Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

ODS Moderate Non Proliferative Diabetic Retinopathy dengan


Clinically Significant Makula Edema
dan Katarak Diabetika
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
Danu Kamajaya
22010114210074
Pembimbing:
dr. Ribkah Angeline Pandie
Penguji:
dr. Maharani, Sp.M (K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Nama
NIM
Bagian

: Danu Kamajaya
: 22010114210074
: Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro

Judul

: ODS Moderate Non Proliferative Diabetic Retinopathy dengan


1

Clinically Significant Makula Edema dan Katarak Diabetika


Penguji
: dr. Maharani, Sp.M (K)
Pembimbing : dr. Ribkah Angeline Pandie

Semarang, 8 Januari 2016


Penguji

dr. Maharani, Sp.M (K)

Pembimbing

dr. Ribkah Angeline Pandie

ODS MODERATE NON PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY


DENGAN CLINICALLY SIGNIFICANT MAKULA EDEMA
DAN KATARAK DIABETIKA
LAPORAN KASUS
Penguji kasus

: dr. Maharani, Sp.M (K)

Pembimbing

: dr. Ribkah Angeline Pandie

Dibacakan oleh

: Danu Kamajaya

Dibacakan tanggal

: 11 Januari 2016

I.

PENDAHULUAN
Retinopati diabetik (RD) adalah penyebab kebutaan utama pada
penderita

diabetes

melitus

(DM).

Seiring

meningkatnya

jumlah

penyandang DM, meningkat pula prevalensi retinopati diabetik dan risiko


kebutaan. Survei kesehatan di Amerika Serikat dari tahun 2005-2008
melaporkan sekitar 28,5% penderita DM di antaranya menderita RD dan
4,4% mengalami kebutaan.1
Prevalensi RD berdasarkan The DiabCare Asia 2008 Study, 42%
penderita DM di Indonesia mengalami komplikasi retinopati. Sedangkan
di RS M. Djamil Padang, sekitar 50,7% pasien DM mengalami RD, baik
non proliferatif ataupun proliferatif.2-7
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gangguan retina akibat
DM ini berkaitan dengan lama penyakit DM yang diderita. Hampir semua

( sekitar 90 % ) penyandang DM tipe 1 akan mengalami RD dengan


berbagai derajat setelah 20 tahun dan 60% pada DM tipe 2.8
Kadar gula darah tidak terkontrol akan meningkatkan resiko
terjadinya RD. Menurut penelitian di RS M. Djamil, jumlah penderita DM
dengan kadar gula darah relatif stabil hanya 181 orang (48%)
dibandingkan dengan 196 orang (52%) dengan kadar gula darah tidak
stabil. Tujuh puluh penyandang dengan gula darah terkontrol tersebut
mengalami RD, sementara 121 penyandang yang tidak terkontrol glukosa
darahnya mengalami RD.7

II.

III.

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. T

Umur

: 43 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Brebes

Pekerjaan

: Swasta ( Rias Pengantin )

ANAMESIS
Anamnesis dilakukan dengan penderita sendiri pada tanggal 6 Januari
2016 di poli mata

Keluhan Utama

: Penglihatan kedua mata kabur mendadak

Riwayat Penyakit Sekarang :


+ 5 bulan SMRS Pasien mengeluh pandangan tiba tiba kabur.
Pandangan kabur dirasakan terus menerus hingga pasien kesulitan untuk

aktivitas sehari - hari. Penglihatan kabur dirasakan ketika membaca jarak


jauh maupun dekat. Penglihatan mata kanan kabur disertai seperti melihat
kabut (putih putih ). Penglihatan mata kirinya tidak disertai kabut namun
terdapat bintik bintik hitam. Tidak ada mata merah, tidak ada
nyeri/cekot-cekot pada mata, tidak ada nrocos, tidak ada silau, dan tidak
ada kotoran mata. Kemudian pasien pergi ke Optik untuk periksa dan
diberikan resep kacamata lensa S + 1,5 D.
+ Selama 4 bulan memakai kaca mata, keluhan mata kabur tidak
membaik dengan kacamata. Kemudian pasien periksa ke dokter umum,
oleh dokter pasien dirujuk ke RSDK karena terdapat gangguan saraf mata.

Riwayat Penyakit Dahulu :


-

Riwayat DM tidak terkontrol + 8 tahun


Riwayat terdapat luka pada kaki yang sulit sembuh pada tahun
2014, karena luka tersebut, pasien mulai kontrol dan konsumsi obat
teratur. Dulu menggunakan obat 2 tablet ( metformin dan satu obat
lagi pasien lupa nama obatnya ) , sekarang menggunakan obat

suntik (insulin) dan 1 obat tablet ( metformin )


Riwayat Batuk lama hingga rutin kontrol untuk pengobatan selama
9 bulan ( + dari februari hingga desember 2015 )

Riwayat sakit hipertensi disangkal

Riwayat trauma pada daerah mata disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


-

Terdapat keluarga yang menderita DM (+) ayah kandung dan adik


kandung.

Riwayat Sosial Ekonomi :

IV.

Penderita bekerja sebagai rias pengantin dan sudah mempunyai 1

suami dan 2 orang anak. Biaya pengobatan dengan BPJS


Kesan : sosial ekonomi cukup

PEMERIKSAAN

Status Praesen (Tanggal 6 Januari 2016)


Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Komposmentis

Tanda vital

: TD

suhu : 36,20C

: 120/80 mmHg

nadi : 84x/menit
Pemeriksaan fisik

RR: 18x/menit

: Kepala : mesosefal
Thoraks :

cor

: tidak ada kelainan

paru

: tidak ada kelainan

Abdomen

: tidak ada kelainan

Ekstremitas

: tidak ada kelainan

Status Oftalmologi (Tanggal 6 Janurari 2016)

Oculus Dexter
3/60
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Gerak bola ke segala arah baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)

VISUS
KOREKSI
SENSUS COLORIS
PARASE/PARALYSE
SUPERCILIA
PALPEBRA SUPERIOR

Oculus Sinister
6/20
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Gerak bola ke segala arah baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)

Edema (-), spasme (-)


Hiperemis (-), sekret (-),

PALPEBRA INFERIOR
CONJUNGTIVA

Edema (-), spasme (-)


Hiperemis (-), sekret (-),

edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),

PALPEBRALIS
CONJUNGTIVA FORNICES

edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),

edema (-)
Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
Kedalaman cukup,

CONJUNGTIVA BULBI
SCLERA
CORNEA
CAMERA OCULI

edema(-)
Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
Kedalaman cukup,

Tindal Efek (-)


Kripte (+), rubeosis (-)
Bulat, central, regular,

ANTERIOR
IRIS
PUPIL

Tindal Efek (-)


Kripte (+), rubeosis (-)
Bulat, central, regular,

d : 3mm, RP (+) N
Keruh tidak rata
< cemerlang
T(digital) normal
Tidak dilakukan

LENSA
FUNDUS REFLEKS
TENSIO OCULI
SISTEM CANALIS

Tidak dilakukan

LACRIMALIS
TEST FLUORESCEIN

d : 3mm, RP (+) N.
Keruh tidak rata
< cemerlang
T(digital) normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Pemeriksaan Laboratorium
Fotografi Fundus Angiografi
Okuli Dextra

Okuli Sinistra

Deskripsi Funduskopi :
ODS : papil N II : bulat, batas tegas, CDR 0.4 , warna kuning kemerahan
Vasa

: AVR 1/3 spasme arteri (-), vena dilatasi (+) berkelok,


Mikroaneurisma (+), vena beading (-), IRMA (-)

Retina

: Hard exudat (+), Soft exudate (-), edema (+) Perdarahan dot
blot, flame shape hemorage (-), neovaskularisasi (-)

Makula

: Hard exudate (+), edema (+)


Reflek fovea < cemerlang

V.

RESUME
Seorang wanita 43 tahun datang ke poli RSDK dengan penglihatan
kabur secara mendadak pada mata kanan dan kiri. Pandangan kabur
dirasakan terus menerus hingga pasien kesulitan untuk melakukan
aktivitas sehari - hari. Penglihatan kabur dirasakan ketika membaca jarak
jauh maupun dekat. Penglihatan mata kanan kabur disertai seperti melihat

kabut (putih putih ). Penglihatan mata kirinya tidak disertai kabut namun
terdapat floater (+). Mata hiperemis (-), nyeri/cekot-cekot (-), lakrimasi (-),
fotofobia (-), sekret mata (-), cephalgia (-). Pasien sudah periksa mata di
optik namun pandangan kabur tidak membaik dengan kacamata bahkan
semakin memburuk. Pasien memiliki riwayat DM + 8 tahun tidak
terkontrol. Pasien memiliki luka yang sulit sembuh pada tahun 2014,
karena luka tersebut, pasien mulai kontrol teratur dan konsumsi obat
teratur. Dulu menggunakan obat 2 tablet ( metformin dan pasien lupa nama
obatnya ), sekarang menggunakan obat suntik (insulin) dan 1 obat tablet
(metformin). Riwayat Batuk lama hingga rutin kontrol untuk pengobatan
selama 9 bulan ( + dari februari hingga desember 2015 ). Ayah kandung
dan adik kandung juga menderita penyakit DM.
Pemeriksaan fisik : status praesens dan pemeriksaan fisik dalam batas
normal

Status Oftamologis
-

Visus VOD = 3/60


ODS Lensa keruh tidak rata
Funduskopi ODS

VOS = 6/20

ODS : papil N II : bulat, batas tegas, CDR 0.4 , warna kuning kemerahan
Vasa

: AVR 1/3 spasme arteri (-), venadilatasi (+) berkelok,


Mikroaneurisma (+)

Retina

: Hard exudat (+), Soft exudate (-), edema (+)


Perdarahan dot blot, flame shape (-), neovaskular (-)

Makula

: Hard exudate (+), edema (+)


Reflek fovea < cemerlang

VI.

DIAGNOSIS KERJA
o ODS Moderate Non Proliferatif Retinopati Diabetika dengan
clinically significant makula edema (CSME) + Katarak Diabetika

VII.

DIAGNOSIS BANDING
o ARMD
o PDR
o NPDR

VIII. TERAPI
Diprogramkan untuk injeksi Anti Vascular Endothelial Growth Factor

IX.

PROGNOSIS
Quo ad visam
Quo ad sanam
Quo ad vitam
Quo ad cosmeticam

X.

OD
Dubia ad bonam
Dubi ad bonam
ad bonam
ad bonam

OS
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
ad bonam
ad bonam

EDUKASI

Menjelaskan pada penderita tentang penyakitnya bahwa penyakitnya


tersebut disebabkan oleh penyakit DM pasien.
Pasien harus mengontrol gula darah dengan baik agar gangguan pada
mata tidak bertambah buruk.
Makan ketika lapar dan tidak terlalu banyak dan olah raga teratur
setiap hari.

XI.

DISKUSI

RETINOPATI
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang.
Akan dibicarakan kelainan retina yang berhubungan dengan penglihatan seperti
retinopati akibat anemia, diabetes melitus, hipotensi, hipertensi, retinopati
leukemia.9
Cotton wool patches merupakan gabaran eksudat pada retina akibat
penyumbatan arteri prepapil sehingga terjadi daerah nonperfusi di dalam retina.
Terdapat pada hipertensi, retinopati diabetes, penyakit kolagen, anemia, penyakit
Hodkin dan keracunan monooksida.9
RETIONOPATI DIABETIK
Retinopati diabetes adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan
pada penderita diabetes melitus. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa
aneurisma, melebarnya vena, perdarahan eksudat lemak.9
Pada retinopati diabetik terjadi suatu mikroangiopati progesif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi
arteriol pre-kapiler retina, kapiler kapiler, dan vena retina.10
Retinopati merupakan gejala diabetes melitus utama pada mata, dimana
ditemukan pada retina :9
1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler. Terutama darah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang kadang pembuluh
darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat sedang dengan bantuan

10

angiografi fluoresein lebih mudah dipertunjukan adanya mikroaneurisma


ini. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes melitus dini pada mata.
2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasannya
terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior.
Bentuk perdarahan ini merupakan prognosis penyakit dimana perdarahan
luas memberikan prognosis lebih buruk dibanding kecil. Perdarahan
terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma, atau karena
pecahnya kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah balik dengan leumennya ireguler dan berkelok
kelok, bentuk ini seakan akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini
tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang
kadang disertai kelainan endotel dan eksudai plasma.
4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambaran khusus
yaitu iregular, kekuningan kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dam
beberapa minggu. Pada mulanya tampak pada gambaran angiografi
fluoresein sebagai kebocoran fluoresein di luar pembuluh darah. Kelainan
ini terutama terdiri atas bahan bahan lipid dan terutama banyak
ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.
5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna
kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi
daerah non irigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

11

6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan.


Neovaskular terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Tampak
sebagai pembuluh yang berkelok kelok, dalam kelompok kelompok,
dan bentuknya iregular. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada
retinopati diabetes. Mula mula terletak di dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid (preretinal), maupun perdarahan badan kaca.
Proliferasi preretinal dari suatu neovaskularisasi biasanya diikuti
proliferasi jaringan ganglia dan perdarahan.
7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan pasien.
8. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera
hilang bila diberikan pengobatan.
Retinopati diabetes biasanya ditemukan bilateral, simetris dan progresif,
dengan 3 bentuk :9
1. Backgorund : mikroaneurisma, perdarahan bercak dan titik, serta
edema sirsinata.
2. Makulopati : edema retina dan gangguan fungsi makula
3. Proliferasi : vaskularisasi retina dan badan kaca.

Keadaan keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes :9

12

1. Pada diabetes juvenilis yang insulin dependent dan kehamilan dapat


merangsang timbulnya perdarahan dan proliferasi.
2. Arteriosklerosis dan proses menua pembuluh pembuluh darah
memperburuk prognosis
3. Hiperlipoproteinemi diduga mempercepat perjalanan dan profesifitas
kelainan dengan cara mempengaruhi arteriosklerosis dan kelainan
hemobiologik
4. Hipertensi arteri. Memperburuk prognosis terutama pada penderita
usia tua.
5. Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang
mendadak.

Faktor Risiko10
1. Lamanya pasien menderita diabetes. Setelah 10 tahun. 60 % pasien
mengalami retinopati dan setelah 15 tahun, 80 % pasien mengalami
retinopati.
2. Beratnya hiperglikemia. Pasien DM tipe I lebih banyak mendapat
keuntungan dari pada pasien DM tipe 2 dengan kontrol kadar gula darah
yang baik. Peningkatan HbA1c merupakan faktor resiko kejadian penyakit
proliferatif
3. Peningkatan kadar lipid serum
4. Kehamilan
5. Hipertensi

13

6. Nefropati
7. Lain lain (merokok, usia, jenis diabetes, inaktivitas fisik, dan
penggunaan penghambat ACE)

SKRINING
Deteksi dan terapi retinopati diabetik sejak dini penting dilakukan.
Kelainan kelainan yang mudah terdeteksi timbul sebelum penglihatan
terganggu. Skrining retinopati diabetik harus dilakukan dalam 3 tahun sejak
diagnosis diabetes tipe I, pada saat diagnosis diabetes tipe II, dan selanjutnya
setahun sekali pada keduanya. Fotografi fundus digital terbukti merupakan
metode skrining yang efektif dan sensitif. Fotofrafi tujuh bidang merupakan
pemeriksaan skrining baku emas, tetapi pemeriksaan dua bidang 45 derajat, satu
difokuskan pada makula dan satunya lagi pada diskus telah menjadi metode
pilihan pada sebagian besar program skrining. Midriasis diperlukan untuk
mendapatkan foto yang berkualitas baik, terutama bila terdapat katarak.11
Retinopati diabetik dapat berkembang dengan cepat selama masa
kehamilan. Setiap wanita diabetes yang hamil harus diperiksa oleh seorang
oftamolog atau dilakukan pemeriksaan fotografi fundus digital pada trisemester
pertama dan sedikitnya setiap 3 bulan sampai waktu persalinan.11
Skrining pencegahan diperuntukan bagi :10
1. Penderita DM tipe 1 : 3 5 tahun setelah diagnosis DM tipe 1, dan
dilanjutkan dengan follow-up setiap tahun

14

2. Penderita DM tipe 2 : pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan dan


dilanjutkan dengan follow-up setiap tahun
3. Sebelum kehamilan (DM tipe 1 dan DM tipe 2) : skrining dikerjakan
sebelum konsepsi dan pada awal trisemester satu, dengan follow-up:
a. Tanpa retinopati atau dengan NPDR sedang; setiap 3 12 bulan
b. NPDR berat atau lebih buruk setiap 1 3 bulan
Pencegahan retinopati terutama dikerjakan dengan :10
1. Melakukan kontrol ketat terhadap gula darah
2. Pada pasien DM dengan hipertensi, dilakukan kontrol tekanan darah

KLASIFIKASI
Klasifiikasi retinopati diabetik dapat dilihat di Tabel 1 penjelasan :10
-

Mikroaneurisma : titik titik merah kecil, perdarahan kecil/blood dotm


seringkali berawal dari sisi temporal fovea, sulit dibedakan dengan
perdarahan titik

Perdarahan retina : flame shaped (perdarahan serabut saraf retina),


konfigurasi dot/blot berwarna merah (perdarahan intraretina), berbentuk
bulat gelap (infark retina).

Eksudat : lesi berwarna kekuningan dengan batas yang tegas dengan


konfigurasi gumpalan atau cincin pada kutub posterior, mengelilingi
mikroaneurisma

Edema makula diabetikum : penebalan retina yang paling baik dideteksi


dengan slit lamp dengan lensa kontak. Edema makula yang bermakna

15

secara klinis (clinically significant makula edema (CSME)) adalah sebagai


berikut :
-

Cotton wool spot : Lesi superficial berukuran kecil, berwarna keputihan,


dengan gambaran mirip kapas yang dapat terlihat pada retina di belakang
ekuator bola mata. Perubahan vena : termasuk dilatasi dan peningktan
lekukan, looping, beading, dan segmentasi mirip sosis

Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) : pirau arteri vena


yang bergerak dari arteriol retina menuju venula tanpa, melewti kapiler.
Ditandai dengan garis intraretina halus, iregular berwarna merah yang
berjalan dari arteriol menuju venula tanpa menyeberangi pembuluh darah
besar.

Perubahan arteri : dilatasi arteri ringan merupakan gambaran iskemia awal.


Saat iskemia memberat, maka gambaran yang muncul adalah penyempitan
perifer, silver-wiring dan obliterasi, mirip dengan oklusi arteri cabang.

Tabel 1. Klasifikasi Retinopati Diabetik Berdasarkan Early Treatment Diabetic


Retinopathy Study10
Kategori/deskripsi
Retinopati Diabetik Nonproliferatif : Nonproliferative Diabetic Retinopathy
Ringan : hanya ada mikroaneurisma
Sedang : adanya temuan patologis lain selain mikroaneurisma namun lebih
ringan dibandingkan / tidak memenuhi kriteria NPDR berat
Berat : salah satu dari kriteria berikut tanpa adanya tanda retinopati
diabetik proliferatif;
1. Adanya perdarahan intraretina berat dan mikroaneurisma pada masing
masing 4 kuadran

16

2. Adanya beading vena pada 2 kuadran atau lebih


3. Intrareinal microvascular abnormalities (IRMA) sedang pada 1 atau lebih
kuadran
Sangat berat : ditemukan > 2 kriteria untuk kriteria berat
Retinopati Diabetik Proliferatif Proliferative Diabetic Retinopathy
1. Adanya neovaskularisaasi
2. Adanya perdarahan vitreus atau perdarahan praretinae
PDR memberikan gambaran khusus pada pemeriksaan oftamologi, yaitu :3
1. New vessel at the disc (NVD) merupakan neovaskularisasi di atau dalam
satu diameter diskus dari papil nervus optikus.
2. New vessel elsewhere (NVE) merupakan neovaskularisasi yang jauh dari
diskus, yang dapat mengakibatkan fibrosis apabila bertahan lama
3. New vessel on iris (NVI) merupakan neovaskularisasi pada iris, disebut
juga rubeosis iridis, dan memiliki kemungkinan berlanjut menjadi
glaukoma neovaskular

Retinopati diabetik juga ada yang menggolongkan menjadi retinopati


nonproliferatif, makulopati, dan retinopati proliferatif. Penjelasan mengenai
retinopati nonproliferatif, makulopati, dan retinopati proliferatif sebagai berikut.11

Retinopati Nonproliferatif
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh pembuluh yang kecil. Kelainan
patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan

17

berkurangnya jumlah perisit. Kapiler membentuk kantung kantung kecil


menonjol seperti titik titik yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan akan
berbentuk nyala api karena lokasinya berada di dalam lapisan serat saraf yang
berorientasi horizontal.11
Retinopati

nonproliferatif

ringan

ditandai

oleh

sedikitnya

satu

mikroaneurisma. Pada retinopati nonproliferatif sedang, terdapat mikroaneurisma


luas, perdarahan intraretina, gambaran manik manik pada vena (venous
beading), dan / atau bercak bercak cotton wool. Retinopati non proliferatif berat
ditandai oleh bercak bercak cotton wool, gambaran manik manik pada vena,
dan kelainan mikrovaskular intravena (IRMA). Stadium ini terdiagnosis dengan
ditemukannya perdarahan intravena di empat kuadran, gambaran manik manik
vena di dua kuadran, arau kelainan mikrovaskular intraretina berat di satu
kuadran.11

Makulopati
Makulopati diabetik bermanifestasi sebagai penebalan atau edema retina
setempat atau difus, yang terutama disebabkan oleh kerusakan sawa darah retina
pada tingkat endotel kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran
cairan dan konstituen plasma ke retina sekitarnya, makulopati lebih sering
dijumpai pada pasien diabetes tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah
kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai oleh penebalan retina dibagian
manapun pada jarak 500 mikron dari fovea, eksudat keras pada jarak 500 mikron
dari fovea yang berkaitan dengan penebalan retina, atau penebalan retina yang

18

ukurannya melebihi satu diameter diskus dan terletak pada jarak satu diameter
diskus dari fovea. 11
Makulopati juga bisa terjadi karena iskemia, yang ditandai oleh edema
makula, perdarahan dalam, dan sedikit eksudasi. Angiografi fluoresein
menunjukan hilangnya kapiler kapiler retina disertai pembesaran zona avaskular
fovea. 11

Retinopati Proliferatif
Komplikasi mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati
diabetik proliferatif. Iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang
pemberntukan pembuluh pembuluh halus yang menyebabkan kebocoran protein
protein serum (dan fluoresens) dalam jumlah besar. Retinopati diabetik
proliferatif awal ditandai oleh kehadiran pembuluh pembuluh baru pada diskus
optikus (NVD) atau di bagian retina manapun (NVE). Ciri yang beresiko tinggi
ditandai oleh pembuluh darah baru pada diskus optikus yang meluas lebih dari
sepertiga diameter diskus, pembuluh darah baru pada diskus optikus yang disertai
perdarahan vitreus, atau pembuluh darah baru di bagian retina manapun yang
besarnya lebih dari setengah diameter diskus dan disertai perdarahan vitreus. 11
Gejala bergantung kepada luas tempat kelainan dan beratnya kelaianan.
Umumnya berupa penurunan tajam penglihatan yang berlangsung perlahan
perlahan.9
Fundus dapat ditemui kelainan kelainan seperti di atas berupa :9
1. Mikroaneurisma

19

2. Peradarahan retina
3. Exudate
4. Neovaskularisasi retina
5. Jaringan proliferasi di retina atau badan kaca
Pembuluh pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi ke permukaan
posterior vitreus dan akan menimbul saat vitreus mulai berkontraksi menjauhi
retina. Apabila pembuluh tersebut berdarah, perdarahan vitreus yang masif dapat
menyebabkan penurunan penglihatan mendadak. Sekali terjadi pelepasan total
vitreus posterior, mata beresiko mengalami neovaskularisasi dan perdarahan
vitreus. Pada mata retinpati diabetik proliferatif dan adhesi vitreoretinal persisten,
jaringan neovaskular yang menimbul dapat mengalami perubahan fibrosa dan
membentuk pita pita fibrovaskular rapat, yang menyebabkan traksi vitreoretina.
Hal ini dapat menyebabkan ablatio retina, ablatio retina regmatogenosa, ablatio
retina dapat ditandai atau ditutupi oleh perdarahan vitreus. Apabila kontraksi
vitreus di mata tersebut telah sempurna, retinopati proliferatif cenderung masuk ke
dalam stadium involusional atau burned out. Penyakit mata diabetik lanjut
juga dapat disertai komplikasi neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan glaukoma
noevaskular. 11
Retinopati proliferatif berkembang pada 50 % pasien diabetes tipe I dalam
15 tahun sejak onset penyakit sistemiknya. Retinpati proliferatif lebih jarang
ditemukan pada diabetes tipe II; namun karena jumlah pasien diabetes tipe II lebih
banyak, pasien retinopati proliferatif lebih banyak yang mengidap diabetes tipe II
diabandingkan tipe I. 11

20

Klasifikasi lain retinopati diabetes menurut Bagian Mata Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia / Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo.9
-

Derajat I : terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak


pada fundus okuli

Derajat II : terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak


dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli

Derajat III : terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak


terdapat neovaskular dan proliferasi pada fundus okuli

Jika gambaran fundus mata kiri tidak sama beratnya dengan mata kanan
maka digolongkan pada derajat yang lebih berat.

PENCITRAAN
Optical Coherence Tomography sangat bermanfaat dalam menentukan dan
memantau edema makula. Umumnya pengobatan diperlukan pada penebalan
retina lebih dari 300 mikron.11
Angiografi fluoresein berguna untuk menentukan kelainan mikrovaskular
pada retinopati diabetik. Defek pengisian yang besar pada jalinan kapiler
nonperfusi kapiler menunjukan luas iskemia retina dan biasanya lebih jelas pada
daerah mid perifer. Kebocoran fluoresein yang disertai dengan edema retina,
mungkin membentuk gambaran petaloid edema makula kistoid atau mungkin
membentuk gambaran difus. Ini dapat membantu menentukan prognosis serta luas
dan penempatan terapi laser. Mata dengan edema makula dan iskemia yang

21

bermakna mempunyai prognosis penglihatan yang lebih buruk, dengan atau tanpa
terapi laser, dibandingkan mata edema dengan perfusi yang relatif baik.11

TERAPI
Progresivitas retinopati terutama dicegah dengan melakukan pengendalian
yang baik terhadap hiperglikemia, hipertensi sistemik, dan hiperkolesterolemia.
Terapi pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya. Mata
dengan edema makula diabetik yang belum bermakna klinis sebaiknya dipantau
secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan focal
laser bila lesinya setempat, dan grid laser bila lesinya difus. Laser Argon pada
makula sebaiknya hanya cukup untuk menghasilkan bakaran sinar karena parut
laser dapat meluas dan mempengaruhi penglihatan. Terapi di bawah ambang tidak
tampak adanya retina yang terbakar saat dilakukan terapi dan micropulse laser
telah memberikan hasil sama efektif dengan parut lebih sedikit. Penyuntikan
intravitreal anti VEGF juga efektif.11
Injeksi intravitreal saat ini merupakan salah satu pilihan penatalaksanaan
untuk retinopati diabetika yang meningkatkan efek terapi dari beberapa agen.
Pada beberapa penelitian menunjukan pada beberapa agen intravitreal memiliki
efek tidak hanya mencegah hilangnya penglihatan tetapi juga meningkatkan tajam
penglihatan. Obat intravitreal yang biasa digunakan pada penatalaksanaan
Diabetic Macular Edema dan Retinopati Diabetika ada dua kategori yaitu
kortikosteroid dan anti VEGF.12

22

Injeksi steroid memiliki efek anti inflamasi dan anti angiogenik yang dapat
menghambat peningkatan jumlah faktor yang meningkatkan permeabilitas
vaskular seperti VEGF, kerusakan protein endothelial tight junction dan produksi
mediator inflamasi. Studi penelitian telah meneliti peranan intravitreal
triamcinolone sebagai terapi tambahan untuk laser fokal makula. Group DRCR
net membandingkan penggunaan intravetral triamcinolone di kombinasikan
dengan laser dan group ranibizumab, menunjukan bahwa hasil ketajaman
penglihatan untuk group yang diterapi dengan ranizumab lebih baik dibandingkan
dengan group yang diterapi dengan steroid.13
Aflibercept merupakan anti VEGF yang sudah digunakan untuk terapi
Cystoid Macular Edem, Central Retinal Vein Occlusion (CRVO), Choroidal
Macular Edem. Retinopati diabetika merupakan komplikasi dari diabetes melitus
yang disebabkan oleh adanya kebocoran pada . Retinopati diabetika merupakan
komplikasi dari diabetes melitus yang disebabkan oleh adanya kebocoran pada
blood retina barrier sehingga menyebabkan inflamasi dan iskemik. Anti VEGF
dapat berperan sistemik atau lokal (intraokuler), salah satunya aflibercept yang
merupakan fusi protein yang mempunyai afinitas tinggi pada VEGFR1 dan
VEGFR 2. Aflibercept atau VEGF Trap adalah soluble decoy receptor yang
merupakan reseptor yang mampu menangkap VEGF. VEGF trap mempunyai
kemampuan untuk mengikat VEGF dan berkompetisi dengan reseptor VEGF.
Aflibercept ini berfungsi menghambat proses angiogenesis sehingga dapat
menginduksi regresi CNV.12

23

Terapi fotokoagulasi laser pan retina (PRP) juga dapat merangsang regresi
pembuluh pembuluh baru, sehingga menurunkan insidens gangguan penglihatan
berat akibat retinopati diabetik proliferatif hingga 50 %. Beberapa ribu bakaran
laser dengan jarak teratur diberikan diseluruh retina untuk mengurangi rangsangan
angiogenik dari daerah daerah iskemik. Daerah sentral yang dibatasi oleh diskus
dan cabang cabang pembuluh temporal utama tidak dikenai. Yang beresiko besar
kehilangan penglihatan adalah pasien dengan ciri ciri risiko tinggi. Jika
pemgobatan ditunda hingga ciri tersebut muncul, fotokoagulasi laser pan-retina
yang memadai harus segera dilakukan tanpa penundaan lagi. Pengobatan pada
retina nonproliferatif berat belum mampu mengubah hasil kahir penglihatan;
namun, pada pasien pasien dengan diabetes tipe II, kontrol gula darah yang
buruk, atau sulit dipantau dengan cermat, terapi harus diberikan sebelum
kelaianan proliferatif muncul.11
Vitrektomi dapat membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi traksi
vitreoretina. Sekali perdarahan vitreus yang luas terjadi, 20 % mata akan menuju
kondisi penglihatan dengan visus tanpa persepsi cahaya dalam 2 tahun. Vitrektomi
dini diindikasikan untuk diabetes tipe I dengan perdarahan vitreus luas dan
proliferatif aktif yang berat dan kapanpun penglihatan mata sebelahnya buruk.
Tanpa kondisi kondisi tersebut, vitrektomi dapat ditunda hingga setahun karena
perdarahan vitreus minimal hanya bermanfaat untuk mata yang telah menjalani
fotokoagulasi laser pan-retina dan memiliki pembuluh pembuluh baru yang
telah mulai mengalami fibrosis. Mata dengan ablatio retinae akibat traksi tidak
memerlukan vitrektomi hingga pelepasan telah mengenai fovea. Ablatio retinae

24

regmatogenosa sebagai komplikasi retinopati diabetik proliferatif membutuhkan


vitrektomi segera.11
Komplikasi pasca vitrektomi lebih sering dijumpai pada pasien diabetes
tipe I yang menunda vitrektomi dan pasien diabetes tipe II yang menjalani
vitrektomi dini. Komplikasi terzebut antara lain ftisis bulbi peningkatan tekanan
intraokular dengan edema kornea, ablatio retinae, dan infeksi.11
Obat obatan anti VEGF tampak menjajikan sebagai tambahan vitrektomi
untuk membantu mengurangi perdarahan selama pembedahan dan untuk
mengurangi insidens perdarahan retina kambuhan pascaoperasi.11
Secara singkat, terapi untuk retinopati diabetik dapat diringkas dalam tabel
2. Terapi dikerjakan oleh dokter spesialis mata.10
Follow-up dikerjakan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :10
a. NPDR ringan; setiap 6- 12 bulan
b. NPDR sedang
a. Tanpa edema makula; setiap 4 6 bulan tanpa memerlukan
pemeriksaan fundus fluorescein angiography (FFA) atau ocular
coherence tomography (OCT)
b. Dengan edema makula; setiap 2 4 bulan, dengan pemeriksaan
penunjang FFA dan / atau OCT.

c. NPDR berat

25

a. Tanpa edema makula; setiap 4 bulan, pemeriksaan FFA


diindikasikan
b. Dengan edema makula; setiiap 2 4 bulan
d. PDR dengan atau tanpa CSME; setiap 2 3 bulan
e. Pada PDR dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani dengan terapi
laser, maka dikerjakan pemeriksaan setiap 6 bulan.
Tabel 2. Rekomendasi Terapi Retinopati Diabetik Berdasarkan Berat ringannya
Retinopati
Beratnya

Keberadaan

Follow

Panretinal

Fluoresin

Focal

Retinopati

edema

up

photocoagul

angiography

dan / atau

(bulan)

ation laser

12

Tidak

Tidak

Tidak

dikerjakan

dikerjakan

dikerjakan

6 12

Tidak

Tidak

Tidak

24

dikerjakan
Tidak

dikerjakan
Biasanya

dikerjakan
Biasanya

yang
Normal

makula
bermakna

secara klinis
Tidak ada

atau NPDR
minimum
NPDR

Tidak ada

ringan
Ada

grid laser

hingga
dikerjakan
sedang
NPDR

Tidak ada

24

Terkadang

Jarang

Tidak

Ada

24

Terkadang

Biasanya

dikerjakan
Biasanya

Tidak ada

24

Terkadang

Jarang

Tidak

Ada
Tidak ada

24
24

Terkadang
Biasanya

Biasanya
Jarang

dikerjakan
Biasanya
Tidak

Ada

24

Biasanya

Biasanya

dikerjakan
Biasanya

berat
PDR risiko
rendah
PDR risiko
tinggi

26

PDR inaktif

Tidak ada

6 12

Tidak

Tidak

Biasannya

Ada

24

dikerjakan
Tidak

dikerjakan
Biasanya

Biasanya

dikerjakan

XII.

ANALISA KASUS
Pada kasus ini didapatkan diagnosis Moderate Nonproliferatif
Retinopati Diabetik dengan clinically significant makula edema (CSME)
dan Katarak Diabetika pada kedua mata berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjuang yang mengarah pada
diagnosis tersebut.

Anamnesis
Seorang wanita 43 tahun datang ke poli RSDK dengan penglihatan
kabur secara mendadak pada mata kanan dan kiri. Pandangan kabur
dirasakan terus menerus hingga pasien kesulitan untuk merias
pelanggannya. Penglihatan kabur dirasakan ketika membaca jarak jauh
maupun dekat. Penglihatan mata kanan kabur disertai seperti melihat kabut
(putih putih ). Penglihatan mata kirinya tidak disertai kabut namun
terdapat bintik bintik hitam. Mata hiperemis (-), nyeri/cekot-cekot (-),
lakrimasi (-), fotofobia (-), sekret mata (-), cephalgia (-). Pasien sudah
periksa mata di optik namun pandangan kabur tidak membaik dengan
kacamata bahkan semakin mumburuk. Pasien memiliki riwayat DM + 8
tahun tidak terkontrol. Pasien memiliki luka yang sulit sembuh pada tahun
2014, karena luka tersebut, pasien mulai kontrol teratur dan konsumsi obat

27

teratur. Dulu menggunakan obat 2 tablet ( metformin dan pasien lupa nama
obatnya ), sekarang menggunakan obat suntik (insulin) dan 1 obat tablet
(metformin). Riwayat Batuk lama hingga rutin kontrol untuk pengobatan
selama 9 bulan ( + dari februari hingga desember 2015 ). Ayah kandung
dan adik kandung juga menderita penyakit DM.

Pemeriksaan fisik : status praesens dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pemeriksaan oftalmologis
-

Visus VOD = 3/60


ODS Lensa keruh tidak rata
Funduskopi ODS

VOS = 6/20

ODS : papil N II : bulat, batas tegas, CDR 0.4 , warna kuning kemerahan
Vasa

: AVR 1/3 spasme arteri (-), vena dilatasi (+) berkelok,


Mikroaneurisma (+)

Retina

: Hard exudat (+), Soft exudate (-), edema (+) Perdarahan dot
blot, flame shape (-), neovaskularisasi (-)

Makula

: Hard exudate (+), edema (+)


Reflek fovea < cemerlang

Penatalaksanaan
Pemberian terapi injeksi Anti Vascular Endothelial Growth Factor
dilakukan mengingat berbagai pertimbangan bagi pasien. Edukasi yang diberikan
kepada pasien bertujuan untuk mencegah progresivitas retionopati secara cepat
dan mempertahankan keadaan penglihatan sebaik mungkin.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Zhang X, Saadine JB, Chiu-Fang C, Cotch MF, Cheng YJ, Geiss LS, et al.
Prevalence of diabetic retinopathy in United States, 2005-2008. JAMA.
2010;304(6):649-56.
2. Pedersen ML, Jacobsen JL, Lynge AR. Micro- and macrovascular
complications among Greenlanders and Danes with type 2 diabetes
mellitus in Nuuk, Greenland. Int J Circumpolar Health. 2010; 69:195-207.
3. Manaviat MR, Rashidi M, Afkhami-Ardekani M, Shoja MR. Prevalence of
dry eye syndrome and diabetic retinopathy in type 2 diabetic patients.
BMC Ophthalmology. 2008;8:10. Downloaded from
http://www.biomedcentral.com/1471-2415/8/10.
4. Read O, Cook C. Retinopathy in diabetic patients evaluated at a primary
care clinic in Cape Town [scientific letter]. South African Med J.
2007;97:941-3.
5. Tam TKW, Lau CM, Tsang LCY, Ng KK, Ho KS, Lai TC.
Epidemiological study of diabetic retinopathy in a primary care setting in
Hong Kong. Hong Kong Med J. 2005;11:438-44.
6. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW,
Tjokroprawiro A. The DiabCare Asia 2008 study Outcomes on control
and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indon.
2010;19(4):235-43.
7. Rahman K. Epidemiologi retinopati diabetika di Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/Perjan RS Dr. M. Djamil
Padang. Majalah Kedokteran Andalas. 2002; 26:49-58.
8. American Diabetes Association. Diabetic retinopathy. Diabetes Care.
2002;25(supp1):590-3.

29

9. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,2004


10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta
: Media Aesculapius, 2014
11. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 14. Jakarta :
Widya Medika,2000
12. Stewart MW. Aflibecept (VEGF Trap eye) : the newest anti-VEGF drug.
Associate Professor and Chairman, Department of Ophthalmology, Mayo
Clinic Florida, 4500 San Pablo Rd., Jacksonville, FL, 2012
13. Sarao V, Veritti D, Boscia F, dkk. Intravitreal Steroid for the Treatment of
Retinal Diseases. Scientific World Journal Volume 2014, Article ID
989501, 14 pages

30

Anda mungkin juga menyukai