Anda di halaman 1dari 8

http://jurnal.fk.unand.ac.

id 1

Clinical Science Session

FRAKTUR TULANG WAJAH

Oleh :

Muhammad Asyraf 1010312058


Diflayzer 1210313028
Ahmad Muhtar 1310311184
Delila Maharani 1310312020
Rismita Saldeni 1310312017

Preseptor :
dr. Dolly Irfandy, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK


KEPALA DAN LEHER RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2018

Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 2

Clinical Science Session


Session
Fraktur Tulang Wajah
Ahmad M, Delila M, Diflayzer, Rismita S, Mohamad A.

sphenoidale, dan os temporale serta maxilla. Di


Pendahuluan inferior os nasale adalah apertura piriformis yang
Trauma adalah penyebab utama kematian dan berbentuk menyerupai buah pir, yaitu lubang nasal
kecacatan di antara orang amerika serikat yang anterior di cranium. Septum nasi osseum dapat
berusia kurang dari 40 tahun. Di amerika serikat, lebih diobservasi melalui apertura tersebut, yang membagi
dari 150.000 kematian akibat kekerasan terjadi setiap cavitas nasi menjadi bagian kanan dan kiri. Pada
tahun, dan lebih dari 500.000 korban trauma dinding lateral setiap cavitas nasi adalah lempeng
mengalami kecacatan permanen. Setiap tahun tulang melengkung, yaitu concha nasalis. 2Maxilla
diperkirakan lebih dari 100 milyar dolar dihabiskan membentuk rahang atas; processus alveolarisnya
untuk masalah trauma.1 meliputi kantong gigi (alveoli) dan merupakan tulang
Trauma muka dapat disebabkan oleh banyak penopang untuk gigi maxillaris. Maxilla mengelilingi
faktor dan dapat menimbulkan kelainan, berupa sebagian besar apertura piriformis dan membentuk
sumbatan jalan nafas, syok karena perdarahan, margo infraorbitalis di medial. Maxilla memiliki
gangguan pada vertebra servikalis atau terdapatnya hubungan luas dengan os zygomaticus di sebelah
gangguan fungsi saraf otak. Penanganan khusus pada lateral dan foramen infraorbitale di inferior setiap orbita
trauma muka, harus dilakukan segera (immediate) untuk pasase pembuluh darah dan nervus
atau pada waktu berikutnya (delayed). infraorbitalis. Dua maxilla disatukan oleh sutura
Penanggulangan ini tergantung pada kondisi jaringan intermaxillaris.2
yang terkena trauma.
Pada periode akut (immediate) setelah terjadi Mandibula adalah tulang berbentuk huruf U
kecelakaan, tidak ada tindakan khusus untuk fraktur dengan processus alveolaris yang menopang gigi
muka kecuali mempertahankan jalan nafas, mengatasi mandibular. Mandibula terdiri dari horizontal, corpus,
perdarahan dan memperbaikan sirkulasi darah serta dan bagian vertikal ramus. Di inferior gigi premolar II
cairan tubuh. Tindakan reposisi dan fiksasi definitif adalah foramina mentale untuk pembuluh darah dan
bukan merupakan tindakan life-saving.Pengobatan nervus mentalis. protuberansia mentalis, yang
pasien yang cedera serius memerlukan penilaian membentuk dagu, adalah suatu elevasi tulang
cepat terhadap cedera dan pemberian terapi untuk triangular di inferior symphisis mandibulae, penyautan
mempertahankan hidup. Karena waktu merupakan oseosa di mana separuh mandibula infantil menyatu.2
masalah yang penting, pendekatan sistematik yang
dapat ditinjau dan dipraktikan sangat diperlukan.

Anatomi Tulang Wajah


Fitur-fitur aspek facial (frontal) cranium adalah
os frontale dan zygomaticum, orbita, regio nasal,
maxilla, dan madibula. Os frontale, secara spesifik
pars squamosa (rata), membentuk skeleton dahi, yang
berartikulasi di inferior dengan os nasale dan
zygomaticum. interseksi os frontale dan os nasale
adalah nasion (L. nasus, hidung), yang pada sebagian
besar orang dihubungkan dengan area depresif yang
jelas (jembatan hidung). Os frontale juga berartikulasi
dengan os lacrimale, os ethmoideal, dan os
sphenoideal, dan bagian horizontal tulang (pars
orbitalis) membentuk bagian atas orbita dan bagian
bawah anterior rongga cranium. Margo supraorbitalis
ossis frontalis, batas angular di antara squama
frontalis dan orbitalis, memeiliki foramen supraorbitale
atau incisura supraorbitalis di beberapa cranium untuk
pasase nervus supraorbitalis dan pebuluh darah
supraorbitalis.2

Os zygomaticum (tulang pipi, tulang malar),


yang membentuk tonjolan pipi, terletak pada sisi
inferolateral orbita dan terletak pada maxilla. pinggir
anterolateral, dinding, dasar, dan sebagian besar
margo infraorbitalis orbita terbentuk oleh tulag-tulang
quadrilateral tersebut. Foramen zygomaticofaciale
menembus aspek lateral setiap tulang. Os
zygomaticus berarticulasi dengan os frontale, os

Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 3

(palatum durum), dengan maksila lainnya. Tanda


dan gejala dapat ditemukan edema wajah dan
pergerakan dari hard plate, alveolus maksila dan
gigi.
 Lefort II
Merupakan fraktur piramidal yang dimulai
pada OS nasal, meluas melalui Os ethmoid
dan lakrimal, turun kebawah melalui sutura
zigomatikomaksila, dan berlanjut ke arah
posterior dan lateral melalui maksila, dibawah
zigoma, dan menuju lempeng pterigoid.
Tanda dan gejala dapat ditemukan edema
wajah, telekantus (menjauhnya kantus medial
antara dua mata), perdarahan subkonungtiva,
pergerakan maksila pada sutura nasofrontal,
epistaksis, dan rinore cairan serebrospinal.
 Lefort III
Fraktur atau disjunction kraniofasial dimana
terjadi pemisahan antara seluruh Os fasial
Gambar 1. Anatomi tulang tengkorak aspek frontal dan daru basis cranii dengan fraktur simultan dari
lateral2 os zigoma, os maksila, dan os nasal. garis
Area maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian fraktur meluas secara posterolateral melalui
sebagai berikut 3: os ethmoid, orbita, dan sutura pterigomaksila
1. Upper face – fraktur yang melibatkan os ke fosa sfenopalatina.
frontalis dan sinus frontalis
2. Midface – dibagi menjadi bagian atas dan
bawah. bagian atas : os zygoma, os nasal, os
ethmoid, dan os maksila bagian non-gigi.
Mencakup fraktur maksila Le fort II dan Le
fort III, dan atau fraktur Os nasal, kompleks
nasoetmoidal, dan atau kompleks
zigomatikomaksila, dan dasar orbita. bagian
bawah: Alvelous maksila, gigi, dan palatum
dan dimana fraktur lefort I terjadi.
3. Lower Face : Os mandibula
Fraktur pada tulang wajah dapat juga dibagi
menjadi sepertiga atas (diatas alis mata), sepertiga
tengah (diatas mulut) dan sepertiga bawah
(mandibula). Fraktur cenderung terjadi pada titik lemah
pada tulanf (sutura dan foramina) dan pada tulang-
tulang tipis.4

1. Fraktur sepertiga atas (Upper third)4


Pola fraktur terkait dengan lokasi dan tipe trauma ,
namun ada beberapa titik lemah pada tulang
tengkorak sepertiga atas biasanya melibatkan sinus
frontal dan alur supraorbital.
 Fraktur rontal3
Fraktur ini diakibatkan oleh adanya energi besar
yang mengenai dahi. Tanda dan gejala klinis
tampak jelas deformitas pada dahi, adanya
laserasi, kontusio, nyeri fasial, atau hematoma di
dahi. Dapat pula disrupsi atau krepitasi Gambar 2. Fraktur maksila sebagaimana yang
supraorbital rims, emfisema subkutan, atau diklasifikasikan oleh Le fort. (a) Le fort I, (b) Le
parastesia supraorbital dan saraf supratroklear. fort II, (c) Le fort III.4
Dapat pula terdapat rinorea cairan serbrospinal
yang menunjukkan adanya keterlibatan Fraktur sepertiga tengah dari wajah juga
kerusakan sinus frontalis. jejas pada sinus mencakup fraktur kompleks zigomaticus, Fraktur blow-
frontalis seringkali melibatkan sistem saraf pusat out dari orbita, dan fraktur nasoethmoidal kompleks.
dan evaluasi sejak awal dibutuhkan.  Fraktur kompleks zigomatik4
2. Sepetiga tengah ( The middle third)4 fraktur kompleks zigomatik merupakan salah satu
Rene Le Fort mengklasifikasikan fraktur maksila paling sering pada kasus fraktur sepertiga tengah
berdasarkan sebuah pola dengan drajat tertentu. wajah. fraktur terjadi melalui titik-titik lemah : tepi
drajat Le fort masih digunakan sampai sekarang. infraorbital, sutura frontozygomatik, arcus
Fraktur Lefort diklasifikasikan menjadi 3 jenis 3 : zigomatikus, dan anterior dan lateral dinidng dari
 Lefort I sinus maksilaris. Robekan pada mukosa antrum
fraktur maksila secara horizontal melewati bagian dapat menyebabkan episkasis pada sisi yang
inferior maksila, yang membagi prosesus terkena dan kerusakan pada nervus infraorbital
alveolaris yang terdiri dari gigi dan hard plate

Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 4

dapat menyebabkkan parastesia pada distribusi  Fraktur nasal


sensorinya. Paling sering terjadi OS nasal bergeser ke
 Fraktur dasar orbita atau blow out fraktur arah lateral atau posterior, dan fraktur dapat
Fraktur pada dasar orbita paling sering terjadi melibatkan kartilago septum dan atau os
terjadi “blow-out fracture” yang melibatkan dinding nasal. Diagnosis cukup berdasarakan
medial dan dasar orbita. jejas pada dinding orbita gambaran klinis saja. Datang dengan
menyebabkan fraktur tertutup atau disertai dengan riawayat trauma hidung. Pemeriksaan fisik
fraktur dinding medial. Ketika tekanan besar didapatkan hdiung yang edema, epistkasis,
menekan bola mata atau orbital rim, tekanan nyeri, deviasi, krepitasi, dan terdapat fraktur.
intraorbital meningkat, dan mentransmisikan Lakukan inspeksi intranasal untuk menilai
tekanan tersebut lalu meyebabkan kerusakan pada hematoma septum. hematoma septum yang
bagian terlemah orbita yakni dinding medial dan tidak tertangani dapat menyebabkan
dasar. dapat pula terjadi herniasi bagian orbita ke resporpsi ke kartilago septum dan
dalam sinus maksila.3 isi dari orbital terjadi herniasi menyebabkan deformitas hidung.3
kebawah kedalam antrum maksila. Herniasi dari 3. Fraktur sepertiga bawah (lower third) atau
jaringan lunak ini dapat menjepit otot obliq inferior fraktur mandibula
dan rektus inferior yang menyebabkan kegagalan Paling sering ditemukan pada korpus,
mata untuk rotasi kearah atas. Enoftalmus dan angulus, dan kondilus, atau ramus dan
diplopia dapat terjadi, walaupun hal ini pada simfisis mandibula. Fraktur mandibula paling
awalnya tersamarkan oleh edema. Parastesia sering multipel. Gejala yang paling sering
pada distribusi dari nervus infraorbital dapat dikeluhkan adalah nyeri saat menggerakkan
menjadi petunjuk penting pada blow-out fraktur rahang, maloklusi gigi, dan kesulitan
yaitu dirasakan kebas pada daerah pipi.4 membuka mulut atau menggigit ke arah
bawah. Drajat maloklusi yang terjadi
bervariasi. Maloklusi adalah keadaan dimana
tidak bertemunya molar 1 atas dan bawah,
kiri dan kanan dalam posisi yang baik. Pada
palpasi dapat dirasakan mobilitas dan
krepitasi sepanjang simfisis, sudut, atau
korpus. Selain itu dapat disertai edema
intraoral, ekimosis, dan perdarahan gusi.
terkenanya nervus alveolaris inferior dapat
menyebabkan parastesia, anastesia dari
setengah bibir bawah, dagu, gigi dan gusi.3

Gambar 3. Blow out fracture pada orbital kiri yang


tidak terdiagnosis sebelumnya 3 bulan setelah
trauma. tampak enoftalmus dan level pupil kebawah.4

 Fraktur kompleks nasoethmoidal


fraktur ini tidak hanya megenai tulang nasal saja
melainkan merupakan fraktur kominutif yang
melibatkan tulang nasal, maxilla, tepi infraorbital
dan tulang frontal. jenis fraktur ini dapat
menyebabkan deformitas dan karena keruskan Gambar 5. Pola fraktur pada mandibula. (1) leher
lagimaentum cantus medial dapat menyebakan kondilus merupakan tempat tersering, diikuti oleh
telekantus traumatic ) pelebaran jarak
(2), sudut (angulus) mandibula sampai ke gigi akhir.
intercantus).4
(3) bagian terlemah ketiga adalah pada regio gigi
caninus.4

Etiologi
Terjadinya fraktur pada daerah 1/3 tengah
wajah adalah karena trauma yang hebat, tetapi
kebanyakan oleh karena kecelakaan lalu lintas.Fraktur
maksilofasial dapat diakibatkan karena tindak
kejahatan atau penganiayaan, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga dan industri, atau diakibatkan
oleh hal yang bersifat patologis yang dapat
menyebabkan rapuhnya bagian tulang (Fonseca,
2005).
Dalam empat dekade terakhir, kejadian
fraktur maksilofasial terus meningkat disebabkan
Gambar 4. Fraktur kompleks nasoethmoidal, dengan terutama akibat peningkatan kecelakaan lalu lintas
gambaran defromitas nasal dan telekantus traumatik.4 dan kekerasan. Hubungan alkohol, obat-obatan,
mengemudi mobil, dan peningkatan kekerasan
merupakan penyebab utama terjadinya fraktur

Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 5

maksilofasial . Kecelakaan lalu lintas merupakan teknik yang dipakai pada foto polos diantaranya
penyebab tertinggi dari fraktur maksilofasial. Di India, waters, caldwell, submentovertex, dan lateral view.
97,1% fraktur maksilofasial disebabkan oleh Radiograf panoramik, atau bisa disebut film panorex,
kecelakaan lalu lintas dengan penyebab lain yaitu sangat bagus untuk melihat fraktur mandibula. Selain
terjatuh dari ketinggian, kekerasan, dan akibat senjata foto polos, Pemeriksaan seperti CT scan dapat
api . Penelitian lain di India menunjukkan bahwa dilakukan untuk melihat fragmen tulang yang terpisah,
74,3% fraktur maksilofasial disebabkan oleh adanya perdarahan dan fraktur basis kranii dengan
kecelakaan lalu lintas.7,8 lebih jelas.11

Tanda dan Gejala Klinis Diagnosis


Fraktur tulang wajah menimbulkan gelaja Untuk menegakkan diagnosis pada fraktur tulang
tergantung pada tulang mana di wajah yang rusak. wajah, diperlukan:
Beberapa hal, seperti rasa sakit, bengkak, dan memar, Anamnesis
adalah gejala patah tulang yang umum ditemukan. Anamnesis penting artinya untuk mengetahui
Fraktur pada wajah juga dapat menimbulkan kelainan, riwayat kelainan atau trauma sebelumnya.
berupa sumbatan jalan napas, syok karena Mendapatkan riwayat yang pasti dari korban trauma
pendarahan, gangguan pada vertebra servikalis atau biasanya sulit karena mereka tidak dapat memberi
terdapatnya gangguan fungsi saraf otak.9 respon dengan baik disebabkan oleh keadaan tidak
Fraktur tulang hidung menimbulkan rasa sakit sadar (koma), syok, amnesia, dan intoksikasi. Sumber
pada hidung, pembengkakan, mimisan, memar sekitar terbaik yang dapat dipergunakan adalah keluarga
hidung, sulit bernafas. Laserasi pada kulit atau dekat yang menemaninya, temannya, polisi, pekerja
mukoperiosteum rongga hidung dapat ditemukan pada pada UGD. Tanggal, waktu, tempat kejadian, dan
fraktur tulang hidung terbuka.9 peristiwa khusus dicatat. Lima pertanyaan yang harus
Fraktur tulang zigoma dan arkus zigoma diketahui untuk mengetahui riwayat penyakit pasien
menyebabkan pipi menjadi lebih rata jika dibandingkan penderita fraktur wajah ialah:
dengan sisi kontralateral atau saat sebelum fraktur,  Bagaimana kejadiannya?
edema periorbita dan ekimosis, diplopia dan  Kapan kejadiannya?
terbatasnya gerakan bola mata, perdarahan  Spesifikasi luka, termasuk tipe objek yang terkena,
subkonjungtiva. Terjadi enoftalmus pada fraktur dasar arah terkena, dan alat yang kemungkinan dapat
orbita atau dinding orbita. Terdapatnya hipestesia menyebabkannya?
karena kerusakan saraf infra orbitalis. Terbatasnya  Apakah pasien mengalami hilangnya kesadaran?
gerakan mandibula, emfisema subkutis. Epistaksis  Gejala apa yang sekarang diperlihatkan oleh
bisa terjadi karena perdarahan pada antrum.9 pasien, termasuk nyeri, sensasi, perubahan
Pada fraktur tulang maksila dapat terjadi penglihatan, dan maloklusi.
epistaksis, ekimosis (periorbital, konjungtival, dan  Evaluasi menyeluruh pada sistem, termasuk
skleral), edema, dan hematoma subkutan serta informasi alergi, obat-obatan, imunisasi 
tetanus
deformitas wajah. Mobilitas maksila dapat ditunjukkan
terdahulu, kondisi medis, dan pembedahan
dengan cara memegang dengan kuat bagian anterior
terdahulu yang pernah dilakukan. Jejas pada
maksila diantara ibu jari dengan keempat jari lainnya,
sepertiga wajah bagian atas dan kepala biasanya
sedangkan tangan yang satunya menjaga agar kepala
menimbulkan keluhan sakit kepala, kaku di daerah
pasien tidak bergerak. Jika maksila digerakkan maka
nasal, hilangnya kesadaran, dan mati rasa di
akan terdengar suara krepitasi jika terjadi fraktur.
daerah kening. Jejas pada sepertiga tengah wajah
Cairan serebrospinal dapat mengalami kebocoran dari
menimbulkan keluhan perubahan ketajaman
fossa kranial tengah atau anterior (pneumochepalus)
penglihatan, diplopia, perubahan oklusi, trismus,
yang dapat dilihat pada kanal hidung ataupun telinga.
mati rasa di daerah paranasal dan infraorbital, dan
Fraktur pada fossa kranial tengah atau anterior
obstruksi jalan nafas. Jejas pada sepertiga bawah
biasanya terjadi pada cedera yang parah.10
wajah menimbulkan keluhan perubahan oklusi,
Fraktur tulang orbita menyebabkan
nyeri pada rahang, kaku di daerah telinga, dan
enoftalmus atau exoftalmus, diplopia, asimetri pada
trismus.)
wajah apabila fraktur meliputi pinggir orbita inferior,
Mekanisme trauma perlu diketahui untuk
atau fraktur yang menyebabkan dislokasi zigoma.
mengetahui bagian tubuh yang kemungkinan
Gangguan saraf sensoris nervus infra orbitalis bila
mengalami perlukaan. Lokasi nyeri untuk mencari
fraktur terdapat pada dasar orbita.9
kemungkinan adanya kerusakan pada organ bagian
Fraktur tulang mandibula menyebabkan
dalam.12
maloklusi gigi. Pasien sering mengeluhkan rasa sakit
di daerah fraktur, paling sering dari periosteum yang
terganggu di sekitar tulang. Trismus juga terjadi akibat Pemeriksaan Fisik

kompensasi pada nyeri patah tulang mandibula. Mati Jika ada trauma wajah, kontur dari tulang wajah
rasa pada bibir bagian bawah. Krepitasi dan nyeri harus dipalpasi dengan hati-hati sebelum terjadi
tekan juga timbul pada palpasi. Pemeriksaan gigi edema. Palpasi harus dilakukan secara serentak
menyeluruh harus dilakukan, termasuk penilaian (kanan kiri bersama-sama), seksama (hati-hati), dan
adanya atau tidak adanya gigi dan patah tulang sistematis. Perlekatan otot ekstraokular bisa terlepas
enamel gigi.11 oleh fraktur dinding orbital, oleh karena itu gerakan
mata harus diperiksa dan tanyakan bila timbul
Pemeriksaan Penunjang diplopia. Juga ditanyakan apakah pasien merasa
Pemeriksaan foto polos merupakan modalitas gigitannya normal dan mulut harus diperiksa untuk
yang paling sederhana. Fraktur pada tulang hidung melihat gigi yang lepas atau oklusi gigi. Gangguan
dapat dilihat dengan proyeksi dari atas hidung oklusi merupakan tanda yang umum dan sensitif dari
(Proyeksi water). Fraktur tulang maksila dan zigoma fraktur rahang. Gerakan mandibular harus diperiksa
untuk menyingkirkan fraktur atau dislokasi condilus

Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 6

mandibula. atau tidaknya cedera leher. Fungsi respirasi harus


segera diperbaiki dan dijaga jika terdapat gangguan.
Penggunaan oropharingeal tube ataupun
nasopharyngeal tube dapat digunakan. Namun, jika
terdapat trauma diwajah yang tidak memungkinkan
untuk dilakukan hal tersebut maka dapat dilakukan
tarkeostomi ataupun cricotiroitomi. Perdarahan yang
terjadi harus segera ditatalaksana dengan berbagai
cara seperti penekanan, penjahitan, dan atau ligasi.
Metode umum yang sering dipakai untuk
mengidentifikasi dan memprioritaskan cedera adalah
system ABCDE.15
A: Air way with cervical spine control
B: Breathing and ventilation
C: circulation and hemorrhage control
D: disability
E: exposure and environmental control
Prinsip penanganan fraktur tulang wajah sama
seperti penanganan fraktur tulang lainnya yaitu
recognition, reduction, fixtation, immobilization, dan
rehabilitation. Walaupun demikian, sekarang
immobilization tidak penting seperti dahulu. Beberapa
penelitian telah mengungkapkan bahwa komplikasi
yang diakibatkan immobilisasi lebih besar seperti,
kekakuan mandibular yang lama, restriksi jalan napas
Gambar 6. Palpasi Trauma Wajah dan gangguan psikologi. Penggunaan plat untuk
menstabilkan fraktur juga merupakan salah satu faktor
Pemeriksaan Radiografis mengapa immobilisasi tidak diperlukan.15
Pada pasien dengan trauma wajah, Perawatan Jaringan Lunak Wajah
pemeriksaan radiografis diperlukan untuk memperjelas Perawatan luka pada wajah yang memadai sangat
suatu diagnosa klinis serta untuk mengetahui letak penting terutama pada bagian-bagian wajah yang
fraktur. Pemeriksaan radiografis juga dapat berperan besar sebagai kosmetik, seperti bibir,
memperlihatkan fraktur dari sudut dan perspektif yang kelopak mata, dan hidung. Jaringan lunak wajah
berbeda. Pemeriksaan radiografis pada mandibula mempunyai suplai darah yang baik dan proses
biasanya memerlukan foto radiografis panoramic view, penyembuhan luka yang cepat. Luka robek di wajah
open-mouth Towne’s view, postero-anterior view, sebaiknya segera dijahit tentu setelah dilakukan
lateral oblique view. Biasanya bila foto-foto diatas debridement dan pembersihan, khususnya dari benda
kurang memberikan informasi yang cukup, dapat juga asing. Otot dan jaringan lunak dibawahnya sebaiknya
digunakan foto oklusal dan periapikal. Computed dijahit dengan benang yang dapat diabsorbsi.
Tomography (CT) scans dapat juga memberi informasi Pemberian antibiotik spektrum luas diperlukan untuk
bila terjadi trauma yang dapat menyebabkan tidak mencegah infeksi.5
memungkinkannya dilakukan teknik foto radiografis
biasa. Banyak pasien dengan trauma wajah sering Fraktur Hidung
menerima atau mendapatkan CT-scan untuk menilai Fraktur wajah yang hanya menganai tulang hidung
gangguan neurologi, selain itu CT- scan dapat juga dapat dilakukan tindakan reposisi dan reduksi.
digunakan sebagai tambahan penilaian radiografi. Tindakan reduksi dapat dikerjakan 1-2 jam sesudah
Pemeriksaan radiografis untuk fraktur sepertiga trauma karena pada waktu tersebut, edema yang
tengah wajah dapat menggunakan Water’s view, terjadi mungkin masih minimal. Tindakan reduksi juga
lateral skull view, posteroanterior skull view, dan masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah
submental vertex view. MRI tidak digunakan ebagai trauma. Tindakan reduksi akan sulit dilakukan jika
alat primer untuk mendeteksi fraktur fasial.13 dilakukan setelah 14 hari pasca tarauma. Hal ini
karena proses kalsifikasi kemungkinan sudah terjadi. 16
Diagnosis Banding Penggunaan analgesia lokal sebagai tatalaksana
Diagnosis banding dari fraktur tulang wajah: fraktur hidung sederhana cukup memadai, namun jika
1. Gegar otak pasiennya anak-anak atau tidak kooperatif, maka
Gegar otak atau mild traumatic brain injury sering pemberian anastesi umum diperlukan. Analgesia lokal
juga terjadi pada atlet. Salah satu definisi dari dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidocain
gegar otak adalah terjadinya perubahan status 1-2% dicampur dengan epinefrin 1:1000. Setiap
mental akibat dari cedera traumatis pada kepala lubang hidung mendapat 3 buah tampon. Tampon
dengan atau tanpa penurunan kesadaran. pertama diletakkan pada meatus superior. Tampon
2. Cedera Jaringan Lunak Fasialis kedua diletakkan diantara konka media dan septum,
3. Fraktur Nasal.14 dengan bagian distal dari tampon ini diletakkan di
dekat foramen spenofalatina. Tampon ketiga
Tatalaksana diletakkan diantara konka inferior dan septum nasi.
Prinsip Tatalaksana Ketiga tampon dipertahankan selama 10 menit.
Keberhasilan dalam tatalaksana pasien Pemberian oxymethaxolin spray dengan bantuan
cedera sangat tergantung pada kemampuan rhinoskopi anterior kadang diperlukan untuk
mengidentifikasi pasien. Setiap pasien yang tidak mendapatkan efek anastesi dan vasokonstriksi yang
sadar setelah mengalami cedera, harus dipastikan ada baik. Fraktur tulang hidung terbuka memerlukan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 7

tindakan reposisi dan rekonstruksi jaringan kulit/lunak lain dari maksila. IMF dapat mengembalikan posisi
hidung.16 maksila dengan akurat. Jika mandibular juga
Fraktur Tulang Zigoma mengalami fraktur, maka reduksi dan fiksasi
Indikasi untuk dilakukan tindakan bedah pada mandibular dilakukan lebih dahulu, kemudian baru
fraktur tulang zigoma antara lain: dilakukan IMF dan tindakan definitive fraktur maksila.
1. Pendataran tulang zigoma atau tulang zigoma Jangka waktu immobilisasi fraktur Le Fort bervariasi 4-
tampak datar dari luar 8 minggu, tergantung sifat fraktur dan kondisi pasien.15
2. Gangguan pada bola mata karena fraktur tulang Le Fort I biasanya hanya memerlukan tindakan IMF
orbita saja. Fiksasi dapat menggunakan mini plate. Le Fort II
3. Keterlibatan coronoid process karena overlying penatalaksanaanya hampir sama dengan Le Fort I.
tulang zigoma.15 Perbedaanya adalah Le Fort II memerlukan perawatan
Trauma tulang zigoma dari depan menyebabkan fraktur nasal dan dasar orbita. Fraktur nasal biasanya
perubahan tempat tulang zigoma kearah posterior, direduksi dengan teknik dengan menggunakan
medial atau kearah lateral. Frakur ini tidak mengubah molding dan splinting. Le Fort III dirawat dengan
posisi rima orbita inferior kearah bawah atau kearah menggunakan arch bar/alat lain, fiksasi
atas. Perubahan posisi dari orbita menyebabkan maksilomandibular, pengawatan bilateral, atau
gangguan pada bola mata. Trismus yang terjadi pemasangan plat pada sutura zigomaticofrontalis dan
biasanya akan kembali normal dengan sendirinya suspense craniomandibularis pada prosessus
karena trismus biasanya bukan disebabkan oleh faktor zygomaticus ossis frontalis.17
mekanik tetapi oleh adanya perdarahan pada daerah
otor maseter. Dasar tatalaksan fraktur tulang zigoma Fraktur tulang mandibula
masih menggunakan prosedur Gillies. Penanganan Penanganan fraktur tulang mandibular sama
fraktur tulang zigoma dapat dilakukan dengan kawat pentingnya seperti penanganan fraktur tulang maksila
baja atau mini plate.15,16 yaitu, untuk mendapatkan efek kosmetik yang baik
dan oklusi gigi yang sempurna. Penggunaan mini plate
atau mikro plate dapat digunakan dalam penanganan
fraktur mandibular. Penggunaan mini plate lebih
menguntungkan karena tidak menimbulkan kallus.
Mini plate dipasang dengan menggunakan skrup,
sehingga lebih stabil, tidak menimbulkan reaksi
jaringan, dapat bertahan lama, dan mudah dikerjakan.
Namun, harganya yang mahal dan sulit didapatkan,
menjadi kekurangan cara ini.16
Fraktur mandibular secara tidak langsung
direduksi dan difiksasi menggunakan metode
intermaxillary fixation (IMF). IMF dilakukan dengan
cara mempertemukan gigi atas dan bawah. IMF
dilakukan selam kurang lebih 6 minggu.15

Gambar 7. Mini plate pada fraktur forntozygomatic15

Fraktur tulang maksila


Fraktur pada tulang maksila harus segera
dilakukan tindakan untuk mendapatkan fungsi
menutup mulut atau oklusi gigi dan kontur muka yang
baik. Frakur ini juga kadang menyebabkan edema
faring sehingga tindakan trakeostomi diperlukan pada
keadaan tersebut. Perdarahan yang berasal dari arteri
maksilaris interna atau arteri ethmoidalis anterior
sering terjadi dan harus segera diatasi. Tindakan
reduksi biasanya dapat dilakukan setelah kondisi
pasien cukup baik atau keadaan diatas telah
ditangani. Penanganan fraktur tulang maksila sangat
ditekankan agar rahang bawah dan atas dapat
menutup. Untuk itu, dapat dilakukan tindakan fiksasi Gambar 8. Intermaxillary fixation (IMF)15
intermaksilar sehingga oklusi gigi sempurna. 5,15
Fraktur Le Fort merupakan klasifikasi fraktur Komplikasi16
maksila yang diajukan oleh Methog. Fraktur jenis ini  Komplikasi neurologik
kadang hanya mengalami sedikit pergeseran ataupun o Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak
tidak ada pegeseran fraktur sama sekali, sehingga o Keluarnya CSF
hanya mengakibatkan sedikit gangguan oklusi gigi dan o Pneumoensefal
akan kembali seperti semula pada minggu pertama o Evulsi nervus olfaktorius
dengan mastikasi. Indikasi untuk intervensi bedah
pada fraktur jenis ini adalah wajah yang tidak simetris,  Komplikasi mata
pegeseran, dan gangguan oklusi yang menetap. 15,16 o Hematoma mata
Secara umum, usahakan untuk o Ptosis
mengembalikan fungsi oklusi gigi dengan o Epifora
intermaxillary fixation (IMF)/maxillomandibular Fixation
o Kerusakan nervus optikus
(MMF) sebelum tindakan reduksi dan fiksasi segmen

Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 8

o Kerusakan bola mata Selekta Kedokteran essentials of medicine Edisi 4.


 Komplikasi hidung Jakarta: Media Aesculapius. 2016: 259-263
o Perubahan bentuk hidung 5. Willliams NS, Bulstrode CJK, O’Connell PR. Bailey
o Gangguan penciuman and Love’s Short Practice of Surgery 26 th Edition.
o Obstruksi rongga hidung England: Taylor and Francis Group. 2013: 341-350
6. Muchlis. Gambaran Fraktur Maksilofasial akibat
o Epistaksis
Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda
o Kerusakan duktus
Motor. Universitas Sumatera Utara. 2011.
7. Guruprasad, Y., et al. 2014. An Assessment of
KESIMPULAN Etiological Spectrum and Injury Characteristics
Fitur-fitur aspek facial (frontal) cranium adalah among Maxillofacial Trauma Patients of
os frontale dan zygomaticum, orbita, regio nasal, Government Dental College and Research
maxilla, dan madibula. Area fraktur maksilofasial Institute, Bangalore. Journal of National Science
dibagi menjadi upperface, midface, dan lower face Biology and Medicine 5: 47-51
atau dapat dibagi juga menjadi sepertiga atas (diatas 8. Ykeda, R.B.A., et al. Epidemiological Profile of 277
alis mata), sepertiga tengah (diatas mulut) dan Patients with Facial Fractures Treated at the
sepertiga bawah (mandibula). Fraktur cenderung Emergency Room at the EN Department of
terjadi pada titik lemah pada tulanf (sutura dan Hospital do Trabalhador in Curitiba/PR in 2010.
foramina) dan pada tulang-tulang tipis.4 International Archives of Otorhinolaryngology 16.
Fraktur pada midface seringkali terjadi akibat 2012.
kecelakan kendaraan bermotor, terjatuh, kekerasan, 9. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti
dan akibat trauma benda tumpul lainnya. Pada anak- RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
anak prevalensi fraktur tulang wajah secara Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke 7. Jakarta:
keseluruhan jauh lebih rendah dibandingkan pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
dewasa. Dalam empat dekade terakhir, kejadian 10. Fraioli RE, Branstetter BF, Deleyiannis FWB.
fraktur maksilofasial terus meningkat disebabkan Facial Fractures: Beyond Le Fort. Otolaryngol Clin
terutama akibat peningkatan kecelakaan lalu lintas N Am. 2008; 41: 51-76.
dan kekerasan. Fraktur tulang wajah menimbulkan 11. Snow JB, Ballenger JJ. Ballenger’s
gelaja tergantung pada tulang mana di wajah yang Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
rusak. Beberapa hal, seperti rasa sakit, bengkak, dan Sixteenth Edition. Chicago: BC Decker Inc; 2003
memar, adalah gejala patah tulang yang umum 12. Ajmal S, Khan A K, Jadoon H, Malik S A.
ditemukan. Fraktur pada wajah juga dapat Management protocol of mandibular fractures at
menimbulkan kelainan, berupa sumbatan jalan napas, pakistan institute of medical sciences, islamabad,
syok karena pendarahan, gangguan pada vertebra pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad, 2007(19) :3
servikalis atau terdapatnya gangguan fungsi saraf 13. Zimmermann, C.E., Troulis, M. J., dan Kaban, L.B.
otak. Pediatric facial fractures, recent advances in
Pemeriksaan foto polos merupakan modalitas prevention, diagnosis, and management, Int J. Oral
yang paling sederhana. Pemeriksaan seperti CT scan Maxillofacial Surg, 2006(35): 2-13.
dapat dilakukan untuk melihat fragmen tulang yang 14. Shetawi Al, MD. Initial Evaluation and Management
terpisah, adanya perdarahan dan fraktur basis kranii of Maxillofacial Injuries. American Medical
dengan lebih jelas. Anamnesis penting artinya untuk Association; 2016.
mengetahui riwayat kelainan atau trauma sebelumnya. 15. Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery
Jika ada trauma wajah, kontur dari tulang wajah harus an objective-based textbook second edition.
dipalpasi dengan hati-hati sebelum terjadi edema. Churchill livingstone: Elsevier. 2007:185-195.
Palpasi harus dilakukan secara serentak (kanan kiri 16. Munir M, Widiarni D, Trimartani. Dalam buku ajar
bersama-sama), seksama (hati-hati), dan sistematis. ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
Metode umum yang sering dipakai untuk dan leher edisi ketujuh. Soepardi EA, Iskandar N,
mengidentifikasi dan memprioritaskan cedera adalah Bashiruddin J, Restuti RD (ed). Jakarta: Badan
system ABCDE. Prinsip penanganan fraktur tulang penerbit FKUI. 2012: 181-185.
wajah sama seperti penanganan fraktur tulang lainnya 17. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut.
yaitu recognition, reduction, fixtation, immobilization, Jakarta:EGC. 1998:259.
dan rehabilitation. Walaupun demikian, sekarang
immobilization tidak penting seperti dahulu. Beberapa
penelitian telah mengungkapkan bahwa komplikasi
yang diakibatkan immobilisasi lebih besar seperti,
kekakuan mandibular yang lama, restriksi jalan napas
dan gangguan psikologi.15

DAFTAR PUSTAKA
1. Ovchinsky A, Turk JB. Trauma Tulang dan
Jaringan Lunak Pada Wajah. In Lucente FE, Har-
EL G, Editor. Ilmu THT Esensial edisi 5.Jakarta:
EGC.2012:457-475
2. Standring S. Gray’s Anatomy The Anatomy Basic
of Clinical Practice. Amsterdam: Elsevier. 2016
3. Moore KL, Dalley AF. Anatomi Berorientasi Klinis
Edisi ke 5. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2013: 5-7
4. Bangun K, Klarisa C. Trauma Wajah. In Tanto C,
Liwang F, hanifati S, Pradipta EA, editor. Kapita

Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 1(1)

Anda mungkin juga menyukai