Anda di halaman 1dari 50

Referat

Fraktur Maksilofasial
Pembimbing :
dr. Erythrina Permata Sari, SpBP-RE(K)

Disusun oleh :
Yunita Ariyanti

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
PERIODE 23 OKTOBER – 29 DESEMBER 2023
Pendahuluan
Cedera maksilofasial sering dijumpai dalam praktik pengobatan darurat. Lebih dari 50%
pasien dengan cedera ini memiliki trauma multisistem yang memerlukan penanganan
terkoordinasi antara dokter gawat darurat dan spesialis bedah dalam bedah mulut dan
maksilofasial, THT, bedah plastik, oftalmologi, dan bedah trauma(1)

Trauma wajah atau maksilofasial terjadi sebagai akibat dari cedera fisik pada wajah
dan dapat mencakup kerusakan jaringan lunak dan struktur tulang baik secara terpisah
maupun kombinasi.

Penilaian yang cermat terhadap pasien cedera harus mencakup evaluasi ATLS lengkap
untuk memastikan bahwa cedera terkait yang berpotensi mengancam jiwa tidak
terlewatkan. Oleh karena itu diagnosis dan penatalaksanaan dini dan tepat sangat
mempengaruhi mortalitas pasien
BAB II
Tinjauan Pustaka

01 Anatomi 03 Epidemiologi 0 5 Patofisiologi

02 Definisi 04 Etiologi 06 Klasifikasi

07 Diagnosis 0 8 Terapi 0 9 Prognosis


Anatomi

Maksilofasial dibagi menjadi 3


bagian :
● Sepertiga bagian atas
: tulang frontal, regio supra
orbita dan sinus frontal.
● Sepertiga tengah :tulang
maksila, nasal, etmoid,
zygomatik, dan rahang
atas.
● sepertiga bagian bawah :
Mandibula.
Anatomi

Saraf oftalmikus adalah divisi


pertama dari saraf trigeminal. Ini
adalah saraf sensorik yang
mempersarafi kulit dahi,
mata atas, kelopak
konjungtiva.
Cabang-cabangnya dan meliputi
lakrimal, supraorbital, supratroklear,
infratroklear, hidung eksternal,
nasosiliar, dan frontal
Saraf maksila adalah divisi kedua dari saraf trigeminal. Ini juga merupakan saraf
sensorik yang mempersarafi kulit di bagian posterior sisi hidung, kelopak mata bawah,
pipi, dan bibir atas.

Saraf mandibula adalah divisi ketiga dari saraf trigeminal. Ini adalah saraf
sensorik dan motorik yang mempersarafi otot pengunyahan dan kulit bibir bawah, dagu,
daerah temporal, dan bagian daun telinga. Cabang-cabangnya meliputi lingual, alveolar
inferior, gigi, mental, bukal, dan auriculotemporal.
Saraf wajah (Nervus VII) mempersarafi semua otot ekspresi wajah.
Cabang-cabangnya meliputi temporal, zygomatik, bukal, mandibula.
Definisi

Fraktur maksilofasial adalah suatu diskontinuitas tulang dan


tulang rawan yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya.
Bentuk dari diskontinuitas tulang bisa hanya retakan saja,
sampai hancur berkeping-keping(5).
Epidemiologi

● Laki-laki dengan proporsi cedera wajah yang tinggi, yaitu


sebesar 79,5%
● Dewasa (usia: 21-50 tahun) memiliki proporsi kejadian yang
lebih tinggi dengan trauma wajah
● Lokasi paling umum terjadi fraktur adalah
mandibula (31,97%). Diikuti zigoma (25,3%), maksila (18,3%),
dasar
orbita (11,9%), nasal (10,8%), dan frontal (2%) (6).
● Presentasi kecelakaan lalu lintas 40-45%, penganiayaan 10-
15%, olahraga 5-10%
Etiologi
● Di negara berkembang, kecelakaan kendaraan bermotor (Motor
vehicle accident/MVA) adalah penyebab paling umum dari patah rahang, sedangkan
di negara maju, penyerangan adalah penyebab paling umum dan MVA adalah
penyebab paling umum kedua.

● Sebuah studi yang dilakukan oleh Cohn dkk menemukan bahwa di antara
penduduk daerah perkotaan di Amerika Serikat, cedera trauma maksilofasial lebih
mungkin disebabkan oleh penyerangan/perkelahian atau partisipasi olahraga
dibandingkan akibat MVA

Patofisiologi
Tepi supraorbital, rahang atas dan ● Fraktur tulang frontal:
mandibula (simfisis dan sudut), serta terjadi Biasanya akibat
tulang frontal gaya berkecepatan tinggi ditrauma
dahi (misalnya
benturan memerlukan yang dapat tumpul
MVA). Lebih dari sepertiga pasien
dirusak. tinggi
Sementara, untuk
hanya diperlukan dengan fraktur frontal
kekuatan benturan rendah untuk cenderung sinus cedera
merusak zygoma dan tulang hidung. intrakranial. mengalami
Klasifikasi

Trauma jaringan lunak Trauma jaringan keras

Diklasifikasikan berdasarkan
jenis luka dan penyebabnya
seperti
eksoriasi, luka sayat(vulnus ● Fraktur sinus frontal
scissum), luka robek(vulnus ● Wajah Tengah
laseratum), luka bacok (vulnus ● Fraktur Alveolar
punctum), luka bakar ● Mandibula
(combustio), dan luka
tembak (vulnus
sclopetarium)
Fraktur sinus frontal merupakan salah satu area yang dapat terlibat pada trauma
area nasofrontal. Fraktur sinus frontal terjadi pada sekitar 5-15% kasus fraktur
maksilofasial dan penyebab terbanyak adalah cedera yang berkaitan dengan
olahraga. Daya kekuatan sekitar 800-2000 lb diperkirakan dapat menyebabkan
fraktur area tabula anterior sinus frontal
Wajah bagian tengah

A. Palato alveolar

Fraktur alveolar diklasifikasikan sebagai


fraktur palatal tipe 1, 2, 3, dan 4.
Wajah bagian tengah

B. Maksila (le fort I,II, dan III)

Le Fort I : pemisahan rahang atas dari wajah tengah,


dengan terlibatnya fraktur pada area septum hidung,
dinding nasal lateral, dinding sinus maksilaris lateral, dan
pterigoideus.
Wajah bagian tengah

Maksila (le fort I,II, dan III)

Fraktur Le Fort II juga disebut fraktur piramidal,


ditemukan adanya garis fraktur pada kompleks
nasomaksilaris, meluas sampai ke tulang nasal,
lakrimal, nasofrontal, infraorbital, dan pterigoid.
Wajah bagian tengah

Maksila (le fort I,II, dan III)

Le Fort III juga dikenal sebagai disosiasi kraniofasial,


garis fraktur terdapat pada seluruh wajah tengah dari
tengkorak, dengan melibatkan
zygomatikomaksilaris, nasofrontal, lengkung
pterigoideus. zigomatik, dan
Wajah bagian tengah

C. Nasal

Lokasi paling sering dari cedera pada nasal adalah daerah tip nasi, dorsum,
dan 32% dari cedera melibatkan tulang nasal. Cedera ini dapat berupa laserasi
pada jaringan lunak hidung sampai avulsi hidung total dan fraktur NOE yang
berat.
Wajah bagian tengah
D. Naso Orbita Ethmoid (NOE)

Kompleks nasoethmoid dibentuk oleh tulang hidung dan struktur tulang di antara orbita. Fraktur dapat
berupa fraktur unilateral maupun bilateral. Fraktur pada daerah ini dapat mempengaruhi prosesus
frontalis os maksilari, glabella, tulang lakrimal, dan lamina papiracea tulang ethmoid.
Wajah bagian tengah

E. Orbita

Fraktur dasar orbita dapat terjadi sendiri (fraktur blow out) maupun
bersamaan/kombinasi dengan fraktur wajah lainnya. Pada fraktur blow out terjadi
diskontinuitas pada daerah tulang tipis yang membatasi orbita dengan sinus
maxillaris. Seringkali terjadi prolaps dari jaringan orbita kedalam sinus maxillaris,
yang dapat disertai sebagian atau seluruh bagian dari otot rektus inferior dan/atau
otot oblikus inferior terjepit dan terjebak di antara fragmen tulang (trap door
mechanism).
Wajah bagian tengah

F. Komplek Zygomatikomaksila
Zygomaticomaxillary complex (ZMC)
mempunyai peran penting dalam struktur,
fungsi, dan estetik pada rangka wajah,
membentuk kontur pipi normal dan
memisahkan isi rongga orbita
darimaksilaris.
temporal dan sinus fossa

Keterangan: A1: fraktur arkus zigoma terisolasi, A2: fraktur dinding lateral
orbita,
A3: fraktur rima infraorbital, B: fraktur zigoma monofragmen komplit, C:
fraktur
zigoma multifragmen
Fraktur Alveolar

Fraktur alveolar merupakan fraktur pada prosesus alveolaris yang


dapat berhubungan dengan soket gigi atau tidak. Dapat melibatkan
2 atau lebih gigi.
Mandibula

● Parasimfisis dan simfisis

Simfisis mandibula merupakan regio di antara akar-akar gigi insisi satu. Parasimfisis
mandibula merupakan regio di antara akar gigi kaninus dan gigi insisif.
● Corpus

Corpus mandibula didefinisikan sebagai area mandibula distal kaninus


terhadap (parasimfisis) tetapi proksimal terhadap molar tiga.
● Angulus dan ramus

Regio molar ketiga dan perbatasan dari corpus dan ramus. Angulus mandibula lebih tipis
pada inferior dan tebal pada korteks bukal dan lingual.
● Prosesus kondilus, koronoid, dan kepala kondilus
Trauma dari kondilus dapat diklasifikasikan menjadi: kontusi, distorsi, luxasi dan fraktur.
Diagnosis

Anamnesis Tanda & Gejala Klinis

● Riwayat trauma pada wajah Sinus frontalis :


dan kronologis ● Memar atau edema area kulit frontal
kejadian trauma, arah, dan ● Deformitas -> displaced
kekuatan dari trauma terhadap dan laserasi kulit area frontalis
pasien. ● Ekimosis preorbita
● Tanda dan gejala klinisi ●Rinore
Palato alveolar
● Maloklusi
● Ekimosis
pada
langit-
langit
mulut
Diagnosis
Tanda & Gejala Klinis Tanda & Gejala Klinis

Maksila Naso Orbita Ethmoid (NOE)


● Epistaksis
● ekimosis (pada area ● Nyeri di daerah wajah
periorbital, konjungtiva, dan sklera) ● sesak napas/sumbatan jalan nafas,
● Edema ● Epistaksis
● hematoma subkutan, ● Keluar darah dari rongga mulut
● gejala okular (visus, diplopia, dan ● Sumbatan hidung
hambatan gerak bola mata) ● Edema
● Maloklusi gigi-> dugaan kuat fraktur ● Ekimosis
maksila ● Deformitas
Diagnosis
Tanda & Gejala Klinis Tanda & Gejala Klinis
Orbita Komplek Zygomatikomaksila
● nyeri orbita,
● nyeri kepala ● kehitaman pada sekeliling
● rasa baal daerah wajah mata (racoon eyes),
● ekimosis periorbita, ● gangguan gerakan bola mata
● pada daerah pipi yang ● Ekhimosis
hipoestesi N. trigeminal cabang ● Proptosis,
dipersarafi ● pembengkakan kelopak
● maksila
edema palpebra, mata, perdarahan subkonjungtiva,
● hematoma atau ekimosis, asimetris pupil, serta hilangnya
● diplopia dengan keterbatasan gerak tonjolan prominen daerah zigomatikus.
bola mata, ● edema, krepitasi, deformasi
● enoftalmus dan pseudoptosis, pada tulang pipi.
● emfisema orbita dan palpebra, ● pemeriksaan intra oral : ekimosis
● dan kehilangan tajam penglihatan. pada sulkus bukal atas di daerah penyangga
zigomatik
Diagnosis
Tanda & Gejala Klinis

Fraktur Alveolar

● blood tinged saliva merupakan


hal yang sering dijumpai pada fraktur
alveolar yang diikuti adanya luka atau
robeknya ginggiva.
● Open bite posterior dapat
ditemukan pada fraktur alveolar anterior.
Diagnosis
● Perubahan bentuk arkus mandibularis
Tanda & Gejala Klinis
(Area dagu yang retruded
Mandibula
dapat merupakan gambaran fraktur
● Posterior open bite dapat terjadi
parasimfisis bilateral)
pada fraktur pada prosesus ● Laserasi, hematoma, ekimosis (Adanya
alveolaris anterior atau fraktur parasimfisis. ekimosis pada dasar mulut menandai
● Unilateral open bite dapat fraktur simfisis atau corpus mandibula)
menjadi tanda adanya fraktur parasimfisis ● Kegoyangan gigi dan krepitasi (Palpasi
dan angulus ipsilateral. mandibula menggunakan kedua tangan,
● Crossbite posterior merupakan dengan posisi ibu jari pada gigi-geligi
tanda fraktur simfisis dan fraktur kondilar dan jari lainnya pada batas bawah mandibula
untuk mendeteksi krepitasi)
Diagnosis

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


● Nasoendoskopi
● Inspeksi
● Palpasi
● Pemeriksaan status Radiologi :
● Gold standar CT-Scan
pupil
● Foto polos :
oftalmologis: gerak bola
- sinus paranasal (posisi waters), foto
● (RCL/RCTL),
Pemeriksaan fungsi tulang nasal lateral,
- Rontgen foto polos kranial
mata,
penghiduvisus
menggunakan uji
dll)
sniffin’ sticks (nomosmia,
hyposmia atau anosmia)
Diagnosis

Pemeriksaan penunjang ● CT scan aksial, koronal, sagital dan


3D merupakan gold standar untuk
● Nasoendoskopi-> dilakukan mendiagnosis fraktur
untuk melihat patensi maksilofasial
untuk dapat menegakkan ada
drainase sinus frontal, tidaknya fraktur, dan mencari
fragmen faktur, perdarahan abnormalitas jaringan lunak : fraktur
aktif atau kebocoran CSF. area NFOT (Nasofrontal Outflow
● Rontgen polos kranial Tract)/reses frontal, seperti prolaps
dapat mendiagnosis fraktur jaringan lemak orbita,
sinus frontal namun tidak terperangkapnya otot ekstraokular
dapat
menjelaskan karakteristik atau adanya hematom intraorbita.
perluasan fraktur
keterlibatan atau
Rontgen nasofrontal.
panoramik gigi->
fraktur alveolar
TERAP
I
Pasien mungkin datang dengan cedera ringan pada wajah atau cedera
wajah yang berpotensi mengancam nyawa dan prinsip ATLS harus
digunakan dalam survei primer dan sekunder serta penilaian jalan napas
yang cermat dengan intervensi yang tepat jika diperlukan.

- Primary survey :
- Secondary Survey
Penatalaksanaan Jalan Napas pada Trauma
Maksilofasial
Tatalaksana Perdarahan pada Trauma
Maksilofasial
a. Sinus Frontal

Tujuan utama tata laksana fraktur sinus frontal adalah untuk melindungi
struktur intrakranial, eliminasi kebocoran CSF, mempertahankan drainase sinus,
mencegah komplikasi dan kebutuhan estetika. Pasien dengan gejala kebocoran CSF
memerlukan tata laksana antibiotik segera.

Pilihan tindakan:
● Observasi
● Repair endoskopik
● ORIF
● Obliterasi sinus
● Kranialisasi sinus
● Ablasi sinus
Palato alveolar: Ketika oklusi cukup baik dan segmen fraktur stabil atau ada
pergeseran minimal, sebaiknya tidak dilakukan intervensi. Fiksasi
maksilomandibular (MMF) adalah terapi pilihan. Gunning dan splint palatal adalah suatu
teknik yang bisa dilakukan untuk fraktur palatal tertutup. Rekonstruksi dengan
reduksi terbuka fiksasi internal pada fraktur palatal diindikasikan bila ditemukan
adanya pola bergerak dan bergeser untuk mencegah penyebaran fragmen.
Mandibula

Parasimfisis dan Simfisis: Reposisi fraktur dan pengembalian oklusi ke posisi


normal dapat dilakukan baik dengan Arch Bar misalnya tipe Schucardt, miniscrew, Arch
bar model Münster (harus dilakukan pencetakan rahang atas dan bawah terlebih
dahulu), maupun berbagai teknik ligatur, seperti Ernsche, Stout, Ivy.

Rekonstruksi dengan reduksi terbuka fiksasi internal lag screw


PROGNOSIS
● Reduksi terbuka dan fiksasi internal pada fraktur wajah menghasilkan
penampilan wajah yang memuaskan bagi pasien dan pemulihan oklusi serta
fungsinya.
● Fraktur wajah high impact sering kali dikaitkan dengan cedera tubuh lain
yang mungkin mengancam nyawa.
● Fraktur low impact jarang mengakibatkan kematian jika pengobatan
yang tepat diberikan.
● Cedera jaringan lunak yang luas atau avulsi dan patah tulang kominutif
jauh lebih sulit diobati dan kemungkinan memiliki prognosis yang buruk.
● Pendarahan hebat akibat cedera masif pada bagian tengah wajah
dapat menyebabkan kematian.
● Obstruksi jalan napas, jika tidak diobati atau dideteksi dengan tepat,
berhubungan dengan angka kematian yang tinggi
KESIMPULAN

Fraktur maksilofasial adalah suatu diskontinuitas tulang dan tulang rawan yang mengenai wajah
dan jaringan sekitarnya. Bentuk dari diskontinuitas tulang bisa hanya retakan saja, sampai hancur
berkeping-keping.

Trauma waja diklasfikasikan berdasarkan lokasi fraktur. Dibagi menjadi sinus frontal, wajah tengah,
alveolar, dan mandibula. Untuk mendiagnosa perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemerikasan penunjang terkait. Trauma wajah termasuk kedalam kasus emergency dan
berpotensi mengancam nyawa sehingga prinsip ATLS harus diterapkan dalam mentatalaksana
trauma wajah.

Setelah itu dapat dilakukan tatalaksana definitif sesuai lokasi fraktur pasien. Prognosis pasien
bervariasi tergantung jenis fraktur, ketepatan dan kecepatan dalam penanganan.
TERIMAKASIH
DAFTAR PUSTAKA :
1. Delpachitra S, Rahmel B. Orbital fractures in the emergency department: a review of early assessment and management. Emerg Med J [Internet].
2015;33(10):727–31. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26358976/
2. McCormick RS, Putnam G. The management of facial trauma. Surg [Internet]. 2021;39(9):630–7. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0263931921001459
3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomy. Lewis CC, Lazarus MD, Jones BM, McBride JM, Hankin MH, editors.
Pladelphia; 2012. 444–62 p.
4. Shetawi AH Al. Initial Evaluation and Management of Maxillofacial Injuries [Internet]. Medscape. 2021. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/434875-overview#a3
5. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Fraktur Kraniomaksilofasial.
HK.01.07/MENKES/4622/2021 Indonesia; 2021 p. 11–125.
6. Wusiman P, Maimaitituerxun B, Saimaiti A, Moming A. Epidemiology and Pattern of Oral and Maxillofacial Trauma. J Craniofac Surg.
2020;31(5):517–20.
7. Cohn J, Smith K, Licata J. Comparing Urban Maxillofacial Trauma Patterns to the National Trauma Data Bank. Ann Otol Rhinol Laryngol.
2020;129(2):149–56.
8. Jose A, Nagori SA, Agarwal B, Bhutia O, Roychoudhury A. Management of Maxillofacial Trauma in Emergency: An update of
Challenges and Controversies. J Emerg Trauma Shock. 2016;9(2):73–80.
9. Saigal S, Khan MM. Primary Assessment and Care in Maxillofacial Trauma. In: Oral and Maxillofacial Surgery for the Clinician [Internet].
Springer; 2021. p. 983–95. Available from: https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-981-15-1346-6_48

Anda mungkin juga menyukai