Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
Kanalikulitis adalah infeksi kronis pada kanalikuli lakrimalis yang
disebabkan oleh Actinomyces israelii, Candida albicans, atau spesies
aspergillus. Lebih sering terjadi pada kanalikuli inferior pada orang dewasa,
dan menyebabkan konjungtivitis purulen sekunder (Budiono S., Saleh, T. T.,
Moestidjab, dan Eddyanto, 2013).
Kanalikulitis meliputi infeksi primer dan inflamasi sistem saluran
lakrimal, terutama pada bagian kanalikuli. Berbagai macam etiologi telah
dikaitkan dengan infeksi ini, diantaranya bakteri, jamur, dan beberapa virus.
Kanalikulitis terutama berkaitan erat dengan Actinomyces israelii, bakteri gram
positif anaerob yang sulit diisolasi dan diidentifikasi. Spesies Actinomyces
cenderung menyebabkan infeksi melalui pembentukan ruangan semu (jaringan)
saat kanalikuli terbentuk. Bakteri lain yang menyebabkan kanalikulitis
diantaranya

Arcanobacterium

haemolitycum,

Mycobacterium

chelonae,

Arachia propionica, Nocardia asteroides, Fusobacterium, Lactococcus latis


cremoris, Eikenella corrodens, dan Staphylococcus aureus (Sowka, J,W.,
Gurwood, A.S., Kabat, A.G., 2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan jangka
panjang dari kanalikulitis primer, diantaranya tingkat kecurigaan adanya
kanalikulitis yang masih rendah sehingga menyebabkan tertundanya diagnosis
dan penatalaksanaan dari kanalikulitis (Zaveri dan Cohen, 2014).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aparatus Lakrimalis
2.1.1 Definisi
Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam
produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang
menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata, yang disebarkan
diatas permukaan mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, saccus lacrimalis, dan
ductus nasolacrimalis merupakan komponen ekskresi sistem ini yang
mengalirkan sekret ke dalam hidung (Riordan-Eva, P., & Cunningham, Jr. E. T.
2011).

2.1.2 Embriologi
Kelenjar lakrimal berkembang dari beberapa solid ectodermal buds di
superolateral anterior orbita. Cabang tunas dan saluran ini, membentuk duktus
dan alveoli. Kelenjar lakrimal ini kecil dan tidak berfungsi sepenuhnya sampai

sekitar 6 minggu setelah lahir. Ini menjelaskan mengapa bayi yang baru lahir
tidak memproduk siair mata ketika menangis. Pada kehamilan akhir minggu
kelima terbentul alur nasolakrimal antara nasal dan tonjolan maksila.
Pembentukan saluran kearah bawah secara lengkap terjadi pada saat kelahiran.
Kegagalan pembentukan saluran pada bagian bawah akan menyebabkan
terjadinya congenital nasolacrimal duct obstruction. Obstruksi pada ujung
distal (katup Hasner) terdapat pada 50% bayi saat lahir. Katup ini akan terbuka
spontan dalam beberapa bulan pertama kehidupan (Budiono S., Saleh, T. T.,
Moestidjab, dan Eddyanto, 2013).
2.1.3 Sistem Sekresi Air Mata
Volume terbesar cairan air mata diproduksi oleh kelenjar lakrimal
terletak di fossa lakrimalis di kuadran temporal superior orbita. Kelenjar ini
berbentuk almond dibagi dengan lateral horn aponeurosis levator menjadi lobus
orbital yang lebih besar dan lobus palpebral lebih kecil, masing-masing dengan
sistem saluran sendiri mengosongkan ke forniks temporal superior. Lobus
palpebral kadang-kadang bisa dilihat dengan membalik kelopak mata atas.
Persarafan kelenjar utama adalah dari pontine lacrimalis nucleus melalui nervus
intermedius dan sepanjang jalur yang rumit dari divisi maksilaris dari saraf
trigeminal. Kelenjar lakrimalis aksesori, meski hanya sepersepuluh massa
kelenjar utama, memiliki peran penting. Kelenjar Krause dan Wolfring, identik
dalam struktur pada kelenjar lakrimal dengan saluran yang sedikit., berada di
konjungtiva terutama di forniks superior. Unicellule goblet cell, juga tersebar
diseluruh

konjungtiva,

mensekresi

glikoprotein

dalam

bentuk

musin.

Modifikasi sebasea dan kelenjar Meibom dan Zeis dari lid margin berkontribusi
lipid untuk air mata. Kelenjar Moll dimodifikasi kelenjar keringat yang juga
menambah film mata air. Sekresi dari kelenjar lakrimal yang dipicu oleh emosi
atau iritan fisik dan menyebabkan air mata mengalir deras diatas lid margin
(epifora). Kelenjar aksesori dikenal sebagai sekretor dasar, sekresinya

biasanya cukup untuk menjaga kesehatan kornea. Kehilangan sel goblet akan
menyebabkan kekeringan kornea walaupun dengan produksi berlimpah dari
kelenjar lakrimal (Budiono S., Saleh, T. T., Moestidjab, dan Eddyanto, 2013).
2.1.4 Sistem Ekskresi Air Mata
Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, kantung lakrimal, dan
saluran nasolakrimal. Dengan berkedip setiap kelopak mata mendekat mulai
lateral, mendistribusikan air mata secara merata di seluruh kornea, dan mengalir
ke sistem ekskresi pada aspek medial kelopak (Budiono S., Saleh, T. T.,
Moestidjab, dan Eddyanto, 2013).
Ketika air mata membanjiri kantung konjungtiva, akan memasuki
puncta secara parsialoleh daya tarik kapiler. Dengan penutupan kelopak mata,
otot orbikularis pretarsal sekitar ampula berkontraksi. Secara bersamaan
kelopak mata ditarik menuju posterior lacrimal crest dan traksi ditempatkan
pada fasia sekitar kantung lakrimal, menyebabkan kanalikuli memendek dan
menciptakan tekanan negatif di dalam kantung lakrimal. Pemompaan dinamis
ini menarik air mata ke dalam kantong lakrimal, yang kemudia melewati
gravitasi dan elastisitas jaringan melalui saluran nasolakrimal ke dalam meatus
inferior hidung (Budiono S., Saleh, T. T., Moestidjab, dan Eddyanto, 2013).
2.2 Definisi
Kanalikulitis adalah peradangan pada kanalikuli lakrimal yang
disebabkan oleh infeksi (Zaveri dan Cohen, 2014).
Kanalikulitis adalah peradangan pada lakrimal kanalikuli yang
disebabkan oleh infeksi atau sebagai komplikasi dari konkresi yang penyumbat
pungtum. Hal ini sering salah didiagnosis menyebabkan keterlambatan dalam
diagnosis. Kanalikulitis umumnya kondisi unilateral (Usharani L., Kamei, G.L.,
Meitei, C., 2014).

Kanalikulitis adalah infeksi infeksi kronis unilateral yang jarang.


Biasanya disebabkan oleh spesies Actinomyces israelii, candida albicans, atau
aspergigillus sp. Infeksi lebih sering mengenai kanalikulus bawah daripada
atas, khususnya pada orang dewasa, dan menimbulkan konjungtivitis purulen
sekunder yang tidak diketahui etiologinya. Jika tidak diobati, akan berakibat
stenosis kanalikuli. Pasien mengeluh matanya agak merah dan mengganggu,
dengan sedikit tahi mata.punctum biasanya sedikit menonjol dan dapat diperas
keluar dari kanalikulus. Organismenya dapat dilihat secara mikroskopik pada
sediaan apus langsung dari kanalikulus. Kerokan substansi nekrotik pada
kanalikulus yang terkena, diikuti irigasi, umumnya efektif untuk menjaga
terbukanya saluran (Riordan-Eva, P., & Cunningham, Jr. E. T. 2011).
2.3 Etiologi
Kanalikulitis adalah infeksi kronis pada kanalikuli lakrimalis yang
disebabkan oleh Actinomyces israelii, Candida albicans, atau spesies
aspergillus. Lebih sering terjadi pada kanalikuli inferior pada orang dewasa, dan
menyebabkan konjungtivitis purulen sekunder (Budiono S., Saleh, T. T.,
Moestidjab, dan Eddyanto, 2013).
2.4 Patofisiologi
Kanalikulitis meliputi infeksi primer dan inflamasi sistem saluran
lakrimal, terutama pada bagian kanalikuli. Berbagai macam etiologi telah
dikaitkan dengan infeksi ini, diantaranya bakteri, jamur, dan beberapa virus.
Kanalikulitis terutama berkaitan erat dengan Acnomyces israelii, bakteri gram
positif anaerob yang sulit diisolasi dan diidentifikasi. Spesies Actinomyces
cenderung menyebabkan infeksi melalui pembentukan ruangan semu (jaringan)
saat kanalikuli terbentuk. Bakteri lain yang menyebabkan kanalikulitis
diantaranya

Arcanobacterium

haemolitycum,

Mycobacterium

chelonae,

Arachia propionica, Nocardia asteroides, Fusobacterium, Lactococcus latis

cremoris, Eikenella corrodens, dan Staphylococcus aureus (Sowka, J,W.,


Gurwood, A.S., Kabat, A.G., 2010).
Kanalikulitis berkaitan erat dengan pembentukan dakrioit yang
merupakan batu kecil atau konkresi yang mampu menyumbat saluran drainase
lakrimal. Konkresi inilah yang memicu terbentuknya kantung infeksi. Dalam
kantung, organisme-organisme tersebut tidak peka terhadap sifat antimicrobial
dan lapisan film air mata. Benda asing yang terdapat di dalam kanalikuli seperti
alat penyumbat pungtum, dapat menyebabkan reaksi (gejala) yang sama.
Kanalikulitis merupakan infeksi primer dan peradangan pada sistem aliran
lakrimal, pada tingkat kanalikulus tersebut. Beberapa patogen telah dikaitkan
dengan kondisi, termasuk bakteri, jamur dan beberapa virus. Kanalikulitis
terkait dengan Actinomyces israelii, bentuk gram positif anaerob (Sowka, J,W.,
Gurwood, A.S., Kabat, A.G., 2010).
2.5 Gejala Klinis
Umumnya pasien datang dengan keluhan (Budiono et al, 2013; dan AAO,
2005):
1. Mata agak merah dan teriritasi dengan sedikit sekret purulen.
2. Pungtum biasanya memerah, meninggi, dilatasi, dan material dapat
dikeluarkan melalui kanalikuli tersebut.
3. Sensasi gatal pada mata
.
2.6 Penegakan Diagnosis
2.6.1 Gejala Klinis & Pemeriksaan Fisik
Umumnya pasien datang dengan keluhan (Budiono et al, 2013; dan
AAO, 2005) :
1. Mata agak merah dan teriritasi dengan sedikit sekret purulen.
2. Pungtum biasanya memerah, meninggi, dilatasi, dan material
dapat dikeluarkan melalui kanalikuli tersebut
3. Sensasi gatal pada mata.

Gambar 1.

Gambar 2.

Keterangan : Gambar 1. Kanalikuli yang membengkak dan pungtum


yang meninggi; Gambar 2. Ekstraksi konkresi intraoperatif.
Pemeriksaan fisik meliputi palpasi pada kantus medial dan bulu
mata, pemeriksaan slit lamp, dan irigasi lakrimal. Sumbatan pada sistem
lakrimal umum terjadi pada kanalikulitis, dimana pada keadaan normal
kanalikuli masih dapat dialiri normal salin saat dilakukan irigasi.
Menemukan sumbatan pada sistem nasolakrimal sangat penting karena
obstruksi pada saluran lakrimal membutuhkan penatalaksanaan yang
berbeda. Disamping itu, tindakan irigasi dan palpasi dapat melokalisir
perpindahan posisi penyumbat pungtal pada pasien yang memiliki
riwayat pemasangan alat penyumbat pungtal, dimana pemasangan alat
ini umum dilakukan pada kanalikulitis sekunder (Zaveri dan Cohen,
2014).

2.6.2

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopik (refluks sekret purulen dari penekanan
pada kanalikuli dengan cotton bud dapat membantu menegakkan

diagnosis) (AAO, 2005).


Ultrasonografi biomikroskopik (UBM), menunjukkan gambaran
ektasia pada lumen kanalikuli lakrimal. Sinyal berbentuk bintik

yang cukup ekoik tampak pada kanalikuli lakrimal (Tao et al,

2015).
Dakrioendoskopi, digambarkan sebagai salah satu pemeriksaan
penunjang yang cukup bermanfat, terutama pada kasus
kanalikulitis sekunder (Zaveri dan Cohen, 2014).

Keterangan : A. Tanda panah menunjukkan ektasia pada kanalikuli


lakrimal; B. Tanda panah menunjukkan ektasia pada kanalikuli lakrimal,
dan tanda panah dobel menunjukkan Sinyal berbentuk bintik yang
cukup ekoik tampak pada kanalikuli lakrimal.
2.7 Penatalaksanaan
a. Non-farmakologis
2.6.3 Kompres air hangat (AAO, 2005).
b. Farmakologis (Budiono et al, 2013; Riordan-Eva & Cunningham, 2011;
Zaveri dan Cohen, 2014)

1. Antibiotik (sistemik Penisilin, Neomisin topikal, Polimiksin,


Basitrasin, atau Cefazolin; jika memungkinkan pemilihan
antibiotik dilakukan berdasarkan hasil kultur organisme).
2. Irigasi, pasca kuretase.
3. Tingtur yodium, juga dapat diberikan pasca kanalikulotomi.
c. Bedah
Berbagai macam pilihan terapi telah banyak dilaporkan bahwa
terapi

secara

farmakologis

saja

sudah

dapat

menyembuhkan

kanalikulitis, namun beberapa orang berpendapat bahwa kombinasi


antara terapi farmakologis dan bedah dapat memberikan hasil yang lebih
optimal (Francis et al, 2013).
1. Kuretase disertai dengan kanalikulotomi, yang dapat digunakan
pula untuk menegakkan diagnosis (AAO, 2005).
2. Kanalikulotomi umumnya hanya dibatasi pada sisi horizontal
kanalikuli dan mengarah ke permukaan konjungtiva dari kelopak
mata. Insisi dibiarkan terbuka untuk sembuh secara alami
sekaligus mengantisipasi tindakan insisi selanjutnya serta tidak
membutuhkan intubasi silikon. Beberapa tindakan membutuhkan
pewarnaan dengan povidon iodin (Betadine) atau formula
khusus berbahan dasar Penisilin tetes mata secara perioperatif.
Pada kasus rekuren, kanalikulotomi

dikombinasi dengan

intubasi silikon (AAO, 2005).


3. Kanalikuloplasti/pungtoplasti, merupakan salah satu metode
aman yang dapat dilakukan selain terapi farmakologis (Francis
et al, 2013). Sebuah studi terbaru menunjukkan tindakan
kanalikuloplasti dengan intubasi dilakukan dengan tujuan untuk
menghindari timbulnya sekuel post-kanalikulotomi. Teknik ini
berhasil menyembuhkan proses peradangan, menghindari resiko
terbentuknya skar pada sistem lakrimal yang kadang-kadang

diakibatkan oleh tindakan pungtotomi/kanalikulotomi, serta


mencegah proses stasis pada sistem kanalikuli yang dapat
berujung timbulnya rekurensi (Zaveri dan Cohen, 2014)
2.8 Diagnosis banding
Epifora, konjungtivitis (kronik atau rekuren), obstruksi kanalikuli,
dakriosistitis, dan karsinoma kanalikuli lakrimal (Al-Mujaini, Wali, dan AlSenawi, 2009; Francis et al, 2013; AAO, 2005).
2.9 Komplikasi
Stenosis kanalikuli, proliferasi granuloma, migrasi dan/atau ekstrusi
penyumbat pungtal, dakriosistitis, kanalikulitis sekunder (Riordan-Eva &
Cunningham, 2011; Bourkiza dan Lee, 2012).
2.10 Prognosis
Banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan jangka
panjang dari kanalikulitis primer, diantaranya tingkat kecurigaan adanya
kanalikulitis yang masih rendah sehingga menyebabkan tertundanya
diagnosis dan penatalaksanaan dari kanalikulitis. Metode konservatif
memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi, walaupun angka kekambuhannya
mencapai 33% dengan terapi farmakologis saja, terhadap angka
kekambuhan pada kelompok dengan intervensi tindakan bedah yang hanya
mencapai 16%. Sedangkan pada kanalikulitis sekunder, metode konservatif
secara umum tidak menghasilkan tingkat kesembuhan yang sempurna.
Sehingga terapi definitif yang diperlukan adalah kanalikulotomi dengan
kombinasi pelepasan penyumbat pungtal (Zaveri dan Cohen, 2014).

10

BAB 3
RINGKASAN

Kanalikulitis adalah peradangan pada kanalikuli lakrimal yang

disebabkan oleh infeksi.


Etiologi bisa bakteri, jamur, dan beberapa virus. Yang paling berkaitan
dengan kanalikulitis adalah bakteri gram positif anaerob Actinomyces

israelii.
Lebih sering terjadi pada kanalikuli inferior pada orang dewasa, dan
menyebabkan konjungtivitis purulen sekunder.

11

Kanalikulitis berkaitan erat dengan pembentukan dakrioit yang


merupakan batu kecil atau konkresi yang mampu menyumbat saluran

drainase lakrimal.
Prognosis berdasarkan angka kekambuhan yang tergantung pada
penatalaksanaannya. Pada pasien dengan terapi konservatif saja angka
kekambuhan lebih tinggi (33%) dibandingkan dengan

intervensi

tindakan bedah yang hanya mencapai 16%.

Daftar Pustaka
AAO (American Academy of Ophtalmology). 2005. Orbit, Eyelids, and
Lacrimal System. Chapter 14 : Evaluation and Management of the
Tearing Patient, p. 276.
Al-Mujaini, A., Wali, U., dan Al-Senawi, R. 2009. Canaliculitis : Are we
missing

the

diagnosis?.

Clinical

Images.

Oman

Journal

of

Ophtalmology, Vol 2, No. 3.

12

Bourkiza, R. dan Lee, V. 2012. A Review of the Complications of Lacrimal


Occlusion with Punctal and Canalicular Plugs. Review Article. Informa
Healthcare.
Budiono S., Saleh, T. T., Moestidjab, dan Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya : Airlangga University Press, pp. 48-49.
Francis, I. L., Ramalingam, M., Ali, N. A. M., Joshi, N., Chinniah, T. R.,
Prabhu, K., et al. 2013. Actinomyces naeslundii : a rare cause of
chronic purulent canaliculitis. Case Report. Brunei Int Med J 9 (2), pp.
118-121.
Riordan-Eva, P., & Cunningham, Jr. E. T. 2011. Vaughan & Ashburys General
Ophtalmology, Eighteenth Edition. Chapter 4 : Lids & Lacrimal
Apparatus. USA : McGraw Hill Medical, pp. 80-81.
Sowka, J,W., Gurwood, A.S., Kabat, A.G., 2010. The handbook of Ocular
Disease Management, twelfth edition, pp. 104.
Tao, H., Xu, L.P., Han, C., Wang, P., dan Bai, F. 2015. Diagnosis of lacrimal
canalicular diseases using ultrasound biomicroscopy : a preliminary
study. Int J Ophtalmol, Vol 7, No. 4, pp. 659-662.
Usharani L., Kamei, G.L., Meitei, C., 2014. Lacrimal canaliculitis. IOSR
Journal of Dental and Medical Sciences. Vol. 13, pp. 10.
Zaveri, J. dan Cohen, A. J. 2014. Lacrimal canaliculitis. Saudi Journal of
Ophtalmology 28, pp 3-5.

13

Anda mungkin juga menyukai