Anda di halaman 1dari 42

REFERAT

Trauma
Maksilofacial
Disusun oleh: Dany Alfian 112021089
Anri Ricardo Panggabean112021102
Pembimbing: dr. Anwar Lewa, Sp.BP-RE, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


RSAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA
Anatomi Wajah
Maksilofasial dibagi menjadi tiga bagian:
▪ Sepertiga atas wajah (tulang frontalis,
regio supra orbita, rima orbita dan sinus
frontalis)
▪ Sepertiga tengah (maksila, zigomatikus,
lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka
inferior, dan tulang vomer)
▪ Sepertiga bawah (mandibula)
Definisi
Suatu trauma yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya yang
menyebabkan hilangnya kontinuitas tulang-tulang wajah.
Etiologi
Klasifikasi

Trauma maksilofasial

Trauma jaringan lunak wajah


Trauma jaringan keras wajah
Trauma Jaringan Lunak Wajah
Trauma jaringan lunak wajah

Trauma pada jaringan lunak wajah


diklasifikasikan berdasarkan jenis luka dan
penyebab seperti ekskoriasi, luka sayat (vulnus
scissum), luka robek (vulnus laceratum), luka
bacok (vulnus punctum), luka bakar (combustio)
dan luka tembak (Vulnus sclopetorum).
Trauma Jaringan Keras Wajah

Sepertiga atas
• Os. Frontalis
• Regio supra orbita
• Rima orbita
• Sinus frontalis

Sepertiga tengah
• Os. Maksila
• Os. Zigomatikus
Sepertiga bawah • Os. Nasal
• Mandibula • Sistem lakrimasi
• Palatina
• Tulang vomer
• Konka inferior
TRAUMA 1/3 ATAS
WAJAH
Fraktur Sepertiga Atas Wajah
0 Fraktur sepertiga atas wajah mengenai tulang frontalis, regio supra orbita, rima
orbita dan sinus frontalis.
0 Fraktur tulang frontalis umumnya bersifat depressed ke dalam atau hanya
mempunyai garis fraktur linier yang dapat meluas ke daerah wajah yang lain.
0 Ditandai dengan destruksi atau krepitasi pada supraorbital rims, emfisema
subkutan, dan parestesi pada supraorbital nerve.
◻ Pasien dengan fraktur sinus frontal.
Bengkak pada jidat bagian kiri
pasien (arrows).

◻ B, CT scan menunjukkan fraktur


anterior dan posterior dari frontal
sinus dan menghasilkan
pneumocephalus.
Penanganan

Pilihan tindakan:
0 ORIF
0 Obliterasi sinus
0 Kranialisasi sinus
TRAUMA 1/3 TENGAH
WAJAH
FRAKTUR OS NASAL
● Diagnosis fraktur hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan
pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior
● Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
- Pembengkakan
- Epistaksis
- Deviasi hidung
- Nyeri tekan
- Krepitasi
- Teraba garis fraktur
Klasifikasi Fraktur Hidung
Fraktur hidung • Merupakan fraktur pada tulang hidung saja sehingga dapat dilakukan reposisi
sederhana fraktur tersebut dalam analgesi lokal.

Fraktur tulang •menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang juga disertai
hidung terbuka laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung.

Fraktur tulang •Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan
nasoorbitoetmoid menimbulkan fraktur yang hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid,
maksila, orbita dan frontal.
kompleks
■ KONSERVATIF
– Elevasi kepala dan kompres hidung dengan es dapat menguragi edema dengan cepat sekaligus
mengurangi nyeri, sehingga dapat mempercepat dilakukannya reduksi yang tepat
– Pasien dengan perdarahan hebat, dikontrol dengan vasokonstriktor topikal.
– Pemasangan tampon hidung untuk menghentikan perdarahan. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-
5 hari sampai perdarahan berhenti.
– Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi.
– Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien.
Reduksi tertutup
● Indikasi :

• Fraktur sederhana tulang hidung

• Fraktur sederhana septum hidung


● Bersihkan klot dengan menggunakan suction untuk mencegah nekrosis septum.
● Reduksi tertutup paling baik dilakukan 1-2 jam sesudah trauma karena pada waktu
tersebut edem yang terjadi mungkin sangat sedikit.
● Reduksi terbuka pada kasus fraktur berat.
FRAKTUR MAKSILA

Le Fort I & II Le Fort III


Fraktur Le Fort tipe I (Guerin’s)/ (transversal)

● Merupakan jenis fraktur yang


paling sering terjadi,
● Fraktur le fort I meliputi fraktur
horizontal bagian bawah antara
maxilla dan palatum/arkus
alveolar kompleks.
● Menyebabkan terpisahnya
prosesus alveolaris dan palatum
- Nasomaksila & zigomatikomaksila durum.
- Bagian bawah lamina pterigoid ● Garis fraktur berjalan ke belakang
- Anterolateral maksila
melalui lamina pterigoid. Fraktur
- Palatum durum
-
ini bisa unilateral atau bilateral.
Dasar hidung
- Septum
- Apertura piriformis
Gejala Le Fort I

● Fraktur ini menyebabkan rahang atas mengalami pergerakan yang disebut floating jaw.
● Edema wajah
● Hipoestesia nervus infraorbital kemungkinan terjadi akibat dari adanya edema.
● Hal ini dievaluasi dengan memegang gigi seri dan palatum durum dan mendorong
masuk dan keluar secara lembut
Fraktur Le Fort tipe II
● Fraktur Le Fort tipe II = fraktur piramidal.
● Berjalan melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang
lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan
menyebrang ke bagian atas dari sinus maksila juga ke arah
lamina pterigoid sampai ke arah fossa pterigopalatina.
● Fraktur pada lamina kribriformis dan atap sel sel etmoid
dapat merusak sistem lakrimalis. Karena sangat mudah
digerakkan maka disebut juga fraktur ini sebagai “floating
maxilla (maksila yang melayang) ”.
Gejala Le Fort II
■ Edema di kedua periorbital, disertai juga dengan ekimosis, yang terlihat seperti

racoon sign.

■ Hipoesthesia di nervus infraorbital, dapat terjadi karena trauma langsung atau

karena perkembangan dari edema.

■ Maloklusi

■ Deformitas pada saat palpasi di area infraorbital dan sutura nasofrontal.

■ Keluarnya cairan cerebrospinal dan epistaksis juga dapat ditemukan pada kasus ini
Fraktur Le Fort III
•Garis Fraktur melalui sutura nasofrontal
diteruskan sepanjang ethmoid junction melalui
fissure orbitalis superior melintang kearah
dinding lateral ke orbita, sutura zigomatico-
frontal dan sutura temporo-zigomatikum. 

•Disebut juga sebagai “cranio-facial


disjunction”.  Merupakan fraktur yang
memisahkan secara lengkap sutura tulang dan
tulang cranial. 
Pemeriksaan Fisik
● Edema wajah yang masif
● Ekimosis periorbital
● Remuknya wajah serta adanya mobilitas tulang
zygomatikomaksila kompleks (zmc)
● Epistaksis dan keluarnya cairan serebrospinal dari
hidung.
FRAKTUR ZYGOMA
● Fraktur tulang zygomatic adalah fraktur umum
dari kerangka wajah; tulang zygomatic
membentuk proyeksi paling anterolateral
● Tulang zygomatic melekat pada rahang atas
pada sutura zygomaticomaxillary (ZM) dan
alveolar yang membentuk penopang
zygomaticomaxillary
FRAKTUR ZYGOMA
Zygoma memiliki empat artikulasi, yang disebut Zygomaticomaxilarycomplex (ZMC):
- Zygomaticotemporal (ZT)
- Zygomaticomaxillary (ZM) suture dan Rima infraorbital Etologi: Perkelahian terutama tinju yang
- Zygomaticofrontal (ZF) suture mengarah arkus zygoma, dan sutura
- Zygomaticosphenoidal (ZS) suture
Pemeriksaan Fisik

• Edema
• Ekimosis preorbital
• Hematoma subkonjungtiva
• Retraksi kelopak mata bawah unilateral
• Maloklusi
• Eksoftalmus
• Palpasi: teraba adanya pergeseran zygoma ke
inferior dan posterior serta asimetris tulang pipi
Pemeriksaan Penunjang
● Foto rongent posisi waters Caldwell dapat memperlihatkan
proyeksi arkus zygoma digunakan untuk mengevaluasi fraktur
ZMC

● Computed Tomography (CT) gold standard (Rekonstruksi 3D)


Tatalaksana
● Reduksi fraktur zygoma dilakukan melaui insisi kombinasi,
sebagai prinsip umum, kesegarisan (alignment) os zygoma harus
ditetapkan pada setidaknya 3 area dan difiksasi di setidaknya 2
area dengan miniplate dan sekrup
BLOW OUT TRAUMA
Trauma yang menyebabkan displacement dari tulang orbita,
orbital tissue dan bulbus oculi ke arah luar dari rongga orbita
yang dapat menyebabkan enophtalmus dan dipoplia, yang
merupakan akibat tekanan hidraulik pada bola mata dan dapat
berupa tekanan mendadak bola mata.

● Inferior displacement dari orbital floor


● Medial displacement dari medial wall orbita
31

ETIOLOGI

● Trauma, Biasanya oleh


benda yang tumpul:
○ Bola (Tennis, dll.)
○ Tinju
○ Kecelakaan Lalu lintas
32

PATOFISIOLOGI
● Tekanan yang kuat ke bola mata🡪 mendorong bola mata ke belakang dan ke bawah 🡪
meningkatnya tekanan intraorbital 🡪 fraktur pada titik yang paling lemah pada orbital wall
33

KLASIFIKASI
Trapdoor Fracture
(Low Force)

Medial Blow-Out Fracture


(Intermediate Force)

Lateral Blow-Out Fracture


(High Force)
34

DIAGNOSIS

Early sign Late sign


● Periorbital ekimosis
● Emphysema dari kelopak • Enopthalmos dan
mata mekanikal ptosis
● Paraesthesia dan anesthesia
● Ipsilateral epistaksis • Diplopia
● Proptosis
35

tATALAKSANA
Non Surgical

● Avoid nasal blowing


● Antibiotik sistemik
● Analgesik
● Obat anti inflamasi
● Kompres dingin
36

Surgical
TATALAKSANA
● Indikasi :

○ Diplopia
Waktu :
○ Herniasi yang besar ke antrum David J. David (1995)
Penatalaksanaan dini 🡪 < 2
○ Bola mata yg tertarik dan tegang
minggu post trauma 🡪persistent
○ Enophthalmus enophtalmus dan dipoplia karena
atropi dari periorbital tissue dan
dari otot ektraocular.
● Tujuan : Untuk memperbaiki fungsi bulbus oculi ,
enophtalmus dan diskontiunitas dari orbital wall
dengan atau tanpa implan
Intermaxillary Fixation
● Imobilisasi maksila dan mandibula pada posisi interkuspasi maksimal dengan bantuan wiring pada posisi
tertutup

● Tipe intermaxillary fixation :

○ Dental wiring (interdental, eyelet)

○ Arch Bars

○ IMF screws
Interdental wiring
● 0.35 mm kawat SS
● Kelebihan : Sederhana dan cepat
● Kekurangan : kawat cenderung putus, kawat yang rusak bisa diganti setelah pengangkatan total
Eyelet Wiring (Ivy loop wiring)

● 0.35 mm kawat SS
● Kawat yang rusak bisa digantikan tanpa
pembukaan loop yang lengkap
Arch Bar
IMF screws

Screw dimasukkan ke dasar


tulang dari kedua rahang dalam
proses penataan kembali fraktur
dan imobilisasi.
Thank You ☺

Anda mungkin juga menyukai