Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung
arti kondisi patologik.Vertebra servikal, torakal, dan lumbal membentuk
kolumna vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis tengah. Skoliosis
adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping, yang
dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun lumbal
(pinggang). Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi
bengkok ke samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok
benjolan yang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang.
Bentuk skoliosis yang paling sering dijumpai adalah deformitas tripanal
dengan komponen lateral, anterior posterior dan rotasional. Skoliosis dapat
dibagi atas dua yaitu skoliosis struktural dan non struktural (postural). Pada
skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi
terhadap beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang
pendek, atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk
atau dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang. Pada skoliosis
struktural terapat deformitas yang tidak dapat diperbaiki pada segmen tulang
belakang yang terkena. Komponen penting dari deformitas itu adalah rotasi
vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.
Penyakit ini juga sulit untuk dikenali kecuali setelah penderita meningkat
menjadi dewasa. Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14
tahun mengalami skoliosis, 40-60% diantaranya ditemukan pada anak
perempuan. Scoliosis adalah kira-kira dua kali lebih umum pada anak-anak
perempuan daripada anak-anak lelaki. Ia dapat dilihat pada semua umur,
namun lebih umum pada mereka yang lebih dari 10 tahun umurnya. Scoliosis
adalah turunan atau warisan dimana orang-orang dengan scoliosis adalah lebih
mungkin mempunyai anak-anak dengan scoliosis. bagaimanapun, tidak ada

1
korelasi antara keparahan dari lekukan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi dan prognosis dari scoliosis?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari
scoliosis
1.4 Manfaat Tujuan
1.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu
Rehabilitasi Medik pada khususnya.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian rehabilitasi medik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk


skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,
costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan
serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi
tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian
5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.

Gambar.1 : Tulang belakang (sumber: Atlas of Human Anatomy, Frank H. Netter,


4th Edition, 2006, Saunders Elsevier, ISBN-13:978-1-4160-3385-1)

3
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebra Cervicalis
Vertebra cervicalis ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak.Veterbrata
cervicalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinosus paling
panjang.
Atlas (C1) adalah vertebra cervicalis pertama dari tulang belakang. (Gbr.3) Atlas
bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak
dan tulang belakang dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang
lebih besar. C1 dan C2 bertanggung jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi
kepala. Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah
lengkungan dan dua massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral
pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina
melintang terletak pada aspek lateral.
Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsatikularis memisahkan unggulan
dari proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid) atau sarang
adalah struktur 2 sampai 3 cm cortico cancellous panjang dengan pinggang
menyempit dan ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala)
dari tubuh vertebra.
b. Vertebra Thoracalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk jantung,
berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thoraks.
c. Vertebra Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,berjumlah 5
buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar
ukurannya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Os. Sacrum
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana ke 5
vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os. Coccygeal
Terdiri dari tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter.
Bebeapa segmen ini membentuk 1 pasang saraf cocygeal.

4
Gambar.2 : Tipe tulang vertebra: cervical-thoracal-lumbar-sacrum (Sumber: Atlas
of Anatomy, Anne M. Gilroy, MA,Brian R. M,,Thieme Medical Publishers Inc,
New York, 2008)

Gambar.3 : Atlas-Axis (Sumber: The Skeleton: an Ordered Assembly of Bones:


physioweb.org,2010)

5
Lengkung kolumna vertebralis kalau dilihat dari samping maka kolumna
vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior yaitu
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal
melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung
kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan
pelvis,disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya
kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengan
kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul
dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke
anterior adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika anak-anak
mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan
lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta
mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis yaitu sebagai penunjang badan yang
kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga ke depan perantaraan tulang
rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan
memungkinkan membongkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna
untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti
waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belakang
terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan,
menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas posterior
yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medulla
oblongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir
diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medulla spinalis
meruncing sebagai konus medularis, dan kemudian sebuah sambungan tipis dari
piameter yang disebut filum terminale, yang menembus kantong durameter,
bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang
sekitar 45 cm ini,pada bagian depannya dibelah oleh fisura anterior yang dalam,
sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah fisura sempit.

6
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan cervikal dan
lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota
badan atas dan bawah dan plexus dari daerah thoraks membentuk saraf-saraf
interkostalis. Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasi
antara otak dfan semua bagian tubuh dan brgerak refleks.
Untuk terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut:
1. Organ sensorik: menerima impuls, misalnya kulit
2. Serabut saraf sensorik: mengantarkan impuls-impuls tersebut menujusel-
sel dalam ganglion radix posterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada
kornu posterior mendula spinalis
3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung
menghantarkan impuls-impuls menuju kornu anterior medula spinalis.
4. Sel saraf motorik: dalam kornu anterior medula spinalis yang menerima
dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut motorik.
5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls
saraf motorik
6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada
daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis
beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen danotot-otot pada kedua
anggota gerak bawah, serta paralisis spinter pada uretra dan rectum.

7
Gambar 4 : Fungsi dari setiap segmen tulang belakang
Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan
faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang
terdapat pada tulang servikal antara lain adalah :
1. Ligamentum Flava
Serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan memperluas antara
bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari sumbu ke sacrum..
Namanya Latin untuk "ligamen kuning," dan ini terdiri dari elastis jaringan ikat
membantu mempertahankan postur tubuh ketika seseorang sedang duduk atau
berdiri tegak. Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses spinosus
dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke bawah dari
belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk dua sejajar,
bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga mencakup dari C2,
vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari sacrum, tulang ditumpuk
pada dasar tulang belakang di panggul. Pada ujung atas, setiap flavum ligamentum
menempel pada bagian bawah lamina dari vertebra di atasnya. lamina ini adalah

8
proyeksi horizontal pasangan tulang yang membentuk dua jembatan mencakup
ruang antara pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan proses spinosus
belakangnya. Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus
menonjol ke belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap
garis tengah tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya,
mereka membentuk melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang
belakang .

Gambar 5 : Spinal Ligament-ligamentum Flavum


2. Ligamentum nuchae
Ligamentum nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis
fibroelastic garis tengah. Ia meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke punggung
C7 dan menempel pada bagian median dari puncak occipital eksternal,
tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah leher rahim,
ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic dari otot leher rahim yang
berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai dalam, otot-otot ini
adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius, dan serratus posterior superior.
Juga anatomi, dan mungkin penting secara klinis, ligamen telah ditemukan
memiliki lampiran berserat langsung dengan dura tulang belakang antara tengkuk
dan C1.

9
3. Zygapophyseal
Zygapohyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh
manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairan-
cairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan tulang
rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang
berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan
meluncur.
4. Atlantoaxial ligamentum posterior
Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas,
untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina dari
sumbu.
5. Atlantoaxial ligamentum anterior
Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas bawah
lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini diperkuat di
garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan tuberkulum pada
lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan merupakan kelanjutan ke
atas dari ligamentum longitudinal anterior.
6. Ligamentum longitudinal posterior
Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis, dan
membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari tubuh
sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk sakrum.
ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada ruang disk
intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi patologis
tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram tulang
belakang.
7. Ligamentum transversal dari atlas
Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di
cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan
lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi dua
bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi untuk transmisi
dari medula spinalis dan membran dan saraf aksesori.

10
The atlanto-occipital joints are the two articulations between the convex occipital condyles of the
occipital bone and the slightly concave superior articular facets of the atlas (C1). The atlantoaxial
joints are the two lateral and one medial articulations between the atlas (C1) and axis (C2)

Gambar 6 : ligament craniovertebral (Sumber: Atlas of Anatomy, Anne M.


Gilroy, MA,Brian R. MacPherson, 2008,Thieme Medical Publishers Inc, New
York, ISBN 978-1-60406-062-1)

11
2.1 Definisi
Scoliosis adalah kurvatura abnormal dari tulang belakang. Dimana terlihat
tulang belakang bengkok ke sisi kiri atau kanan (kurvatura lateral) lebih dari 10o
pada foto X-Ray berdiri disertai rotasi dari vertebra.
Gambaran khasnya adalah deformitas secara 3 dimensi kolum tulang
belakang dan tulang iga yaitu; kurvatura ke lateral pada potongan koronal,
pengurangan kiposis pada potongan sagital dan rotasi pada potongan aksial dan
dapat berkembang sebagi berikut:
1. Sebagai kurva primer saja (menyerupai huruf C)atau
2. Sebagai dua kurva (kurva primer dan diikuti dengan kurva sekunder sebagai
kompensasi dan berbentuk huruf S)

Gambar 4. Gambran 3 dimensi pasien dengan scoliosis


2.3 Epidemiologi

12
Stirling dkk, mnemukan hampir 16,000 pasien berumur antara 6-14 thn di
Inggris pertahun (Cobb angle >10°) (Stirling, 1996). Prevalensi scoliosis tertinggi
(1.2%)ditemukan pada umur 12-14 tahun. Data ini menunjukkan bahwa seleksi
scoliosis sebaiknya difokuskan pada usia ini.
Umur puncak pertumbuhan biasanya 16 tahun, diperkirakan terdapat
scolisosis 2-3% dari populasi dengan cobb angle > 10 derajat, dan makin
berkurang sesuai dengan peningkatan derajat kurva. Secara umum perbandingan
antara wanita dan pria 3,6: 1, makin dominan pada wanita seiring dengan
meningkatnya kurva

2.4 Biomekanika Scoliosis


Tulang belakang normal adalah lurus dalam bidang coronal dan memiliki
dua kurva pada bidang sagital. Daerah thorax memiliki cembung ke posterior
(kyphosis) dan cembung ke anterior (lordosis) pada daerah lumbal, serta tidak ada
pembengkokan ke lateral. Kelainanan dini yang timbul pada scoliosis idiopathic
adalah pada jaringan lunak, yaitu pemendekan otot dan ligamen pada sisi cekung
dan baru kemudian terjadi pada tulang.
Skoliosis adalah kelainan yang kompleks dengan karakteristik adanya
lekukan kelateral dan rotasi vertebra. Sesuai kelanjutan penyakit, vertebra dan
processus spinosus di daerah kurva mayor akan berputar menuju kurva yang
cekung. Angulasi dan rotasi juga akan mengakibatkan perubahan pada elemen
posterior. Pada sisi cekung, pedikel dan lamina akan memendek dan menebal.
Processus transversus pada sisi cekung juga akan memendek dan menebal. Sendi
facet pada sisi cekung tertekan dan akan lebih cepat mengalami perobahan
degeneratif. Processus spinosus akan terus berputar ke arah yang cekung dan iga
akan mengikuti putaran dari vertebra tersebut. Iga bagian posterior di daerah yang
cembung akan terdorong ke posterior, menyebabkan gambaran tipikal rib hump
yang terlihat pada skoliosis torakal. Iga di bagian anterior pada sisi cekung akan
terdorong ke anterior. Rib hump ini akan bertambah berat, jika apex terletak di
atas Th7 karena scapula akan ikut terdorong dan menambah deformitas. Pada

13
daerah lumbal penonjolan pada sisi cembung disebabkan oleh processus
Transversus yang lebih tegak oleh rotasi corpus vertebra.

Gambar 5. Gambaran rib hump


Diskus akan mengalami penyempitan pada sisi yang concav dan meluas pada
sisi yang convex.
Canalis spinalis akan mengalami penyempitan pada sisi concav, namun
penekanan medulla spinalis jarang terjadi meskipun pada kasus yang berat, namun
dapat menimbulkan perubahan fisiologis meliputi:
 Penurunan kapasitas paru akibat penekanan rongga torak pada sisi yang
convex.
 Pada scoliosis dengan kurva ka lateral kiri, jantung akan bergeser kearah
bawah dan ini akan dapat mengakibatkan obstruksi intrapulmonal yang dapat
menimbulkan pembesaran jantung kanan
2.5 Etiologi

14
1. Faktor genetik
Pada 80% pasien scoliosis penyebabnya tidaklah diketahui dengan pasti
dan dinamakan dengan idiopathic scoliosis, dan 65% merupakan bentuk
scoliosis struktural, namun beberapa studi memperlihatkan bahwa peningkatan
insiden scoliosis pada pasien dengan riwayat keluarga menderita scoliosis,
namun sampai saat ini gen ataupun produk gen yang bertanggung jawab
terhadap kelainan ini masih belum diketahui.

2. Kelainan fisik
Para peneliti menyelidiki kemungkinan ketidak seimbangan pertumbuhan
tulang dan otot yang yang mengakibatkan kecendrungan untuk terjadinya
suatu scoliosis. Antara lain:
Ketidak seimbangan otot sekitar tulang belakang yang mengakibatkan
distrosi spinal pada saat pertumbuhan. Arkus kaki yang tinggi, dimana
pada salah satu penelitian tingginya insiden arkus kaki yang tinggi pada
pasien dengan scoliosis. Ini menggambarkan bahwa gangguan
keseimbangan memegang peranan pada beberapa kasus
3. Tissue defisiensies
Dimana ditemukan pada pasien dengan gangguan otot seperti pada
Duchene muscular dystrophy, cendrung terjadi suatu scoliosis. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya ketidak seimbangan antara tulang dan otot.,
dimana akan terjadi distorsi spinal pada saat pertumbuhan.
4. Gangguan CNS
Gangguan pada otak, medulla spinalis, dan otot akan menimbulkan
scoliosis, dimana terjadi ketidak seimbangan dan gangguan fungsi vestibular
5. Faktor biologi
Beberapa faktor biologi yang berpengaruh pada scoliosis antara lain,
abnormalitas dari kolagen, contohnya

15
Enzim matrix metalloproteinase ditemukan kadarnya lebih tinggi pada
diskus pasien dengan scoliosis yang dapat menimbulkan degenerasi
dari diskus.
Melatonin suatu hormone yang diproduksi oleh kelenjar pineal
dimana pada binatang percobaan yang dilakukan pinealectomy terjadi
insiden scoliosis yang tinggi
2.6 Klasifikasi Scoliosis
2.6.1 Nonstruktural Scoliosis
Tulang belakang yang secara struktural normal, tetapi tampil bengkok. Hal
ini disebabkan karena adanya kondisi atau penyakit lain yang
mendasarinya. Pada jenis ini tidak timbul rotasi pada vertebra. Tipe ini
tidak progresif, dan dapat dikoreksi atau over koreksi pada lateral bending
film ke arah sisi cembung.
Beberapa penulis membaginya lagi dalam
Postural Scoliosis
Akan hilang saat pasien melakukan forward bending.
Compensatory scoliosis
Biasanya karena adanya leg length discrepancy, dan akan hilang saat
pasien duduk, termasuk disini:
- sciatic scoliosis
- hysterical scoliosis
- inflammatory scollosts
Untuk- tiga Jenis yang terakhir, kadang disebut sebagai transient struktural
scoliosis.
2.6.2 Struktural Scoliosis
Kurva tulang belakang tidak hanya dari samping ke samping, namun juga
mengalami rotasi, tulang belakang terpuntir. Dimana pada puntiran ini satu
sisi dari tulang iga tertekan keluar, sehingga terbentuk punuk iga (rib-cage
deformity , atau rib- hump). , sedangkan sisi lainnya yang terpuntir akan
tertekan oleh iga.
a. Idiopathic scollosis (70-80% dari seluruh kasus)

16
Infantile scoliosis
Timbul pada usia kurang dari 3 tahun. Tipe ini sangat jarang, lebih
sering ditemukan di Eropa.
Juvenile scoliosis
Timbul pada usia antara 3 sampai 10 tahun.
Adolescent scoliosis
Timbul setelah usia 10 tahun, dan merupakan tipe yang paling sering
timbul dari seluruh kasus.
b. Congenital scoliosis
Timbul akibat suatu kelainan congenital dari tulang belakang.
1. Kelainan dengan canalis vertebralis terbuka
meningo myelocele
spinu bifida
2. Kelainan dengan canalis vertebralis tertutup
diastematomnyelia
hemivertebra, vertebral bar, vertebral coalition
c. Kelainan neuromascular
1. Neuropathic
Lesi upper motor neuron
o cerebral palsy
o spino cerebellar degeneration
o syringomelia
o tumor dan trauma sumsum tulang belakang
Lesi lower motor neuron
o Poliomyelitis
o Progresive spinal muscular dystrophy
2. Myopathic
o muscle dystrophy
o myotonia atrophica
o mytonia congenital

17
d. Neurofibromatosis
e. Lain-lain
1. Kelainan mesenchymal
o Marfan's syndrome
o Morquio’s syndrome
o Rheumatoid arthritis
o Osteogenesis imperfecta
o Certain dwarves
2. Trauma
o Fracture
o Irradiation
o Surgery
2.7 Patofisiologi
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut scoliosis ini berawal dari
adanya syaraf – syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas –
ruas tulang belakang. Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang
belakang berada pada garis yang normal yang bentuk nya seperti penggaris
atau lurus. Tetapi karena suatu hal, diantaranya kebiasaan duduk yang miring,
membuat sebagian syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang
menjadi kebiasaan, maka syaraf itu bahkan akan mati. Ini berakibat pada
ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang belakang. Oleh karena itu, tulang
belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau seperti huruf S atau pun
huruf C.
2.8 Gejala dan Tanda
Dari riwayat penyakitnya, pertama-tama tidak dikeluhkan adanya nyeri.
Biasanya skoliosis baru disadari oleh orangtua ketika anak beranjak besar,
yaitu terlihat keadaan bahu yang tidak sama tinggi, tonjolan skapula yang
tidak sama, atau pinggul yang tidak sama. Pada keadaan ini, biasanya derajat
pembengkokan kurva sudah lebih dari 30 derajat.
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, antara lain :

18
* Berdiri tegak, untuk melihat adanya :
o Asimetri bahu, leher, tulang iga, pinggul, skapula
o Plum line (kesegarisan antara leher dan pinggul)
o Body arm distance (jarak antar lengan dengan badan)
* Membungkuk, untuk melihat adanya :
o Rotasi (perputaran dari tulang punggung)
o Derajat pembungkukan (kifosis)
* Mengukur perbedaan panjang tungkai bawah (leg length discrepancy)
* Mencari :
o Kelenturan sendi
o Sinus-sinus pada kulit
o Hairy patches
o Palpable midline defects
2.9 Diagnosis
2.9.1 Anamnesis
Secara umum, anamnesis harus menyingkirkan penyebab potensial
scoliosis yang lain dan dapat memperkirakan derajat kematangan skeletal.
Anamnesis meliputi umur dan jenis kelamin. Perlu ditanyakan adanya riwayat
skoliosis dalam keluarga penderita karena tendensi untuk menderita adalah 20
kali lebih besar. Keluhan nyeri biasanya jarang ditemukan, tetapi jika
diperhatikan, biasanya penderita. dengan skoliosis akan lebih cepat lelah/pegal
bila terlalu lama duduk atau berdiri.
Pada pasien dengan deformitas lanjut, biasanya sudah akan mengeluh
adanya deformitas, bentuk badan yang asimetris dan keluhan kosmetis
lainnya. Status kesehatan saat itu juga didokumentasi, seperti nyeri, gejala
neurologis, kondisi jantung dan paru dan sistem organ lain. Selain itu perlu
dicatat mengenai riwayat kesehatan umum seperti penyakit sebelumnya,
operasi, trauma, riwayat selama dalam kandungan, cacat lahir dan terapi yang
sudah diterima.
2.9.2 Pemeriksaan Fisik

19
Screening di sekolah pada usia resiko tinggi. Di Amerika, screening
dilakukan pada siswa tahun kelima setiap 6-9 bulan sekali sampai usia matur
pada skeletal. The Spine Society of Australia merekomendasikan screening
untuk skoliosis dilakukan pada anak sekolah tahun ke 7 dan 9. Pemeriksaan
screening ini hanya.memakan waktu 1 menit untuk setiap anak, dengan
pemeriksaan berdiri (dilihat dari belakang) dan membungkuk (forward
bending test.Adam's Test.). Anak membuka. baju, dan bagi anak perempuan
dapat tetap, memakai bra.

Gambar 6. Adam's forward bend test

20
A. Pemeriksaan khusus
Baju dan alas kaki penderita harus dilepas. Penderita pada posisi
berdiri, tungkai bawah rapat, kepala tegak dan melihat ke depan, kedua
lengan tergantung santai di sisi badan.
a. Dilihat dari belakang:
Asimetri bahu
Pada penderita yang belum kompensasi akan terlihat bahu
pada sisi cembung akan lebih tinggi.
Penonjolan scapula.
Pembengkokan tulang belakang terlihat jelas dengan
memberi tanda pada masing masing processus spinalis.
Jarak antara badan dan lengan tak sama.

Gambar 7. Scoliosis dari belakang


Penonjolan rib hump pada sisi cembung, terutama pada apex di atas C7, karena
scapula ikut terdorong.
Garis pinggang atau tinggi pinggul tak sama. Pinggang pada sisi
cembung rata, terlihat penuh dan lekuk pinggang hilang. Pada
scoliosis lumbal terdapat penonjolan paravertebra pada sisi
cembung kurva pinggang.

21
Dilihat adanya deviasi kepala dan leher terhadap celah lekuk
pantat.
Pelvic obliquity
Kedua tungkai dinilai apakah sama panjang.
b. Dilihat dari depan
Dapat dilihat asimetris pada bahu dan payudara. Pada bagian yang
cembung, akan terlihat payudara lebih menonjol.

B. Pemeriksaan neurologik.
Harus juga diperiksa terhadap gangguan neorologik, seperti
pemeriksaan reflek, sensasi, fungsi motorik
C. Inclinometer (Scoliometer).
Diambil saat pasien membungkuk kedepan, Scoliometer
diletakkan pada punggung dan diukur derajat ketinggian apek.

Gambar 8. Pengukuran dengan Scoliometer


Pemeriksaan Imaging
b. X-Rays
Saat ini merupkana suatu pemeriksaan yang murah untuk menegakkan
diagnosis scoliosis. Yang dapat dinilai pada pemeriksaan X Ray antara
lain:
Kurva
 Major kurva

22
 Minor kurva
 Double kurva
 Level
 Apek
 Panjang kurva
 Letak kurva kiri atau kanan

Gambar 9. Beberapa pola skoliosis

Gambar 10. Scoliosis dengan Double Major Curve


Pengukuran sudut

23
 Risser-Fergusosn
Yang diukur adalah sudut yang dibentuk olch garis dari pusat (center)
vertebra batas atas ke pusat dari apek, dengan garis dari pusat vertebra
batas bawah ke pusat dari apek,
 Cobb
Ditarik garis lurus yang melalui tepi (end plate) atas vertebra batas
atas dan tepi bawah vertebra batas bawah. Sudut Cobb adalah sudut
vang dibentuk oleh perpotongan garis tersebut, atau perpotongan garis
yang ditarik tegak lurus terhadap kedua garis tersebut. Scoliosis
Research Society's Committee on Terminology memilih cara ini
sebagai sebagai cara yang lebih baik Jika end plate sukar ditentukan,
garis dapat melalui atas atau bawah pedikel. Yang penting adalah harus
dicatat, vertebra mana yang dipilih dalam mengukur, karena
pengukuran berikutnva untuk fiollow-up harus menggunakan level
yang sama Tingkat kesalahan pengukuran dengan menggunakan level
yang sama adalah 3-5o oleh pemeriksa yang sama, dan 5-7o untuk-
perneriksa yang berlainan.

24
Gambar 11. Pengukuran sudut Cobb
Rotasi dinilai berdasarkan metode Perdriolle atau Nash-Moe pada apex
dari kurva. Cara Nash-Moe adalah dengan menilai hubungan antara
pedikel dengan garis tengah

25
Gambar 12. Mcnghitug besarnya rotasi pada skoliosis dcngan
metode Nash-Moc
 Penilaian maturitas dengan foto pelvis AP
Foto ini untuk menilai maturitas dari skeletal dengan menilai capping
iliac apophysis. Bila telah tejadi capping dan fusi, berarti pertumbuhan
tulang telah berhenti

Gambar 13. Risser Sign


c. Magnetic Resonance Imaging.(MRI) . MRI merupakan suatu
pemeriksaan lanjut yang berguna untuk menilai kelainan di medulla
spinalis, dan batang otak, pasien dengan nyeri yang progresif. Namun

26
pemeriksaan ini cukup mahal. Terutama diperlukan sebelum
melakukan tindakan operasi

Gambar 14. Syringomyelia, suatu keadaan yang mungkin berhubungan dengan


scoliosis.

Sebelum melakukan tindakan terapi sebaiknya dinilai jenis kurva scoliosis,


antara lain dengan menggunakan:
1. Klasifikasi King-Moe
Klasifikasi ini digunakan untuk memutuskan apakah akan dilakukan
instrumentasi untuk torak, lumbar atau kombinasi keduanya., namun
kelemahannya hanya menggunakan bidang koronal saja untuk penilaiaanya.

The King Moe type I


Terdapat double kurva pada daerah torak dan lumbar, yang menonjol pada
saat pemeriksaan fisik, kedua kurva melintasi garis tengah. Kedua kurva bersifat
struktural. Pengobatan klasik untuk tipe I ini fusi spinal pada pada kedua kurva
baik pada daerah toraka maupun lumbal .

27
King-Moe Type II
Pada tipe ini juga terdapat double kurva pada torak dan lumbal, pada
pemeriksaan terlihat penonjolan yang minimal pada aderah lumbal, kedua kurva
juga melintasi garis tengah, bagaimanpun kurva pada daerah lumbar lebih
fleksibel. Disini sebenarnya kurva primer strukturalnya terdapat pada daerah
torakal, sedangkan kurva kompensasinya terdapt pada daerah lumbal. Pada tipe ini
penting sekali untuk melakukan koreksi pada daerah torakal, dan jangan
melakukan fusi pada daerah lumbal yang memeperlihatkan kemungkinan akan
terjadi koreksi spontan setelah koreksi pada bagian torakal.
King-Moe Type III
Pada tipe ini terdapat kurva pada derah torakal tampa kurva kompensasi
pada daerah lumbal dengan kata lain ini adalah kurva torakal simple, kalaupun ada
kurva lumbal, namun tidak melintasi garis tengah. Pada tipe ini dapat dilakukan
fusi pada derah torakal saja, baik secara posterior maupun anterior
King-Moe Type IV
Pada tipe ini terdapat kurva yang sangat panjang pada daerah torak, dan
biasanya setinggi L4 akan kembali pada garis tengah. Tipe menyerupai huruf C
panjang ini paling baik dikoreksi dengan pendekatan instrumentasi posterior.
Koreksi pada daerah inferior tergantung pada gambaran bending pengambilan X-
ray dimana terlihat bagian vertebrae pada posisi netral.
King-Moe Type V
Pada tipe ini kedua kurva terdapat pada derah torakal, dan sering juga
meluas meliputi daerah servikal, serta kadang-kadang memiliki kurva kompensasi
pada aderah lumbal. Pada King Moe tipe V yang murni terlihat penonjolan
abnormal pada daerah leher dengan penonjolan pada daerah trapezoid. Pada X ray
akan terlihat tilting pada puncak endplate T1. Tindakan yang diambil meliputi
fusi pada daerah upper torakal , jika pasien datang dengan shoulder yang
seimbang tapi mempunyai torak kiri yang kaku atau dengan kurva torakal,
dianjurkan untuk melakukan fusi hanya pada kurva bagian bawah dan akan terjadi
kompensasi pada kurva bagian atas.
2. Klasifikasi Lenke’s

28
Klasifikasi ini terdiri atas enam tipe kurva berdasarkan tiga regional kolum
dari tulang belakang, yaitu: proximal thoracic [PT], main thoracic [MT) dan
thoracolumbar/lumbar [TL/L] yang dibagi menjadi struktural dan nonstruktural
berdasarkan kriteria radiografis yang spesifik dan obyektif pada bidang koronal
dan sagital.

29
Tabel 1. Daftar detail Lenke’s Classification
Klasifikasi ini berdasarkan terapi yang akan dilakukan, dimana daerah
vang struktural harus termasuk dalam. instrumentasi dan fusi, sedang daerah vang
non-struktural tidak termasuk. Kemudian ditambahkan lumbar curve modifier dan
sagittal thoracic modifier. Lumbar curve modifier dinilai berdasarkan posisi apex
dari vertebra lumbal kepada garis vertikal pusat sakral (center sacral vertical
line/CSVL). CSVL adalah garis vertikal yang membagi sakrum dan paralel
terhadap sisi lateral film
A. Garis berada diantara pedikel lumbal sampai vertebra yang stabil
B. Garis menyentuh apex kurva lumbal antara sisi medial pedikel dan sisi
lateral dan corpus.
C. Garis jatuh pada sisi medial dari apex kurva lumbal.
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah:
1. Mencegah progresivitas dan mempertahankan. keseimbangan.
2. Mempertahankan fungsi respirasi kardiologi
3. Mengurangi nyeri dan menjaga kondisi neurologis
4. Kosmetik
Keputusan terapi berdasarkan atas kematangan skeletal dari pasien dan
besarnya. atau derajat dari kurva. Semakin muda pasien dan semakin besar kurva,
makin besar kemungkinan kurva bertambah berat.
Terdapat tiga pilihan dasar dalam terapi:
1. Observasi,
2. Bracing
3. Operasi
Sebenarnya terdapat opsi lain seperti traksi, stimulasi listrik, fisioterapi dan
lainnya, tetapi tidak terbukti dapat mengurangi atau mencegah progresifitas.

30
Resiko Progresifitas Kurva

Curve (degree) Growth potential (Risser grade) Risk*

10 to 19 Limited (2 to 4) Low

10 to 19 High (0 to 1) Moderate

20 to 29 Limited (2 to 4) Low/moderate

20 to 29 High (0 to 1) High

>29 Limited (2. to 4) High

>29 High (0 to 1) Very high

*--Low risk = 5 to 15 percent, moderate risk = 15 to 40 percent; high risk = 40 to


70 percent. very high risk 70 to 90 percent.

Tabel 2. Kemungkinan progresifitas kurva(K. ALLEN GREINER, M.D., M.P.H.,


University of Kansas Medical Center, Kansas City, Kansas American Academy of
Family Physicians)

Untuk kurva yang kecil dari 20 derajat, secara umum tindakan yang
dilakukan adalah dengan reevaluasi setiap 4-6 bulan unutk mereka yang umur
kecil dai 16 tahun.
Untuk kurva 20 – 40 derajat, dipergunakan bracing untuk mencegah
perburukan kurva dan jugadilakukan reevaluasi setiap 4-6 bulan

31
Apabila kurva lebih dari 40 derajat pasien akan mengalami kesulitan untuk
duduk, berdiri dan berjalan unutk waktu yang lama, maka untuk memperbaiki
keadaan ini maka tindakan pembedahan lebih dianjurkan.

Panduan pengobatan dan sistim rujukan untuk pasien scoliosis

Curve (degrees) Risser grade X-ray/refer Treatment

10 to 19 0 to 1 Every 6 months/no Observe


10 to 19 2 to 4 Every 6 months/no Observe
20 to 29 0 to 1 Every 6 months/yes Brace after 250
20 to 29 2 to 4 Every 6 months/yes Observe or brace*
29 to 40 0 to 1 Refer Brace
29 to 40 2 to 4 Refer Brace
>40 0 to 4 Refer Surgery**

*If the patient is Risser grade 4, probably only observation is warranted.


**If the patient is Risser grade 4, surgery can be delayed.
Tabel 3. Beberapa pilihan terapi untuk skoliosis (K. ALLEN GREINER, M.D.,
M.P.H., University of Kansas Medical Center, Kansas City, Kansas American
Academy of Family Physicians)
1. Observasi
Kurva yang kurang dari 100 bukan dianggap sebagal skoliosis, tetapi lebih
merupakan asimetris dari vertebra. Kurva seperti ini sangat jarang menjadi
progresif dan pada umumnya tidak memerlukan terapi. Jika anak sangat muda
atau immatur, progresifitas dapat dimonitor lewat check-up reguler oleh dokterya.

32
Jika didapatkan kurva progresif sampai diatas 20', maka. anak dirujuk ke ahli
orthopaedi untuk terapi selanjutnya.
2. Bracing
Bracing dianjurkan pada pasien dengan skeletal yang masih immature
dengan kurva 30° - 40°.

Figure 15 Response of curves to bracing is dependent on curve type

Disini terlihat bahwa pemakaian bracing dengan waktu pemakaian full-


brace wear time (23 jam /hari ) memperlihatkan hasil yang bermakna dan lebih
efektif dalam mengontrol perkembangan scoliosis
Bracing bertujuan untuk menghentikan progresifitas dari kurva, tetapi
tidak mengurangi besarnya kurva yang telah terjadi, Kebanyakan progresifitas
kurva terjadi selama fase perturnbuhan. Sehingga ketika anak telah berhenti
tumbuh, jarang kurva tetap progresif sehingga pemakai brace dapat dihentikan.
Karena kurva hanva akan tetap progresif pada skeletal matur jika besarnya lebih
dari 50 derajat, maka tujuan dari baring ini adalah mencoba agar kurva yang
terjadi pada saat dewasa adalah kurang dari 50'. Brace tidak dipakai lagi pada
anak yang telah matur atau harnpir matur. Biasanya dipakai pada anak perempuan
sekitar 11 - 13 tahun dan anak laki-laki sekitar 12-14 tahun. Pada, urnumnya
bracing diindikasikan pada anak dengan kurva antara 25 - 45 derajat, kecuall jika
progresifitasnya lebih dari derajat atau riwayat kurva progresif dalam keluarga,
pada anak dengan kurva vang kurang darl 250.

33
Tujuan akhir pemasangan bracing adalah penderita mencapai usia skeletal
matur dengan kurva < 50°

Jenis Brace
1. Milwaukee
Brace. ini dikembangkan oleh Walter Blount di Milwaukee Children's
Hospital pada tahun 1944 dan merupakan standar bagi disain y ang lain. Brace ini
didisain untuk mengadakan , traksi antara kepala dan pelvis, dengan gaya translasi
lateral diarahkan melalui padding pada dinding dada. Brace ini merupakan salah
satu yang cocok untuk kurva upper thoracic (apex di atas T8).

Gambar16. Milwaukee brace


2. Boston
Disebut juga under arm brace, lebih popular diandingkan dengan
Mil-waukee karena lebih diterima oleh pasien. Merupakan tipe yang paling umum
darl TLSO, dan lebih banyak digunakan untuk kurva lumbal atau thorakolumbal
(apex di bawah T7 atau T8).

34
Gambar 17. Underarm thoracolumbosacral orthosis (TLSO).

3. Charleston Nighttime Brace


Disebut nighttime, karena hanya dipakat pada malam hari. Brace ini
dicetak dengan pasien bending, sehingga memberikan tekanan dan mendorong
anak melawan arah kurva, dan memberikan gaya koreksi..

Gambar 18. Charleston nightime brace

35
Brace ini dipakal selama 23 jam sehari, sampai matur. Kemudian secara
berangsur brace dilepas 6 jam sehari dalam satu tahun dan berikutnya hanya
dipakai malam hari.
Selama pemakaian brace ini juga harus dilakukan fisioterapiuntuk
pergerakan thorak, fleksibilitas tulang belakang, Muscle strength (terutama untuk
otot perut) dan koreksi postur didepan cermin
4. Terapi Bedah
Indikasi
 Anak masih dalam pertumbuhan (immature) dengan kurva 40 derajat.
 Pada anak yang sudah matur dengan kurva > 50 derajat.
 Kurva mayor yang progressif dengan pemakaian bracing.
 Penderita tidak nyaman/ tidak bias menggunakan brace.
 Penderita dengan gangguan neurologik.
 Gangguan kardiopulmonal yang progresif.
 Gangguan kosmetik yang berat pada bahu dan badan.
Rasionalisasi dari tindakan bedah adalah untuk fusi vertebra sehingga
kurva tidak akan terus membesar sampai dewasa, mengkoreksi gangguan
kosmetik dan mencegah gangguan pemafasan dan sirkulasi

Tujuan yang harus dicapai dalam tindakan bedah :


1. Meluruskan tulang belakang sebanyak masih memungkinkan
2. Mengurangi rib hump
3. Koreksi rotasi
4. Memelihari koreksi yang telah dilakukan
Hal ini hanya dapat dicapai dengan fiksasi rigid dan fusi yang solid

Panduan memilih daerah fusi


Yang difusi adalah kurva struktural, bukan yang non-struktural
Jangan kurang dari seluruh kurva, atau lebih ke atas dan ke bawah
Hindari fusl ke L5 dan sacrum.

36
Hindari fusi di atas T I
Arahkan batas bawah fusi pada garis tengah sacrum
Fusi dilakukan sebisa mungkin sampai tulang belakang netral dan
stabil
Contoh rencana operasi berdasarkan klasifikasi King-Moe

Fuse both curves to lower


King I      No lower than L4 
vertebra   
 Selectively fuse thoracic curve  Lower level at stable (rather than
King II   
only    neutral) vertebra 
King III     Fuse measured thoracic curve     Lower level at first stable vertebra 
King IV     As for king III     Usually stop at L4 
King V     Fuse both thoracic curves     Lower level at stable vertebra

Tabel 5. Rencana fusi berdasarkan Klasifikasi King- Moe ( Orthooteers)

Pilihan tindakan bedah


1. Koreksi Posterior dengan instrumentasi
2. Koreksi anterior dengan instrumentasi
3. Release / fusion Anterior ditambah dengan instrumentatsi posterior
4. Release / fusion Anterior ditambah dengan instrumentatsi posterior
5. Kombinasi anterior dan posterior instrumentasi dan fusi

Harrington rod adalah instrumen klasik yang pertama kali diperkenalkan


sebagai instrumen posterior dalam koreksi skoliosis pada era modern. Harrington
rods menghubungkan vertebra hanya pada ujung atas dan bawah dari rod, dengan
menggunakan hook. Hal ini membuat besarnya fiksasi pada vertebra terbatas.
Kemudian dikembangkan tehnik dimana ditingkatkan fiksasi pada multipel
segmen dari vertebra. Yang paling awal adalah yang diperkenalkan oleh Eduardo
Luque dari Mexico City. la menambahkan sub-laminar wires untuk

37
menghubungkan segmen vertebra dengan rod (Harrington), yang kemudian
dikenal sebagai Harri-Luque Instrumentation atau "Tex-Mex".

Gambar 19. Koreksi dengan Harrington


Cotrel dan dubousset menggunakan multi hook yang memungkinkan distraksi
dan kompresi pada rod yang sama. Dilakukan contouring dari rod pada bidang
sagital, koreksi kurva dengan rotasi dari rod dan segmental fiksasi dengan hook,
meningkatkan kemampuan koreksi kurva dan stabilitas post operatif Saat ini
instrumentasi posterior yang banyak dipakal adalah dengan hook, sublaminar wire
dan pedicle screw, dengan banyak variasinya dan mirip serta tetap menganut pada
sistem Cotrel-Dubousset. Cara lain dalam melakukan koreksi adalah dengan
mengunci bidang cekung pada posisi yang diantisipasi pada rod dan kemudian
mendekatkan vertebra ke arah rod dengan hook atau sub-laminar wire.

38
Gambar 20. Instrumentasi Cotrel-Dubousset (CD)
Pada tahun 1998, Sapardan S melakukan koreksi dengan melakukan
distraksi dan derotasi dengan metoda leeds Leeds dengan menggunakan Cirorth
rod dan sistem hook yang dikenal denagn UI Syatem Semua pasien yang
dilakukan tindakan dengan metode ini bebas nyeri saat mobilisasi dan tidak
terdapat komplikasi neurologik.

Gambar 21. University of Indonesia (UI) System

39
Anterior Approach:
Keuntungan
Karena frontal approach memudahkan prosedur yang dilakukan pada
vertebrae yang lebih tinggi dibandingkan dengan prosedur standar, pasien
mempunyairesiko yang lebih rendah terhadap kejadian low back injury di
kemudian hari. Penelitian juga menunjukkan koreksi dan fungsi lebih baik
dibandingkan dengan kalau hanya dengan posterior approach saja.

Kerugian
Lebih tinggi insiden komplikasi termasuk kolap paru, obstruksi
gastrointestinal, dan pneumonia
 Kerusakan implant 31% dibandingkan 1% pada posterior approach
 Peningkatan resiko hiperkiposis (exaggerated outward curvature
 Lebih tinggi resiko berkembang menjadi pseudoarthrosis, dan false joint
pada tempat fusi.

Gambar 22. Lokasi insisi pada anterior approach.

Secara umum posterior approach masih merupakan Gold Standar untuk koreksi
scoliosis dengan menggunakan instrumentasi Harrington

40
Posterior Approach
Keuntungan:
1. Lebih familier
2. Angka fusi yang sangat baik
3. Koreksi kurva yang baik
4. Komplikasi lebih sedikit
Kerugian:
1. Resiko crankshaft phenomenon (perburukan kurva ) kemudian hari pada
anak preadolescent
2. Tidak selalu dapat mengoreksi hipokiposis (the loss of normal outward
curvature) pada thoracic (upper) spine.
3. Prosedur ini tidak selalu sukses untuk kurva pada daerah
thorakolumbar (pada daerah pertemuan upper and lower spine) dan
mungkin menimbulkan abnormalitas tulang belakang pada tempat
ini.

Gambar 23. Posterior approach untuk koreksi double curve scoliosis (dari Case
Presentation From the Spine Service of the New York University / Hospital for
Joint Diseases Orthopaedic Department
Torakoskopi
Pada saat ini angka morbiditas anterior approach jauh berkurang dengan
dikembangkannya tehnik torakoskopi. Thoracoscopic approaches untuk release

41
dan fusi anterior spinal dilakukan dengan sistim video-assisted thoracoscopic
surgery, (VATS) dimanan mempunyai keuntungan antara lain:
Visualisasi yang sangat baik
Approach yang lebih baik ke ruang interbertebrae

Gambar 24. Pembedahan dengan sistim VAST (National Scoliosis Foundation, 5


Cabot Place, Stoughton, MA 02072 ph:800 - 673 -6922

Endoscopic Surgery
Prosedur endoskopi dikembangkan dari sistim militer yang dikenal dengan GPS
(global positioning system) pada tahun delapa puluhan. Dengan tehnik ini insisi
yang dibuat jauh lebih kecil cukup dengan ukuran 3 X 10 mm, akibtanya
kerusakan jaringan lunak akan minimal, kehilangan darah lebih sedikit, waktu
perawatan yang lebih pendek. Dan kurangnya kejadian skar setelah operasi.

Gambar 25. Instrumentasi, insisi dan tindakan endoskopik surgery untuk koreksi
scoliosis.

42
2.11 Komplikasi
1. Perdarahan
2. Nyeri post operasi
3. Infeksi
4. Kerusakan syaraf
5. Pseudoarthrosis
6. Degenerasi discus dan LBP
7. Komplikasi lainnya:.
Gallstones.
Pancreatitis.
Obstruksi usus.
Komplikasi pada paru dan jantung post operasi perawatan ICU
2.12 Scoliosis Exercise

43
44
2.13 Prognosa
Prognosis tergantung kepada penyebab, lokasi dan beratnya kelengkungan.
Semakin besar kelengkungan skoliosis, semakin tinggi resiko terjadinya
progresivitas sesudah masa pertumbuhan anak berlalu.
Skoliosis ringan yang hanya diatasi dengan brace memiliki prognosis yang
bik dan cenderung tidak menimbulkan masalah jangka panjang selain
kemungkinan timbulnya sakit punggung pada saat usia penderita semakin
bertambah. Penderita skoliosis idiopatik yang menjalani pembedahan juga
memiliki prognosis yang baik dan bisa hidup secara aktif dan sehat.
Penderita skoliosis neuromuskuler selalu memiliki penyakit lainnya yang
serius (misalnya cerebral palsy atau distrofi otot). Karena itu tujuan dari
pembedahan biasanya adalah memungkinkan anak bisa duduk tegak pada
kursi roda.
Bayi yang menderita skoliosis kongenital memiliki sejumlah kelainan bentuk
yang mendasarinya, sehingga penanganannyapun tidak mudah dan perlu
dilakukan beberapa kali pembedahan.

45
Daftar Pustaka

1. Newton PO, Wenger DR: Pediatric spinal defon-nity. Fardon D.F, Garfin SR
(ed): Orthopaedic Knowlwdge Update Spine 2. AAOS 2002.
2. Dangerfield. PHMD, Scoliosis, abnormal curvature of the spine, The
University of Liverpool 2003
3. Dawson, ED, Scoliosisi in adult Orthopaedic SurgeonThe Spine Institute at
Saint John'sSanta Monica, CA, USA, 2003. http://www.spineuniverse.com/
4. Lenke LG, Betz RR, Haher TR (et al): Multisurgeon assessment of surgical
decision-making in adolescent idiopathic scoliosis; curve classification,
operative approach, and fusion levels. Spine Vol.26 No,21 Lippincott Wiliams
& Wilkins 2001.
5. Richardson ML: Approaches To Differential Diagnosis In Musculoskeletal
Imao,ing. University of Washington Department of Radiology hardson, M.D.,
webmaster.
6. Sapardan. S,: Scoliosis Instrumentation Using Spine Reconstruction Plate,
Poster exhibition.http://www.aaos.org/wordhtml/anmt2000/poster/pe225.htm
7. Yvan P,  Carl ,EA,  Hubert L. Three-dimensional imaging for the surgical
treatment of idiopathic scoliosis in adolescents, Canadian Journal of
Surgery. Ottawa: Dec 2002. Vol. 45, Iss. 6;  pg. 453)
8. Allen. K, Adolescent Idiopathic Scoliosis: Radiologic Decision-Making, The
American Academy of Family Physicians. University of Kansas Medical
Center, Kansas City, Kansas. 2002
9. Bian, V., Reamy.,Adolescent Idiopathic Scoliosis: Review and Current
Concepts
The American Academy of Family Physicians. University of Kansas Medical
Center, Kansas City, Kansas. 2001
10. Picetti, G., Spinasanta, S.,: Thoracosopy in the Treatment of Scoliosis, Dept.
of Orthopedics, University of CaliforniaSan Francisco, CA, USA 2003
http://www.spineuniverse.com/

46
11. Enrico ,T.,: Case presentation of scoliosis surgery, Spine Service of the New
York University / Hospital for Joint Diseases Orthopaedic Department. 2003
12. Fardon.FD,: Scoliosis, A.D.A.M., Inc. is accredited by URAC, 2003
http://www.ucdmc.ucdavis.edu/ucdhs/health/az/68Scoliosis/doc68support.htm
l

47

Anda mungkin juga menyukai