PENDAHULUAN
Miopi adalah penyakit mata yang sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat, dewasa
sudah banyak sekali orang yang mengalaminya. Miopi dapat terjadi karena bola mata yang
terlalu panjang atau karena kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk
tidak difokuskan secara baik dan objek jauh tampak buram. Penderita penyakit ini tidak dapat
melihat jarak jauh dan dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung). Tidak
tua maupun muda, sekarang sudah tidak bisa dibedakan lagi semuanya bisa terkena. Oleh karena
itu, kita harus waspada terhaap berbagai ancaman dari luar termasuk gangguan mata yang salah
satunya adalah miopi atau rabun jauh.
Maka kita mulai sekarang harus bisa mengetahui tanda dan gejala dininya, penyebabnya
dan cara pencegahannya sehingga kita tidak terkena penyakit tersebut. Jikalau memang sudah
terkena sebaiknya kita tau cara penatalaksaannya dan cara mengobatinya agar tidak menjadi
lebih parah lagi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata bagian depan
(Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan dua
kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan jaringan. Dari luar ke dalam,
lapisan lapisan tersebut adalah: 1. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan
memberikan bentuk pada mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan
yang memudahkan sinar masuk kedalam bola mata. 2. Jaringan Uvea, merupakan jaringan
vaskular yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. 3. Retina terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapisan sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris
yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. 3,8 sebagian
besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat disebelah luar. Sklera yang
membentuk bagian putih mata.
Proses Melihat
Berkas cahaya akan berbentuk atau berbias apabila berjalan dari satu medium lainnya
dengan kepadatan yang berbeda, kecuali apabila berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus
permukaan. Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparant
lainnya seperti air atau kaca. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium yang densitasnya
lebih tinggi, cahaya tersebut melambat.1,2,4,9
Dengan masukan sinar ke dalam mata, terjadilah proses penglihatan. 9 kornea yang
berfungsi sebagai pelindung bola mata agar tetap bening dan bersih, menerima cahaya yang
kemudian diteruskan melalui pupil. Pupil berfungsi sebagai tempat mengatur banyak sedikitnya
cahaya yang masuk ke dalam mata. Pupil merupakan tempat masuknya menuju retina.4,9,10
Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian difokuskan oleh
lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada retina mengumpulkan informasi
tersebut ke otak melalui saraf optik.8,9
Pada mata normal otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi
otot siliaris akan berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi cembung dan lebih kuat untuk
penglihatan dekat.4
Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media refraksi yang terdiri atas
kornea,aqueous humor, lensa, dan vitreous humor, serta panjang bola mata. Pada orang normal,
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang
sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiasakan tepat didaerah makula
lutea. Mata yang normal disebut sebagai emetropia dan akan menempatkan bayangan benda
tepat di retina pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Gangguan media refraksi menyebabkan visus tuurun.1,8,9
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang
dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata,
maka sinar normal tidak dapat berfokus pada makula.8
Kelainan Refraksi
Mata normal memiliki susunan pembiasan oleh media refraksi dengan panjang bola mata
yang seimbang. Hal ini memungkinkan bayangan benda setelah melalui media tersebut tepat
dibiaskan di retina pada mata yang tidak mengalami akomodasi atau istirahat untuk melihat jauh,
sehingga memiliki tajam penglihatan 6/6. Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan
tegas tidak dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik
mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Kelainan refraksi merupakan istilah yang
dipakai untuk keadaan ametropia akibat dari satu atau lebih komponen optik bola mata
memperlihatkan variasi yang signifikan dari nilai variasi biologis normal. Seperti miopia,
hipermetropia, dan astigmatia.8
Miopia
Definisi
Miopia merupakan suatu keadaan refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga dalam keadaan mata istirahat (tanpa akomodasi), dibiaskan di
depan retina sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur.
Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat mungkin dibiaskan tepat di retina tanpa
akomodasi. Hal ini dapat disebabkan oleh sistem optik yang terlalu kuat, bola mata yang
terlalu panjang1,2.
Klasifikasi
Secara fisiologis sinar yang difouskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus sinar yang
datang dari benda yang jauh terletak didepan retina. Titik jauh (pungtum remotum)
terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar.
Timbul pada usia muda kemudian berhenti, dapat juga naik sedikit pada waktu
atau segera setelah pubertas, atau dapat naik sedikit sampai umur 20 tahun. Tidak
disertai kelainan patologik fundus namun dapat disertai kelainan fundus yang
ringan. Berat kelainan refraktifnya kurang dari -5 D atau -6 D.
2. Miopia progresif
Dapat ditemukan pada semua umur dan mulai sejak lahir, dimana kelainan
mencapai puncak pada waktu remaja, bertambah terus sampai umur 25 tahun atau
lebih. Kelainan refraktifnya melebihi 6 D.
3. Miopia patologik, miopia degeneratif, miopia maligna
Miopia progresif yang lebih ekstrim. Miopia progresif dan miopia maligna disebut
juga miopia patologis atau degeneratif, karena disertai kelainan degeneratuf di
koorooid dan bagian lain dari mata. Dapat menyebabkan ablasi retina dan
kebutaan.
1. Miopia aksialis
Jarak sumbu anterior posterior terlalu panjang. Jarak normal adalah 23mm,
sedangkan pada miopia 3D = 24mm, 10D = 27mm. Dapat merupakan kelainan
kongenital (makroftalmus), akuisita (membaca terlalu dekat, muka yang lebar),
juga ada faktor herediter.
2. Lensa : lensa terlepas dari zonula zinnii pada luksasi atau subluksasi lensa,
atau pada katarak imatur dimana lensa menjadi cembung akibat masuknya
humor akuos.
3. Cairan mata : pada penderita diabetes melitus yang tidak diobati, kadar gula
pada humor akuos meninggi sehingga daya biasnya meninggi.
Gejala Klinik
Hal yang biasa dikeluhkan pada miopia adalah penglihatan jauh yang berkurang,
sakit kepala, mata berair, rasa lekas lelah dan pusing yang hilang timbul terutama bila
membaca atau menonton televisi terlalu lama. Seseorang dengan miopia mempunyai
kebiasaan mengerutkan matanya untuk mendapatkan efek lubang kecil (pinhole) untuk
mengurangi cahaya yang masuk sehingga ketajaman penglihatannya diperbaiki 6,7.
Penanganan
Penanganan pada penderita miopia adalah
Lensa kontak dimana dapat mengurangi masalah penampilan dan kosmetik akan
tetapi perlu diperhatikan kebersihan dan ketelitian pemakaiannya.
Untuk mencegah agar miopia tidak bertambah, kesehatan badan, dan mata harus
dijaga. Usahakan untuk cukup istirahat, mengurangi pekerjaan dekat, banyak bekerja di
luar. Bila membaca jangan terus menerus dan usahakan dalam posisi tegak, jangan
membungkuk di atas buku. Kacamata harus terus dipakai. Penerangan haruslah sesuai,
yang terbaik adalah penerangan dari atas dan belakang. Untuk miopia tinggi, hindari olah
raga seperti sepak bola, tinju, angkat berat dan yang sejenisnya7,8.
Komplikasi
Pada miopia yang tidak dikoreksi dapat timbu komplikasi, antara lain ablasio
retina dan strabismus esotropia. Ablasio retina karena miopia yan g terlalu tinggi
terbentuk stafiloma sklera posterior, maka retina harus meliputi permukaan uyang lebih
luas sehingga teregang. Starbismus esotropia terjadi karena memiliki pungtum remotum
yang terdekat sehingga mata selalu dalam keadaan konvergensi yang dapat menyebabkan
astenopia konvegensi.
Prognosis
Prognosis pada miopia adalah baik dengan koreksi yang baik dan pemeliharaan
mata yang baik. Miopia progresif yang disertai penyulit yang gawat, kadang-kadang
membutuhkan pengurangan bahkan penghentian dan pekerjaan dekat. Miopia maligna,
prognosisnya buruk.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Penderita
Nama : Tn. JU
Umur : 42 tahun
Pendidikan : S1
Suku/bangsa : Minahasa/Indonesia
Pekerjaan : PNS
Anamnesis
Keluhan
Pemeriksaan Fisik.
Status Generalis
Nadi : 70 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Status Oftalmikus
Pemeriksaan Subjektif
No Pemeriksaan OD OS
.
1. Visus 6/9 6/9
4. Pelperba Superior :
Hiperemi
Silia
Enteropion
5. Pelpebra Inferior
6. Konjungtiva
Sinekia
(-) (-)
11. Pupil
Diameter 3 mm 3 mm
Uniform Uniform
Pemeriksaan Objektif
Dari inspeksi ODS secara umum, posisi kedua bola mata normal, simetris di tengah, tidak
ada benjolan, pergerakan bola mata normal. Supersilia, palpebra dan aparatus lakrimalis
tidak ada kelainan, konjungtiva tidak ada kelainan, benjolan tidak ada. Kornea jernih, COA
cukup dalam pupil bulat isokor, refleks cahaya positif normal. Palpasi ODS tidak ada nyeri
tekan dan benjolan. Pemeriksaan dengan oftalmoskop pada ODS didapatkan refleks fundus
(+) uniform, batas tegas, warna vital, makula dan retina dalam batas normal.
Diagnosis
Terapi
Prognosis
Anjuran
Bila membaca jangan terus-menerus dan usahakan dalam posisi tegak, jangan
membungkuk di atas buku ataupun tiduran, jarak baca minnimal 30 menit.
Kacamata harus terus dipakai.
Penerangan haruslah sesuai, yang terbaik adalah penerangan dari atas dan belakang
Resume
Seorang penderita laki-laki umur 42 tahun, datang berobat ke poliklinik mata RSU Prof. R. D.
Kandou pada tanggal 6 Juli 2017 dengan keluhan Penglihatan terasa agak kabur. Mata kabur
dialami pasien 1,5 tahun yang lalu, keluhan terutama dialami saat melihat benda atau tulisan
pada jarak jauh. Penderita merasa lebih enak bila melihat atau membaca dalam jarak dekat.
Status Oftalmikus
Diagnosis
Terapi
Prognosis
PEMBAHASAN KASUS
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus okulus dekstra 6/9 sedangkan visus okulus
sinistra 6/9. Mata kanan dikoreksi dengan lensa sferis () 0,50 D, sedangkan mata kiri dikoreksi
dengan lensa sferis () 0,50 D. Berdasarkan kepustakaan, miopia dapat dikoreksi dengan
pemakaian lensa sferis negatif.
Karena orang miopia jarang melakukan akomodasi, jarang terjadi miosis, sehingga pupil menjadi
midriasis. Otot-otot siliaris menjadi atrofi menyebabkan iris letaknya lebih ke dalam, sehingga
bilik mata depan menjadi lebih dalam. Pada pasien ini dengan inspeksi didapatkan bilik mata
depan yang cukup dalam.
Komplikasi terburuk dari miopa adalah terjadinya ablasio retina, dimana sumbu antero posterior
bola mata yang terlalu panjang dapat menyebabkan terjadinya penipisan sklera (skleraektasi)
sehingga dapat terjadi ablasi dari retina. Selain itu komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
terjadinya strabismus divergen.
Pasien ini diterapi dengan kacamata mengunakan lensa sferis negatif. Ukuran lensa yang
digunakan adalah yang terkecil yang memberikan visus maksimal pada saat dilakukan koreksi.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pada penderita miopia diberikan
lensa sferis negatif yang terkecil yang memberikan visus maksimal agar penderita dapat melihat
dengan baik tanpa melakukan akomodasi. Cendo Lyteers diberikan sebagai tambahan untuk
menyejukan dan melumasi pada mata yang kering .
BAB V
PENUTUP
Pada kasus ini didiagnosis dengan miopia derajat ringan pada okuli dextra et sinistra yang
ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftamologi
Demikian telah dilaporkan sebuah kasus berjudul Miopia derajat ringan okuli dextra et
sinistra dari seorang pasien laki-laki, 42 tahun yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSU
Prof.. DR. R. D. Kandou pada tangal 6 Juli 2017.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijana N. Refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata cetakan ke-6. Jakarta, 1993
2. Agarwal LP. Subjective Examination. Principle Of Optics and Refraction 2nd ed. New Delhi :
CBS Publihers and distributors, 1979 : 86 120
4. Sidarta I, dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata cetakan ke-2. Jakarta, 2000
5. Sidarta I. Kelainan Refraksi. Dalam : Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta, 1991
6. Sidarta I, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum edisi 2. Jakarta, 2002
8. New scientist Breaking News. Lifestyle causes myopia. [cited Juni 2017]. Available from :
http://www.journals.com/cgi/reprintform
9. Ilyas S. Tajam penglihatan dan kelainan refraksi. Dalam : Penuntun Ilmu Penyakit Mata.
FKUI. 1988 : 16.