Disusun Oleh :
Andrianto Isnurrahman
30101306873
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
Disusun Oleh:
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mata kanan dan kiri MERAH,GATAL,GANJEL,BERAIR
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata merah ,keluhan ini dirasakan sejak 5
hari sebelum periksa ke poli RSUD RA Kartini Jepara. Mata merah
disertai rasa gatal, panas, ganjel, berair. Pasien juga merasakan lengket
pada mata sebelah kanan dan kiri terutama pada pagi hari setelah bangun
tidur. Nyeri kepala, cekot cekot, mual muntah, silau jika melihat cahaya,
pandangan mata kabur semua disangkal oleh pasien. Pasien belum
mencoba mengobati keluhan yang dirasakan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.Riwayat
trauma (-).Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-).Riwayat penggunaan
kacamata baca (-).Riwayat operasi pada kedua mata (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.riwayat memakai
kaca mata (-),riwayat DM(-),riwayat hipertensi(-)
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga,kesan ekonomi cukup,biaya
pengobatan ditanggung BPJS.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata :
Kesadaran : Compos mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Status Lokalis :
No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 6/6 6/6
Koreksi
2. Gerakan bola mata Ke segala arah Ke segala arah
3. Palpebra Superior :
- Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
- Hematom Tidak ada Tidak ada
- Vulnus Laserasi Tidak ada Tidak ada
- Edema Tidak ada Tidak ada
- Hiperemi Tidak ada Tidak ada
- Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
- Entoprion (-) (-)
4. Palpebra Inferior :
- Edema Tidak ada(-) Tidak ada(-)
- Hiperemi (-) (-)
- Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
- Entoprion (-) (-)
5. Konjungtiva :
- Injeksi (+) (+)
konjungtiva
- Injeksi siliar (-) (-)
6. Kornea :
- Kejernihan Jernih Jernih
- Infiltrat (-) (-)
- Sikatrik (-) (-)
- Test Florescein tidak dilakukan tidak dilakukan
7. COA :
- Kedalaman Normal Normal
- Hifema (-) (-)
- Hipopion (-) (-)
- Efek Tyndal (-) (-)
8. Iris : Regular Regular
- Sinekia (-) (-)
- Udem (-) (-)
9. Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Reflek +/+ +/+
10. Lensa Jernih Jernih
11. Korpus Vitreum Jernih Jernih
12. Fundus reflex Cemerlang Cemerlang
Funduscopy Batas Tegas,Jelas Batas Tegas,Jelas
Papil NII Warna:Cemerlang,merah Warna:Cemerlang,merah
Vasa jingga jingga
Makula Ratio 2:3 Ratio 2:3
Konjungtivitis Bacterialis
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis alergik
Disingkirkan karena tidak terdapat papil papil halus mapun papil papil
raksasa,gatal tidak sampai di hidung
2. Oculus Sinister:
Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis Bacterialis
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis alergik
Disingkirkan karena tidak terdapat papil papil halus mapun papil papil
raksasa,gatal tidak sampai di hidung
E. DIAGNOSIS KERJA
ODS Konjungtivitis Viral
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa:
R/Conver ed fl no. 1
S 6 dd gtt 1 ODS
R/Cendo Lyteers ed fl no. 1
S 6 dd gtt 1 ODS
2. Operatif : -
3. Pemberian Kacamata: -
H. EDUKASI
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit pasien,serta penyebabnya
b. Menjelaskan bahaya penyakit pasien
c. Meminta untuk meminum obat serta memakai tetes mata yang sudah
diberikan oleh dokter
d. Menyarankan agar selalu menjaga kebersihan diri dan tangan agar
cuci tangan dengan bersih sebelum menyentuh mata
I. PROGNOSIS
OS
1. Quo ad vitam :ad bonam
2. Quo ad sanam :ad bonam
3. Quo ad cosmeticam :ad bonam
4. Quo ad functionam :ad bonam
5. Quo ad visam :ad bonam
OD
1. Quo ad vitam :ad bonam
2. Quo ad sanam :ad bonam
3. Quo ad cosmeticam :ad bonam
4. Quo ad functionam :ad bonam
5. Quo ad visam :ad bonam
II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui
dari pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
Gram atau Giemsa dan dapat ditemukan neutrofil polimorfonuklear. Kerokan
konjungtiva disarankan pada semua kasus dan diharuskan pada penyakit yang
purulen, bermembran, atau pseudomembran. Uji sensitivitas antibiotik juga abaik,
namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotik empirik.
C. Komplikasi
Blefaritis marginal menahun sering menyertai
konjungtivitis stapylokokuskecuali pada pasien yang sangat muda bukan sasaran
blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembran dan
membranosa dan pada kasus tertentu diikuti ulserasi kornea dan perforasi.
D. Terapi
Terapi spesifik pada konjungtivitis bakterial tergantung agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai
dengan terapi topikal antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus
dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N. Gonorrhoeae dan N.
Meningitidis. Terapi topikal dan sistemik harus segera dilaksanakan setelah materi
untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, sakus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga dianjurkan untuk
menjaga higiene perorangan.
E. Prognosis
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati,
infeksi dapat berlangsung 10-14 hari, jikadiobati dengan memadai 1-3 hari,
kecuali konjungtivitis stapilokokus (dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis
dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus yang bila tidak
diobati akan menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis). Kornea
konjungtiva gerbang masuk meningokokus kedalam darah dan meninges, hasil
akhir adalah septikemia dan meningitis.
2. Konjungtivitis Klamidia
Trachoma
Tanda dan gejala
Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa
kanak-kanak yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada
kasus berat, pembalikan bulu mata kedalam terjadi pada masa dewasa muda
sebagai akibat parut konjungtiva berat. Abrasi terus-menerus oleh bulu mata yang
membalik itu dan gangguan film air mata berakibat parut pada kornea, umumnya
setelah berusia 50 tahun.
Masa inkubasi rata-rata 7 hari namun bervariasi dari 5-14 hari. Pada bayi
atau anak biasanya diam-diam, dan penyakit ini dapat sembuh dengan sedikit atau
tanpa komplikasi pada orang dewasa sering akut dan subakut dan kompliksai
cepat berkembang. Sering mirip konjungtivitis bakterial, gejalanya mata berair,
fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbi, hiperemia,
hipertropi papiler, folikel tarsal dan limbal, nyeri tekan, pembentukan panus.
Semua tanda trakoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas
daripada bagian bawah.
Untuk memastikan trakoma endemik dikeluarga atau masyarakat, harus ada
sekurang-kurangnya 2 tanda berikut: lima atau lebih folikel pada konjungtiva
tarsal rata pada palpebra superior mata, parut konjungtiva khas dikonjungtiva
tarsal superior, folikellimbus dan sekuelenya, perluasan pembuluh darah keatas
kornea paling jelas dilimbus atas.
Laboratorium
Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang dipulas
dengan giemsa tampak masa sitoplasma biru atau ungu gelap halus menutupi inti
dari sel epitel, namun tidak selalu ada. Pulasan antibodi fluorescein dan tes
imuno-assay enzim tersedia dipasaran dan banyak dipakai dilaboratorium klinik,
yang terbaru adalah isolasi agen klamidia dalam biakan sel.
Komplikasi
Parut dikonjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trakoma dan
dapat merusak duktuli kelenjar lakrimal dan menutupi muara kelenjar lakrimal.
Hal ini akan mengurangi komponen air dalam film air mata pre-kornea, dan
mungkin hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut akan menyebabkan trikiasis
atau entropion, sehingga bulu mata terus menerus menggesek kornea
menyebabkan ulserasi kornea, infeksi, dan parut kornea.
Terapi
Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracyclin 1-1.5
g/hari/oral dalam empat dosis selama 3-4 minggu. Doxycyclin 100 mg per os 2
kali sehari selama 3 minggu, eritromycin 1 g/hari per os dibagi 4 dosis selama 3-4
minggu. Tetracyclin sistemik jangan diberikan pada anak dibawah 7 tahun atau
wanita hamil. Karena tetracyklin mengikat kalsium pada gigi yang berkembang
dan tulang yang tumbuh sehingga gigi menjadi kuning dan kelainan rangka. Salep
atau tetes topikal termasuk sulfonamid, tetracyclin, eritromycin, rifampisin empat
kali sehari selama 6 minggu sama efektifnya.
Prognosis
Khas trakoma adalah penyakit menahun yang berlangsung lama. Dengan
higiene baik penyakit ini sembuh atau bertambah ringan sehingga sekuele berat
terhindarkan. Sekitar 6-9 juta orang didunia telah kehilangan penglihatan akibat
trakoma.
3. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus, sebuah penyakit umum dapat disebabkan oleh
berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat, yang dapat
menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang cepat sembuh sendiri.
a) Konjungtivitis folikuler virus akut
Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38.3-40oC, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu mata. Folikel sering sangat
mencolok pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Penyakit ini bilateral atau
unilateral. Mata merah berair sering terjadi dan mungkin ada keratitis superficial
untuk sementara. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3
dan kadang-kadang tipe 4 dan 7. Virus ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat
juga didiagnosis secara serologik dengan meningkatnya titer antibodi. Tidak ada
pengobatan spesifik, konjungtivitis akan sembuh sendiri dalam 10 hari.
Keratokonjungtivitis epidemika
Umumnya bilateral, awalnya pada satu mata dan mata pertama biasanya
lebih parah. Pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata,
kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel dan kekeruhan
epitel bulat. Sensasi kornea normal. Khasnya adalah nodus preaurikuler yang
nyeri tekan. Fase akut adalah edema palpebra, kemosis, dan hiperima konjungtiva.
Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu, kekeruhan subepitel
terutama terdapat dipusat kornea, bukan ditepian dan menetap berbulan-bulan
namun sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29,
dan 37. Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes
netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuklear
primer, bila terbentuk pseudomembran, juga neutrofil. Keratokonjungtivitis
epidemika pada dewasa terbatas pada bagian luar mata, pada anak-anak terdapat
gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitismedia dan
diare.
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri
harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.
Konjungtivitis virus herpes simplek
Biasanya menyerang anak kecil yang ditandai dengan pelebaran pembuluh
darah unilateral, iritasi, sekret mukoid, sakit, fotofobia ringan. Sering disertai
keratitis herpes simplek dengan kornea menampakkan lesi-lesi epitel tersendiri
yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus epitelial yang bercabang banyak
(dendritik). Konjungtivitisnya folikuler atau pseudomembran. Vesikel herpes
kadang-kadang muncul dipalpebra dan tepi palpebra, disertai edema hebat pada
palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang nyeri tekan.
Tidak ditemukan bakteri didalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama monokuler. Namun jika
pseudomembran reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari
tempat nekrosis. Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator
berujung kain kering diatas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke
jaringan biakan.
Konjungtivitis HSV dapat berlangsung 2-3 minggu, dan jika timbul
pseudomembran, dapat meninggalkan parut linier halus dan datar. Komplikasi
dapat berupa keterlibatan kornea (termasuk dendrit) dan vesikel pada kulit.
Meskipun virus herpes tipe 1 adalah penyebab kebanyakan kasus mata, namun
tipe 2 adalah penyebab umum pada neonatus dan jarang pada dewasa. Pada
neonatus mungkin terdapat penyakit umum yang disertai ensefalitis, korioretinitis,
hepatitis, dan lain-lain. Setiap infeksi pada neonatus harus diobati dengan obat
antivirus sistemik (acyclovir) dan dipantau di rumah sakit.
Jika konjungtivitis pada anak diatas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun antivirus
topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk
ulkus kornea perlu debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap
ulkus dengan kain kering , meneteskan dengan obat anti virus dan menutup mata
selama 24 jam. Antivirus topikal diberikan 7-10 hari; trifluridine setiap 2 jam
sewaktu bangun atau salep vidarabin lima kali sehari atau idoxuridine 0.1% , 1
tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam disaat malam. Keratitis
herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selam 10
hari atau dengan acyclovir oral 400 mg 5 kali sehari selama 7 hari. Penggunaan
kortikosteroid merupakan kontraindikasi, karena memperburuk infeksi herpes
simplek dan mengkonversi penyakit dari sembuh sendiri yang singkat menjadi
infeksi yang sangat lama.
Konjungtivitis penyakit newcastle
Disebabkan oleh virus newcastle dengan gambaran klinis sama dengan
demam faringokonjungtiva.penyakit ini sering pada unggas. Umumnya bersifat
unilateral walaupun bisa bilateral. Konjungtivitis ini memberikan rasa sakit pada
mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur, dan fotofobia. Penyakit ini sembuh
dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu.
Pada mata akan terlihat edema ringan, kemosis dan sekret yang sedikit, dan
folikel-folikel yang terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal bagian bawah.
Pada kornea ditemukan keratitis epitelial atau keratitis subepitel. Pembesaran
kelenjar getal bening preaurikel yang tidak nyeri tekan. Pengobatan yang khas
sampai saat ini tidak ada, dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder disertai obat-obat simtomatik.
Konjungtivitis varicela-zoster
Herpes zoster disebut juga shingle, zona, atau posterior ganglionitis akut.
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion cabang oftalmik
maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata. Herpes zoster mengenai
pada semua umur dan umumnya pada usia lebih dari 50 tahun keatas.
Kelainan yang terjadi pada herpes zoster tidak akan melampui garis median
kepala. Herpes zoster dan varicela memberikan gambaran yang sama pada
konjungtivitis seperti pada hiperemia, vesikel dan pseudomembran pada
konjungtiva, papil, dengan pembesaran kelenjar preurikel. Diagnosis ditegakkan
dengan ditemukanya sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus dan inklusi
intranuklear.
Pengobatan dengan kompres dingin. Pada saat ini acyclovir 400 mg/hari
selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga steroid
mengurangkan penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan penyebaran sistemik.
Pada 2 minggu pertama dapat diberi analgetik untuk menghilangkan rasa sakit.
Pada kelainan permukaan dapat diberi salep tetrasiklin. Steroid tetes
deksametason 0.1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.
Gloukoma yang terjadi akibat iritis diberi preparat steroid dan antigloukoma.
Penyulit pada penyakit ini dapat terjadi parut pada kelopak, neuralgia, katark,
gloukoma, kelumpuhan saraf III, IV, VI, atrofi saraf optik, dan kebutaan.
Konjungtivitis hemoragik epidemik akut
Merupakan penyakit konjungtivitis disertai dengan perdarahan konjungtiva.
Penyakit ini pertama kali ditemukan di Ghana, Afrikapada tahun 1969 yang
menjadi pandemik. Konjungtivitis yang disebabkan infeksi virus pikorna atau
enterovirus 70
Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti
kelilipan, dan sakit periorbita. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret
seromukous, fotofobia disertai lakrimasi.
Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtiva folikuler
ringan, sakit periorbita, keratitis, adenopati preurikel, dan yang terpenting adanya
perdarahan subkonjungtiva yang dimulai dengan petekia. Pada tarsus konjungtiva
terdapat hipertrofi folikular dan keratitis epitelial yang berkurang spontan dala 3-4
hari.
Penyakit ini sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simptomatik.
Pengobatan antibiotik spektrum luas, sulfametamid dapat dipergunakan untuk
mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan
untuk mencegah penularan.
b) Konjungtivitis virus menahun
Blefarokonjungtivitis-Moluscum Contagiosum
Sebuah nodul moluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan
panus superior atau mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang terutama
mononuklear (berbeda dengan reaksi trachoma), lesi bulat, berombak, putih
mutiara, non-radang pada bagian pusat adalah khas moluscum contagiosum.
Biopsi menampakkan inklusi sitoplasmik eosinofilik, memenuhi seluruh
sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti kesatu sisi.
Eksisi, incisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi
memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya. Pada kasus
yang sangat jarang nodul moluscum timbul dikonjungtiva. Dalam hal ini eksisi
nodul menyembuhkan konjungtivitisnya.
Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Hiperemi dan konjungtivitis infiltrat disertai dengan erupsi vesikuler khas
sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas
herpes zoster. Konjungtivitis biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Limfonodus
preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. Parut palpebra,
entropion, dan trikiasis adalah sekuele.
Lesi palpebra dari varicela mirip dengan lesi kulit ditempat lain, mungkin
timbul ditepian papebra maupun palpebra dan sering meninggalkan parut. Sering
timbul konjungtivitis eksudatif ringan tetapi lesi konjungtiva yang jelas sangat
jarang terjadi. Lesi dilimbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahap-
tahap vesikel, papul dan ulkus. Kornea didekatnya mengalami infiltrasi dan
bertambah pembuluhnya.
Acyclovir oral dosis tinggi 800 mg lima kali sehari selam 10 hari, jika
diberi pada awal penyakit, akan mengurangi dan menghambat beratnya penyakit.
Keratokonjungtivitis Morbilli
Enantema khas morbili seringkali mendahului erupsi kulit. Pada tahap awal
ini, konjungtiva mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti
pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi
kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen dan muncul
erupsi kulit, timbul bercak Koplik pada konjungtiva dan carunculus. Pada saat
anak-anak dini, dewasa lanjut bisa terjadi keratitis epitelial.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya
meninggalkan sedikit atau sama sekali sekuele, namun pada pasien kurang gizi
atau imnokompeten, penyakit mata ini sering disertai HSV atau infeksi bakterial
sekunder oleh S. Pneumoniae, H. Infuienzae dan organisme lain. Agen ini dapat
menyebabkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan
penglihatan yang berat. Kerokan konjungtiva menunjukkan reaksi sel
mononuklear, kecuali ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan pulas
Giemsa menunjukkan sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik hanya tindakan
penunjang saja yang dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.
4. Konjungtivitis Rickettsia
Semua Rikettsia dianggap patogen oleh manusia dapat menyerang
konjungtiva dan konjungtiva mungkin menjadi pintu masuk. Demam Q disertai
hiperemia konjungtiva hebat. Pengobatan dengan tetracyclin atau kloramfenicol
sistemik akan menyembuhkan. Demam Marseilles sering kali disertai
konjungtivitis ulseratif atau garnulaomatosa dan limfonodus preaurikuler yang
tampak jelas. Tifus endemik (murine) ”srub typhus”, Rocky Mountain Spotted
Fever”, dan tifus epidemik berkaitan dengan tanda-tanda konjungtiva yang
umumnya ringan dan bervariasi.
5. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan Candida spp (biasanya Candida Albican)
adalah infeksi yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih.
Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes atau pasien terganggu
kekebalannya, sebagai konjugtivitis ulseratif atau granulomatosa.
Kerokan menunjukkan reaksi radang polimorfonuklear, organisme mudah
tumbuh pada media agar darah atau Saboroaud dan mudah ditetapkan sebagai ragi
yang berkuncup atau jarang sebagai pseudohypha.
Infeksi ini berespon terhadap amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam larutan air
(bukan garam) atau terhadap pemakain nistatin kulit (100000 unit/gram) empat
sampai enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar pasti
masuk dalam sacus konjungtiva dan hanya tidak numpuk ditepian palpebra.
Konjungtivitis jamur lain
Sporothrix schenckii jarang mengenai konjungtiva atau palpebra. Jamur ini
menimbulkan penyakit granulomatosa yang disertai nodus preaurikuler jelas.
Pemeriksaan laboratorik dari biopsi granuloma menampakkan coni (spora)
berbentuk cerutu garam-positif.
Rhinosporidium seeberi kadang-kadang mengenai konjungtiva, saccus
lakrimal, palpebra, canalikuli dan sklera. Lesi khas berupa granuloma polipoid
yang mudah berdarah. Pemeriksaan histologik menampakkan granuloma dengan
spherula besar terbungkus yang mengandung Myriad endospore. Pengobatan
dengan eksisi sederhana dan kauterisasi pada dasarnya.
Coccidioides immitis kadang-kadang menimbulkan konjungtivitis
granulomatosa yang disertai nodus preaurikeler nyata (sindrome okulograndular
parinoud) ini bukan penyakit primer namun menisfestasi dari infeksi metatastik
infeksi paru primer. (demam San Joaquin Valey). Penyakit yang menyebar
memberi respon buruk.
6. Konjungtivitis Parasit
Infeksi Thelazia Californiensis
Habitat alami cacing gilig ini adalah dimata anjing, namun dapat pula
mengenai mata kucing, domba, beruang hitam, kuda, rusa. Infeksi kebetulan pada
sacus konjungtiva manusia pernah terjadi. Penyakit ini dapat diobati secara efektif
dengan menghilangkan cacing itu dari sacus konjungtiva dengan forceps atau
aplikator berujung kain.
Infeksi loa-loa
L.loa adalah cacing mata di Afrika. Cacing ini hidup dijaringan ikat
manusia dan kera dapat menjadi reservoirnya. Parasit ini ditularkan oleh gigitan
lalat kuda atau lalat mangga. Cacing dewasa kemudian bermigrasi ke palpebra,
konjungtiva atau orbita.
Pada 60-80% infeksi L.loa, terdapat eosinofilia, namun diagnosis
ditegakkan dengan menemukan cacing atau dengan menemukan mikrofilaria
dalam darah yang diperiksa siang hari. Kini obat pilihan untuk L.loa adalah
diethylcarbamazine, ivermectin kini sedang dievaluasi.
Infeksi Ascaris Lumbricoides (Konjungtivitis Jagal)
Ascaris dapat menimbulkan sejenis konjungtiva berat, meskipun jarang.
Saat jagal atau orang yang melakukan pemeriksaan post-mortem potongan
jaringan yang mengandung Ascaris, cairan jaringan bagian organisme
itu mengenai matanya. Ini diikuti konjungtivitis toksik yang nyeri dan hebat,
yang ditandai kemosis berat dan edema palpebra. Pengobatan adalah irigasi cepat
dan tuntas pada sacus konjungtiva.
Infeksi Trichenella Spiralis
Parasit ini tidak menimbulkan konjungtivitis sejati, namun dalam perjalanan
penyebaranya mungkin terdapat edema palpebra superior dan inferior dan lebih
dari 50% pasien menunjukkan kemosis (pembengkakan kuning). Lemon pucat
paling jelas pada muskulus rectus lateral dan medial dan mengurang kearah
limbus. Kemosis ini dapat bertahan satu minggu atau lebih, dan sering teras sakit
saat mata digerakkan.
Infeksi Schistosoma Haematobium
Timbul lesi konjungtiva granulomatosa berupa tumor-tumor kecil, lunak,
licin, kuning kemerahan, terutama pada pria. Gejala minimal. Diagnosis
tergantung pemeriksaan mikroskopik materi biopsi, yang menunjukkan granuloma
dengan limfosit, sel plasma, sel raksasa, dan eosinofil mengelilingi ovum bilharzia
pada berbagai tahap disintegrasi. Pengobatan ialah eksisi granuloma konjungtiva
dan terapi sistemik dengan antimon seperti niridazole.
Infeksi Taenia Solium
Parasit ini jarang menimbulkan konjungtivitis, tetapi lebih sering
menyerang retina, koroid, atau vitreus, menimbulkan sistiserkosis mata. Biasanya
konjungtiva terkait menampakkan kista subkonjungtiva dalam bentuk
pembengkakan hemisferik setempat, biasanya disudut dalam dari fornik inferior,
yang melekat pada sklera dibawahnya dan nyeri tekan. Konjungtiva dan palpebra
mungkin meradang dan ada edema.
Diagnosis didasarkan atas tes fiksasi komplemen atau tes presipitasi atau
atas keberhasilan memperlihatkan organisme dalam saluran cerna. Eosinofilia
adalah ciri yang selalu ada. Pengobatan terbaik adalah eksisi lesi, keadaan
terminalnya dapat diobati denagn niklosamide.
Infeksi Pthirus Pubis (infeksi kutu pubis)
P. Pubis dapat mengenai silia dan tepi palpebra. Karena ukuranya, kutu
pubis agaknya memerlukan rambut yang tersebar berjauhan. Inilah sebabnya
parasit ini lebih menyukai silia yang tersebar berjauhan selain rambut pubis.
Parasit ini agaknya melepaskan bahan yang merangsang yang menimbulkan
konjungtivitis folikuler toksik pada anak-anak dan konjungtivitis papiler yang
mengiritasi pada orang dewasa. Tepian palpebra umumnya merah, dan perasaan
gatal. Menemukan organisme dewasa atau sengkenit berbentuk oval yang melekat
pada bulu mata adalah diagnosis.
Lindane (Kwell) 1% atau RID (pyrethrin) yang diberikan pada daerah pubis
dan bulu mata setelah membuang sengkenitnya, biasanya menyembuhkan.
Pemberian Lindane atau RID pada tepian palpebra harus sangat hati-hati agar
jangan berkontak dengan mata. Pada setiap salep yang diberikan pada tepian
palpebra cenderung menekan organisme dewasa. Keluarga pasien yang dekat
harus diperiksa dan diobati. Semua pakaian harus dicuci.
Konjungtivitis Vermal
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua
mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan
kasar pada konjuntiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi
eosinofil, atau granula eosinofil, pada kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi,
dan tukak indolen. Pada tipe timbal terlihat benjolan didaerah limbus, dengan
bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat didalam benjolan.
Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim
panas. Mengenai pasien muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama.
Pada bentuk palpebra, pasien biasanya mengeluh gatal, timbul papil yang besar
dan sekret yang mukoid, konjungtiva tarsal bawah edema, hiperemi, dengan
kelainan kornea lebih berat. Sedangkan pada bentul limbal, hipertrofi papil pada
limbus superior yang membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan trantas dot
yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil dibagian epitel limbus
kornea, terbentuk panus, dengan sedikit eosinofil.
Antihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan.
Vasokonstriktor, kromolin topikal dapat mengurangi pemakaian steroid,
siklosporin dapat bermanfaat. Obat antiinflamasi nonsteroid tidak banyak
bermanfaat. Pengobatan dengan steroid topikal tetes dan salep akan dapat
menyembuhkan. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil dapat
diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil. Penyakit ini biasanya
sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi kompres dingin, natrium karbonat, dan
obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan
natrium kromolin topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder disertai sikoplegik.
Konjungtivitis Flikten
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri
atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan karena alergi
(hipersensitivitas tipe IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus,
limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi lain ditubuh.
Kelainan ini sering pada anak-anak yang hidup didaerah padat dengan kurang gizi
sering mendapat radang saluran nafas.
Kadang-kadang konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadang-kadang
mengenai kedua mata. Pada konjungtiva tampak bintik putih yang dikelilingi
daerah hiperemi. Pada pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang
mengelilingi suatu tonjolan bulat dengan warna kuning kelabu seperti suatu
mikroabses yang terletak didekat limbus. Abses ini menjalar kearah sentral atau
kornea dan terdapat tidak hanya satu.
Gejala konjungtivitis flikten adalah mata berair, iritasi dengan mata sakit,
fotofobia, bila kornea ikut terkena selain sakit pasien juga merasa silau disertai
blefarospasme. Dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu, dengan kemungkinan
terjadi kekambuhan. Keadaan akan lebih berat jika terkena kornea. Diagnosis
banding adalah pinguekula iritan, ulkus kornea, okular rosazea, dan keratitis
herpes simplek.
Pengobatan konjungtivitis flikten adalah dengan diberi steroid topikal,
midriatik bila terjadi penyulit pada kornea, pakai kaca mata hitam karena silau
sehingga sakit. Diperhatikan higiene mata dan diberi antibiotik salep mata waktu
tidur dan air mata buatan. Sebaikanya dicari penyebabnya seperti tuberkulosis,
blefaritis stafilokokus kronik dan lainya. Karena sering pada anak yang kurang
gizi maka sebaiknya diberi vitamin dan makanan tambahan.
Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
Radang konjungtiva nonspesifik ringan umumnya menyertai demam jerami
(rinitis alergika). Biasanya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu
hewan, dan lainya. Pasien mengeluh gatal, mata berair, mata merah, dan sering
mengatakan matanya seakan-akan ”tenggelam dalam jaringan sekitar” terdapat
sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan bila
serangan akut sering kemosis berat (yang menjadi penyebab ”tenggelamnya
tadi”), mungkin terdapat sedikit kotoran mata, sulit ditemukan eosinofil dalam
kerokan konjungtiva, jika alergenya menetap timbul konjungtivitis papiler.
Pengobatan adalah meneteskan vasokonstriktor lokal selama tahap akut
(epinefrin, larutan 1:1000 secara topikal, akan menghilangkan kemosis dan
gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin juga membantu mengurangi gatal dan
antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan
cukup baik, namun sering kambuh kecuali antigenya dapat dihilangkan.
Untungnya, frekuensi serangan dan beratnya gejala cenderung menurun dengan
bertambahnya usia.
Konjungtivitis Atopik
Pasien dermatitis atopik (exzema) sering juga menderita
keratokonjungtivitis atopik. Tanda dan gejalanya adalah sensasi terbakar, sekret
mata berlendir, merah, fotofobia. Tepi palpebra eritematosa, dan konjungtiva
tampak putih seperti susu. Terdapat papila halus, namun papila raksasa tidak
berkembang seperti keratokonjungtivitis vernal, dan sering terdapat ditarsus
inferior, berbeda dengan papila raksasa pada keratokonjungtivitis vernal yang
terdapat ditarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan
lanjut penyakit seperti eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulang kali. Timbul
keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat
seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi dan ketajaman penglihatan
menurun, penyakit ini mungkin sampai keratokonus.
Biasanya ada riwayat alergi pada pasien atau keluarga. Kebanyakan pasien
pernah menderita dermatitis atopik sejak bayi. Parut pada lipatan fleksura lipat
siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya,
keratokonjungtivitis atopik berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami
eksaserbasi dan remisi. Seperti pada konjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung
tidak aktif jika pasien berusia lebih dari 50 tahun.
Penanganan keratokonjungtivitis atopik sering mengecilkan hati. Setiap
infeksi sekunder harus diobati. Harus diusahakan kontrol lingkungan.
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg dua kali sehari), astemizole
(10 mg empat kali sehari) atau hydroxyzine 50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai
200 mg) ternyata bermanfaat. Obat anti radang nonsteroid yang baru seperti
ketorolac, iodoxamide ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien. Pada kasus
berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan
komplikasi kornea berat mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan tajam penglihatan.
Konjungtivitis Papilaris Raksasa
Konjungtivitis papilaris raksasa dengan tanda dan gejala mirip pada
konjungtivitis vernal dapat timbul pada pasien yang memakai mata buatan dari
plastik atau lensa kontak. Ini mungkin penyakit hipersensitivitas tipe lambat yang
kaya basofil, mungkin dengan komponen IgE humoral. Mengganti plastik dengan
kaca untuk prostesis mata dan memakai kaca mata daripada lensa kontak biasanya
menyembuhkan. Jika tetap ingin memakai lensa kontak,diperlukan tindakan
tambahan. Perawatan lensa kontak yang baik, termasuk agen-agen bebas
pengawet sangat penting. Disinfektan hidrogen peroksida dan pembersihan lensa
kontak enzimatik juga menolong. Jika semua gagal, pemakaian lensa kontak harus
dihentikan.
Konjungtivitis Iatrogenik
Konjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan oleh dokter. Berbagai obat
dapat memberikan efek samping pada tubuh, demikian pula pada mata yang dapat
terjadi dalam bentuk konjungtivitis.
7. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
Konjungtivitis Sicca (Dry Eyes)
Keratokonjungtivitis sicca adalah suatu keadaan keringnya permukaan
kornea dan konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya fungsi air mata. Kelainan
ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:
Defisiensi komponen air mata, misalnya blefaritis menahun,distikiasis, dan akibat
pembedahan kelopak mata.
Defisiensi kelenjar air mata: sindrome Sjogren, sindrom Riley Day, alakrimia
kongenital, aplasi kongenital saraf trigeminus, sarkoidosis, limfoma kelenjar air
mata, obat diuretik, atropin dan usia tua.
Defisiensi komponen musin: Benign ocular pemfigoid
Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neuroparalitik, hidup
digurun pasir, keratitis logaftalmus.
Karena parut pada kornea atau hilangnya mikrofili kornea.
Manifestasi Klinis berupa gatal, mata seperti berpasir, silau, dan kadang-
kadang penglihatan kabur. Terdapat gejala sekresi mucus yang berlebihan, sukar
menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering, dan terdapat erosi kornea.
Edema konjungtiva bulbi, hiperemis, menebal dan kusam. Komplikasinya
berupaulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan
noevaskularisasi kornea. Pengobatan dengan cara diberikan air mata buatan
seumur hidup dan diobati penyakit yang mendasarinya. Sebaiknya diberikan air
mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat toksik bagi kornea dan dapat
menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi bedah untuk mengurangi
drainase air mata melalui oklusi pungtum dengan plug silicon atau plug kolagen.
Pemphigoid Sikatrikal
Penyakit ini biasanya mulai sebagai konjungtivitis menahun nonspesifik
yang resisten terhadap terapi. Mungkin hanya konjungtiva yang terkena atau
bersama mulut, hidung, esophagus, vulva, dan kulit. Konjungtivitis berakibat
parut pogresif, penutupan forniks-forniks (terutama forniks inferior) dan entropion
dengan trikiasis. Pasien mengeluh sakit, iritasi dan penglihatan kabur. Kornea
terlihat karena ada trikiasis dan film air mata prekorneal kurang. Penyakit ini lebih
berat pada wanita daripada pria. Pemfigoid sikatrik khas penyakit usia
pertengahan, jarang sebelum usia 45 tahun. Pada wanita penyakit ini dapat
berlanjut sampai berakibat kebutaan dalam satu tahun atau kurang; pada pria
jalanya penyakit lebih lambat, dan kadang-kadang terjadi remisi spontan.
Pengobatan selalu harus dimulai pada tahap dini, sebelum terjadi parut
yang berarti. Pada umumnya, perjalananya panjang dan prognosisnya buruk,
dengan hasil terakhir kebutaan akibat symblepharon total dan pengeringan
kornea.
8. Defisiensi Vitamin A
Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi
kekurangan yang disertai kelainan pada mata umumnya terdapat pada anak
berusia 6 bulan sampai 4 tahun. Biasanya pada anak ini juga terdapat kelainan
protein kalori malnutrisi. Kekurangan vitamin A juga dapat terjadi pada pasien
dengan gangguan atau penyakit gastrointestinal dan sirosis hepatis. Sehingga
kekurangan vitamin A dapat disebabkan : primer, dimana kurang vitamin A
dalam diet; sekunder, dimana absorbsi usus tidak baik.
Pasien mengeluh mata kering, seperti kelilipan, sakit, buta senja, dan
penglihatan akan turun perlahan. Terdapat 2 kelainan vitamin A yaitu niktalopia
dan atrofi serta keratinisasi jaringan epitel dan mukosa. Pada keratinisasi
didapatkan xerosis konjungtiva, bercak Bitot, xerosis kornea, tukak kornea dan
berakhir dengan keratomalasia. Pada keadaan ini akan terlihat ketidakmampuan
air mata membasahi air mata, walaupun padapemeriksaan Schimer terlihat jumlah
air mata cukup. Hal ini mungkin disebabkan kerusakan sel Goblet sehingga hasil
musin kurang.
Pengobatan dengan pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan
nyata dalam 1-2 minggu. Dianjurkan bila diagnosis defisiensi vitamin A dibuat
maka diberikan vitamin A 200000 IU per oral pada hari kesatu dan kedua. Belum
ada perbaikan maka diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati
gangguan protein kalori malnutrisi dengan menambah vatamin A, sehingga perlu
diberikan perbaikan gizi pasien.
9. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
Konjungtivitis Iatrogenik Akibat Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikuler toksik atau konjungtivitis non spesifik infiltratif,
yang diikuti pembentukan parut, seringkali terjadi akibat pemberian lama
dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycine, dan obat-obat lain yang disiapkan
dalam bahan pengawet atau vehicel toksik atau yang menimbulkan iritasi. Perak
nitrat yang diteteskan kedalam saccus konjungtiva saat lahir (profilaksis Crede’)
sering menjadi penyebab konjungtivitis kornea ringan. Jika produksi air mata
berkurang akibat iritasi yang kontinue, konjungtiva kemudian akan cedera karena
tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam sacus
konjungtiva.
Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan
yang lembut dan lunak atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva
menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan lamanya setelah penyebabnya
dihilangkan.