Oleh:
Intannia S.Ked
0120840277
PEMBIMBING:
dr. Theo Rompas Sp.B
SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Madya di
SMF Bedah Rumah Sakit Umum Jayapura, yang disusun dan dipresentasikan oleh
:
Nama :
Nim :
Menyetujui,
Pembimbing
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2. Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur.
Kelas I : gigi ada pada kedua bagian garis fraktur, kelas II: gigi hanya ada
pada satu bagian dari garis fraktur, kelas III: tidak ada gigi pada kedua
fragmen, mungkin gigi sebelumnya memang sudah tidak ada (edentulous)
atau gigi hilang saat terjadi trauma.
3. Berdasar arah fraktur dan kemudahan untuk direposisi dibedakan:
Horizontal dan vertikal yang dibagi menjadi favourable dan unfavourable.
Kriteria favourable dan unfavourable berdasarkan arah satu garis fraktur
terhadap gaya muskulus yang bekerja pada fragmen tersebut. Disebut
favourable apabila arah fragmen memudahkan untuk mereduksi tulang waktu
reposisi, sedangkan unfavourable bila garis fraktur menyulitkan untuk
reposisi.
4. Berdasar beratnya derajat fraktur, dibagi menjadi fraktur simple atau closed
yaitu tanpa adanya hubungan dengan dunia luar dan tidak ada diskontinuitas
dari jaringan sekitar fraktur. Fraktur compound atau open yaitu fraktur
berhubungan dengan dunia luar yang melibatkan kulit, mukosa atau membran
periodontal.
5. Berdasar tipe fraktur dibagi menjadi fraktur greenstick atau incomplete.
Fraktur yang tidak sempurna dimana pada satu sisi dari tulang mengalami
fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat. Fraktur greenstick
biasanya didapatkan pada anak-anak karena periosteum tebal. Fraktur
tunggal, fraktur hanya pada satu tempat saja. Fraktur multipel, fraktur yang
terjadi pada dua tempat atau lebih, umumnya bilateral. Fraktur kominutif,
terdapat adanya fragmen yang kecil bisa berupa fraktur simple atau
compound. Selain itu terdapat juga fraktur patologis; fraktur yang terjadi
akibat proses metastase ke tulang, impacted fraktur; fraktur dengan salah satu
fragmen fraktur di dalam fragmen fraktur yang lain. Fraktur atrophic; adalah
fraktur spontan yang terjadi pada tulang yang atrofi seperti pada rahang yang
tidak bergigi. Indirect fraktur; fraktur yang terjadi jauh dari lokasi trauma.
2.4 Etiologi fraktur mandibula
Benturan yang keras pada wajah dapat menimbulkan fraktur mandibula.
Toleransi mandibula terhadap benturan lebih tinggi daripada tulang-tulang wajah
yang lain. Fraktur mandibula lebih sering terjadi daripada fraktur tulang wajah
yang lain karena bentuk mandibula yang menonjol sehingga sensitif terhadap
benturan. Pada umumnya fraktur mandibula disebabkan oleh karena trauma
langsung.
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.
Menurut Kruger, 69% dari fraktur mandibula disebabkan oleh kekerasan fisik,
27% kecelakaan, 2% karena olahraga dan 4% faktor patologik, sedangkan fraktur
patologis dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfekta,
osteomielitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.
2.5 Diagnosis fraktur mandibula
Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa, apabila
merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme traumanya atau
mode of injury, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur
mandibula harus mengikuti kaidah ATLS (Advandce Trauma Live Suport),
dimana terdiri dari pemeriksaan awal atau primary survey yang meliputi
pemeriksaan airway, breathing, circulation dan disability. Pada penderita trauma
dengan fraktur mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan
nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat
perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah.
Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil, dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan secondary survey meliputi: 1. Anamnesis, pada
anamnesis keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula dicurigai dari
adanya nyeri, pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf
mentalis, pembengkakan, memar, perdarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur
atau tanggal, trismus, ketidakmampuan mengunyah. Selain itu keluhan biasanya
disertai riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh,
kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit patologis. 2. Pemeriksaan klinis
meliputi; A. pemeriksaan klinis pasien secara umum: pada umumnya trauma
maksilofasial dapat diketahui keberadaannya padapemeriksaan awal atau primary
survey atau pemeriksaan sekunder atau secondary survey.
Pemeriksaan saluran nafas merupakan suatu hal penting karena trauma dapat
saja menyebabkan gangguan jalan nafas. Penyumbatan dapat disebabkan oleh
lidah terjatuhnya lidah ke arah belakang, dapat pula oleh tertutupnya saluran nafas
akibat adanya lendir, darah, muntahan dan benda asing. Pemeriksaan lokal fraktur
mandibula, antara pemeriksaan klinis ekstraoral, tampak diatas tempat terjadinya
fraktur biasanya terjadi ekimosis dan pembengkakan. Sering pula terjadi laserasi
jaringan lunak dan bisa terlihat jelas deformasi dari kontur mandibula yang
bertulang. Jika terjadi perpindahan tempat dari fragmen-fragmen pasien tidak bisa
menutup geligi anterior dan mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien
sering kelihatan menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah
bercampur darah menetes dari sudut mulut pasien. Palpasi lembut dengan ujung-
ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus pada kedua sisi, kemudian
diteruskan kesepanjang perbatasan bawah mandibula. Bagian-bagian melunak
harus ditemukan pada daerah-daerah fraktur, demikian pula terjadnya perubahan
kontur dan krepitasi tulang, Pemeriksaan klinis intraoral, setiap serpihan gigi yang
patah harus dikeluarkan dari mulut. Sulkus bukal diperiksa adanya ekimosis dan
kemudian sulkus lingual. Hematoma didalam sulkus lingual akibat trauma rahang
bawah hampir selalu patognomonik fraktur mandibular. Pemeriksaan penunjang;
pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Foto Rontgen
untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap pemeriksaan radiologis
diharapkan menghasilkan kualitas gambar yang meliputi area yang dicermati
yaitu daerah patologis berikut daerah normal sekitarnya.
2. Foto Eisler
Foto ini dibuat untuk pencitraan mandibulabagian ramus dan korpus, dibuat
sisi kanan atau kiri sesuai kebutuhan.
3. Town′s view
Dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma dan mandibula.
4. Foto Reverse Town′s view
dilakukan untuk melihat adanya fraktur neck condilus mandibula terutama
yang displaced ke medial dan bisa juga untuk melihat dinding lateral dari
maksila.
5. Foto Panoramic
disebut juga pantomografi atau rotational radiography dibuat untuk
mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan sampai kondilus
kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi maksila.
Keuntungan panoramic adalah, cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi
yang rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita
trismus. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang jelas
daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intraoral.
6. Temporomandibular Joint.
pada penderita trauma langsung daerah dagu sering didapatkan kondisi pada
dagu baik, akan tetapi terjadi fraktur pada daerah kondilus mandibula
sehingga penderita mengeluh nyeri daerah TMJ bila membuka mulut, trismus
kadang sedikit maloklusi. Pada pembuatan foto TMJ standard biasanya
dilakukan proyeksi lateral buka mulut atau Parma dan proyeksi lateral tutup
mulut biasa atau Schuller.
7. Orbitocondylar view; dilakukan untuk melihat TMJ pada saat membuka
mulut lebar, menunjukkan kondisi strutur dan kontur dari kaput kondilus
tampak dari depan.
8. CT Scan; Pemeriksaan ini dilakukan pada kasus emergency masih belum
merupakan pemeriksaan standart. CT Scan terutama untuk fraktur
maksilofasial yang sangat kompleks.
2.6 Penatalaksanaan Fraktur Mandibula
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas atau airway, pernafasan atau breathing, sirkulasi
darah termasuk penanganan syok atau circulation, penanganan luka jaringan
lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak.
Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif. Penanganan fraktur
mandibula secara umum dibagi menjadi dua metoda yaitu reposisi tertutup dan
terbuka. Pada reposisi tertutup atau konservatif , reduksi fraktur dan imobilisasi
mandibula dicapai dengan menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular.
Reposisi terbuka bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan, segmen
direduksi dan difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat atau plat
yang disebut wire atau plate osteosynthesis. Teknik terbuka dan tertutup tidak
selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadang-kadang dikombinasi. Pendekatan ketiga
adalah merupakan modifikasi dari teknik terbuka yaitu metode fiksasi skeletal
eksternal. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula selalu diperhatikan prinsip-
prinsip dental dan ortopedik sehingga daerah yang mengalami fraktur akan
kembali atau mendekati posisi anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi yang
baik.
Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu,
penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada
garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal
pin fixation. Indikasi untuk closed reduction antara lain: a. fraktur komunitif
selama periosteum masih utuh sehingga dapat diharapkan kesembuhan tulang, b.
fraktur dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat dimana rekontruksi soft
tissue dapat digunakan rotation flap dan free flap bila luka tersebut tidak terlalu
besar. c. edentulous mandibula, d. fraktur pada anak-anak, e. fraktur condylus.
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed reduction
adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur
daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula. Keuntungan
dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka komplikasi lebih rendah dan
waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini dapat dikerjakan di tingkat poliklinis.
Kerugiannya meliputi fiksasi yang lama, gangguan nutrisi, resiko ankilosis TMJ
atau temporomandibular joint dan masalah airway. Beberapa teknik fiksasi
intermaksiler antara lain;
a. teknik eyelet atau ivy loop, penempatan ivy loop menggunakan kawat 24-
gauge antara dua gigi yang stabil dengan menggunakan kawat yang lebih
kecil untuk memberikan fiksasi maksilomandibular (MMF) antara loop ivy.
Keuntungan teknik ini, bahan mudah didapat dan sedikit menimbulkan
kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya
mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus waktu
digunakan untuk fiksasi intermaksiler.
b. teknik arch bar, indikasi pemasangan arch bar adalah gigi kurang atau tidak
cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila dan didapatkan
fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi
sesuai dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris.
Keuntungan penggunaan arch bar adalah mudah didapat, biaya murah,
mudah adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan
keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat digunakan
pada penderita dengan edentulous luas.
c. Reposisi terbuka (open reduction); tindakan operasi untuk melakukan
koreksi deformitas maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah
dengan melakukan fiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat
(wire osteosynthesis) atau plat (plat osteosynthesis) . Indikasi untuk reposisi
terbuka (open reduction): a. displaced unfavourable fraktur melalui angulus,
b. displaced unfavourable fraktur dari corpus atau parasymphysis, c.
multiple fraktur tulang wajah, d. fraktur midface disertai displaced fraktur
condylus bilateral. Tehnik operasi open reduction merupakan jenis operasi
bersih kontaminasi, memerlukan pembiusan umum. Keuntungan dari open
reduction antara lain: mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen
tulang yang lebih baik. kerugiannya adalah biaya lebih mahal dan
diperlukan ruang operasi dan pembiusan untuk tindakannya.
2.7 Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya
jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula
adalah infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat menyebabkan berbagai
komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering
mengalami gangguan penyembuhan fraktur, baik itu malunion ataupun nonunion.
Keluhan yang diberikan dapat berupa rasa sakit dan tidak nyaman yang
berkepanjangan pada sendi rahang atau temporo mandibular joint oleh karena
perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini
tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot sekitar
wajah juga dapat memberikan respon nyeri.
Ada beberapa faktor resiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun
nonunion. Faktor resiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang
kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan
otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada
mandibula akan mengakibatkan asimetris wajah dan dapat juga disertai gangguan
fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan
osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
BAB III
LAPORAN KASUS
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda- tanda Vital
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 88x/m
Frekuensi Napas : 22x/m
Suhu badan : 36,80C
SpO2 : 97 %.
Pemeriksaan Kepala danLeher
Kepala : Normocephal, Jejas (-), CA -/-, SI -/-, pupil bulat isokor, diameter
3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
KGB : tidak teraba membesar.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midklavikula sinistra
Perkusi : pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra,
batas kanan ICS IV linea parasternalis dextra,
batas kiri ICS V 2 jari medial linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-).
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : deformitas (-), gibus (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat - / -, edema - /-, vulnus excoriatum - / -perdarahan - / -
Bawah : akral hangat - / -, edema - / - vulnus excoriatum -/-
Status lokalis regio mandibula
Inspeksi : deformitas (+) asimetris, edem (+), warna sama seperti kulit
sekitar,tidak terdapat laserasi kulit.
Intraoral : laserasi mukosa sulkus bukal antara gigi incisivus dan premolar
dextra, hematom sub lingual (+), maloklusi (+) , trismus (+) 1 jari.
Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+), sensibilitas (+).
Gambar 1. Foto Klinis tampilan AP, Lateral kanan, dan Lateral kiri
Gambar 2. Foto Klinis Intraoral
Kesan :
PEMBAHASAN