Fraktur Maksilofasial
Pembimbing :
dr. Erythrina Permata Sari, SpBP-RE(K)
Disusun oleh :
Yunita Ariyanti
Trauma wajah atau maksilofasial terjadi sebagai akibat dari cedera fisik pada wajah
dan dapat mencakup kerusakan jaringan lunak dan struktur tulang baik secara terpisah
maupun kombinasi.
Penilaian yang cermat terhadap pasien cedera harus mencakup evaluasi ATLS lengkap
untuk memastikan bahwa cedera terkait yang berpotensi mengancam jiwa tidak
terlewatkan. Oleh karena itu diagnosis dan penatalaksanaan dini dan tepat sangat
mempengaruhi mortalitas pasien
BAB II
Tinjauan Pustaka
Saraf mandibula adalah divisi ketiga dari saraf trigeminal. Ini adalah saraf
sensorik dan motorik yang mempersarafi otot pengunyahan dan kulit bibir bawah, dagu,
daerah temporal, dan bagian daun telinga. Cabang-cabangnya meliputi lingual, alveolar
inferior, gigi, mental, bukal, dan auriculotemporal.
Saraf wajah (Nervus VII) mempersarafi semua otot ekspresi wajah.
Cabang-cabangnya meliputi temporal, zygomatik, bukal, mandibula.
Definisi
● Sebuah studi yang dilakukan oleh Cohn dkk menemukan bahwa di antara
penduduk daerah perkotaan di Amerika Serikat, cedera trauma maksilofasial lebih
mungkin disebabkan oleh penyerangan/perkelahian atau partisipasi olahraga
dibandingkan akibat MVA
●
Patofisiologi
Tepi supraorbital, rahang atas dan ● Fraktur tulang frontal:
mandibula (simfisis dan sudut), serta terjadi Biasanya akibat
tulang frontal gaya berkecepatan tinggi ditrauma
dahi (misalnya
benturan memerlukan yang dapat tumpul
MVA). Lebih dari sepertiga pasien
dirusak. tinggi
Sementara, untuk
hanya diperlukan dengan fraktur frontal
kekuatan benturan rendah untuk cenderung sinus cedera
merusak zygoma dan tulang hidung. intrakranial. mengalami
Klasifikasi
Diklasifikasikan berdasarkan
jenis luka dan penyebabnya
seperti
eksoriasi, luka sayat(vulnus ● Fraktur sinus frontal
scissum), luka robek(vulnus ● Wajah Tengah
laseratum), luka bacok (vulnus ● Fraktur Alveolar
punctum), luka bakar ● Mandibula
(combustio), dan luka
tembak (vulnus
sclopetarium)
Fraktur sinus frontal merupakan salah satu area yang dapat terlibat pada trauma
area nasofrontal. Fraktur sinus frontal terjadi pada sekitar 5-15% kasus fraktur
maksilofasial dan penyebab terbanyak adalah cedera yang berkaitan dengan
olahraga. Daya kekuatan sekitar 800-2000 lb diperkirakan dapat menyebabkan
fraktur area tabula anterior sinus frontal
Wajah bagian tengah
A. Palato alveolar
C. Nasal
Lokasi paling sering dari cedera pada nasal adalah daerah tip nasi, dorsum,
dan 32% dari cedera melibatkan tulang nasal. Cedera ini dapat berupa laserasi
pada jaringan lunak hidung sampai avulsi hidung total dan fraktur NOE yang
berat.
Wajah bagian tengah
D. Naso Orbita Ethmoid (NOE)
Kompleks nasoethmoid dibentuk oleh tulang hidung dan struktur tulang di antara orbita. Fraktur dapat
berupa fraktur unilateral maupun bilateral. Fraktur pada daerah ini dapat mempengaruhi prosesus
frontalis os maksilari, glabella, tulang lakrimal, dan lamina papiracea tulang ethmoid.
Wajah bagian tengah
E. Orbita
Fraktur dasar orbita dapat terjadi sendiri (fraktur blow out) maupun
bersamaan/kombinasi dengan fraktur wajah lainnya. Pada fraktur blow out terjadi
diskontinuitas pada daerah tulang tipis yang membatasi orbita dengan sinus
maxillaris. Seringkali terjadi prolaps dari jaringan orbita kedalam sinus maxillaris,
yang dapat disertai sebagian atau seluruh bagian dari otot rektus inferior dan/atau
otot oblikus inferior terjepit dan terjebak di antara fragmen tulang (trap door
mechanism).
Wajah bagian tengah
F. Komplek Zygomatikomaksila
Zygomaticomaxillary complex (ZMC)
mempunyai peran penting dalam struktur,
fungsi, dan estetik pada rangka wajah,
membentuk kontur pipi normal dan
memisahkan isi rongga orbita
darimaksilaris.
temporal dan sinus fossa
Keterangan: A1: fraktur arkus zigoma terisolasi, A2: fraktur dinding lateral
orbita,
A3: fraktur rima infraorbital, B: fraktur zigoma monofragmen komplit, C:
fraktur
zigoma multifragmen
Fraktur Alveolar
Simfisis mandibula merupakan regio di antara akar-akar gigi insisi satu. Parasimfisis
mandibula merupakan regio di antara akar gigi kaninus dan gigi insisif.
● Corpus
Regio molar ketiga dan perbatasan dari corpus dan ramus. Angulus mandibula lebih tipis
pada inferior dan tebal pada korteks bukal dan lingual.
● Prosesus kondilus, koronoid, dan kepala kondilus
Trauma dari kondilus dapat diklasifikasikan menjadi: kontusi, distorsi, luxasi dan fraktur.
Diagnosis
Fraktur Alveolar
- Primary survey :
- Secondary Survey
Penatalaksanaan Jalan Napas pada Trauma
Maksilofasial
Tatalaksana Perdarahan pada Trauma
Maksilofasial
a. Sinus Frontal
Tujuan utama tata laksana fraktur sinus frontal adalah untuk melindungi
struktur intrakranial, eliminasi kebocoran CSF, mempertahankan drainase sinus,
mencegah komplikasi dan kebutuhan estetika. Pasien dengan gejala kebocoran CSF
memerlukan tata laksana antibiotik segera.
Pilihan tindakan:
● Observasi
● Repair endoskopik
● ORIF
● Obliterasi sinus
● Kranialisasi sinus
● Ablasi sinus
Palato alveolar: Ketika oklusi cukup baik dan segmen fraktur stabil atau ada
pergeseran minimal, sebaiknya tidak dilakukan intervensi. Fiksasi
maksilomandibular (MMF) adalah terapi pilihan. Gunning dan splint palatal adalah suatu
teknik yang bisa dilakukan untuk fraktur palatal tertutup. Rekonstruksi dengan
reduksi terbuka fiksasi internal pada fraktur palatal diindikasikan bila ditemukan
adanya pola bergerak dan bergeser untuk mencegah penyebaran fragmen.
Mandibula
Fraktur maksilofasial adalah suatu diskontinuitas tulang dan tulang rawan yang mengenai wajah
dan jaringan sekitarnya. Bentuk dari diskontinuitas tulang bisa hanya retakan saja, sampai hancur
berkeping-keping.
Trauma waja diklasfikasikan berdasarkan lokasi fraktur. Dibagi menjadi sinus frontal, wajah tengah,
alveolar, dan mandibula. Untuk mendiagnosa perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemerikasan penunjang terkait. Trauma wajah termasuk kedalam kasus emergency dan
berpotensi mengancam nyawa sehingga prinsip ATLS harus diterapkan dalam mentatalaksana
trauma wajah.
Setelah itu dapat dilakukan tatalaksana definitif sesuai lokasi fraktur pasien. Prognosis pasien
bervariasi tergantung jenis fraktur, ketepatan dan kecepatan dalam penanganan.
TERIMAKASIH
DAFTAR PUSTAKA :
1. Delpachitra S, Rahmel B. Orbital fractures in the emergency department: a review of early assessment and management. Emerg Med J [Internet].
2015;33(10):727–31. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26358976/
2. McCormick RS, Putnam G. The management of facial trauma. Surg [Internet]. 2021;39(9):630–7. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0263931921001459
3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomy. Lewis CC, Lazarus MD, Jones BM, McBride JM, Hankin MH, editors.
Pladelphia; 2012. 444–62 p.
4. Shetawi AH Al. Initial Evaluation and Management of Maxillofacial Injuries [Internet]. Medscape. 2021. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/434875-overview#a3
5. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Fraktur Kraniomaksilofasial.
HK.01.07/MENKES/4622/2021 Indonesia; 2021 p. 11–125.
6. Wusiman P, Maimaitituerxun B, Saimaiti A, Moming A. Epidemiology and Pattern of Oral and Maxillofacial Trauma. J Craniofac Surg.
2020;31(5):517–20.
7. Cohn J, Smith K, Licata J. Comparing Urban Maxillofacial Trauma Patterns to the National Trauma Data Bank. Ann Otol Rhinol Laryngol.
2020;129(2):149–56.
8. Jose A, Nagori SA, Agarwal B, Bhutia O, Roychoudhury A. Management of Maxillofacial Trauma in Emergency: An update of
Challenges and Controversies. J Emerg Trauma Shock. 2016;9(2):73–80.
9. Saigal S, Khan MM. Primary Assessment and Care in Maxillofacial Trauma. In: Oral and Maxillofacial Surgery for the Clinician [Internet].
Springer; 2021. p. 983–95. Available from: https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-981-15-1346-6_48