Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

CLOSED FRACTURE PARASIMPISIS MANDIBULA


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF Bedah
Rumah Sakit Umum Jayapura

Oleh:
Intannia S.Ked
0120840277

PEMBIMBING:
dr. Theo Rompas Sp.B

SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan, diterima, dan disetujui oleh pembimbing laporan kasus


dengan judul :” Open Fracture Parasymphisis Mandibula”

Sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Madya di
SMF Bedah Rumah Sakit Umum Jayapura, yang disusun dan dipresentasikan oleh
:

Nama :
Nim :

Yang dilaksanakan pada :


Hari :
Tanggal :
Tempat :

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Theo Rompas Sp.B


BAB I

PENDAHULUAN

Wajah merupakan bagian tubuh yang tidak terlindungi secara topografis


menyebabkan mudah terpapar trauma, sehingga fraktur tulang wajah merupakan
cedara yang sering di jumpai. Fraktur tulang wajah merupakan salah satu
penyebab utama kecacatan dan kematian di dunia.
Tingginya kejadian kecelakaan lalu lintas setara dengan meningkatnya angka
kejadian fraktur tulang wajah. Data yang di keluarkan PBB (perserikatan Bangsa-
Bangsa) menyebutkan bahwa setiap tahun sekitar 1,3 juta orang atau setiah hari
sekitar 3.000 orang meninggal dunia akibat kecelakaan, 90% terjadi di negara
berkembang, indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga memiliki
permasalahan dengan tingginya kejadian kecelakaan lalu lintas khususnya
kecelakaan sepeda motor sebesar 52,2% berdasarkan data korlantas polri tahun
2011-2013.
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang maksilofasial mulai
di perkenalkan oleh Hipocrates tahun 460-375 SM dengan panduan oklusi atau
hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi rahang atas atau sebagai dasar
pemikiran dan diagnosis fraktur mandibula. Tujuan dari pentalasanaan fraktur
mandibula adalah memperoleh reduksi anatomi dari garis fraktur, mendapatkan
kembali oklusi sebelum cedera, imobilisasi mandibula dalam periode tertentu
untuk penyembuhan, menjaga nutrisi yang adekuat, mencegah infeksi, malunion
dan nonunion. Manajemen dari tekhnik yang sering digunakan adalah mengikat
gigi –gigi dengan arch bars dan elastic band untuk fiksasi intermaksila untuk
fraktur yang stabil. Dapat juga digunakan dengan kombinasi reduksi terbuka dan
interosseus wire atau plate yang rigit pada fraktur yang tidak stabil atau
unfavorable. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinis menggunakan
oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang
maksilofasial terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaan. Pada prinsipnya
ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula yaitu cara tertutup atau disebut
juga perawatan konservatif dan cara yang terbuka yang di tempuh dengan cara
pembedahan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mandibula


Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah muka.
Dibentuk oleh dua tulang simetris yang mengadakan fusi dalam tahun pertama
kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus, yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan
sepasang ramus yang pipih dan lebar yang mengarah keatas pada bagian belakang
dari korpus. Pada ujung dari masing-masing ramus didapatkan dua buah
penonjolan disebut prosesus kondiloideus prosesus koronoideus. Prosesus
kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar dari korpus mandibula
pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum
yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang.
Bagian korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris
yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus
mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus
mandibula kurang lebih 1 cm dari simfisis didapatkan foramen mentalis yang
dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula
cekung dan didapatkan linea milohioidea yang merupakan origo muskulus
milohioid. Angulus mandibula adalah pertemuan antara tepi belakang ramus
mandibula dan tepi bawah korpus mandibula. Angulus mandibula terletak
subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari dibawah lobulus aurikularis. Secara
keseluruhan tulang mandibula ini berbentuk tapal kuda melebar di belakang,
memipih dan meninggi pada bagian ramus kanan dan kiri sehingga membentuk
pilar, ramus membentuk sudut 120⁰ terhadap korpus pada orang dewasa.
Pada yang lebih muda sudutnya lebih besar dan ramusnya nampak lebih
divergen Dari aspek fungsinya, merupakan gabungan tulang berbentuk L bekerja
untuk mengunyah dengan bagian terkuat pada muskulus temporalis yang
berinsersi disisi medial pada ujung prosesus koronoideus dan muskulus maseter
yang berinsersi pada sisi lateral angulus dan ramus mandibula. Muskulus
pterigoideus medial berinsersi pada sisi medial bawah dari ramus dan angulus
mandibula. Muskulus maseter bersama muskulus temporalis merupakan kekuatan
untuk menggerakkan mandibula dalam proses menutup mulut. Muskulus
pterigoideus lateral berinsersi pada bagian depan kapsul sendi temporo-
mandibular, diskus artikularis berperan untuk membuka mandibula. Fungsi
muskulus pterigoid sangat penting dalam proses penyembuhan pada fraktur
intrakapsular.
Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang merupakan
cabang pertama dari arteri maksilaris yang masuk melalui foramen mandibula
bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan dalam kanalis alveolaris.
Arteri alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigi-gigi bawah serta gusi sekitarnya,
kemudian di foramen mentalis keluar sebagai arteri mentalis. Sebelum keluar dari
foramen mentalis bercabang menuju insisivus dan berjalan sebelah anterior ke
depan didalam tulang. Arteri mentalis beranastomosis dengan arteri fasialis, arteri
submentalis dan arteri labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior
merupakan cabang dari arteri fasialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu.
Aliran darah balik dari mandibula melalui vena alveolaris inferior ke vena fasialis
posterior. Daerah dagu mengalirkan darah ke vena submentalis, yang selanjutnya
mengalirkan darah ke vena fasialis anterior. Vena fasialis anterior dan vena
fasialis posterior bergabung menjadi vena fasialis komunis yang mengalirkan
darah ke vena jugularis interna.
2.2 Epidemiologi Fraktur Mandibula
Fraktur pada midface seringkali terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, terjatuh, kekerasan dan akibat trauma benda tumpul lainnya.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Rowe da Killey pada tahun 1995, rasio
antara fraktur mandibula dan maksila melebihi 4:1.
2.3 Fraktur Mandibula
Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linier atau terjadinya diskontinuitas
tulang yang disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur dapat terjadi akibat trauma atau
karena proses patologis. Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang
mandibula. Mandibula merupakan tulang yang kuat, tetapi pada beberapa tempat
dijumpai adanya bagian yang lemah. Daerah korpus mandibula terutama terdiri
dari tulang kortikal yang padat dengan sedikit substansi spongiosa sebagai tempat
lewatnya pembuluh darah dan pembuluh limfe. Daerah yang tipis pada mandibula
adalah angulus dan subkondilus sehingga bagian ini termasuk bagian yang lemah
dari mandibula. Selain itu titik lemah juga didapatkan pada foramen mentale,
angulus mandibula tempat gigi molar III terutama erupsinya sedikit, kolum
kondilusmandibula terutama bila trauma dari depan langsung mengenai dagu
maka gayanya akan diteruskan kearah belakang.
Garis fraktur pada mandibula biasa terjadi pada area lemah dari mandibula
tergantung mekanisme trauma yang terjadi. Garis fraktur subkondilar umumnya
dibawah leher prosesus kondiloideus akibat perkelahian dan berbentuk hampir
vertikal. Namun pada kecelakaan lalu lintas garis fraktur terjadi dekat dengan
kaput kondilus, garis fraktur yang terjadi berbentuk oblik. Pada regio angulus
garis fraktur umumnya dibawah atau dibelakang regio molar III kearah angulus
mandibula. Pada fraktur korpus mandibula garis fraktur tidak selalu paralel
dengan sumbu gigi, seringkali garis fraktur berbentuk oblik. Garis fraktur dimulai
pada regio alveolar kaninus dan insisivus berjalan oblik kearah midlin. Pada
fraktur mandibula, fragmen yang fraktur mengalami displaced akibat tarikan otot-
otot mastikasi, oleh karena itu reduksi dan fiksasi pada fraktur mandibula harus
menggunakan splinting untuk melawan tarikan dari otot-otot mastikasi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi displacement fraktur mandibula antara lain: arah dan
kekuatan trauma, arah dan sudut garis fraktur, ada atau tidaknya gigi pada
fragmen, arah lepasnya otot dan luasnya kerusakan jaringan lunak. Pada daerah
ramus mandibula jarang terjadi fraktur, karena daerah ini terfiksasi oleh muskulus
maseter pada bagian lateral dan medial oleh muskulus pterigoideus medialis.
Demikian juga pada prosesus koronoideus yang terfiksasi oleh muskulus maseter.
Beberapa macam klasifikasi fraktur mandibula dapat digolongkan
berdasarkan:
1. Insiden fraktur mandibula sesuai dengan lokasi anatominya.
Prosesus kondiloideus (29,1%), angulus mandibula (24%), simfisis
mandibula (22%), korpus mandibula (16%), alveolus (3,1%), ramus (1,7%),
prosesus koronoideus (1,3%).
Gambar 2. Regio mandibula dan fraktur mandibula berdasarkan regio.

2. Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur.
Kelas I : gigi ada pada kedua bagian garis fraktur, kelas II: gigi hanya ada
pada satu bagian dari garis fraktur, kelas III: tidak ada gigi pada kedua
fragmen, mungkin gigi sebelumnya memang sudah tidak ada (edentulous)
atau gigi hilang saat terjadi trauma.
3. Berdasar arah fraktur dan kemudahan untuk direposisi dibedakan:
Horizontal dan vertikal yang dibagi menjadi favourable dan unfavourable.
Kriteria favourable dan unfavourable berdasarkan arah satu garis fraktur
terhadap gaya muskulus yang bekerja pada fragmen tersebut. Disebut
favourable apabila arah fragmen memudahkan untuk mereduksi tulang waktu
reposisi, sedangkan unfavourable bila garis fraktur menyulitkan untuk
reposisi.
4. Berdasar beratnya derajat fraktur, dibagi menjadi fraktur simple atau closed
yaitu tanpa adanya hubungan dengan dunia luar dan tidak ada diskontinuitas
dari jaringan sekitar fraktur. Fraktur compound atau open yaitu fraktur
berhubungan dengan dunia luar yang melibatkan kulit, mukosa atau membran
periodontal.
5. Berdasar tipe fraktur dibagi menjadi fraktur greenstick atau incomplete.
Fraktur yang tidak sempurna dimana pada satu sisi dari tulang mengalami
fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat. Fraktur greenstick
biasanya didapatkan pada anak-anak karena periosteum tebal. Fraktur
tunggal, fraktur hanya pada satu tempat saja. Fraktur multipel, fraktur yang
terjadi pada dua tempat atau lebih, umumnya bilateral. Fraktur kominutif,
terdapat adanya fragmen yang kecil bisa berupa fraktur simple atau
compound. Selain itu terdapat juga fraktur patologis; fraktur yang terjadi
akibat proses metastase ke tulang, impacted fraktur; fraktur dengan salah satu
fragmen fraktur di dalam fragmen fraktur yang lain. Fraktur atrophic; adalah
fraktur spontan yang terjadi pada tulang yang atrofi seperti pada rahang yang
tidak bergigi. Indirect fraktur; fraktur yang terjadi jauh dari lokasi trauma.
2.4 Etiologi fraktur mandibula
Benturan yang keras pada wajah dapat menimbulkan fraktur mandibula.
Toleransi mandibula terhadap benturan lebih tinggi daripada tulang-tulang wajah
yang lain. Fraktur mandibula lebih sering terjadi daripada fraktur tulang wajah
yang lain karena bentuk mandibula yang menonjol sehingga sensitif terhadap
benturan. Pada umumnya fraktur mandibula disebabkan oleh karena trauma
langsung.
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
Menurut Kruger, 69% dari fraktur mandibula disebabkan oleh kekerasan fisik,
27% kecelakaan, 2% karena olahraga dan 4% faktor patologik, sedangkan fraktur
patologis dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfekta,
osteomielitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
2.5 Diagnosis fraktur mandibula
Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa, apabila
merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme traumanya atau
mode of injury, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur
mandibula harus mengikuti kaidah ATLS (Advandce Trauma Live Suport),
dimana terdiri dari pemeriksaan awal atau primary survey yang meliputi
pemeriksaan airway, breathing, circulation dan disability. Pada penderita trauma
dengan fraktur mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan
nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat
perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah.
Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil, dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan secondary survey meliputi: 1. Anamnesis, pada
anamnesis keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula dicurigai dari
adanya nyeri, pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf
mentalis, pembengkakan, memar, perdarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur
atau tanggal, trismus, ketidakmampuan mengunyah. Selain itu keluhan biasanya
disertai riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh,
kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit patologis. 2. Pemeriksaan klinis
meliputi; A. pemeriksaan klinis pasien secara umum: pada umumnya trauma
maksilofasial dapat diketahui keberadaannya padapemeriksaan awal atau primary
survey atau pemeriksaan sekunder atau secondary survey.
Pemeriksaan saluran nafas merupakan suatu hal penting karena trauma dapat
saja menyebabkan gangguan jalan nafas. Penyumbatan dapat disebabkan oleh
lidah terjatuhnya lidah ke arah belakang, dapat pula oleh tertutupnya saluran nafas
akibat adanya lendir, darah, muntahan dan benda asing. Pemeriksaan lokal fraktur
mandibula, antara pemeriksaan klinis ekstraoral, tampak diatas tempat terjadinya
fraktur biasanya terjadi ekimosis dan pembengkakan. Sering pula terjadi laserasi
jaringan lunak dan bisa terlihat jelas deformasi dari kontur mandibula yang
bertulang. Jika terjadi perpindahan tempat dari fragmen-fragmen pasien tidak bisa
menutup geligi anterior dan mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien
sering kelihatan menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah
bercampur darah menetes dari sudut mulut pasien. Palpasi lembut dengan ujung-
ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus pada kedua sisi, kemudian
diteruskan kesepanjang perbatasan bawah mandibula. Bagian-bagian melunak
harus ditemukan pada daerah-daerah fraktur, demikian pula terjadnya perubahan
kontur dan krepitasi tulang, Pemeriksaan klinis intraoral, setiap serpihan gigi yang
patah harus dikeluarkan dari mulut. Sulkus bukal diperiksa adanya ekimosis dan
kemudian sulkus lingual. Hematoma didalam sulkus lingual akibat trauma rahang
bawah hampir selalu patognomonik fraktur mandibular. Pemeriksaan penunjang;
pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Foto Rontgen
untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap pemeriksaan radiologis
diharapkan menghasilkan kualitas gambar yang meliputi area yang dicermati
yaitu daerah patologis berikut daerah normal sekitarnya.
2. Foto Eisler
Foto ini dibuat untuk pencitraan mandibulabagian ramus dan korpus, dibuat
sisi kanan atau kiri sesuai kebutuhan.
3. Town′s view
Dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma dan mandibula.
4. Foto Reverse Town′s view
dilakukan untuk melihat adanya fraktur neck condilus mandibula terutama
yang displaced ke medial dan bisa juga untuk melihat dinding lateral dari
maksila.
5. Foto Panoramic
disebut juga pantomografi atau rotational radiography dibuat untuk
mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan sampai kondilus
kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi maksila.
Keuntungan panoramic adalah, cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi
yang rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita
trismus. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang jelas
daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intraoral.
6. Temporomandibular Joint.
pada penderita trauma langsung daerah dagu sering didapatkan kondisi pada
dagu baik, akan tetapi terjadi fraktur pada daerah kondilus mandibula
sehingga penderita mengeluh nyeri daerah TMJ bila membuka mulut, trismus
kadang sedikit maloklusi. Pada pembuatan foto TMJ standard biasanya
dilakukan proyeksi lateral buka mulut atau Parma dan proyeksi lateral tutup
mulut biasa atau Schuller.
7. Orbitocondylar view; dilakukan untuk melihat TMJ pada saat membuka
mulut lebar, menunjukkan kondisi strutur dan kontur dari kaput kondilus
tampak dari depan.
8. CT Scan; Pemeriksaan ini dilakukan pada kasus emergency masih belum
merupakan pemeriksaan standart. CT Scan terutama untuk fraktur
maksilofasial yang sangat kompleks.
2.6 Penatalaksanaan Fraktur Mandibula
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas atau airway, pernafasan atau breathing, sirkulasi
darah termasuk penanganan syok atau circulation, penanganan luka jaringan
lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak.
Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif. Penanganan fraktur
mandibula secara umum dibagi menjadi dua metoda yaitu reposisi tertutup dan
terbuka. Pada reposisi tertutup atau konservatif , reduksi fraktur dan imobilisasi
mandibula dicapai dengan menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular.
Reposisi terbuka bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan, segmen
direduksi dan difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat atau plat
yang disebut wire atau plate osteosynthesis. Teknik terbuka dan tertutup tidak
selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadang-kadang dikombinasi. Pendekatan ketiga
adalah merupakan modifikasi dari teknik terbuka yaitu metode fiksasi skeletal
eksternal. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula selalu diperhatikan prinsip-
prinsip dental dan ortopedik sehingga daerah yang mengalami fraktur akan
kembali atau mendekati posisi anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi yang
baik.
Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu,
penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada
garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal
pin fixation. Indikasi untuk closed reduction antara lain: a. fraktur komunitif
selama periosteum masih utuh sehingga dapat diharapkan kesembuhan tulang, b.
fraktur dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat dimana rekontruksi soft
tissue dapat digunakan rotation flap dan free flap bila luka tersebut tidak terlalu
besar. c. edentulous mandibula, d. fraktur pada anak-anak, e. fraktur condylus.
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed reduction
adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur
daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula. Keuntungan
dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka komplikasi lebih rendah dan
waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini dapat dikerjakan di tingkat poliklinis.
Kerugiannya meliputi fiksasi yang lama, gangguan nutrisi, resiko ankilosis TMJ
atau temporomandibular joint dan masalah airway. Beberapa teknik fiksasi
intermaksiler antara lain;
a. teknik eyelet atau ivy loop, penempatan ivy loop menggunakan kawat 24-
gauge antara dua gigi yang stabil dengan menggunakan kawat yang lebih
kecil untuk memberikan fiksasi maksilomandibular (MMF) antara loop ivy.
Keuntungan teknik ini, bahan mudah didapat dan sedikit menimbulkan
kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya
mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus waktu
digunakan untuk fiksasi intermaksiler.

Gambar 3. Teknik eyelet atau ivy loop

b. teknik arch bar, indikasi pemasangan arch bar adalah gigi kurang atau tidak
cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila dan didapatkan
fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi
sesuai dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris.
Keuntungan penggunaan arch bar adalah mudah didapat, biaya murah,
mudah adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan
keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat digunakan
pada penderita dengan edentulous luas.
c. Reposisi terbuka (open reduction); tindakan operasi untuk melakukan
koreksi deformitas maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah
dengan melakukan fiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat
(wire osteosynthesis) atau plat (plat osteosynthesis) . Indikasi untuk reposisi
terbuka (open reduction): a. displaced unfavourable fraktur melalui angulus,
b. displaced unfavourable fraktur dari corpus atau parasymphysis, c.
multiple fraktur tulang wajah, d. fraktur midface disertai displaced fraktur
condylus bilateral. Tehnik operasi open reduction merupakan jenis operasi
bersih kontaminasi, memerlukan pembiusan umum. Keuntungan dari open
reduction antara lain: mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen
tulang yang lebih baik. kerugiannya adalah biaya lebih mahal dan
diperlukan ruang operasi dan pembiusan untuk tindakannya.

Tindak lanjut setelah dilakukan operasi adalah dengan memberikan


analgetika serta memberikan antibiotik spektrum luas pada pasien fraktur terbuka
dan dievaluasi kebutuhan nutrisi, pantau intermaxilla fixation selama 4-6 minggu.
Kencangkan kabel setiap 2 minggu. Setelah wire dibuka, evaluasi dengan foto
panoramik untuk memastikan fraktur telah union.

2.7 Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya
jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula
adalah infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat menyebabkan berbagai
komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering
mengalami gangguan penyembuhan fraktur, baik itu malunion ataupun nonunion.
Keluhan yang diberikan dapat berupa rasa sakit dan tidak nyaman yang
berkepanjangan pada sendi rahang atau temporo mandibular joint oleh karena
perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini
tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot sekitar
wajah juga dapat memberikan respon nyeri.
Ada beberapa faktor resiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun
nonunion. Faktor resiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang
kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan
otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada
mandibula akan mengakibatkan asimetris wajah dan dapat juga disertai gangguan
fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan
osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : Tn. A.R
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Polimak IV
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Papua
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Belum menikah
No. Rekam medis : 417114
Masuk Rumah Sakit : 04/09/2019
Keluar Rumah sakit :-
3.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama : Nyeri pada rahang bawah
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Jayapura dengan keluhan nyeri rahang
bawah dirasakan sejak 30 menit SMRS, akibat KLL. Saat itu pasien
mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helem dengan kecepatan
tinggi dalam keadaan mabuk. Kemudian pasien menabrak bagian belakang
mobil pick up yang terparkir dipinggir jalan. Pasien kemudian jatuh dari
sepeda motor dengan posisi wajah membentur aspal terlebih dahulu.
Pasien mengaku kepalanya juga terbentur aspal. Keluhan disertai dengan
mulut tidak bisa digerakkan dan dirapatkan. Keluhan pingsan (-), mual (-),
muntah (-), Nyeri kepala (-), keluar darah dari hidung (-), keluar darah dari
telinga (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan ini sebelumnya
- Riwayat alergi obat (-)
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat Hipertensi (-).
D. Riwayat kebiasaan
Pasien merupakan seorang wiraswasta memiliki kebiasaan memakan
pinang dan meminum alkohol dan merokok.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
A: Pasien dapat menyebutkan nama dengan baik, clear
C-spine terkontrol.
B: Pergerakan nafas dextra dan sinistra simetris, jejas (-), luka terbuka (-)
retraksi dinding dada (-), RR : 22x/m.
C: Akral hangat, kering, merah, TD 110/70mmHg, N = 88 x/menit, reguler,
kuat angkat
D: GCS 15 (E4V5M6), pupil isokor, refleks cahaya (+/+), lateralisasi (-)
E : Terdapat deformitas asimetris pada regio mandibula (+), ABCD tidak
mengancam.

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda- tanda Vital
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 88x/m
Frekuensi Napas : 22x/m
Suhu badan : 36,80C
SpO2 : 97 %.
Pemeriksaan Kepala danLeher
Kepala : Normocephal, Jejas (-), CA -/-, SI -/-, pupil bulat isokor, diameter
3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
KGB : tidak teraba membesar.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midklavikula sinistra
Perkusi : pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra,
batas kanan ICS IV linea parasternalis dextra,
batas kiri ICS V 2 jari medial linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-).
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : deformitas (-), gibus (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat - / -, edema - /-, vulnus excoriatum - / -perdarahan - / -
Bawah : akral hangat - / -, edema - / - vulnus excoriatum -/-
Status lokalis regio mandibula
Inspeksi : deformitas (+) asimetris, edem (+), warna sama seperti kulit
sekitar,tidak terdapat laserasi kulit.
Intraoral : laserasi mukosa sulkus bukal antara gigi incisivus dan premolar
dextra, hematom sub lingual (+), maloklusi (+) , trismus (+) 1 jari.
Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+), sensibilitas (+).

Gambar 1. Foto Klinis tampilan AP, Lateral kanan, dan Lateral kiri
Gambar 2. Foto Klinis Intraoral

3.4 Pemeriksaan Penunjang


A. Laboratorium

Jenis pemeriksaan Hasil tanggal 21-08-2019/ Nilai Rujukan


17:34 WIT
Hematologi
Hemoglobin 8,7 13,3-16,6
Hematokrit 27,7 41,3-52,1
Leukosit 9,29 3,37-8,38
Trombosit 331 140-400
Eritrosit 4,02 3,69-5,46
Jenis Leukosit
Basofil 1,0 0,3-1,4
Eosinofil 16,4 0,6-5,4
Neutrofil 44,4 39,8-70,5
Limfosit 30,7 23,1-49,9
Monosit 7,5 4,3-10,0

Hasil tanggal 04-09-2019

Jenis pemeriksaan Hasil tanggal Nilai Rujukan


Hematologi
Hemoglobin 10,9 13,3-16,6
Hematokrit 35,5 41,3-52,1
Leukosit 8,26 3,337-8,38
Trombosit 397 140-400
Eritrosit 5,02 3,69-5,46
Jenis Leukosit
Basofil 1,2 1,3-1,4
Eosinofil 19,5 0,6-5,4
Neutrofil 35,6 39,8-70,5
Imfosit 38,4 23,1-49,9
Monosit 5,3 4,3-10,0
Koagulasi
PT (waktu protrombin ) 10,2 10,2-12,1
APTT 26,7 24,8-34,4

B. Foto Thorax Pembacaan Foto Thoraks

 Tulang-tulang / jaringan tak tampak kelainan


 Cor dalam bentuk normal tidak ada
kardiomegali. Tak tampak kelainan pada
corakan bronchovaskuler
 Trakhea posisi, batas –batas dan diameter
dalam batas normal tak tambak penebalan
garis paratracheal
 Mediastinum di tengah tak melebar
 Diagfragma posisi/ bentuk normal dan
sinuscostophrenicus kanan kiri tajam .

Kesan :

Tak tampak kelainan radiologis pada thoraks

C. CT- Scan kepala


3.5 Diagnosis
Closed fracture parasimphis mandibula dextra
3.6 Penatalaksanaan
IVFD RL 20 tpm
inj ceftriaxone 2 gr/12 jam
Inj ketorolac 30 mg /8 jam
Pro konsul Sp.B (pro ORIF)
3.7 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
3.8 Follow UP
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


pasien ini didiagnosis sebagai open fracture parashimpisis mandibula.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama nyeri pada rahang bawah. Pasien
datang ke IGD RSUD Jayapura dengan keluhan nyeri rahang bawah dirasakan
sejak 30 menit SMRS, akibat KLL. Saat itu pasien mengendarai sepeda motor
tanpa menggunakan helem dengan kecepatan tinggi dalam keadaan mabuk.
Kemudian pasien menabrak bagian belakang mobil pick up yang terparkir
dipinggir jalan. Pasien kemudian jatuh dari sepeda motor dengan posisi wajah
membentur aspal terlebih dahulu. Pasien mengaku kepalanya juga terbentur aspal.
Keluhan disertai dengan mulut tidak bisa digerakkan dan dirapatkan. Keluhan
pingsan (-), mual (-), muntah (-), Nyeri kepala (-), keluar darah dari hidung (-),
keluar darah dari telinga (-).Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula
meliputi anamnesa, apabila merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai
mekanisme traumanya atau mode of injury. Pada anamnesis keluhan subyektif
berkaitan dengan fraktur mandibula dicurigai dari adanya nyeri, pembengkakan
oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf mentalis, pembengkakan, memar,
perdarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur atau tanggal, trismus,
ketidakmampuan mengunyah. Selain itu keluhan biasanya disertai riwayat trauma
seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun
riwayat penyakit patologis.
Pada Pemeriksaan fisik ditemukan status lokalis regio mandibula Inspeksi :
deformitas (+) asimetris, edem (+), warna sama seperti kulit sekitar,tidak terdapat
laserasi kulit. Intraoral : laserasi mukosa sulkus bukal antara gigi incisivus dan
premolar dextra, hematom sub lingual (+), maloklusi (+), trismus (+) 1 jari.
Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+), sensibilitas (+).
Pemeriksaan klinis meliputi; pemeriksaan klinis pasien secara umum: pada
umumnya trauma maksilofasial dapat diketahui keberadaannya padapemeriksaan
awal atau primary survey atau pemeriksaan sekunder atau secondary survey.
Pemeriksaan saluran nafas merupakan suatu hal penting karena trauma
dapat saja menyebabkan gangguan jalan nafas. Penyumbatan dapat disebabkan
oleh lidah terjatuhnya lidah ke arah belakang, dapat pula oleh tertutupnya saluran
nafas akibat adanya lendir, darah, muntahan dan benda asing.
Pemeriksaan lokal fraktur mandibula, antara pemeriksaan klinis ekstraoral,
tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan
pembengkakan. Sering pula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat jelas
deformasi dari kontur mandibula yang bertulang. Jika terjadi perpindahan tempat
dari fragmen-fragmen pasien tidak bisa menutup geligi anterior dan mulut
menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering kelihatan menyangga rahang
bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur darah menetes dari sudut
mulut pasien. Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah
kondilus pada kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah
mandibula. Bagian-bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah fraktur,
demikian pula terjadnya perubahan kontur dan krepitasi tulang, Pemeriksaan
klinis intraoral, setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan dari mulut.
Sulkus bukal diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Hematoma
didalam sulkus lingual akibat trauma rahang bawah hampir selalu patognomonik
fraktur mandibular.
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini adalah CT scan Skull AP/lateral
diperoleh kesan terdapat diskontinuitas pada bagian parasimpisis mandibula.
Tatalaksana pasien ini langkah awal bersifar kedaruratan karena merupakan
pasien trauma yaitu primary surver setelah semua clear, kemudian immobilisasi
sementara dengan dilanjutkan dengan terapi definitif meliputi close reduction
yaitu pro ORIF pada regio mandibula.
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas atau airway, pernafasan atau breathing, sirkulasi
darah termasuk penanganan syok atau circulation, penanganan luka jaringan
lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak.
Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif. Penanganan fraktur
mandibula secara umum dibagi menjadi dua metoda yaitu reposisi tertutup dan
terbuka.
DAFTAR PUSTAKA

1. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A.


(2007). Management of Mandibular Fractures. Available at
http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf. Diakses pada tanggal
19 September 2017
2. Soepardi E A, Iskandar N. (2006). Buku ajar ilmu kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Bab VII, hal 132-156. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
3. Snell R. S. (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
4. Sjamsuhidajat, Jong W D. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2, penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta.
5. Banks Peter, Fraktur Pada Mandibula Menurut Killey, Alih Bahasa
Wahyono, Edisi Ketiga, Gajah Mada University Press, 1992, 1-79
6. Barrera J. E, Batuello T. G. (2010). Mandibular Angle Fractures:
Treatment. Available at http://emedicine.medscape.com/article/868517-
treatment. Diakses pada tanggal 20 September 2017
7. Soule William., Mandible Fractures,
http://www.emedicine...o/topic423.htm. Diakses pada tanggal 10 Oktober
2019

Anda mungkin juga menyukai