Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

GLAUKOMA

Oleh:
Asya Aprilianti Dwiputri (030.14.021)
Febrianty Rachmadyana Fitri (030.13.074)

Pembimbing:
dr. Adri Subandiro, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOESELO SLAWI
PERIODE 5 NOVEMBER – 7 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah sehingga peneliti dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Glaukoma” dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini
dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Anestesi di RSUD
Dr. Soeselo Slawi Periode 5 November – 7 Desember 2018.

Selama penulisan referat ini penulis memperoleh banyak dukungan,


bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Adri S, Sp. M selaku pembimbing yang telah memberikan


kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Mata di RSUD Dr. Soeselo Slawi.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Dr. Soeselo Slawi
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Dr. Soeselo
Slawi
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki kekurangan, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak agar referat ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini
dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh
pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis lainnya
dan masyarakat pada umumnya.

Slawi, November 2018

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat:

GLAUKOMA

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Dr. Soeselo Slawi

periode 5 November – 7 Desember 2018.

Disusun oleh:

Asya Aprilianti Dwiputri (030.14.021)

Febrianty Rachmadyana Fitri (030.13.074)

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Adri Subandiro, Sp. M selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu mata diRSUD Dr. Soeselo Slawi

Slawi, November 2018

dr. Adri Subandiro, Sp. M

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1

1.1 Latar Belakang .....................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................2

2.1 Anatomi Bilik Mata Depan ..................................................................2

2.2 Fisiologi ..............................................................................................5

2.2.1 Aquoeus Humor ........................................................................5

2.2.2 Tekanan Intra Okular ................................................................7

2.3 Glaukoma .............................................................................................7

2.3.1 Definisi ......................................................................................7

2.3.2 Epidemiologi ..............................................................................7

2.3.3 Klasifikasi ..................................................................................8

2.3.3.1 Glaukoma primer sudut terbuka ....................................8

2.3.3.2 Glaukoma primer sudut tertutup..................................14

2.3.3.3 Glaukoma primer kongenita ........................................17

2.3.3.4 Glaukoma sekunder .....................................................19

iii
BAB III KESIMPULAN ......................................................................................21

3.1Kesimpulan .........................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................22

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Glaukoma adalah keadaan neuropati optik yang ditandai oleh degenerasi


progresif saraf optic yang dapat menimbulkan keluhan seperti kelainan lapang
pandang yang khas dan atrofi dari papil nervus optic.(1) Glaucoma sering
dihubungan dengan tekanan intraocular yang tinggi yang dapat disebabkan oleh
berbagai sebab seperti adanya hambatan pengeluaran cairan bola mata (aqueous
humor), kerusakan saraf optik seperti gangguan suplai darah ke saraf optic dan
kelemahan/masalah saraf optiknya sendiri. Glaucoma juga dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor resiko seperti bertambahnya usia, faktor keturunan, myopia tinggi,
diabetes mellitus, dan hipertensi.(2)
Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaucoma primer dan sekunder.
Glaucoma primer sendiri dibagi menjadi primary open angle glaucoma (glaucoma
sudut terbuka/kronis/simpleks), primary angle closure glaucoma (glaucoma sudut
tertutup/akut/kongestif), dan kongenial dimana ditemukan sejak dilahirkan.
Sedangkan glaucoma sekunder terjadi akibat penyakit mata lain.(2)
Gejala glaucoma sering tidak disadari penderita atau menyerupai gejala
penyakit lain, sehingga kebanyakan penderita kurang menyadari bahwa dirinya
menderita glaucoma dan baru terdiagnosis ketika telah lanjut bahkan telah terjadi
kebutaan total. Glaukoma sendiri merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak
setelah katarak di seluruh dunia. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang
diakibatkan glaukoma bersifta permanen, atau tidak dapat diperbaiki
(irreversible). Berdasarkan data WHO tahun 2010 diperkirakan sebanyak 3,2 juta
orang mengalami kebutaan akibat glaucoma.(2)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi Sudut Bilik Mata Depan

Bilik mata depan adalah suatu ruang yang berisi humor akuos, terletak
diantara kornea dan iris atau didalam limbus kornea. Limbus kornea adalah bagian
yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membrane Descemet dan
membrane Bowman, lalu ke posterior dan kedalam mengelilingi kanal Schlemm
dan trabekula sampai ke COA . Terdapat struktur penting yang terletak dibagian
tepi dari bilik mata depan yang disebut dengan sudut bilik mata depan, jadi sudut
bilik mata depan adalah sudut yang dibentuk oleh kornea dan iris yang dapat
dilihat dengan pemeriksaan gonoskopi.(3)

Jaringan Trabekulum
Merupakan lembaran firoseluler yang berbentuk pita menyerupai jala-jala.
Terletak posterior dari garis Schwalbe dan anterior dari Skleral Spur, pada
potongan melintang berbentuk segitiga.(4)
Jala-jala trabekulum terdiri dari: (4)

2
 Trabekula Uveal:
Jaringan uvea merupakan bagian paling dalam, yang dimulai dari pangkal
iris dan badan siliar meluas ke anterior sampai garis Schwalbe. Serabut
berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleralspur (insersi
dari m. siliaris). Susunan pita-pita trabekulum jaringan uvea membentuk
lubang-lubang dengan diameter 25 – 75 mikron.
 Trabekula Korneoskleral:
Jaringan korneoskleral adalah bagian terbesar yang terletak ditengah.
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan menuju
kebelakang, mengelilingi kanal Schlemm untuk berinsersi pada sklera.
Jala-jala trabekulum merupakan tumpukan batang-batang fibroseluler yang
mana diantaranya membentuk lubang-lubang berbentuk oval, sirkular
maupun romboid dengan diameter sekitar 5 – 50 mikron. Setiap batang
firoseluler terbentuk dari inti kolagen yang dilapisi oleh matriks fibril tipis
dan sel endotel pada bagian luarnya.

Kanalis Schlemm
Suatu saluran berbentuk oval, mengelilingi lingkaran sudut bilik mata
depan. Bagian dalamnya dilapisi oleh satu lapis sel endotel yang memiliki Giant
Vacuol. Sisi luar saluran ini terbenam dalam stroma limbus kornea, sedangkan sisi
dalam berhubungan dengan bilik mata depan melalui jaringan trabekulum. Pada
sisi bagian dalam terdapat lubang-lubang yang menghubungkan trabekula
langsung dengan kanal Schlemm. Kanalis Schlemm berhubungan dengan sistim
vena melalui saluran kolektor berjumlah sekitar 25 – 35 buah yang
beranastomosis membentuk Deep Scleral Plexus. Pleksus tersebut akan
mengalirkan akuos humor dari kanalis Schlemm ke vena siliaris anterior dan vena
episklera. Sebagian saluran kolektor ada menuju sklera tanpa melalui pleksus,
langsung bermuara pada vena-vena konjungtiva. Pada pemeriksaan dibagian
limbus kornea, tampak sebagai pembuluh halus subkonjungtiva yang berisi cairan
jernih. Sebanyak 80 – 90% akuos humor akan keluar dari dalam bola mata masuk
kedalam kanalis Schlemm, sedangkan 10 – 20% akan keluar dari bola mata

3
melalui berkas otot siliaris dan sela-sela sklera yang disebut dengan Uveo-Scleral
Junction.(3)
Skleral Spur
Merupakan bagian dari sklera yang menonjol dan menjadi dasar dari
kanalis Schlemm. Pada bagiana posterior menjadi tempat insersi pars longitudinal
otot siliaris.(3)
Badan Siliaris
Korpus siliaris membentang sepanjang 6 mm dari ujung anterior koroid ke
pangkal iris, pada potongan melintang berbentuk segitiga. Korpus siliaris dibagi 2,
yaitu pars plikata atau korona sepanjang 2 mm dibagian anterior yang berombak-
ombak dan pars plana yang landai sepanjang 4 mm dibagian posterior.(4)
Pars Korona diliputi 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris.
Berbentuk seperti gerigi dimana bagian yang menonjol (processus cilliaris)
berwarna putih karena tak mengandung pigmen dimana berfungsi menghasilkan
aqueus humor dan makanan untuk kornea dan lensa, pada processuse siliar juga
keluar serat-serat zonula zinii yang merupakan penggantung lensa. Sedangkan
dilekukannya berwarna hitam, karena mengandung pigmen. Di dalam badan siliar
terdapat 3 macam otot siliar yang berjalan radier, sirkuler, dan longitudinal
Lapisan longitudinal merupakan lapisan otot terluar, dimana serat ototnya
menyusup kedalam anyaman trabekulum. Kontraksi otot ini akan menyebabkan
pelebaran anyaman trabekulum sehingga aliran keluar akuos humor menjadi lebih
lancar. Lapisan otot sirkuler terletak paling dalam di bagian anterior korpus
siliaris, berjalan paralel bersama limbus. Fungsinya untuk mengerutkan dan
relaksasi zonulla Zinn pada proses akomodasi. Lapisan longitudinal dan sirkular
otot siliar akan dihubungkan satu dengan yang lain oleh lapisan ketiga, yaitu
lapisan radial. Sedangkan pars Plana terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot
dengan pembuluh darah dan diliputi epitel.(4)

4
2.2 Fisiologi
2.2.1 Aqueous Humor
Akuos homor adalah cairan jernih berfungsi untuk mendukung struktur
bola mata, memberikan nutrien untuk kornea dan lensa. Akuos humor hanya
mengandung 80% glukosa bila dibandingkan dengan plasma, sedikit protein,
namun kadar asam askorbatnya tinggi. Akuos humor sendiri diproduksi sebesar
2,5 µL/menit oleh processus siliaris yang termasuk ke dalam badan cilliaris pars
korona melaui 3 mekanisme, yaitu: (5)

1. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi merupakan awal dari proses pembentukan akuos humor.
Cairan plasma akan keluar dari dinding kapiler pembuluh darah, jaringan
ikat jarang dan lapisan sel epitel berpigmen dari prosesus siliaris lalu
cairan akan difiltrasi dan terkumpul dibelakang sel-sel epitel tidak
berpigmen prosesus siliaris. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan darah
dalam pembuluh darah siliaris, tekanan osmotik plasma, dan tekanan intra
okuler.
2. Sekresi
Sekresi adalah proses aktif, dimana untuk memindahkan substansi tertentu
melaui ‘blood aqueous barrier’ yang dipengaruhi oleh ikatan yang erat
antara sel-sel epitelium tidak berpigmen menuju bilik mata belakang
memerlukan energi. Energi berasal dari hidrolisis adenosin trifosfat ( ATP
) yang akan digunakan oleh Na-K-ATPase untuk mensekresikan bahan-
bahan melawan perbedaan konsentrasi antara cairan hasil filtrasi dengan
akuos humor. Belum diketahui dengan pasti ion apa saja yang turut terlibat
dalam proses transport ini. Sampai saat ini, yang baru diketahui adalah
keterlibatan ion Natrium, Kalium, dan Bikarbonat. Dalam transport aktif
ini, juga melibatkan enzim Karbonik Anhidrase yang berfungsi
mengkatalisir perubahan CO2 dan H2O menjadi H+ dan HCO3 -. HCO3-
ini sangat diperlukan dalam proses sekresi aktif akuos humor.

5
3. Difusi
Pada transport aktif proses sekresi, ion Na akan dipindahkan kedalam bilik
mata belakang. Akibatnya tekanan osmotiknya lebih tinggi dari cairan
hasil filtrasi. Adanya perbedaan tekanan osmotik ini akan mengakibatkan
terjadinya pergerakan air dari reservoir stroma menuju bilik mata
belakang.

Setelah mencapaik bilik mata belakang, akuos humor akan menuju ke sudut bilik
mata depan melalui pupil dan dapat melalui 2 jalur untuk akhirnya mencapai
pleksus vena, yaitu:(4)

1. Jalur Konvensional atau Jalur Trabecular


80% – 90% akuos humor akan keluar melalui jalur ini. Setelah sampai di
sudut bilik mata depan, akuos humor akan melewati jaringan trabekulum
yaitu trabecular meshwork dan sleral spur masuk kedalam kanalis
Schlemm lalu ke vena-vena episklera melewati saluran kolektor.
2. Jalur Inkonvensional atau Uveo-Scleral Junction
10% - 20% akuos humor akan keluar dari sudut bilik mata depan melalui
korpus siliaris lalu melalui ruang suprakoroid untuk mencapai aliran vena.

6
2.2.2 Tekanan Intra Okular
Tekanan intra okular dipengaruhi oleh keseimbangan antara produksi dari
badan siliar dan pengaliran keluarnya melaluisudut bilik mata depan yang juga
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti keadaan sudut bilik mata depannya
sendiri, trabekula, kanal schlemm, dan keadaan tekanan didalam vena. Didalam
populasi secara umum tekanan yang normal berkisar antara 11 – 21 mmHg yang
dapat diukur dengan menggunakan tonometri. Meskipun demikian terdapat variasi
seperti pada glaukoma primer sudut terbuka, dimana depngaruhi oleh waktu
terjadinya pemuncakan tekanan. (4)

2.3 GLAUKOMA
2.3.1 Definisi
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “Glaukos” yang memounyai arti
hijau kebiruan, yang memberi warna pada pipil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah keadaan neuropati optik yang ditandai oleh degenerasi progresif saraf optik
yang ditandai dengan cupping pada disk optic dan bisa sampai mencapai
kehilangan penglihatan. Glaucoma biasanya dihubungkan dengan tekanan intra
okular yang tinggi, dan secara umum tekanan mata yang tinggi inilah yang
menyebabkan kerusakan saraf mata (optik).(1,6)

2.3.1 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak
di seluruh dunia. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan laukoma
bersifta permanen, atau tidak dapat diperbaiki (irreversible), berdasarkan data
WHO tahun 2010 diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan
akibat glaucoma. Sebagian besar glaucoma merupakan glaucoma primer. Orang
keturunan Asia lebih sering menderita glaucoma sudut tertutup, sedangkan
keturunan Afrika dan Eropa lebih sering menderita glaucoma sudut terbuka.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang pernah didiagnosis
glaucoma oleh tenaga kesehatan di Indonesia sebesar 0,46%, tertinggi di provinsi
DKI Jakarta sebesar 1,85%.(2)

7
2.3.1 Klasifikasi
Glaukoma primer :

a. Dewasa : Glaukoma simpleks (sudut terbuka, kronis)


Glaukoma akut (sudut tertutup)
b. Kongeita/juvenil

Glaukoma sekunder

2.3.3.1 Glaukoma sudut terbuka

Definisi

Merupakan penyakit glaukoma dengan onset ditemukan pada orang dewasa dan
umumnya terjadi secara bilateral.(7) Dan dikarakteristikkan dengan:

 Tekana intraokuler >21 mmHg


 Sudut anterior chamber yang terbuka
 Bola mata tenang
 Adanya ganggua lapang pandang
 Panggaungan dan atrofi saraf optik yang spesifik
 Perjalanan penyakitnya yang lambat progresif

Perjalanan penyakit dari glaukoma sudut terbuka lambat dan jarang disertai
dengan keluhan. Keluhan yang dapat terjadi berupa nyeri kepala yang hilang
timbul, melihat gambaran pelangi disekitar cahaya lampu (halo). Oleh karena itu
pada penderita berumur 40 tahun atau lebih dengan keluhan tersebut sebaiknya
dilakukan pengukuran tekanan intraokuler.(8) Bila tekanan intraokuker lebih dari
20 mmHg, harus dilakukan pemeriksaan skrining glaukoma seperti tonometri,
lapang pandang, oftalmoskopi, gonioskopi, tes provokasi, dan tonografi.

Faktor resiko(7)
a. Tekanan intraokuler (TIO) yang meningkat,
Secara umum dinyatakan bahwa tekanan bola mata yang lebih tinggi akan
lebih memungkinkan terhadap peningkatan progresifitas kerusakan diskus

8
optikus, walaupun hubungan antara tingginya tekanan bola mata dan
besarnya kerusakan, sampai saat ini masih diperdebatkan.
b. Usia
Glaukoma primer sudut terbuka paling umum terjadi pada individu usia
lanjut
c. Ras
Glaukoma primer sudut terbuka secara signifikan lebih sulit dikontrol pada
individu kulit hitam dibanding dengan individu kulit putih
d. Riwayat glaukoma di keluarga
Berdasarkan penilitan survei yang dilakukan resiko glaukoma empat kali
lebih tinggi pada saudara kandung dan dua kali lebih tinggi pada
keturunan.
e. Miopia
Mata dengan keadaan miopia diketahui berhubungan dengan
meningkatnya insidens glaukoma sudut terbuka, hal tersebut di spekulasi
disebabkan oleh faktor mekanik khususnya di area optic disc
f. Penyakit sistemik
Insiden dari glaukoma sudut terbuka primer seringkali dihubungkan
dengan dua penyakit sistemik, yaitu Diabetes Mellitus dan Hipertensi
arterial. Sehubungan dengan hal tersebut dilaporkan bahwa glaukoma
sudut terbuka primer prevalensinya akan meningkat 3 kali lebih tinggi
pada Diabetes Mellitus daripada non Diabetes Mellitus. Berdasarkan
penelitian studi kasus–control, ditemukan perbedaan resiko-relatif antara
penderita hipertensi yang diobati dengan tanpa pengobatan hipertensi.1
g. Gradien tekanan translaminar
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tekanan intraokular
dengan tekanan cerebrospinal fluid di rongga orbita dapat meningkatkan
perkembangan dan prograsifitas dari kerusakan glaukoma, hal ini dapat
dihubungkan dengan deformasi di lamina cribosa

9
Patogenesis

Menurut etiologinya glaukoma sudut terbuka primer adalah salah satu bentuk
glaukoma primer, yang ditandai oleh terganggunya atau terjadinya hambatan
outflow cairan akuos melewati trabecular meshwork. Hambatan ini terjadi akibat
hilang atau berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, namun
mekanisme kejadiannya masih belum diketahui secara jelas dan sampai saat ini
masih menjadi obyek penelitian.(9) pada glaukoma sudut terbuka primer terjadi
pengurangan atau menghilangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork,
disertai penebalan lamela daerah uvea dan korneo-skeral. Penebalan tersebut akan
menimbulkan penyempitan ruang antar-trabekulum yang berakhir dengan
penutupan, sehingga terjadi hambatan outflow cairan akuos.(10)

Diagnosis

 Tonometri
Pada glaukoma sudut terbuka, tekanan intraokuler tidak terlalu tinggi.
Diketahui pada glaukoma simpleks terdapat 4 tipe variasi diurnal :

10
Flat type Rising type

Double variation Falling type

Falling type : puncak terdapat pada waktu bangun tidur


Rising type : puncaknya didapat pada malam hari
Double variation : puncaknya pada jam 9 pagi dan malam hari
Flat type : sepanjang hari sama
Salah satu tanda yang menunjukkan adanya glaukoma simpleks adalah
adanya perbedaan tekanan intraokuler 4 mmHg atau lebih di antara kedua
mata. Suatu variasi diurnal pada satu mata dengan perbedaan yang melebihi 5
mmHg, dianggap menunjukkan kemungkinan glaukoma simpleks, meskipun
tekanannya masih dalam batas normal.

 Pemeriksaan lapang pandang


Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandang perifer belum menunjukkan
adanya kelainan, namun lapang pandang sentral sudah menunjukkan adanya
macam-macam skotoma. Jika glaukoma sudah berlanjut, lapang pandang
perifer juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari
bagian nasal atas, yang kemudian bersatu dengan kelainan yang ada di
tengah; yang dapat menimbulkan tunnel vision.(7)
 Pemeriksaan oftalmoskopi
Pada glaukoma sudut terbuka terdapat penggaungan dan atrofi papil nervus
optikus, karena adanya degenerasi yang disebabkan oleh insufisiensi
vaskular.

11
 Pemeriksaan Gonioskopi
Gonioskopi, digunakan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan
yang dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris, yang diantaranya
terdapat jalinan trabekular. Dengan gonioskopi dapat dibedakan glaukoma
sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga dapat dilihat apakah terdapat
perlekatan iris bagian perifer ke depan.
 Tonografi
 Tes provokasi

Penatalaksanaan
Medikamentosa

o Parasimpatomimetik : miotikum, memperbesar outflowa.

Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd 1 tetes sehari

Eserin 1/4-1/2 %, 3-6 dd 1 tetes sehari

Pemberiannya sebaiknya disesuaikan dengan variasi diurnal, yaitu diteteskan


pada waktu tekanan intraokular menaik. Eserin sebagai salep mata dapat
diberikan malam hari. Efek samping dari obat-obat ini; meskipun dengan
dosis yang dianjurkan hanya sedikit yang diabsorbsi kedalam sirkulasi
sistemik, dapat terjadi mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis yang lebih
tinggi dapat menyebabkan : keringat yang berlebihan, salivasi, tremor,
bradikardi, hipotensi.(11)

o Simpatomimetik : mengurangi produksi humor akueus.

Epinefrin 0,5%-2%, 2 dd 1 tetes sehari.

Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi.

o Beta-blocker (penghambat beta), menghambat produksi humor akueus.

Timolol maleat 0,25-0,5% 1-2 dd tetes sehari.

12
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma,
payah jantung kongestif. Nadi harus diawasi terus. Pada wanita hamil, harus
dipertimbangkan sebelum memberikannya .Obat ini tidak atau hanya sedikit,
menimbulkan perubahan pupil, gangguan visus, gangguan produksi air mata,
hiperemi.

o Carbon anhydrase inhibitor (penghambat karbonanhidrase), menghambat


produksi humor akueus.

Asetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet ( diamox, glaupax).

Pada pemberian obat ini timbul poliuria

Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni,


granulositopeni, kelainan ginjal

Operasi

Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru dilakukan bila :

1. tekanan intraokular tak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg


2. lapang pandangan terus mengecil
3. orang sakit tak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
4. tidak mampu membeli obat
5. tak tersedia obat-obat yang diperlukan

Prinsip operasi : fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor


akueus,oleh karena jalan yang normal tak dapat dipakai lagi.(12)

Macam operasi :

o Iridenkleisis
o Trepanasi
o Sklerotomi
o Siklodialise
o Trabekulektomi

13
2.3.3.2 Glaukoma primer sudut tertutup

Nama ini didasarkan keadaan sudut yang tampak pada pemeriksaan gonioskopi.
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan mendadak dari
tekanan intraokuler yang disebabkan oleh penutupan sudut COA yang mendadak
oleh iris, sehingga menghalangi keluarnya humor akueus melalui trabekula.(13)
Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler, sakit di bagian
mata secara mendadak, menurunnya ketajaman penglihatan secara tiba-tiba,
disertai tanda tanda kongesti di mata. Oleh karena itu glaukoma ini disebut juga
glaukoma akut atau glaukoma akut kongestif.

Faktor resiko

Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit :

1. Bulbus okuli yang pendek, biasanya pada mata yang hipermtrop, dimana
makin berat keadaan hipermetrop makin dangkal COA nya.
2. Tumbuhnya lensa, menyebabkan COA menjadi lebih dangkal. Pada umur
25 tahun dalamnya COA rata-rata 3,6 mm sedangkan pada umur 70 tahun
menjadi 3,15 mm
3. Kornea yang kecil,
4. Tebalnya iris, dimana makin tebal iris makin dangkal COA

Faktor fisiologis yang menyebabkan COA sempit :

1. Akomodasi
2. Dilatasi pupil
3. Lensa letaknya lebih didepan
4. Kongesti badan siliar

Patogenesis

Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa menjadi lebih dekat ke iris,
sehingga aliran cairan dari bilik mata belakang ke bilik mata depan terhambat. Hal

14
ini menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam bilik mata belakang dan
mendorong iris kedepan.(14) Pada sudut bilik mata depan yang memang sudah
sempit adanya dorongan ini menyebabkan iris menutupi jaringan trabekuls,
sehingga cairan bilik mata tidak dapat atau sulit untuk keluar dan terjadi glaukoma
sudut tertutup.

Fase Prodorma

Pada stadium terdapat pengliharan kabur, melihat halo (gambaran pelangi)


di sekitar cahaya lampu, disertai sakit kepala, nyeri di daerah mata dan
kelemahan akomodasi.(15)

Fase glaukoma akut

Pada stadium ini penderita tampak sangat kesakitan, glaukoma akut


menyebabkan visus cepat menurun, disertai sakit kepala hebat di daerah
mata yang menjalar, muntah, dan mual. Pada pemeriksaan tampak palpebra
yang bengkak, konjungtiva bulbi hiperemia kongestif, kornea tampak keruh,
bilik mata depan terlihat dangkal yang dapat dilihat dengan penyinaran bilik
mata depan dari samping.

Diagnosis

 Funduskopi
Papil saraf optikus menunjukkan penggaungan dan atrofi, seperti pada
glaukoma simpleks

15
 Tonometri
Tekanan intraokuler pada stadium kongestif lebih tinggi dari pada stadium
nonkongestif
 Tonografi
Menunjukkan outflow yang baik, namun bila sudah terdapat perlengketan
antara iris dan trabekula maka dapat terjadi gangguan aliran.
 Gonioskopi
Pada saat tekanan intraokuler yang tinggi sudut bilik mata depan tertutup, dan
pada saat tekanan intraokuler normal, sudut bilik mata akan sempit.
 Tes provokasi

Penatalaksanaan

Harus diketahui bahwa glaukoma akut merupakan masalah pembedahan, dimana


terapi dengan obat hanya merupakan terapi sementara sebelum dilakukan operasi.
Obat obatan hanya diberikan sebagai terapi simptomatis bukan untuk
menyembuhkan.(16)

Medikamentosa

Fase nonkongestif

Pemberian miotikum, yaitu pilokarpin 2-4% tiap 20-30 menit. Pemberian


obat ini akan menyebabkan iris tertarik ketengah sehingga sudut bilik mata
akan terbuka.

Fase kongestif

 Miotikum : untuk mengecilkan pupil seingga iris terlepas dari lekatannya


di trabekula dan sudut bilik mata terbuka
Pilokarpin 2-4%
Pilokarpin 2-4% + eserin 1/4-1/2%
 Penghambat karbonik anhidrase, yang menyebabkan penurunan produksi
humor akueus sepert diamox, glaupax, glaucon.

16
 Obat hiperosmotik, gliserin 50% per oral 1-1,5 gram/kg BB atau 1 cc/kg
BB
 Morfin, dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan juga
memberikan efek miotik.

Operatif

Iridektomi perifer

Operasi filtrasi (iridenkleisis, trepanasi, sklerotomi, trabekulektomi)

2.3.3.3 Glaukoma primer kongenital

Glaukoma ini jarang ditemukan dibandingkan dengan glaukoma pada orang


dewasa. Frekuensinya sekitar 0,01% diantaura 250.000 penderita.(17) Glaukoma
kongeital dapat dibagi menjadi :

 Glaukoma infantum
Yang dapat tampak pada waktu lahir atau pada umur 1-3 tahun dan
menyebabkan pembesaran bola mata, karena dengan elastisitasnya bola
mata menjadi besar mengikuti tekanan intraokler yang meningkat
 Glaukoma juvenil
Ditemukan pada anak lebih dewasa

Patogenesis

Patogenesis pada glaukoma ini belum diketahui dengan jelas, namun


dikemukakan beberapa pendapat :

1. Anderson
Yang menemukan pada pemeriksaan histologis :
a. Adanya jaringan mesenkim yang persisten, dibagian perifer bilik mata
depan, yang menutupi trabekula
b. Kanal schlemm tak terbentuk

17
2. Seefelder
Menemukan bahwa insersi dari iris terletak pada garis Schwalbe (akhir dari
membran descemet) atau 1/3 bagian anterior trabekula
3. W. B.. Clark
Histologis menemukan bahwa m. siliaris longitudinal berjalan kemuka dan
berinsersi pada trabekula, sehingga bila serat-serat ini berkontraksi,
menyebabkan kanal Schlem tertutup

Diagnosis

Pada keadaan glaukoma kongenita yang sudah lanjut, diagnosa sudah dapat
ditegakkan dengan terdapatnya :

 Diameter kornea yang besar, 13-15 mm


 Robekan membran descemet
 Pengeruhan difus dari pada kornea

Penderita dengan keadaan yang dini, perubahan-perubahan yang klasik ini tidak
terdapat. Namun sangat penting untuk mendiagnosis sedini mungkin, karena
kebutaan yang disebabkan oleh penyakit ini sebesar 2,4-23% .

Tanda-tanda dini dapat berupa :

 Pengeruhan kornea
 Penambahan diameter kornea
 Penambahan diameter bola mata
 Peninggian tekanan intraokuler

Penatalaksanaan

Medikamentosa merupaka tindakan pendahuluan, yang diberikan sebelum


tindakan operatif. Dapat diberi pilokarpin dan diamox, sampai tekanan
intraokulernya normal, setelah itu sebaiknya sesegera mungkin dilakukan
tilndakan operatif berupa:

18
Goniotomi

Untuk memotong jaringan mesenkim yang menutupi trabekula atau


memotong iris/ m. siliaris longitudinalis kyang berinsersi pada trabekula

Goniopuncture

Untuk menimbulkan fistula antara bilik mata depan dan jaringan


subkonjungtiva. Dilakukan bila goniotomi tidak berhasil

2.3.3.4 Glaukoma sekunder

Glaukoma yang terjadi akilbat penyakit mata yang lain(18)

Akibat perubahan lensa

1. Dislokasi lensa
2. Intumesensi lensa yang katarak (fakotopik)
3. Karena proses fakolitik dan fakotoksik pada katarak
4. Glaukoma kapsularis, karena terlepasnya kapsul lensa, maka jaringan
kapsul lensa ini dapat menutupi turabekula, sehingga menghalangi
keluarnya humor akueus dari bilik mata depan

Akibat perubahan uvea

1. Uveitis anterior
Dapat menimbulkan galukoma pada stadium dini maupun stadium lanjut.
Akibat meradangnya uvea anterior, timbul hiperemi yang menimbulkan
bertambahnya produksi humor akueus, disertai infiltrasi sel radang dengan
fibrinnya akibat gangguan permeabilitas dari pembuluh darah. Sel radang
fibrin tersebut dapat menutupi trabekula. Hal-hal tersebut dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.
2. Tumor
Khususnya tumor yang cepat tumbuhnya seperti melanoma yang berasal
dari jaringan uvea. Glaukoma terjadi akibat bertambahnya volume,
penutupan dari sudut filtrasi atau penutupan dari v. vortikosa

19
3. Rubeosis iridis
Timbulnya neovaskularisasi di iris yang didapatkan pada trombosis v.
retina sentral, arteriosklerosis, diabetes melitus. Pembuluh darah ini
tampak pada permukaan iris, berasal dari sklera dan dapat menutupi
trabekula

Akibat trauma

1. Hifema
Perdarahan di bilik mata depan berasal dari robekan di iris atau badan
siliar dapat menutupi sudut bilik mata, yang menyebabkan gangguan
aliran keluar humor akueus
2. Kontusio bulbi
Kontusia bulbi dapat menyebabkan perdarahan dibagian posterior mata,
yang menyebabkan tekanan intraokuler meingkat
3. Robeknya kornea atau limbus
Yang disertai dengan prolaps iris, sehingga menyebabkan tertutupnya
sudut bilik mata depan dengan cepat, karena menempelnya iris pada
kornea

20
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu penyakit mata yang menyebabkan berkurang
sampai hilangnya fungsi penglihatan secara total. Meskipun sama sama dapat
menyebabkan kebutaan, gangguan fungsi penglihatan pada penyakit glaukoma
tidak dapat dipulihkan, berbeda dengan katarak dimana penglihatan dapat pulih
kembali.
Oleh karena itu deteksi dini penyakit glaukoma sangat penting dilakukan,
khususnya pada pasien dengan usia diatas 40 tahun, dan pasien dengan riwayat
penyakit glaukoma pada keluarga.
Bila dijumpai gejala dan tanda glaukoma dini, diperlukan pengobatan dan kontrol
secara rutin untuk mencegah progresifitas dari penyakit glaukoma.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Weinreb RN, Aung T, Madeiros FA. The Patophysiology and Treatment


of Glaucoma. JAMA. 2014;311(18):1901-1911
2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin. Situasi
dan Analisis Glaukoma; 2015.
3. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Penerbit buku
kedokterran EGC:2013. Ed 17
4. Wijana N. ilmu penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal.1993;167-87
5. Goel M, Picciani RG, Lee RK, Bhattacharya SK. Aqueous Humor
Dynamics : A Review. The Open Ophthalmology Journal 2010
6. Bhowmik D, Kumar S, Deb L, et al. Glaucoma-A Eye Disorder Its Cause,
Risk Factor, Prevention and Medication. The Pharma J.2012;1(1):66-81
7. Bowling, Brad. Kanski’s Clinical Ophthalmology. Eigth edition. USA :
Elsevier limited publisher. 305-94.
8. Lewis TL, Chronister CL. Etiology and pathophysiology of primary open-
angle glaucoma. In: Lewis TL, Fingeret M, eds. Primary care of the
glaucomas, 2nd ed. New York, NY: McGraw Hill, 2001:63-80
9. Wolfs RC, Borger PH, Ramrattan RS, et al. Changing views on open-
angle glaucoma: definitions and prevalences—the Rotterdam Study. Invest
Ophthalmol Vis Sci 2000; 41:3309-21.
10. Mozaffarieh M, Grieshaber MC, Flammer J. Oxygen and blood flow:
players in the pathogenesis of glaucoma. Mol Vis 2008;14:224-33.
11. Collaborative Normal-Tension Glaucoma Study Group. The effectiveness
of intraocular pressure reduction in the treatment of normal-tension
glaucoma. Am J Ophthalmol 1998; 126:498-505.
12. Kolker AE. Visual prognosis in advanced glaucoma: a comparison of
medical and surgical therapy for retention of vision in 101 eyes with
advanced glaucomas. Trans Am Ophthalmol Soc 1977; 75:539-55

22
13. Van Rens GH, Arkell SM, Charlton W, Doesburg W. Primary angle-
closure glaucoma among Alaskan Eskimos. Doc Ophthalmol 1988;
70:265-76.
14. Lowe RF. Acute Angle-closure glaucoma – the second eye: ananalysis of
200 cases. Br J Ophthalmol 1962;46:641.
15. Foster PJ, Aung T, Nolan WP, Machin D, Baasanhu J, Khaw PT, et al.
Defining ‘occludable’ angles in population surveys: drainage angle width,
peripheral anterior synechia and glaucomatous optic neuropathy in east
Asian people. Br J Ophthalmol 2004;88:486-90.
16. Yip JL, Foster PJ, Uranchimeg D, et al. Randomised controlled trial of
screening and prophylactic treatment to prevent primary angle closure
glaucoma. Br J Ophthalmol 2010;94:1472–1477
17. Yip JL, Foster PJ, Uranchimeg D, et al. Randomised controlled trial of
screening and prophylactic treatment to prevent primary angle closure
glaucoma. Br J Ophthalmol 2010;94:1472–1477
18. Fingeret M, Thimons JJ. Common secondary glaucomas. In: Lewis TL,
Fingeret M, eds. Primary care of the glaucomas, 2nd ed. New York, NY:
McGraw Hill, 2001:461-75.

23

Anda mungkin juga menyukai