Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 70 TAHUN DENGAN TUMOR


PALATUM CURIGA GANAS T4aN0Mx

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior Ilmu Kesehatan Gigi dan
Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
Kelompok 2
PPP 57 Kelompok 1
Periode 13 April-8 Mei 2015
Tri Uji Rahayu

2201011320006

Andari Perwira Putri

2201011320166

Galih Aryyagunawan

2201011320168

Delan Astrianzah

2201011320169

Akmal Niam Firdausi

2201011421094

Pembimbing :
drg. Devi Farida Utami, Sp.BM
ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2015

LEMBAR PENGESAHAN

SEORANG LAKI-LAKI USIA 70 TAHUN DENGAN TUMOR


PALATUM CURIGA GANAS T4aN0Mx
Disusun oleh :
Kelompok 2
PPP 57 Kelompok 1
Periode 13 April-8 Mei 2015
Tri Uji Rahayu

2201011320006

Andari Perwira Putri

2201011320166

Galih Aryyagunawan

2201011320168

Delan Astrianzah

2201011320169

Akmal Niam Firdausi

2201011421094

Telah disetujui,
Semararang, April 2015
Pembimbing

drg. Devi Farida Utami, Sp.BM

BAB I

PENDAHULUAN
Rongga mulut terdiri dari bibir, lidah oral, dasar mulut, trigonum
retromolar, alveolar ridge, mukosa bukal dan palatum durum. Keganasan rongga
mulut mencapai 30% dari keganasan kepala-leher dan mencapai 3% dari seluruh
keganasan di Amerika Serikat.1 Keganasan rongga mulut memiliki angka
ketahanan hidup 5 tahun hanya 59%, dan 10 tahun 44%. Faktor prognostik utama
keganasan rongga mulut adalah keterlibatan kelenjar getah bening (KGB).
Angkanya akan menurun tajam apabila penyebaran ke KGB positif.1
Regio palatum terbagi secara anatomi menjadi palatum durum (bagian dari
kavum oris) dan palatum molle (bagian dari orofaring).2 Keganasan di palatum
durum distribusinya hanya kira-kira 7% dari kejadian keganasan di rongga
mulut.3,4 Ada juga yang mengatakan hanya sekitar 1-5%. Hampir 95% kasus
keganasan di palatum durum bertipe sel karsinoma sel skuamosa (KSS).

1,3,5

Sisanya dari jenis sel kelenjar ludah minor.1,2


Jenis histologik non-KSS mencakup kanker kelenjar ludah minor,
sarkoma, melanoma. Distribusi histologiknya sebagai berikut.

1,3

: karsinoma sel

skuamosa (53%), adenoid cystic carcinoma (15%), mucoepidermoid carcinoma


(10%), adenokarsinoma (4%), anaplastic carcinoma (4%), lain-lain (14%).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TUMOR PALATUM
2.1.1 ETIOLOGI
Di Amerika Serikat kasus ini lebih sering terjadi pada pria.

1,5

Walaupun ada korelasi kuat antara konsumsi tembakau dan alkohol dengan
KSS rongga mulut dan palatum mole, namun hubungannya dengan kanker
palatum durum tidak jelas. Kebiasaan mengunyah betel-nut bersama jeruk
limau dan tembakau seperti yang dilakukan masyarakat di India meningkatkan
risiko kejadian kanker rongga mulut.1
Angka kejadian pada laki-laki 3 kali lipat, angka kejadian dan
mortalitas jauh lebih tinggi pada usia tua. Reverse smoking atau merokok
terbalik merupakan faktor risiko tinggi untuk kanker palatum durum karena
ujung rokok menyala yang ditempatkan di dalam mulut akan mempengaruhi
mukosa daerah tersebut.

1,2

Hal-hal lain yang dapat menjadi faktor risiko

meliputi ill-fitting dentures, oral hygiene yang buruk, iritasi mekanik, dan
penggunaan cairan mouthwash, walaupun belum ada bukti nyata.2-4
2.1.2 ANATOMI
Palatum durum meliputi permukaan dalam alveolar ridge superior
hingga bagian posterior os palatinum.1 Palatum durum memisahkan rongga
mulut dengan rongga hidung dan dengan sinus maksila. Mukosa palatum
adalah epitel skuamosa pseudostratified berkeratin.2 Lapisan submukosa
terdiri atas kelenjar-kelenjar liur minor terutama daerah palatum durum.
Lapisan periosteal yang menutup palatum durum menjadi barier relatif untuk
penyebaran sel kanker ke os palatinum. Saraf dan pembuluh darah yang
mendarahi dan menyarafi palatum berasal dari foramina palatina di medial
molar ketiga. Foramina ini dapat menjadi jalur penyebaran tumor. Arteri
palatina yang berasal dari arteri maksilaris interna berjalan ke anterior melalui
foramen nasopalatinum ke rongga hidung menyediakan suplai darah. Jaras
sensorik dan sekretomotorik berasal dari cabang maksilaris nervus trigeminal

dan ganglion pterigopalatinum, menuju palatum durum melalui nervus


palatinus.
Secara anatomi palatum mole adalah bagian orofaring, terdiri atas
mukosa di kedua permukaan. Di antaranya terdapat jaringan penyambung,
serabut otot, aponeurosis, pembuluh darah, kelenjar limfatik dan kelenjar liur
minor. Secara fungsional, palatum mole memisahkan orofaring dari nasofaring
selama proses bicara dan menelan.

Gambar 1. Anatomi Rongga Mulut


Penyebaran Limfatik
Palatum durum mempunyai lapisan mukoperiosteum sehingga relatif
resisten terhadap invasi tumor. Tumor dapat mempunyai akses penyebaran ke
rongga hidung melalui fosa insisiva.Jalur limfatik di palatum durum sedikit;
terdapat drainase ke submandibula (KGB tingkat 1), deep superior jugular
(KGB tingkat 2), dan ke KGB retrofaringeal.1 Risiko penyebaran tumor ke
KGB leher tergantung beberapa hal, yakni lokasi, ukuran dan jenis sel
tumornya.1

Penyebaran limfatik keganasan di palatum durum hanya sekitar 15%;


penyebaran ke KGB kontralateral terutama apabila tumor telah menginvasi
garis tengah. Angka kejadian metastasis jauh pada keganasan rongga mulut
hanya 15%, berkaitan erat dengan keterlibatan kgb leher. Pada penderita
rekuren kejadian metastasis jauhnya lebih besar. Distribusi lokasi metastasis
jauh: paru 66%, tulang 22%, dan 9,5% ke hepar.1
2.1.3 PATOFISIOLOGI
Sebagian besar keganasan palatum terdiagnosis terlambat; biasanya
baru dikeluhkan setelah tumor menginvasi struktur tulang .6. Anamnesis terarah
dan pemeriksaan fisik menyeluruh dapat membantu mengetahui penyebaran
tumor. Penyebaran KSS melampaui palatum durum terjadi pada lebih dari
70% lesi. Penyebaran ke posterior meliputi palatum molle mengakibatkan
insufisiensi velofaringeal dan bicara sengau. Palatal hypesthesia menunjukkan
keterlibatan

nervus

trigeminus

dalam

foramen

sfenopalatinum

atau

penyebaran ke fossa pterigopalatina.2


Trismus, maloklusi dan nyeri merupakan gejala invasi ke muskulus
pterigoideus. Penyebaran mencapai gingiva memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Dental socket menyediakan jalur invasi ke prosesus alveolaris tulang maksila
dan ke sinus maksilaris. Dasar rongga hidung dapat terlibat apabila ada
penyebaran langsung yang menembus palatum.2
Keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) termasuk hal khusus yang
harus diperhatikan pada KSS dan kanker mukoepidermoid high grade. Kirakira 30% pasien sudah mengalami keterlibatan kelenjar coli pada saat datang
ke dokter. Drainase awal adalah ke kelenjar submandibular dan KGB upper
deep jugular. Pada tumor yang menyebar ke posterior, seperti ke palatum
mole, KGB retrofaring mungkin dapat terlibat.2
Lebih dari separuh pasien datang dengan penyebaran mencapai
palatum mole. Lokasi lain yang sering terkena penyebaran meliputi tonsil,
trigonum retromolare, prosesus alveolaris superior dan inferior, palatum
durum, dan lidah. Penyebaran ke foramen sfenopalatinum menyebabkan

hipostasis palatal. Pada lesi yang meluas ke nasofaring, dapat muncul gejala
efusi telinga tengah. Tumor juga dapat meluas ke anterosuperior, mencapai
fosa pterigomaksilaris dan fosa infratemporalis.2
2.1.4 KLINIS
Rongga mulut adalah regio anatomik yang dapat dengan mudah
diinspeksi dan dipalpasi. Walaupun demikian, banyak penderita datang dengan
klinis sudah berat karena saat masih dini tidak terasa nyeri. Keganasan
palatum durum sering tidak nyeri dan gejala utama adalah berupa iregularitas
mukosa atau ill-fitting dentures. Gejala lain berupa ulkus yang tidak kunjung
sembuh, perdarahan hilang timbul dan nyeri (Gambar 2).1

Gambar 2. Adenoma pleomorfik yang berasal dari kelenjar liur minor palatum
durum3
2.1.5 STAGING
Tindakan operasi, radiasi, kemoterapi ataupun kombinasi modalitas
tergantung ukuran dan stadium tumor serta faktor lain seperti toksisitas, status
fungsi, penyakit komorbid dan kenyamanan pasien. Secara umum, modalitas
tunggal seperti operasi saja ataupun radiasi saja lebih diperuntukkan bagi
stadium dini, T1 atau T2

1,3,4,5

sedangkan untuk lesi lanjut, kombinasi

modalitas lebih baik. Pada pasien dengan hasil patologi risiko tinggi,
kemoterapi konkuren dengan radiasi pasca operasi meningkatkan kontrol.
Gambaran patologi berisiko tinggi antara lain: stadium T lanjut, klinis KGB

positif multipel, penyebaran ekstrakapsuler, batas sayatan positif dan invasi


perineural.1

2.1.6 PENATALAKSAAN
Menurut Epstein (1994), pilihan perawatan tergantung pada beberapa yaitu:2,3,4
1.Tipe sel dan derajat diferensiasi
2. Bagian yang terlibat, ukuran serta lokasi dari tumor primer
3. Keterlibatan jaringan getah bening
4. Ada tidaknya keterlibatan tulang
5. Kemampuan tercapainya tepi tumor pada waktu operasi
6. Kemampuan mempertahankan fungsi komunikasi
7. Kemampuan mempertahankan fungsi menelan
8. Status fisik dan mental pasien
9. Komplikasi yang mungkin terjadi
10. Kerja sama (kooperatif ) pasien

Beberapa tipe perawatan dari tumor pada rongga mulut yaitu:


1. Pembedahan
2. Radioterapi
3. Kemoterapi
4. Pembedahan dan radioterapi
5. Kemoradioterapi
6. Cryosurgery
7. Laser

a. Tata Laksana Operasi


Tata laksana operasi merupakan pilihan untuk lesi di palatum durum
karena lokasinya relative mudah diakses. Modalitas tindakan operasi saja
dipilih untuk lesi kecil dan stadium dini tanpa ada batas sayatan positif, invasi
perineural dan atau invasi ke tulang,4 selain itu berkaitan dengan ukuran dan
penyebarannya.

Kontraindikasi

tindakan

operasi

adalah

berdasarkan

komorbiditas dan kemampuan toleransi operasi. Penyakit sistemik dapat


menjadi penyulit anestesi. Tumor yang menyebar ke intrakranial dikatakan
inoperable terutama apabila sudah ada keterlibatan parenkim serebri. Terapi
radiasi dapat menjadi pilihan.2

b. Tata Laksana Radiasi

Secara umum, tata laksana radiasi dilakukan pada tiga keadaan: (1)
sebagai terapi primer, (2) sebagai ajuvan pasca operasi pada pasien risiko
tinggi, (3) sebagai terapi salvage pada residu tumor pasca tindakan operasi
atau pasca radiasi.7 Dua hal yang menjadi perhatian pada terapi radiasi yaitu
dosis semaksimal mungkin pada jaringan tumor namun meminimalkan efek
samping pada jaringan sehat. Radiasi pascaoperasi pada keganasan rongga
mulut diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut:

Gambaran klinis tumor primer dengan stadium T lanjut atau bulky

tumor,
Keterlibatan tulang dan persarafan kulit,
Derajat histologi tinggi,
Batas sayatan operasi positif,
Permeasi limfatik,
Invasi vaskular,
Penjalaran perineural,
Kelenjar getah bening leher positif,
Keterlibatan KGB tunggal pada pasien risiko tinggi atau tumor primer

unfavorable,
Keterlibatan lebih dari dua KGB, atau lebih dari satu KGB leher,
KGB lebih dari 3 cm (N2-N3),
Ada penyebaran ekstrakapsuler,
Terdapat residu di leher, baik mikroskopik ataupun klinis.4

Sementara itu, radiasi radikal diberikan pada keadaan:

T2 dan T1 ukuran besar (angka kontrol lokal dan survival hampir sama

namun fungsi kosmetik diharapkan dapat lebih baik dengan radiasi),


Pada tumor ukuran besar namun kondisi klinis tidak mungkin

dioperasi atau menolak operasi,


Tumor yang lanjut dan inoperable.4,5

c. Tata Laksana Kemoterapi


Kemoterapi pada keganasan rongga mulut menghasilkan survival
yang lebih baik daripada hanya dengan radiasi saja, walaupun hanya 1-8% 1,
baik sebagai neoadjuvan, konkuren atau sebagai adjuvan terapi pascaradiasi.
Pada penderita keganasan rongga mulut pascaoperasi dengan fakor risiko

tinggi, seperti keterlibatan lebih dari dua KGB, ekstensi ekstrakapsuler, dan
batas sayatan mikroskopik tidak bebas tumor, kemoradiasi memberikan
keuntungan meningkatkan disease-free survival, bahkan mungkin overall
survival.1,7
Sumber lain mengatakan bahwa kemoradiasi konkuren pada penderita
keganasan rongga mulut pascaoperasi dengan faktor risiko tinggi seperti
tersebut di atas dapat meningkatkan kontrol lokal dan disease-free survival
namun tidak signifi kan meningkatkan overall survival.1
2.1.7 FAKTOR PROGNOSTIK DAN PREDIKTIF
Faktor prognostik paling signifikan untuk outcome terapi pada
keganasan rongga mulut adalah keterlibatan KGB servikal. Pada pasien
dengan KGB servikal positif, angka kesintasan hidup 5 tahun berkurang 50%
dibandingkan dengan jika tidak ada keterlibatan KGB servikal.1
Prognosis jauh makin buruk pada pasien dengan keterlibatan KGB
multipel atau adanya ECE (extracapsular extension).1 Beberapa kondisi
histopatologik berkaitan erat dengan prognosis pasien. Ketebalan dan invasi
merupakan faktor risiko metastasis regional. Invasi perineural berkorelasi
dengan metastasis ke KGB servikal, ekstensi ekstra kapsuler dan penurunan
kesintasan hidup.1 Invasi mikrovaskuler berkaitan dengan metastasis ke KGB
servikal, namun invasi limfatik tidak signifi kan berkorelasi dengan metastasis
ke KGB sevikal.1 Risiko metastasis jauh sangat berkaitan erat dengan
keterlibatan KGB leher.1 Apabila pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran
KGB leher, sangat mungkin akan terjadi metastasis jauh pasca terapi. Lokasi
metastasis tersering adalah paru (66%), tulang (22%), dan hati (9,5%).1
2.1.8 REHABILITASI
Mengingat tata laksana prioritas Ca palatum adalah dengan tindakan
operasi yang akan menimbulkan defek pada palatum, diperlukan tindakan
rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Defek pada maksila
menyebabkan ketidakmampuan berbicara dan menelan dengan efektif.

Obturator dengan atau tanpa skin graft sering digunakan untuk mengatasi
masalah tersebut. Obturator biasanya terbuat dari polimer sintesis dan
memberikan hasil separasi yang baik untuk fungsi berbicara dan menelan yang
terganggu akibat defek pasca operasi. Selain obturator, flap regional, dan freetissue transfer dapat sebagai solusi alternatif. Walaupun demikian, penggunaan
flap atau implan untuk rekonstruksi defek palatum cukup kontroversial karena
menyulitkan evaluasi klinis terjadinya rekurensi lokal.
Berbeda dengan penggunaan obturator yang sangat fleksibel dan
mudah dilepas,1 penggunaan prostesis merupakan pilihan bagus untuk
pemulihan fungsional. Prostesis memberikan hasil rekonstruksi yang
memuaskan dan keberhasilannya berkaitan dengan perluasan komponen
vertikal dan horizontal reseksi yang dilakukan. Prothese diindikasikan pada
defek seluas kurang dari seperempat palatum durum, atau kurang dari
sepertiga palatum mole.6

Penggunaan obturator palatum lebih dipilih dibandingkan tindakan


rekonstruktif karena memberikan kemudahan follow up dan observasi pada
pasien dengan risiko rekurensi lokal. Selain itu juga memberikan restorasi
yang baik dan tidak mahal dalam penampakan estetik, fonasi dan mastikasi. 6
Obturator palatal membenahi mastikasi, menelan, artikulasi dan kemampuan
berbicara serta kontur midfasial.6 Hal-hal yang menyebabkan seorang pasien
bukan kandidat yang baik untuk penggunaan obturator adalah pasien dengan
trismus, penurunan daya tangkas tangan, penurunan fungsi penglihatan,

perubahan status mental, pilihan pasien terutama mereka yang tidak mau
hidup dengan defek.12

2.2 KARSINOMA SEL SKUAMOSA


Lapisan rongga mulut terdiri dari epitel skuamosa berlapis pada
permukaannya, dengan lapisan subepitel dibawahnya berupa jaringan ikat.11
Kebanyakan keganasan pada rongga mulut berasal dari permukaan epitel dan
salah satunya adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). 2,7,11 KSS menduduki posisi
keenam dari kanker yang paling sering terjadi di dunia dan lebih dari 300,000
kasus telah didiagnosa setiap tahunnya.3 Kanker rongga mulut kadang-kadang
didahului oleh lesi yang dapat terlihat secara klinis sebagai lesi non-kanker yang
disebut sebagai lesi prekanker tetapi tidak seluruh kanker berasal dari lesi seperti
ini.11
2.2.1 Definisi
Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah suatu neoplasma invasif pada
jaringan epitel rongga mulut dengan berbagai tingkat diferensiasi yang muncul
pada tempat-tempat seperti jaringan mukosa mulut, alveolar, gingiva, dasar mulut,
lidah, palatum, tonsil dan orofaring. KSS cenderung untuk segera bermetastase
dan meluas.12
2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Penyebab KSS merupakan hal yang multifaktorial yaitu tidak ada agen
ataupun faktor (karsinogen) tunggal sebagai penyebab KSS yang telah ditegaskan
atau telah diterima secara jelas. Faktor ekstrinsik sebagai penyebab yakni
merupakan agen eksternal seperti tembakau, alkohol, penyakit sipilis, dan sinar
matahari. Faktor intrinsik merupakan kondisi umum atau sistemik pasien, seperti
malnutrisi ataupunanemia defisiensi besi. Walaupun faktor-faktor lain juga
signifikan, kemungkinan bahwa KSS dapat ditularkan secara herediter, akan tetapi
herediter sendiri tidak memainkan peranan utama.13 Kebanyakan KSS
dihubungkan dengan lesi prekanker, khususnya leukoplakia.3

Pada pertemuan para peneliti WHO mengenai defenisi histologis lesi-lesi


prekanker, keadaan prekanker dibagi menjadi : lesi prekanker dan kondisi
prekanker. Lesi prekanker didefenisikan sebagai perubahan jaringan secara
morfologis dimana kanker kelihatannya lebih sering terjadi daripada bagianbagian yang normal.11 Lesi-lesi prekanker yang dapat berkembang menjadi KSS3:
1. Eritroplasia (eritroplakia) merupakan lesi yang paling sering berkembang
menjadi displasia berat ataupun karsinoma
2. Leukoplakia yang terdiri dari proliferative verrucous leukoplakia, leukoplakia
sublingual, leukoplakia kandida, leukoplakia sipilitik.
Salah satu gambaran utama yang muncul mendahului timbulnya
keganasan adalah epitel displasia, oleh karena hal itu maka metode evaluasi lesi
dan kondisi prekanker yang berpotensi menjadi ganas dengan cara konvensional
seperti pemeriksaan mikroskopis terhadap epitel yang mengalami displasia. Telah
ditunjukkan pada penelitian-penelitian longitudinal bahwa untuk berubah menjadi
ganas lesi displastik beresiko lima belas kali lebih tinggi daripada lesi nondisplastik dan tingkat keparahan displasia bervariasi, jika makin tinggi tingkat
keparahannya maka makin tinggi pula hubungannya dengan tingkat keganasan.11
2.2.3 Patogenesis
KSS muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian molekular yang
menyebabkan kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen, yang
akhirnya menuju kepada perubahan DNA. Akumulasi perubahan-perubahan
tersebut memicu terjadinya disregulasi sel pada batas dimana terjadinya
pertumbuhan otonom dan perkembangan yang invasif. Proses neoplastik mulamula bermanifestasi secara intraepitel dekat membran dasar sebagai suatu hal
yang fokal, kemudian terjadi pertumbuhan klonal keratinosit sel yang berubah
secara berlebihan, menggantikan epitelium normal. Setelah beberapa waktu atau
beberapa tahun, terjadi invasi membran dasar jaringan epitel menandakan awal
kanker invasif.3
2.2.4 Patologis

Premalignansi oral merupakan ciri lesi yang dapat beresiko untuk


berubah menjadi pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan bertransformasi
menjadi kanker diikuti dengan kekacauan fungsi normal jaringan. Proses patologis
premalignansi mempengaruhi epitel skuamosa berlapis yang melindungi rongga
mulut. Gambaran utama yang terlihat mendahului perjalanan keganasan adalah
displasia epitel yaitu yang secara histologis menggambarkan kombinasi gangguan
pematangan dan gangguan proliferasi sel. Derajat displasia epitel dan karsinoma
yakni displasia ringan, displasia menengah, displasia berat (karsinoma in situ) dan
karsinoma.3
Prediksi transformasi ke malignan tidak akurat dan hanya tes secara
mikroskopis

yakni

pemeriksaan

patologi

yang

dapat

membantu.

Pada

pemeriksaan patologi perubahan yang terjadi pada leukoplakia mulai dari


keratosis simpel sampai karsinoma sel skuamosa dini. Yang termasuk keratosis
jinak yaitu hiperparakeratosis, hiperorthokeratosis, akantosis dan kombinasi
ketiganya. Iritasi dan perubahan inflamasi pada mukosa dapat juga menyebabkan
perubahan yang sama. Walaupun lesi displastik disebut potential malignant, tetapi
tanpa dirawat dapat juga menetap tanpa perubahan yang cepat untuk beberapa
bulan atau tahun dan sebagian dapat mengalami kemunduran ataupun spontan
hilang. Tidak ada gambaran klinis ataupun histologis yang dapat digunakan untuk
memperkirakan kapan lesi berubah menjadi ganas atau sembuh spontan.3
2.2.5 Imunologis
Didapati bukti jelas mengenai pengaruh imunologis pada perkembangan
malignansi, akan tetapi apakah suatu tumor berkembang karena kegagalan
mekanisme pengenalan atau kerusakan imun atau respon-respon lain masih belum
jelas diketahui tetapi dilaporkan bahwa respon imun bahkan dapat menstimulus
onkogenesis.11 Secara primer KSS menyebar dengan perluasan lokal melalui
system limfatik. Penyebaran regional pada mukosa oral dapat terjadi dengan
perluasan langsung dan kadang dengan penyebaran submukosal dan hasilnya
yakni luasnya daerah yang terlibat. Produksi kolagenase tipe I dan proteinase lain,
prostaglandin E2, dan interleukin 1 dapat mempengaruhi matriks ekstraseluler dan
motilitas sel-sel epitel dapat membiarkan terjadinya invasi. Perubahan-perubahan

pada membran dasar, seperti kerusakan laminin dan kolagen, terjadi dengan
invasi.13
Sel inflamatori mononuklear yang menginfiltrasi umumnya ditemukan
diantara epitelium displastik oral khususnya di area yang menunjukkan tanda
atipia epitelial. Suatu penelitian yang menggunakan antibodi monoklonal telah
menunjukkan bahwa infiltrasi biasanya didominasi oleh komposisi limfosit T dan
makrofag, khususnya sel sitotoksik/supresor (T8), mengesankan adanya reaksi
imun cell-mediated terhadap tumor.13

2.2.6 Gambaran Klinis


KSS mempunyai gambaran klinis yang bervariasi, yakni sebagai berikut
1. Lesi Eksofitik
Karsinoma eksofitik adalah suatu bentuk masa lesi yang berbentuk
seperti nodul, jamur, papilla dan verruciform. Warnanya bervariasi dari merah
sampai putih, tergantung pada jumlah keratinisasi permukaan epitel dan juga
berdasarkan fibrosis pada jaringan ikat dibawahnya sebagai respon invasi
tumor.13,14 Masa terasa keras (indurated), dan jika kanker telah menyebar ke
jaringan otot ataupun tulang, masa tumor terasa cekat kepada jaringan sekitar,
gambaran ini umumnya terjadi pada mukosa bukal dan tepi lateral lidah.14,15

Gambar 3. Lesi Eksofitik


2. Lesi Endofitik
Karsinoma endofitik biasanya ulseratif.14 Hal ini berdasarkan pada
ketidakmampuan epitelium karsinomatosa untuk menciptakan suatu unit
struktural yang stabil dan utuh. Karsinoma tipe ini menunjukkan suatu penekanan,
bentuk yang tidak teratur, zona utama yang ulseratif dengan tepi bergerigi. Tepian
bergerigi terbentuk ketika tumor menyerang ke jaringan di bawah dan sebelah
lateralnya, dengan demikian penarikan tepi epitelial yang berdekatan dengan
ulser.14,15

Gambar 4. Lesi Endofitik13


3. Lokasi Lesi
a. Vermilion bibir
Ciri dari karsinoma pada vermilion bibir yakni berkerak, kasar, ulserasi yang lama
yang biasanya berukuran kurang dari satu sentimeter. Tumor dikarakteristikkan

dengan laju pertumbuhan yang lambat, dan kebanyakan pasien telah menyadari
akan area yang bermasalah sekitar 12-16 bulan sebelum diagnosis dibuat.15
b. Intraoral
Tempat yang paling umum pada kanker intraoral yakni lidah, biasanya pada
lateral posterior dan permukaan ventral. Dua pertiga karsinoma lingual muncul
tidak disertai rasa nyeri, masa atau ulser yang lama pada tepi posterior lateral
lidah.15
c. Orofaringeal
Karsinoma pada palatum lunak dan mukosa orofaringeal pada dasarnya
mempunyai gambaran klinis seperti karsinoma anterior, kecuali lokasinya yang
berada di posterior sehingga pasien tidak waspada terhadap kehadirannya yang
menyebabkan tertundanya diagnosis. Ukuran tumor biasanya lebih besar daripada
karsinoma anterior, dan diagnosis proporsi kasus metastase servikal dan metastase
jauh lebih tinggi.15

Gambar 5. Lokasi lesi (A) Lidah (B) Vermilion Bibir

Gambar 6. Palatum lunak13

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama
Umur
Pekerjaan
Jenis Kelamin
Masuk RSDK
No. CM
Alamat

: Tn. B
: 70 tahun
: Petani
: Laki-laki
: 21 April 2015
: C531422
: Derman, Batang

3.2 Data Subyektif


Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 21 April 2015 pukul 09.00 WIB di poli gigi dan
mulut RSDK.
a. Keluhan utama
Benjolan pada langit-langit mulut, gusi dan pipi kiri
b. Riwayat penyakit sekarang
3 bulan SMRS, pasien mengeluh ggi belakang kiri atas goyang,
kemudian pasien mencabut sendiri gigi tersebut. Sehari setelahnya pasien
mengeluh bengkak pada daerah tersebut. Selain itu, pasien mengeluh
terdapat benjolan di langit-langit mulut. Benjolan terasa nyeri saat makan.
1 bulan SMRS benjolan semakin lama semakin membesar dan
meluas sampai ke gusi atas sebelah kiri. Benjolan menyebabkan bengkak
pada pipi kiri yang semakin lama juga semakin membesar. Benjolan
terasa nyeri dan menjalar sampai sisi kiri wajah. Nyeri dirasakan terutama
saat makan dan kadang-kadang berdarah. Aktivitas sehari-hari pasien
dapat dilakukan seperti biasa, tidak ada gangguan membuka mulut.
Penurunan berat badan disangkal, sesak napas (-), suara sengau (-), tidak
ada benjolan ditempat lain. Kemudian pasien dibawa ke RS Bedah
Pekalongan, dilakukan pemeriksaan PA dan dinyatakan memiliki tumor
pada langit-langit mulut dan pasien dirujuk ke RSDK.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Pasien mengaku aktif merokok 1 bungkus/hari sejak remaja
Riwayat trauma wajah disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga disangkal


e. Riwayat sosial ekonomi
Pasien saat ini bekerja sebagai petani. Memiliki seorang istri dan empat
orang anak yang sudah mandiri. Biaya pengobatan dengan JKN PBI.
Kesan : sosial ekonomi kurang
3.3 Data Obyektif
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan tanggal 21 April 2015 pukul 10.00 WIB di poli gigi dan mulut
RSDK.
Status generalis
a. Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: composmentis
Nyeri
: 2-3 skor VAS
Keadaan gizi
: BB = 36,5 kg TB = 151cm
BMI
: 16
Kesan
: gizi kurang
b. Tanda vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
HR
: 88x/menit
RR
: 20x/menit
Suhu
: Afebris
c. Pemeriksaan ekstraoral
1) Wajah
Inspeksi : Asimetris (+), edema pipi kiri (+), ulkus (+) jumlah 2 buah
Palpasi

dengan pus dan darah yang telah mengering.


: Nyeri tekan (+), pembesaran nnll submandibulla (-/-)

Mata

: konjungtiva palpebra anemia (-/-)

Hidung

: Deviasi (-), discharge (-)

Telinga

: Discharge (-/-)

2) Leher
Inspeksi : simetris, pembesaran tiroid (-)
Palpasi

: pembesaran nnll jugularis superior (-)

d. Pemeriksaan intraoral
Mukosa pipi

: edema (-/+), hiperemis (-/+)

Mukosa palatum

:
tampak

benjolan

berbenjol-benjol,
hiperemis (+)

dengan
batas

permukaan

tidak

tegas,

Mukosa dasar mulut

: edema (-), hiperemis (-)

Mukosa faring

: edema (-), hiperemis (-)

Kelainan periodontal

: terdapat benjolan pada sisi kiri atas

Gingiva atas

: edema -/+, hiperemis -/+, terdapat benjolan

pada ginggiva sisi kiri


Gingiva bawah

: edema -/-, hiperemis -/-

Karang gigi

: (-)

Odontogram

STATUS LOKALIS
a. Extraoral :
Regio Bucal Sinistra
I Tampak edema, hiperemis (-), pada kulit terdapat 2 buah ulkus
yang telah mengering
Pa Nyeri tekan (+)
b. Intra oral
Gigi
Inspeksi :
- Gigi rahang atas : Missing teeth
- Gigi rahang bawah : 45, 44, 32, 34 radix
Palatum
Inspeksi : tampak sebuah massa di palatum meluas ke ginggiva
rahang atas kiri dan bucal kiri, batas tidak tegas, warna kemerahan.
permukaan berbenjol-benjol

Palpasi

: nyeri (+), massa terfixir, konsistensi keras, ukuran massa

> 4 cm
Pembesaran Limfonodi
- nnll submandibula
- nnll preaurikular
- nnll retroaurikuler
- nnll jugularis superior

: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)

GAMBARAN KLINIS

Gambar 7. Gambaran ekstra oral, tampak asimetri muka dan ulkus pada
kulit pipi

Gambar 8. Tampak adanya massa pada palatum meluas pada ginggiva kiri
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Histopatologi : Squamous cell carcinoma (SCC) grade II
3.5 Diagnosis Kerja
Diagnosis utama
Diagnosis banding

: Tumor palatum curiga ganas T4aN0Mx


: Squamous Cell Carcinoma

Diagnosis penyakit lain : Gigi 45, 44, 32, 34 radix


3.6

Rencana

Terapi

Diberikan
terapi

simptomatis :
1. Paracetamol 500 mg
2. Amoxicilin 500 mg
3. Metronidazol 500 mg
Pro:
1. MSCT scan

2. Cek lab darah lengkap


3. X-foto Thoraks

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien di diagnosis menderita tumor palatum curiga ganas
T4aN0Mx dengan diagnosa banding Squamous Cell Carcinoma. Hasil ini
berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis
Didapatkan keluhan utama pasien adalah terdapat benjolan pada langit-langit
mulut, gusi dan pipi kiri.
Sekitar 3 bulan yang lalu terdapat benjolan di langit-langit mulut dan rahang atas
kiri. Gigi pada daerah tersebut terasa goyang dan pasien mencabut sendiri gginya.
Benjolan terasa nyeri saat makan. Sekitar 1 bulan yang lalu benjolan semakin
lama semakin membesar dan meluas sampai ke gusi atas sebelah kiri. Benjolan
menyebabkan bengkak pada pipi kiri yang semakin lama juga semakin membesar.
Benjolan terasa nyeri dan menjalar sampai sisi kiri wajah. Nyeri dirasakan
terutama saat makan dan kadang-kadang berdarah. Aktivitas sehari-hari pasien
dapat dilakukan seperti biasa, tidak ada gangguan membuka mulut. Penurunan
berat badan disangkal, sesak napas (-), suara sengau (-), tidak ada benjolan
ditempat lain. Riwayat merokok lama (+).
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ekstra oral didapatkan asimetri wajah (+) karena edema buccal kiri,
terdapat 2 buah ulkus yang telah mengering pada kulit pipi. Pada palpasi terdapat
nyeri tekan (+).
Pada pemeriksaan intra oral, gigi rahang atas sudah tidak ada, gigi rahang bawah
ditemukan gigi radiks 45, 44, 32, 34.
Terdapat sebuah massa pada daerah palatum yang meluas ke ginggiva rahang atas
kiri dan buccal kiri, batas tidak tegas, warna kemerahan dan permukaan berbenjolbenjol. Pada palpasi didapatkan nyeri (+), massa terfixir dengan konsistensi keras.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan beberapa gejala dan tanda yang
mengarah ke arah keganasan yaitu:
-

massa pada palatum yang tumbuh secara progresif


massa menginvasi ginggiva dan mukosa buccal
iregularitas mukosa palatum dan ginggiva
ulkus yang tidak kunjung sembuh
perdarahan hilang timbul dan nyeri

Gigi goyang yang dirasakan oleh pasien kemungkinan akibat dari invasi tumor
palatum tersebut. Sayangnya, pasien malah mencabut gigi tersebut sendiri,
tindakan ini berakibat penyebaran tumor semakin cepat.
Pada pasien ini ditemukan beberapa faktor risiko tinggi untuk terjadinya kanker
palatum antara lain usia, jenis kelamin dan riwayat merokok yang lama.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan PA
dengan hasil didapatkan squamous cell carcinoma pada palatum grade II.
Penatalaksaan pada kasus ini adalah akan dilakukan pemeriksaan MSCT scan
kepala untuk melihat luasnya destruksi oleh tumor, untuk memperkirakan tumor
operable atau tidak. Bila operable dilakukan wide eksisi dilanjutkan radioterapi.
X-foto toraks untuk melihat adanya metastasis.

BAB V
KESIMPULAN
Kasus ini mengenai seorang laki-laki usia 70 tahun dengan keluhan
benjolan di langit-langit mulut, gusi dan pipi kiri. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan serta merujuk
pada tinjauan pustaka yang telah dibahas, maka didapatkan diagnosis pasien
tersebut adalah tumor palatum squamous cell carcinoma (SCC) grade II.
Tindakan yang akan dilakukan pada pasien ini adalah dilakukan MSCT
scan, X-foto toraks, cek lab (darah lengkap) dan sementara di berikan terapi
simptomatis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Manon RR, Myers JN, Skinner HD, Harari PM. Oral cavity cancer. In: Perez
and Bradys principles and practice of radiation oncology. 5thed. Ch. 41.
Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins. A Wolters Kluwer; 2008. p. 891910.
2. Sadeghi N. Malignant tumors of the palate [Internet]. 2013 [cited 2013 Aug
13]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/847807-treatment.
3. Evans PH, Montgomerry PQ, Gullane PJ. Tumours of the oral cavity. In:
Principles and practice of head & neck oncology. London: Martin Dunitz.
Taylor & Francis Group; 2003. p. 278-325.
4. Terhaard CHJ. Salivary glands. In: Perez and Bradys principles and practice of
radiation oncology. 5thed. Ch. 40. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. A Wolters Kluwer; 2008. p. 874-89.
5. Hansen EK, Yom SS, Chen CP, Schechter N. Cancer of the lip and oral cavity.
In: Handbook of evidence-based radiation oncology. 2nded. Ch. 8. CaliforniaUSA: Springer Science, LLC; 2010. p. 131-44.
6. Tirelli G, Rizzo R, Biasotto M, Di Lenarda R, Argenti B, Gatto A, et al.
Obturator prostheses following palatal resection: Clinical cases. Acta
otorhinolaryngol italic. 2010;30:33-9.
7. BallonoffA, Chen C, Raben D. Current radiation therapy management issues in
oral cavity cancer. Otolaryngol Clin N Am. 2006;39:365-80.

8. Deshraj J, Pankul J. Radiation carrying appliance in management of early


squamous cell carcinoma of palate. Clinical report.Arch Dental Sci.
2010;1(1):56-8.
9. Hoppe R, Phillips TL, Roach M. Cancer of the oral cavity. In: Leibel and
Phillips textbook of radiation oncology. 3rded. California. Sec III part 29;
2008.
10. Fang FM, Chien CY, Tsai WL, Chen HC, Hsu HC, Lui CC, et al. Quality of
life and survival outcome for patients with nasopharingeal carcinoma receiving
three

dimensional

conformal

radiotherapy

vs.

intensity-modulated

radiotherapy: A longitudinal study. Int J Radiation Oncol Biol Phys.


2008;72(2):356-64.
11. Studer G, Zwahlen RA, Graetz KW, Davis BJ, Glazmann C. IMRT in oral
cavity cancer. Radiation Oncol J. 2007;2:16.
12. Watts TL, Rodman R. Tumor of the hard palate and upper alveolar ridge.
Grand Round Presentation, The University of Texas Medical Branch (UTMB)
Department of Otolaryngology.April 22, 2011.

Anda mungkin juga menyukai