Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

GAGAL JANTUNG DEKOMPENSASI AKUT

Pembimbing:

dr. Tengku M. Budiansyah, MHA, Sp.JP, FIHA

Disusun Oleh:
Rizqi Fawazullah 2210221059

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS


KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTARUMAH SAKIT UMUM
DAERAH LEUWILIANG PERIODE 5 JUNI - 11 AGUSTUS 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul "GAGAL
JANTUNG DEKOMPENSASI AKUT" sebagai salah satu persyaratan untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam Program Studi Dokter
Program Profesi UPN Veteran Jakarta di Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. dr. Tengku M. Budiansyah, MHA, Sp.JP, FIHA yang telah memberikan ilmu
dan bimbingan kepadapenulis selama proses penyusunan laporan kasus ini.
2. Seluruh dokter, perawat, dan civitas Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang
yang telah memberikan banyak sekali pengalaman dan bimbingan selama
program kepaniteraan klinik ini berlangsung.
3. Teman-teman kepaniteraan klinik dan seluruh pihak yang telah membantu
dan mendukung penulis selama penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih memiliki kekurangan,
maka dari itu penulis sangat terbuka akan kritik maupun saran konstruktif untuk
perbaikan laporan kasus ini. Akhir kata, penulis berharap laporan kasus ini dapat
memberikan wawasan yang bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jakarta, 22 Juli 2023

Rizqi Fawazullah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


BAB I STATUS PASIEN ........................................................................................1
II.1 Identitas Pasien.............................................................................................1
II.2 Anamnesis ....................................................................................................1
II.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................3
II.4 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................5
II.5 Resume.......................................................................................................10
II.6 Daftar Masalah ...........................................................................................10
II.7 Tatalaksana .................................................................................................10
II.8 Prognosis....................................................................................................11
II.9 Follow Up...................................................................................................12
BAB II ANALISIS KASUS ...................................................................................18

i
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 63 tahun
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan terakhir : SMA
Tanggal pemeriksaan : 16 Juli 2023

1.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis bersama istri pasien dilakukan pada tanggal
16 Juli 2023 di Ruang High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Umum Daerah
Leuwiliang.

1.2.1 Keluhan Utama


Sesak hilang timbul saat beraktivitas sejak 1 minggu smrs

1.2.2 Keluhan Tambahan


Kedua kaki hingga kemaluan bengkak sejak 3 hari smrs disertai dengan
membesarnya perut pasien

1.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Leuwiliang dengan keluhan sesak hilang
timbul saat beraktivitas sejak 1 minggu smrs dan memberat 4 hari smrs. Sesak
hanya dirasakan saat pasien beraktivitas dan membaik jika pasien beristirahat. Sesak
juga dirasakan ketika pasien berbaring sehingga pasien lebih nyaman tidur
menggunakan 4 bantal saat di rumah. Pasien juga mengeluhkan adanya bengkak
pada kedua kakinya sejak 3 bulan smrs dan juga bengkak pada kemaluan pasien
yang baru pasien sadari sejak 4 hari smrs. Pasien juga mengatakan bahwa ada
1
keluhan batuk kering sejak 1 minggu smrs dan pasien mengaku kadang terdengar
suara “ngik” saat bernapas. Pasien juga mengeluhkan BAKnya kurang lancar dan
keluar sedikit-sedikit. Keluhan seperti demam, mual, muntah, nafsu makan turun,
jantung berdebar, nyeri dada, dan pingsan disangkal dan pasien mengatakan bahwa
tidak ada keluhan BAB. Pasien pernah merasakan keluhan serupa dan sudah datang
ke dokter spesialis 10 hari smrs. Pasien mengatakan bahwa pasien memiliki
riwayat hipertensi.

1.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat diabetes mellitus, hiperlipidemia, infeksi paru, dan alergi disangkal.

1.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa. Di
keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jantung, DM, dan
Paru

1.2.6 Riwayat Sosial dan Kebiasaan


Pasien saat ini tinggal satu rumah hanya berdua dengan istri pasien. Saat ini,
pasien bekerja sebagai pedagang bakso keliling. Pasien makan teratur 3x sehari.
Terdapat kebiasaan makan makanan bersantan, berlemak, dan tinggi garam. Pasien
memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus sehari sejak SMP namun 2 bulan terakhir
sudah berhenti. Riwayat konsumsi alkohol disangkal.

1.2.7 Riwayat Pengobatan


Pasien sudah mengkonsumsi obat yang diberikan oleh dokter yaitu
spironolakton (1x25 mg), furosemid (1x40mg), ramipril (1x5mg),
bisoprolol (1x2.5 mg).

2
1.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 16 Juli 2023 (hari perawatan ke-2).
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, pasien dalam kondisi duduk ,
terpasang IVFD pada tangan kiri
Gizi : BB = 70 kg TB = 170 cm
BMI = 24,22
(normoweight)
Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/menit, regular, isi kuat
Suhu : 36,6oC
Frekuensi pernapasan : 32x/menit
SpO2 : 98% NRM 12 lpm
Kepala : Normosefal, deformitas (-), warna rambut hitam,
terdistribusi secara merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, edema (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
pupil isokor
Telinga : Normotia, sekret (-/-), perdarahan (-)
Hidung : Simetris, Deviasi septum (-),

sekret (-/-), Napas cuping hidung

(+/+), perdarahan (-), massa (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1


Mulut : Mukosa bibir dan oral lembab kemerahan, sianosis (-)
stomatitis (-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, peningkatan JVP (-),
deviasi trakea (-)

3
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan ICS 4 linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri ICS 6 linea axillaris anterior sinistra
Batas pinggang jantung ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru
Inspeksi : Normochest, gerak dinding dada simetris, tidak ada masa,
tidak ada lesi, retraksi (-)
Palpasi : Taktil vocal fremitus simetris kanan dan kiri,
nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/+),

wheezing (+/+)

Abdomen
Inspeksi : Datar, distensi (-), striae (-), tanda inflamasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-),
ballotement (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen, ascites (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik,

pitting edema tungkai (+)

Kulit : Sianosis (-), pucat (-), ptekie (-)

4
1.2 Pemeriksaan Penunjang
1.2.1 Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG)
EKG Posterior (15/07/23)

Interpretasi:

1. Irama : sinus
2. Laju : 86 x/menit
3. Regularitas : regular
4. PR interval : durasi 0,16 detik
5. Aksis : RAD
6. Morfologi

• Gelombang P : P(+) di lead 2, P (-) di aVR, normal (2,5 kotak kecil)


• PR interval : Normal 0,12 S- 0,20 S
• Kompleks QRS : Durasi 0,06 detik, terdapat Q patologis di V4-V5, poor R
progression
• Segment ST : tidak ada ST elevasi, ST depresi
• Gelombang T : tidak ada T inversi
• Kesan : Sinus rhytm, HR 86x, RAD, OMI Anteroseptal

5
1.2.2 Pemeriksaan Radiologi

• Jantung ukuran membesar.


• Aorta elongasi. Mediastinum superior tidak melebar.
• Trakea di tengah. Kedua hilus tidak menebal.
• Corakan bronkovaskular kedua paru baik.
• Inifltrat di central kedua paru.
• Sinus kostofrenikus sinistra tumpul.
• Tulang-tulang kesan intak.

Kesan:
• Kardiomegali
• Elongasio aorta dengan edema paru
• Efusi pleura minimal

6
1.2.3 Pemeriksaan Ekokardiografi
Tanggal pemeriksaan: 22/07/2023
- Dimensi ruang jantung : RA, RV Dilatasi
- LVH konsentrik
- Analisis segmental : Diskinetik anteroseptal, segmen lain normokinetik
- Kontraktilitas LV normal, EF 70%
- Kontraktilitas RV baik, TAPSE 1.7 cm
- Katup aorta : 3 cupis, kalsifikasi (-), fungsi normal
- Katup mitral : Tenting PML, Peak E 1.1 m/s ERO 0.2 cm2 MRvol 36 ml.
- MR moderate
- Katup trikuspid : fungsi normal
- Katup pulmonal : fungsi normal
- Tampak thrombus di mid lateral LV ukuran 1.2x1.7 cm
- Tidak tampak efusi pericardium dari TTE

Kesimpulan:
- Thrombus di mid lateral LV ukuran 1.2x1.7 cm
- MR moderate ec iskemik
- Kontraktilitas fungsi LV menurun dan RV baik
- LVH ekstrensik
- RWMA (+)
- Tidak tampak efusi pericardium, SEC dari TTE

7
1.2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Lab 15/07/23
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 18.1* 13.2-17.3 g/dl
Hematokrit 61* 40-52%
Leukosit 4.200 3.800 – 10.600 /uL
Trombosit 151.000 150.000-440.000/uL
Kimia klinik
Gula darah sewaktu 109 70-140 mg/dl
Ureum 36 10-50 mg/dL
Kreatinin 1.79* 0.62 - 1.10 mg/dL
SGOT 19 <35 U/L
SGPT 15 <35 U/L
Albumin 3.6 3.4-4.8 g/dL
Analisa Gas Darah
Baro 739.5 -
PO2 204.5 80.0-100.0 mmHg
PCO2 47.9 35.0-45.0 mmHg
pH 7.326 7.350-7.450
tHb 19.6 11.5-17.4 g/dL
SO2 99.7 75.0-99.0 %
Hct 59.0 35.0-50.0 %
BE -0.1 -
Beecf -0.9 -
cHCO3st 25.3 -
ctO2 27.8 -

8
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Lab 17/07/23

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan


d-Dimer
d-Dimer 716* <500 ng/mL
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Lab 18/07/23
Albumin
Albumin 3.8 3.4-4.8 g/dL
Na, K, Cl
Natrium (Na) 140 132-145 mmol/L
Kalium (K) 4.4
3.5-5.0 mmol/L

Khlorida (Cl) 95 95-105 mmol/L

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Lab 20/07/23

d-Dimer
d-Dimer 790* <500 ng/mL
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Lab 21/07/23
Na, K, Cl
Natrium (Na) 134 132-145 mmol/L
Kalium (K) 5.0
3.5-5.0 mmol/L
Khlorida (Cl) 88 95-105 mmol/L

9
1.3 Resume
Tn. A, 63 tahun, datang dengan keluhan sesak hilang timbul saat beraktivitas
sejak 1 minggu smrs dan memberat 3 hari smrs. Pasien memiliki faktor resiko
yaitu konsumsi makanan tinggi garam dan berlemak serta dulunya memiliki
kebiasaan merokok yang sekarang sudah berhenti. Faktor resiko lain ditemukan
berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang yaitu hipertensi (tekanan darah
140/90 mmHg) yang merupakan faktor resiko gagal jantung. Status generalis
dalam batas normal. Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya RAD dan Q
patologis di V4-V5 dengan poor R progression. Temuan ini menunjukkan adanya
RAD dan OMI pada anteroseptal. Pada foto thoraks didapatkan adanya
kardiomegali dan elongasi aorta dengan edema paru. Pemeriksaan
echocardiography menunjukkan hasil konsisten dengan Gagal jantung HpEF.

1.4 Daftar Masalah


1. ALO ec ADHF
2. OMI Anteroseptal
3. HHD
4. Efusi pleura
5. PPOK Eksaserbasi akut
6. AKI

1.5 Tata Laksana

Medikamentosa:

- O2 NRM 12 lpm
- IVFD Ns asnet
- Inj. Lasix 2 ampul extra → 5 mg/jam
- Inj. Lansoprazole 1x30 mg
- Inj. Methyl Prednisolone 2x31.25 mg
- N-Asetyl Sistein 3x1
- Kapsul sesak 3x1
- Nebu combivent/8 jam

10
- Konsul Sp.P:
• Inj. Levofloxacin 1x750 mg
• Spiriva 1x2 puff
-
Non-Medikamentosa:
• Tirah baring
• Rawat inap di ruang High Care Unit (HCU)

• Edukasi:
• Optimalisasi tatalaksana dengan modifikasi gaya hidup dan rutin
mengonsumsi obat-obatan yang diberikan
• Edukasi pasien mengenai penatalaksanaan gejala
• Edukasi keluarga dan tenaga penolong untuk mendukung serta evaluasi
pengobatan pasien
• Lakukan follow-up setelah rawat inap
• Pemeriksaan dan evaluasi berat badan, status nutrisi dan fungsi tubuh,
kualitas hidup, masalah istirahat, psikososial dan lain-lain

1.6 Prognosis
• Quo ad vitam : Ad bonam
• Quo ad functionam : Ad bonam
• Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

11
1.7 Follow up
Tabel 6. Follow up
17 Juli 2023 (HP-3)
S esak berkur ang . Bengkak pada kaki dan kemaluan mulai
Subjective berkurang. Keluhan batuk masih ada dan sering pada malam hari.
(S) Mual (-), muntah (-) nyeri dada (-). Napsu makan baik.

Keadaan umum: Posisi duduk, tampak sakit sedang


Kesadaran: Compos mentis (E4M6V5)

Tanda Vital:
Objective Tekanan Darah : 140/90 mmHg
(O) Heart Rate : 100x/menit, irama teratur, isi cukup
Respiratory Rate: 30x/ menit
Suhu : 36oC
Saturasi O2 : 98% NRM 12 lpm

Px Fisik :
rhonki +/+, Wheezing +/+
Assessment • ALO ec ADHF
(A)
• OMI Anteroseptal
• HHD
• Efusi pleura minimal
• PPOK Eksaserbasi akut
• AKI

12
• IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
• Minum 750 cc/ 24 Jam
• Furosemid 5 mg/jam
• Lansoprazol 1x30 mg
Planning • Inj. Methyl prednisolon 2x31.25
(P)
• Inj. Spironolakton 1x25 mg
• N-Acetyl sistein 3x1
• Kapsul sesak 3x1
• Spiriva 1x2
• Inj. Levofloxacin 1x750 mg
• Chlopidogrel 1x75 mg
• Simvastatin 1x20 mg (malam)
• Nebu pulmicort / 12 jam
18 Juli 2023 (HP-4)
S S esak m asi h ada na m un sem aki n berkur ang . Bengkak
pada kaki (-), bengkak pada kemaluan semakin berkurang.
Keluhan batuk masih ada dan sering pada malam hari. Mual (-),
muntah (-) nyeri dada (-). Napsu makan baik. BAB dan BAK
normal.
Keadaan umum: Posisi duduk, tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis (E4M6V5)

Tanda Vital:
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Heart Rate : 102x/menit, irama teratur, isi cukup
Respiratory Rate: 30x/ menit
Suhu : 36oC
Saturasi O2 : 98% NRM 12 lpm
O Px Fisik :
rhonki -/-, Wheezing +/+

13
• ALO ec ADHF
A
• OMI Anteroseptal
• HHD
• Efusi pleura minimal
• PPOK eksaserbasi akut
• AKI
• O2 perlahan diturunkan
P • IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
• Minum 750 cc/ 24 Jam
• Furosemid 5 mg/jam
• Lansoprazol 1x30 mg
• Inj. Methyl prednisolon 2x31.25
• Inj. Spironolakton 1x25 mg
• N-Acetyl sistein 3x1
• Kapsul sesak 3x1
• Spiriva 1x2
• Inj. Levofloxacin 1x750 mg
• Chlopidogrel 1x75 mg
• Simvastatin 1x20 mg (malam)
• Nebu pulmicort / 12 jam

14
19 Juli 2023 (HP-5)

S S esak berkur ang . Bengkak pada kaki (-), bengkak pada


kemaluan semakin berkurang. Keluhan batuk masih ada dan sudah
berkurang. Mual (-), muntah (-) nyeri dada (-). Napsu makan
baik. BAB dan BAK normal.
Keadaan umum: Posisi duduk, tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis (E4M6V5)

Tanda Vital:
O Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Heart Rate : 85x/menit, irama teratur, isi cukup
Respiratory Rate: 22x/ menit
Suhu : 36.oC
Saturasi O2 : 98% NRM 10 lpm

Px Fisik :
rhonki -/-, Wheezing +/+

• ALO ec ADHF
A
• OMI Anteroseptal
• HHD
• Efusi pleura minimal
• PPOK eksaserbasi akut
• AKI
• IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
• Furosemid 5 mg/jam
• Lansoprazol 1x30 mg
• Inj. Spironolakton 1x25 mg

P • N-Acetyl sistein 3x1


• Kapsul sesak 3x1
• Spiriva 1x2
• Inj. Levofloxacin 1x750 mg
• Chlopidogrel 1x75 mg
• Simvastatin 1x20 mg (malam)
• Nebu pulmicort / 12 jam

15
20 Juli 2023 (HP-6)

S Pasien mengatakan sesa k ( -). Bengkak pada kaki dan kemaluan


(-). Keluhan batuk masih ada dan sudah berkurang. Mual (-),
muntah (-) nyeri dada (-). Napsu makan baik. BAB dan BAK
normal.
Keadaan umum: Posisi berbaring, tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis (E4M6V5)

Tanda Vital:
O Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Heart Rate : 80x/menit, irama teratur, isi cukup
Respiratory Rate: 20x/ menit
Suhu : 36.5oC
Saturasi O2 : 99% NRM 10 lpm

Px Fisik :
rhonki -/-, Wheezing -/-

• ALO ec ADHF
A
• OMI Anteroseptal
• HHD
• Efusi pleura minimal
• PPOK eksaserbasi akut
• AKI
• Pindah ruangan biasa
• IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
• Furosemid 5 mg/jam
• Lansoprazol 1x30 mg
• Inj. Spironolakton 1x25 mg
P
• N-Acetyl sistein 3x1
• Kapsul sesak 3x1
• Spiriva 1x2
• Inj. Levofloxacin 1x750 mg
• Chlopidogrel 1x75 mg
• Simvastatin 1x20 mg (malam)
• Nebu KP

16
21 Juli 2023 (HP-7)

S Tidak ada keluhan


Keadaan umum: Posisi berbaring, tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis (E4M6V5)

Tanda Vital:
O Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Heart Rate : 80x/menit, irama teratur, isi cukup
Respiratory Rate: 20x/ menit
Suhu : 36.5oC
Saturasi O2 : 98% SM 7 lpm

Px Fisik :
rhonki -/-, Wheezing -/-

• ALO ec ADHF
A
• OMI Anteroseptal
• HHD
• Efusi pleura minimal
• PPOK eksaserbasi akut
• AKI

• IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam


• Furosemid 5 mg/jam
• Lansoprazol 1x30 mg
• Inj. Spironolakton 1x25 mg
P
• N-Acetyl sistein 3x1
• Kapsul sesak 3x1
• Spiriva 1x2
• Inj. Levofloxacin 1x750 mg
• Chlopidogrel 1x75 mg
• Simvastatin 1x20 mg (malam)
• Nebu KP

17
BAB II

ANALISA MASALAH
Definisi
Berdasarkan American Heart Association (AHA), gagal jantung adalah
sebuah sindrom klinis dengan tanda dan gejala yang disebabkan adanya kelainan
struktural ataupun fungsional ventrikel dalam mengejeksikan darah8. European
Society of Cardiology (ESC) menjelaskan lebih rinci mengenai definisi gagal
jantung, yaitu sindroma klinis yang mencakup gejala utama (sesak napas, edema
tungkai, dan kelelahan) yang dapat disertai tanda klinis (peningkatan jugular
venous pressure (JVP), ronkhi paru, dan edema perifer). Hal tersebut terjadi karena
adanya abnormalitas struktural dan/atau fungsional dari jantung yang menghasilkan
peningkatan tekanan intrakardiak dan/atau cardiac output yang tidak adekuat saat
istirahat dan/atau selama beraktivitas9. Dalam Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung
2020 oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) juga
dijelaskan bahwa gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks dengan
tampilan berupa gejala gagal jantung, tanda khas gagal jantung, dan adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat5. Kelainan
struktural jantung atau kardiomiopati yang asimtomatik tidak termasuk dalam gagal
jantung8.

Klasifikasi
Berdasarkan Fraksi Ejeksi
Gagal jantung dibagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan pengukuran Left
Ventricular Ejection Fraction (LVEF) dikarenakan terdapat sebuah penelitian
mengenai uji coba terapi pada gagal jantung yang menunjukkan hasil yang
meningkat secara substansial pada pasien dengan LVEF ≤40%. Klasifikasi tersebut
yaitu Heart Failure with mildly reduced Ejection Fraction (HfmrEF), Heart Failure
with preserved Ejection Fraction (HfpEF), Heart Failure with improved Ejection
(HfimpEF) dan Heart Failure with reduced EjectionFraction (HfrEF).

18
Gambar 1. Gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi

Berdasarkan Keparahan Gejala


Derajat keparahan gagal jantung dinilai oleh New York Heart Association
(NYHA) melalui klasifikasi fungsional. Penilaian ini hanya berdasarkan gejala.

Gambar 2. Klasifikasi fungsional NYHA

19
Pada NYHA kelas I tidak ada gejala dan tidak ada keterbatasan dalam
aktivitas fisik biasa. Orang dengan gagal jantung NYHA kelas 1 dapat seperti orang
normal. Pada klasifikasi NYHA kelas 2 timbul gejala ringan (sesak napas ringan
dan/ atau angina) dan sedikit keterbatasan selama aktivitas biasa pada saat istirahat
tidak timbul gejala. Misalnya pada NYHA kelas 2 timbul gejala bila naik tangga 4-
5 lantai, jogging, jalan keliling kompleks. Sedangkan pada NYHA kelas 3
keterbatasan tampak nyata. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, namun aktivitas
fisik ringan menyebabkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas. Misalnya saat
berjalan jarak pendek (20-100 meter), naik tangga 1 lantai, mandi, makan, berjalan
ke WC dsb sudah terasa sesak. Sedangkan NYHA kelas 4 tidak dapat melakukan
aktivitas fisik tanpa keluhan, bahkan saat istirahat pasien mengeluhkan sesak
napas5,9.

Berdasarkan Gejala klinis10


Gambaran klinis Gejala Tanda
dominan
Edema perifer/kongesti Sesak napas - Edema perifer
Mudah lelah - Peningkatan JVP
Anoreksia - Edema paru
- Hepatomegaly, asites
- Overload cairan
- kakeksia
Edema paru Sesak napas yang berat - ronki dan efusi
saat istirahat - takikardi dan
takipneu
Syok kardiogenik Penurunan kesadara n - penurunan perfusi
Lemah perifer
Akral dingin - SBP <90 mmHg
- Anuria atau oliguria
Peningkatan Tekanan Sesak napas - Peningkatan tekanan
darah darah
- Preserve ejection
fraction
- Hipertrofi ventrikel
kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas - Disfungsi ventrikel
Mudah lelah kanan
- Peningkatan JVP
- Edema perifer
- Hepatomegaly
- Kongesti usus

20
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda,
pemeriksaan laboratorium, dan echocardiogram. Kriteria Framingham dapat
membantu diagnosis, namun dengan spesifisitas yang rendah. Untuk menegakkan
diagnosis gagal jantung diperlukan minimal 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor.

Tabel 1. Kriteria Framingham untuk Diagnosis Gagal Jantung20

Kriteria Framingham memiliki sensitivitas yang sangat baik untuk


menyingkirkan diagnosis gagal jantung tanpa adanya gejala dan tanda tersebut,
namun spesifisitasnya buruk untuk memastikan diagnosis dan hanya 50% yang
bersifat simtomatik. Berdasarkan PERKI yang menganut pada guideline ESC,
digunakan gejala tipikal dan kurang tipikal serta tanda spesifik dan kurang tipikal.

Tabel 2. Manifestasi Klinis Gagal Jantung5

21
Pemeriksaan fisik sederhana yang dapat dikerjakan yaitu pemeriksaan JVP
(jugular venous pressure)21.
1. Penderita mula-mula disuruh berbaring dengan tampat tidur dinaikan 30-45
derajat.
2. Pemeriksa berada di sebelah kanan si penderita.
3. Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan bantal, dan otot
strenomastoideus dalam keadaan relaks.
4. Lakukan penekanan pada vena jugularis di bawah angulus mandibula dan
kemudian cari dan tentukan titik kolaps
5. Tentukan jaraknya berapa cm dari bidang yang melalui angulus ludovici
(patokan jarak dari vena cava superior + 5 cm /selanjutnya disebut R cm)
6. Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5cm dibawah bidang
horizontal yang melalui angulus ludovici, maka tekanan vena jugularis (CVP)
sama dengan R-5 cm H20, sedang bila titik kolapsnya berasa 2 cm diatas berarti
CVP R + 2 cm H20.

Gambar 5. Pemeriksaan JVP21

Pada pemeriksaan penunjang, beberapa hal yang dapat diperiksa untuk


membantu menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai adanya anemia. Anemia dikaitkan
dengan keparahan gagal jantung yang tinggi. Penggantian besi intravena
penting untuk meningkatkan status fungsional dan kualitas hidup jika ferritin
<100 ng/mL atau 100-300 ng/mL jika saturasi transferin <20%.
2. Elektrolit Serum

22
Kadar urea dan kreatinin merupakan faktor prognostik pada pasien rawat inap
dengan gagal jantung. Hiponatremia memainkan faktor prognostik pada pasien
dengan gagal jantung kronik. Selain itu, terdapat beberapa obat gagal jantung
dapat menyebabkan kelainan elektrolit dan disfungsi ginjal (spironolakton,
ACE-I, dan furosemid), sehingga evaluasi elektrolit penting dilakukan.
3. BNP atau NT-proBNP
Pengukuran B-type Natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-B-type
natriuretic peptide (NT-proBNP) sangat membantu untuk mendukung
diagnosis klinis HF dalam pengaturan rawat jalan dan untuk mendukung
diagnosis HF dekompensasi akut di rumah sakit.
4. Pemeriksaan Laboratorium lainnya
Pemeriksaan laboratorium lainnya termasuk glukosa, profil lipid puasa, tes
fungsi hati, dan hormon perangsang tiroid.
5. EKG
EKG abnormal meningkatkan kemungkinan diagnosis gagal jantung. EKG
juga dapat memberikan informasi tentang etiologi (misalnya, riwayat infark
miokard sebelumnya membuat CAD menjadi kemungkinan penyebab gagal
jantung, aritmia sebagai penyebab potensial kardiomiopati yang dimediasi
takikardia HF, hipertrofi LV menunjukkan gagal jantung yang diinduksi
hipertensi, kompleks QRS yang melebar/ left bundle branch block mungkin
kardiomiopati dilatasi idiopatik, dan blok jantung seperti yang terlihat pada
pasien dengan sarkoidosis jantung) dan memberikan indikasi untuk terapi
(antikoagulasi jika fibrilasi atrium, alat pacu jantung pada beberapa
bradikardia, dan terapi resinkronisasi jantung (CRT) jika QRS melebar).

Gambar 6. Gambaran EKG / left bundle branch block22

23
6. Foto Thorax
Foto Thorax berguna dan dapat menunjukkan efusi pleura akibat kelebihan
volume, kardiomegali, dan garis Kerley B (edema interstisial).

Gambar 8. Foto thorak kardiomegali dengan CTR >50 %23

Gambar 9. Foto thorak edema paru24

Gambar 10. Foto thorak efusi pleura25

24
7. Transthoracic Echocardiogram (TTE)
Transthoracic Echocardiogram adalah tes paling berguna yang membantu
menegakkan diagnosis gagal jantung dan mengklasifikasikannya sebagai
HFrEF, HFmrEF, atau HFpEF. Parameter abnormal pada HFrEF yang dapat
diukur dengan ekokardiogram meliputi peningkatan diameter dan volume akhir
diastolik (diameter LV lebih dari 60 mm atau 32 mm/m dengan volume LV
melebihi 97 mL/m) dan diameter dan volume akhir sistolik (diameter LV lebih
besar dari 45 mm atau 25 mm/m dengan volume LV lebih dari 43
mL/m). Ekokardiogram juga membantu menilai LVEF di HFrEF untuk
memandu terapi medis dan perangkat berbasis bukti (implan cardioverter-
defibrillator (ICD) dan CRT), mengevaluasi katup, memberikan informasi
tentang ketebalan dinding ventrikel, dan sangat penting dalam risiko stratifikasi
pasien dengan gagal jantung.

25
Gambar 11. Alur Diagnostik Gagal Jantung

Gambar 12. Alur Diagnostik Gagal Jantung

26
Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut adalah terminologi yang digunakan untuk
mendeskripsikan kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal
jantung. Kondisi ini mengancam kehidupan dan harus ditangani dengan segera, dan
biasanya berujung pada hospitalisasi. Ada 2 jenis persentasi gagal jantung akut,
yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi pertama kali (de novo) dan gagal jantung
dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil. Penyebab
tersering dari gagal jantung akut adalah hypervolume atau hipertensi pada pasien
dengan HFPEF

Gambar 13. Faktor Pencetus dan Penyebab Gagal Jantung Akut

27
Klasifikasi klinis pasien gagal jantung akut didasarkan pada terdapat atau
tidaknya tanda dan gejala kongesti serta gangguan perfusi, yakni sebagai berikut :

Gambar 14. Profil Klinis Pasien Gagal Jantung Akut

28
Gambar 15. Tatalaksana Pasien Gagal Jantung Akut Berdasarkan
Hemodinamik

29
Tata Laksana
A. Algoritma Tatalaksana Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri <40% (HFrEF)

Gambar 16. Penatalaksanaan HFrEF

Berikut dosis dan sediaan dari penggunaan obat-obatan pada gagal


jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri <40%.

30
Golongan Obat Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)

Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)

Captopril 6.25 (3x/hari) 50 mg (3x/hari)

Enalapril 2.5 (2x/hari) 10-20 mg (2x/hari)

Lisinopril 2.5-5 (1x/hari) 20-40 (1x/hari)

Ramipril 2.5 (1x/hari) 5 (2x/hari)

Perindopril 2 (1x/hari)

Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)

Candesartan 4 atau 8 (1x/hari) 32 (1x/hari)

Valsartan 40 (2x/hari) 160 (2x/hari)

Antagonis Aldosteron

Eplerenon 25 (1x/hari) 50 (1x/hari)

Spironolakton 25 (1x/hari) 25-50 (1x/hari)

ß-blocker

Bisoprolol 1.25 (1x/hari) 10 (1x/hari)

Carvedilol 3.125 (2x/hari) 25 (2x/hari)

Metoprolol 12.5-25 (1x/hari) 200 (1x/hari)

Nebivolol 1.25 (1x/hari) 10 (1x/hari)

Golongan Lain

Ivabradine 5 (2x/hari) 7.5 (2x/hari)

Sacubitril/valsartan 50 (2x/hari) 200 (2x/hari)


Tabel 3. Obat Gagal Jantung

B. Tatalaksana HFmrEF
Tatalaksana medikamentosa yang diberikan adalah diuretik dengan
tujuan untuk mengontrol kongesti. Tidak ada data uji coba prospektif yang
menunjukkan perbaikan signifikan mengenai pemberian obat-obatan lain
yang pada pasien dengan gagal jantung tipe HFmrEF.

31
C. Tatalaksana HFpEF
Tidak ada pengobatan yang signifikan yang mampu mengurangi
mortalitas dan morbiditas pasien dengan gagal jantung tipe HFpEF, walaupun
terdapat beberapa perbaikan pada pasien dengan pengobatan spesifik tertentu.
Pemberian candesartan dan spironolakton dapat menurunkan angka rawat
inap. Di sisi lain, pemberian nebivolol secara signifikan menurunkan angka
mortalitas dan kejadian rawat inap pada pasien. Tidak adanya rekomendasi
pengobatan medikamentosa untuk memperbaiki kondisi penyakit, maka
penatalaksanaan difokuskan untuk mengurangi gejala kongesti. Pemberian
loop diuretic disarankan untuk mengontrol kongesti. Bukan hanya itu saja,
perlu dilakukan edukasi untuk mengurangi berat badan pada pasien dengan
obesitas. Di sisi lain penting untuk mengidentifikasi dan mengobati faktor
risiko penyerta, etiologi, dan komorbid yang diderita pasien.

Bagan 1 Rekomendasi Tatalaksana HFpEF8

Pengobatan berfokus pada pengendalian tekanan darah menggunakan


beta-blocker, ACEi atau ARB untuk mengontrol tekanan darah pada pasien
dengan HFpEF (kelas IIA), diuretik untuk meredakan gejala kelebihan
volume, dan untuk mengatasi faktor risiko dan komorbiditas. Tidak ada

32
penelitian untuk menentukan dampak revaskularisasi pada gejala atau hasil,
khususnya pada pasien dengan HFpEF. Pertimbangan revaskularisasi dapat
dilakukan pada pasien yang tampaknya iskemia berkontribusi pada gejala
gagal jantung.13

Gambar 19. Jenis dan dosis diuretic pada gagal jantung9

Tabel 4. Koreksi terhadap Faktor Risiko Gagal Jantung27


33
Pasien Tn.B usia 63 tahun masuk ke IGD RSUD Leuwiliang dengan
keluhan utama sesak napas sejak 1 minggu smrs dan memberat 4 hari smrs
disertai bengkaknya kedua kaki dan kemaluannya. Setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis yang
ditegakkan adalah sebagai berikut:
1. ADHF
Pada pasien didapatkan keluhan utama yaitu dyspnea. Dyspnea adalah sensasi
subjektif dari rasa tidak nyaman saat bernapas. Dyspnea terjadi akibat
ketidakseimbangan antara mekanisme perfusi dan ventilasi. Kondisi patologis yang
mendasari timbulnya dyspnea dapat berasal dari gangguan respiratorik, jantung,
muskuloskeletal, dan psikologis28. Pada pasien, dyspnea memberat saat berbaring,
dan saat aktivitas berat. Hal tersebut menandakan terdapat orthopnea, dan dyspnea
on effort. Karakteristik dyspnea yang dialami pasien termasuk ke dalam gejala
tipikal pada penyakit gagal jantung. Rasa mudah lelah juga termasuk gejala tipikal.
Keluhan batuk pada malam hari dan asites juga dapat terjadi pada gagal jantung
namun termasuk dalam gejala dan tanda yang kurang spesifik.
Keluhan utama pasien pernah dialami sebelumnya. Selain itu, pasien juga
memiliki riwayat hipertensi yang baru pasien ketahui ketika datang ke dokter 10 hari
smrs namun pasien masih belum rutin meminum obatnya. Terdapat juga riwayat
dislipidemia. Pasien memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan-makanan tinggi
lemak dan santan. Menurut penelitian pre-test probabilities yang dilakukan pada
pasien gagal jantung, riwayat hipertensi, dislipidemia, riwayat keluarga dengan
gagal jantung dan riwayat merokok memiliki hasil statistik yang bermakna dan
berkorelasi erat dengan kejadian gagal jantung.13
Hasil rontgen thoraks mengonfirmasi temuan kardiomegali pada pemeriksaan
fisik. Kardiomegali disertai + aorta elongasi dengan edema paru pada pasien dapat
terjadi akibat dekompensasi akut pada gagal jantung kronik maupun akibat

34
gagal jantung akut pada infark mokard dimana terjadinya bendungan dan
peningkatan tekanan di jantung dan paru akibat melemahnya pompa jantung.
Setelah itu, dilakukan echocardiography dengan hasil penurunan fraksi ejeksi
ventrikel kiri yaitu sebesar 20%. Fraksi ejeksi merupakan jumlah darah yang
dipompa dari ventrikel pada setiap denyut nadi. Fraksi ejeksi ventrikel kiri yang
normal yaitu ≥ 55%.17
Pada pemeriksaan lab darah didapatkan peningkatan NT-ProBNP. NT-ProBNP
adalah peptide natriuretik tipe B yang disintesis oleh ventrikel. NT-ProBNP secara
umum digunakan sebagai indikator yang signifikan untuk menegakkan diagnosis
gagal jantung. Pada gagal jantung, terjadi peningkatan pelepasan NT-ProBNP oleh
ventrikel yang sejalan dengan tingkat keparahan penyakit gagal jantung. Maka dari
itu, peningkatan NT-ProBNP pada pasien diakibatkan oleh penyakit gagal jantung.
Pengobatan gagal jantung yang diberikan kepada pasien sudah sesuai dengan
algoritme penatalaksanaan gagal jantung. Pemberian kombinasi obat-obatan antara
golongan ACE-inhibitor (ramipril), B-blocker (bisoprolol), dan antagonis
mineraloresptor (spironolakton) digunakan pada penderita gagal jantung dengan
fraksi ejeksi <40%. Di sisi lain, diberikan furosemide dengan tujuan untuk
mengontrol kongesti yang terjadi pada pasien. Dosis yang diberikan pada pasien
disesuaikan dengan kondisi klinis dan keparahan progresifitas penyakitnya. Terapi
aspirin (anti platelet), dan simvastatin (statin) digunakan untuk mengatasi gagal
jantung dan CAD.

2. Efusi Pleura
Pada pasien didapatlkan keluhan sesak dan adanya batuk kering sejak 1
minggu SMRS. Setelah dilakukan rontgen thorax ditemukan bahwa adanya
gambaran efusi pleura minimal. Efusi pleura pada gagal jantung merupakan efusi
pleura transudat yang diakibatkan oleh terjadinya peningkatan tekanan vena
sistemik dan tekanan kapiler paru. Pada kasus gagal jantung sebanyak 90%
merupakan efusi pleura transudat dan hanya 10% kasus merupakan efusi pleura
eksudat. Cairan transudat dihasilkan dari ketidakseimbangan antara tekanan
hidrostatik dan onkotik.

35
3. HHD

Hypertensive Heart Disease (HHD) pada pasien ini dilihat dari riwayat
penyakit hipertensi yang berlangsung kronis, adanya orthopnea, dan riwayat gagal
jantung yang dapat diakibatkan oleh HHD. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pergeseran batas jantung kiri. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
kardiomegali disertai aorta elongasi dan pada echocardiography menunjukkan
LVH konsentrik. Sebagai respon hipertensi yang kronis, pada ventrikel kiri terjadi
remodelling dengan hipertrofi miosit jantung dan perubahan fibrotik sehingga
meningkatkan kekakuan ventrikel kiri29

4. PPOK

• Pada pasien didapatlkan keluhan sesak dan adanya batuk sejak 1 minggu SMRS.
Pasien juga mengatakan sering mendengar suara “ngik” ketika pasien bernapas. Pasien
juga memiliki riwayat merokok dari Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapati
adanya rhonki (+/+) dan wheezing (+/+). Kaitan PPOK dan Gagal Jantung ketika
Kurangnya oksigen dalam darah akibat PPOK dapat mencederai otot jantung dan
memperburuk manifestasi gagal jantung dan ketika kelebihan cairan di dalam paru
akibat gagal jantung dapat memperberat sesak napas pasien PPOK.

5. AKI

Pada anamnesis didapati keluhan bengkak pada kaki, keluhan cepat lelah yang bisa
juga terjadi akibat AKI. Pada pemeriksaan penunjang didapati serum kreatininnya
meningkat (1.79). Bagaimana persisnya AKI berdampak pada kesehatan jantung tidak
diketahui, tetapi ada beberapa kemungkinan mekanisme. Misalnya, AKI mengubah
cara ginjal menangani garam, menyebabkan hipertensi, faktor risiko penyakit jantung
yang terkenal. AKI juga tampaknya meningkatkan tingkat peradangan di bagian tubuh
lainnya, termasuk jantung.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. WHO Fact-Sheets Cardiovascular diseases (CVDs). WHO. 2021;


2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia dalam Risiko
Penyakit Kardiovaskular. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2018.
3. Groenewegen A, Rutten FH, Mosterd A, Hoes AW. Epidemiology of heart
failure. European Journal of Heart Failure. 2020.
4. Kemenkes RI. Situasi kesehatan jantung. Pus data dan Inf Kementeri
Kesehat RI [Internet]. 2014;3. Available from:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/i
nfodatin-jantung.pdf
5. PP PERKI. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung 2020. 2nd ed. Perhimpun
Dr Spes Kardiovask Indones 2020. 2020;
6. Inamdar AA, Inamdar AC. Heart failure: Diagnosis, management and
utilization. Journal of Clinical Medicine. 2016.
7. Savarese G, Lund LH. Global Public Health Burden of Heart Failure. Card
Fail Rev. 2017;
8. Heidenreich PA, Bozkurt B, Aguilar D, Allen LA, Byun JJ, Colvin MM, et
al. 2022 AHA/ACC/HFSA Guideline for the Management of Heart Failure:
A Report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Joint Committee on Clinical Practice Guidelines. Vol. 145,
Circulation. 2022. 895–1032 p.
9. McDonagh TA, Metra M, Adamo M, Gardner RS, Baumbach A, Böhm M,
et al. 2021 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure. European Heart Journal. 2021.
10. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P,
Poole-Wilson PA, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J. 2008;29(19):2388–442.
11. Kemenkes.RI. Profil Penyakit Tidak Menular Tahun 2016. Kementerian
Kesehatan RI. 2016.
12. Easa J, Chappell J, Warriner D. Understanding the pathogenesis of heart
failure. Pract Nurs. 2021;
13. Hajouli S, Ludhwani D. Heart Failure And Ejection Fraction. StatPearls.
2020.
14. Kreusser MM, Lehmann LH, Haass M, Buss SJ, Katus HA, Lossnitzer D.
Depletion of cardiac catecholamine stores impairs cardiac norepinephrine re-
uptake by downregulation of the norepinephrine transporter. PLoS One.
2017;12(3):1–16.

37
15. Han SW, Ryu KH. Renal dysfunction in acute heart failure. Korean Circ J. 2011;41(10):565–
74.
16. Kemp CD, Conte J V. The pathophysiology of heart failure. Cardiovasc Pathol.
2012;21(5):365–71.
17. Borlaug B. The pathophysiology of heart failure with preserved ejection fraction. Nat Rev
Cardiol. 2014;507–15.
18. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. edisi 8. EGC, editor. jakarta; 2016.
19. Borlaug B a PW. Heart failure with preserved ejection fraction: pathophysiology, diagnosis,
and treatment. Eur Heart J. 2010;610–9.
20. Anguita Sánchez M, Crespo Leiro MG, de Teresa Galván E, Jiménez Navarro M, Alonso-
Pulpón L, Muñiz García J. Prevalence of Heart Failure in the Spanish General Population
Aged Over 45 Years. The PRICE Study. Rev Española Cardiol (English Ed. 2008;
21. Andalas fakultas kedokteran universitas. Penuntun Skill lab kardiorespirasi. FK andalas.
2012;10–1.
22. Vogel B, Claessen BE, Arnold S V., Chan D, Cohen DJ, Giannitsis E, et al. ST-segment
elevation myocardial infarction. Nat Rev Dis Prim. 2019;5(1):1–20.
23. Radiopedia. cardiomegaly. In 2022.
24. Radiopedia. Pulmonary edema. In 2022.
25. Radipedia. pleural effusion. 2022;
26. Mullens W, Damman K, Harjola VP, Mebazaa A, Brunner-La Rocca HP, Martens P et al.
The use of diuretics in heart failure with congestion — a position statement from the Heart
Failure Association of the European Society of Cardiology. Eur J Hear Fail. 2019;21(2):167–
55.
27. Budiono S, Saleh TT, Moestidjab, Eddyanto. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Airlangga
University Press. 2013.
28. Hashmi MF, Modi P, Sharma S, Mumbai N, Hospital MF. Dyspnea Pathophysiology. Ncbi.
2020;1–5.
29. Munirwan H, Januaresty O. Penyakit Jantung Hipertensi dan Gagal Jantung. J Kedokt
Nanggroe Med. 2020;3(4):9–17.
30. Lin, A. Y. et al., 2021. Thromboembolism in Heart Failure Patients in Sinus Rhythm.
Elsevier, 9(4).

38
39
40
41
42
43
44
45
46

Anda mungkin juga menyukai