis
berpendapat, sangat penting untuk me-reseksi ulkus yang disebabkan oleh
sekresi gastrik.Karena sebagian besar lesi berpangkal sempit memiliki
jaringan gastrik pada bagian ujung (tip), ulkus biasanya terdapat pada
divertikel Meckel itu sendiri.Sehingga divertikulektomi sederhana sudah
cukup.37
Jika divertikulum memiliki pangkal yang lebar, maka mukosa
ektopik bisa berada dimanapun, pada divertikel.Oleh sebab itu perlu
dilakukan reseksi anastomosis ileoileal.24
Ketika sekum sudah diidentifikasi, usus halus dapat dinspeksi
secara retrograde sampai divertikulum ditemukan. Kemudian dapat
diputuskan, apakah dapat dilakukan divertikulektomi sederhana atau
perlu dilakukan reseksi anastomosis ileoileal. Reseksi anastomosis
ileoileal parsial dapat dilakukan secara intrakorporeal dengan
menggunakan stapling pada kedua sisi divetikulum dan
dilakukan stapled anastomosis intrakorporeal.24

Gambar 31. Divertikel setelah eksisi 37


Jahitan kendali diatur untuk mengatur insisi longitudinal atau
eliptikal menjadi transverse. Sehingga luka dapat ditutup tanpa
penyempitan lumen ileum.37

54
f. Penutupan ileum
Dengan benang 4/0 absorbable, interrupted, jahit seluruh
lapisan usus. 37
g. Metode alternatif untuk divertikel dengan leher sempit2

Gambar 32. Pemotongan divertikel dengan metode alternatif37

Arteri forceps bengkok atau crushing klem diletakkan pada


pangkal divertikel dengan sudut 45° atau pada long axis dari ileum.Jahit
mattras of 3/0–4/0 absorbable dimasukkan di bawah klem dan diikat,
Divertikel digunting pada bagian distal klem.37

Gambar 33. Penutupan ileum dengan benang 4/0 absorble37


Klem dilepaskan, kemudian garis diseksi dikubur dengan
menggunakan jahitan pada lapisan kedua.37

55
h. Pendekatan laparoskopi
Pendekatan yang saat ini lebih disukai ahli bedah dan memiliki
keunggulan dalam mengkonfirmasi keberadaan Divertikel Meckel saat
diagnostik pra operasi meragukan.37

Gambar 34. Lokasi insisi infraumbilikal atau supraumbilikal37

Dalam anestesi umum, dilakukan insisi infraumbilikal atau


supraumbilikal. Linea alba di insisi dan peritoneum dibuka dengan
penglihatan langsung. Dengan trocar 5 atau 10-
mm, telescope dimasukkan lewat umbilikal port, melewati rectus
fascia.Inspeksi rongga peritoneal inisial dilakukan.Satu atau 2
buah port berukuran 3-5mm dapat dimasukkan melalui bagian kiri dan
kanan abdomen. Ukuran tergantung dari usia anak.37

Gambar 35. Pengambilan divertikel37

Ketika sudah didapatkan, Divertikel Meckel dapat dikeluarkan


melalui port umbilikal, kemudian dilakukan seperti teknik yang sudah
dijelaskan sebelumnya.37

56
i. Alternatifnya :
Jika pangkal nya sempit, dapat dilakukan diseksi dengan
laparoskopi. Pembuluh vitelline dapat didiseksi dengan elektrokauter atau
dimasukkan dalam dua endoloop yang diletakkan di pangkal Divertikel
Meckel.Harus dipastikan seluruh divertikulum dibuang dan kaliber lumen
tidak menyempit, atau reseksi dilakukan dengan menggunakan
GIA endostapler.37

Gambar 36. Reseksi dengan GIA endostapler37

3. Perawatan pasca operasi


Jika prosedur dilakukan secara laparoskopik dengan divertikulektomi
sederhana, anak dapat segera mulai diet per oral. Jika dilakukan reseksi anastomosis
ileoileal, lebih baik ditunggu sampai pasase usus baik, sebelum dimulai diet per
oral. Dapat diberikan antibiotik yang sesuai. Komplikasi pasca operasi yang perlu
diperhatikan yaitu obstruksi, peritonitis dan infeksi luka operasi.23,37

57
Gambar 37. (A) Ketika didiagnosa, Meckel dapat ditangani secara intrakorporeal maupun
eksteriorisasi melalui insisi umbilikal.24 (B) dan (C) menunjukkan divertikulum dan segmen
ileum tepat pada proksimal dan distal dari divertikula yang dieksteriorisasi lewat
umbilikus, dan divertikel dieksisi dengan endoscopic stapler. Eksisi dilakukan dengan
arah oblique untuk mencegah penyempitan ileum pada tempat divertikulektomi.24

2.4.6. PROGNOSIS
Ketika komplikasi timbul tindakan pembedahan sangat dibutuhkan, dengan
estimasi mortalitas dan morbiditas operatif adalah 12%. Resiko kumulatif jangka panjang
dari komplikasi postoperatif adalah 7%. Jika Divertikulum Meckel diangkat pada saat
temuan isidental, resiko mortalitas dan morbiditas komplikasi jangka panjang adalah 1-2%.
Kejadian malignant pada Divertikulum Meckel sebanyak 5%.36

58
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, Dunn DL, Hunter JG, Kao LS, et al.
Schwartz’s Principles of Surgery. 11th ed. United States: McGraw-Hill
companies; 2019. 671-683 p.
2. Hansen, JT. Netter’s Clinical Anatomy, 4th Edition, Elsevier, Philadelpia;
2019.
3. Guyton A.C., Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi 13. Jakarta :
EGC; 2019
4. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran; 2008.
http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf .
5. Williams N, Bulstrode C, O’Connell. P. Bailey & Love's Short Practice of
Surgery, 27th Edition. London: Edward Arnold; 2018
6. Sari, Dina Kartika dkk. Chirurgica . Yogyakarta : Tosca Enterprise. pp ; 2005;
32-26.
7. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif. Dalam:
Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000; 318 – 20.
8. Adhikari S, Hossein M, Das A, Mitra N, Ray U. Etiology and outcome of acute
intestinal obstruction: A review of 367 patients in Eastern India. Saudi J
Gastroenterol 2010; 16(4):285. Available from:
http://www.saudijgastro.com/text.asp?2010/16/4/285/70617
9. Jaffe T, Thompson WM. Large-Bowel Obstruction in the Adult: Classic
Radiographic and CT Findings, Etiology, and Mimics. Radiology.
2015;275(3):651–63. Available from:
http://pubs.rsna.org/doi/10.1148/radiol.2015140916
10. Mcentee G, Mulvin D, Naeedert S, Farahs S, Badurdeens MS, Ferraro V, et al.
Current Spectrum of Intestinal Obstruction. Br J Surg. 1987;74:976–80.
11. Diaz J, Bokhari F, Mowery N, Acosta J, Block E, Bromberg W. Practice
Management Guidelines for Small Bowel Obstruction EastEast. 2007.
12. Pasaribu N. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif yang dirawat Inap di

59
RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010. Univ Sumatera Utara. 2012.
13. Reddy S R R, Cappell M S. A Systematic Review of the Clinical Presentation,
Diagnosis, and Treatment of Small Bowel Obstruction. Springer
Science+Business Media New York; 2017; DOI 10.1007/s11894-017-0566-9
14. Sjamsuhidajat, Jong D. Buku Ajar: Ilmu Bedah. 4th ed. Vol. 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2016. 760-768 p.
15. Doherty, G., n.d. Current Diagnosis & Treatment Surgery. 14th ed. Mc Graw
Hill Education; 2015
16. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A
Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92.
17. Thompson, J. S. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H.
Bell, F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2,
p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher ; 2005
18. Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
19. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June
6th, 2011, from emedicine:
http://emedicine.medscape.com/art icle/774140-
overview
20. Ramnarine, M. et al. Small-Bowel Obstruction. Medscape; 2017. Diakses pada
tanggal 13 Februari 2021. https://emedicine.medscape.com/article/774140-
overview.
21. Wibisono, E. Wifanto. Ileus Mekanik Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV.
Jakarta : Media Aesculapius; 2014.
22. Tim O. Vilz, Burkhard Stoffels, Christian Strassburg, Hans H. Schild, Jörg C.
Kalff. Ileus in Adults. Deutch. Deutsches Ärzteblatt International. 114. 508-
511; 2017. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5569564/
23. Venara A, Neunlist M, Slim K, Barbieux J, Colas PA, Hamy A, Meurette G.
Postoperative ileus: Pathophysiology, incidence, and prevention. J Visc
Surg. 2016 Dec;153(6):439-446. [PubMed]
24. Vilz TO, Stoffels B, Strassburg C, Schild HH, Kalff JC. Ileus in Adults. Dtsch
Arztebl Int. 2017 Jul 24;114(29-30):508-518. [PMC free article] [PubMed]

60
25. Schropp KP, Garey CL. Meckel’s In: Holcomb GW, Murphy J, editor.
Ashcraft’s Pediatric Surgery. 5th ed. Saunders; 2010. p. 526-31.
26. Farrell MB, Zimmerman J. Meckel's diverticulum imaging. J Nucl Med
Technol. 2020 Sep. 48 (3):210-3.
27. Anderson DJ. Carcinoid tumor in Meckel's diverticulum: laparoscopic
treatment and review of the literature. J Am Osteopath Assoc. 2000 Jul. 100
(7):432-4.
28. Ghahremani GG. Radiology of Meckel's diverticulum. Crit Rev Diagn
Imaging. 1986. 26 (1):1-43
29. Ruscher KA, Fisher JN, Hughes CD, et al. National trends in the surgical
management of Meckel's diverticulum. J Pediatr Surg. 2011 May. 46 (5):893-
6
30. Alemayehu H, Hall M, Desai AA, St Peter SD, Snyder CL. Demographic
disparities of children presenting with symptomatic Meckel's diverticulum in
children's hospitals. Pediatr Surg Int. 2014 Jun. 30 (6):649-53.
31. Yahchouchy EK, Marano AF, Etienne JC, Fingerhut AL. Meckel's diverticulum. J Am
Coll Surg. 2001 May;192(5):658-62
32. Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel's diverticulum: a systematic review. J R Soc
Med. 2006 Oct;99(10):501-5.
33. Levy AD, Hobbs CM. From the Archives of the AFIP. Meckel Diverticulum:
Radiologic Features with Pathologic Correlation. Radiographics. 2004;24(2):565-587
34. Elsayes KM, Menias CO, Harvin HJ, Francis IR. Imaging Manifestations of Meckel’s
Diverticulum. AJR. 2007;189:81-88.
35. Ghritlaharey RK, Budhwani KS, Shrivastava DK, Shrivastava J. 2011;5(4):689- 693.
36. Emedicine. Rabinowitz SS. Pediatric Meckel Diverticulum. 2008.
37. Emedicine. Rabinowitz SS. Pediatric Meckel Diverticulum. 2010.
38. Beasley SW. Chapter 51 : Vitellointestinal (Omphalomesenteric) Duct
Anomalies. In: Coran AG, editor. Operative Pediatric Surgery. 7th ed. CRC
Press; 2013. p. 445–54.
39. Skandalakis L, Gray S, Ricketts R. Small Intestine. In: Surgical Anatomy and
Technique A Pocket Manual. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins; 2009. p.
393.

61
40. Bucher BT, Keller MS. Meckels’ Diverticulum. N Eng J Med.
2010;364(21):2045
41. Rattan NK, Singh J. Meckel’s diverticulum in children: Our 12-year
experience. African Journal of Paediatris Surgery. 2016.13(4):170-74

62

Anda mungkin juga menyukai