Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS BESAR ANESTESI

PALATOPLASTY PADA PEDIATRI DENGAN PALATOSCHISIS


DENGAN GENERAL ANESTESI

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian

Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Danu Kamajaya

22010114210074

Pembimbing :

dr. Fitriyandi

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2016
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Danu Kamajaya

NIM : 22010114210074

Fakultas : Kedokteran Umum

Judul : Palatiplasty pada Pediatri dengan Palatoschisis dengan

General Anestesi

Bagian/SMF : Ilmu Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro Semarang

Semarang, April 2016

Pembimbing

dr. Fitriyandi

BAB I
PENDAHULUAN

Pada operasi-operasi besar yang membutuhkan ketelitian, ketepatan dan


waktu lama, pasien umumnya mendapat anestesi umum untuk menghilangkan
kesadaran dan rasa sakit. Anestesi umum merupakan tindakan anestesi yang
bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Anestesi umum menggunakan tiga
golongan obat untuk memberikan efek pembiusan yaitu sedasi, analgesia, dan
relaksasi otot. Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan
keselamatan pasien, dan salah satu faktor penentunya adalah kestabilan
hemodinamik selama tindakan induksi dilakukan, hal ini dapat dicapai apabila
obat anestesi tersebut dapat memberikan level anestesi yang adekuat untuk
pembedahan tanpa menimbulkan depresi yang serius terhadap fungsi
hemodinamik.1

Anestesi umum semakin berkembang pemakaiannya, salah satunya pada


pasien anak mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, diantaranya yaitu
pasien mengalami sedasi dan analgesia sehingga mengurangi kecemasan pasien,
dapat diberikan dengan cepat tanpa merubah posisi pasien dan durasi dapat
disesuaikan. Selain itu anestesi umum dapat juga dipakai pada kasus-kasus
sensitivitas terhadap anestesi lokal.2

Anestesi umum dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalasi, atau


parental, ada pula yang dimasukkan melalui rektal tapi jarang dilakukan. Agen
inhalasi antara lain : N2O, halothan, sevoflurane, enflurane. Yang melalui parental
antara lain : pentothal, propofol, ketamin, golongan benzodiazepine. Sedangkan
yang melalui rektal, etomidat.1 Kombinasi dari agen anestesi yang digunakan
untuk anestesi umum membuat pasien tidak merespon rangsangan yang
menyakitkan, tidak dapat mengingat apa yang terjadi (amnesia), tidak dapat
mempertahankan proteksi jalan napas atau pernapasan spontan sebagai akibat dari
kelumpuhan otot dan perubahan kardiovaskuler.3 Pada pasien ini digunakan
teknik anestesi umum pada operasi bedah palatoplasti pediatri dengan
palatoschisis.

Kelainan pada celah bibir dan palatum nyata sekali berhubungan erat secara
embriologis, fungsionil, dan genetik. Celah bibir muncul akibat adanya hipolasia
lapisan masenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan prosesus nasalis media dan
prosesus maksilaris. Celah palatum muncul akibat terjadinya kegagalan dalam
mendekatkan atau memfusikan lempeng palatum.

Insidens celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah palatum, kira
kira terdapat pada 1 : 600 kelahiran. Insidens celah palatum saja sekitar 1 : 1000
kelahiran. Bibir sumbung lebih lazim terjadi pada laki laki. Kemungkinan
penyebabnya meliputi ibu yang terpajan obat, kompleks sindrom malformasi,
murni tak diketahui atau genetik. Faktor genetik pada bibir sumbing, dengan
atau tanpa celah palatum, lebih penting daripada celah palatum saja. Namun
keduanya dapat terjadi secara sporadis. Insidensi tertinggi kelainan ini terdapat
pada orang Asia dan terendah pada orang kulit hitam. Insidens yang terkait dengan
malformasi kongenital dan gangguan dalam proses perkembangan meningkat
pada anak anak dengan cacat celah, terutama pada mereka yang menderita cacat
palatum saja. Penemuan ini sebagian terjelaskan oleh adanya kenaikan insidens
gangguan pendengaran konduktif pada anak yang menderita celah palatum,
sebagian disebabkan karena infeksi berulang pada telinga tengah, juga oleh
frekuensi cacat celah pada anak anak yang mempunyai kelainan kromosom.

Celah ini dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai dari takik kecil pada
batas yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar hidung.
Celah ini mungkin unilateral ( lebih sering pada sisi kiri ) atau bilateral, dan
biasanya melibatkan rigi rigi alveolus. Biasanya bahkan tidak dumbuh gigi yang
cacat bentuk, gigi tambahan atau bahkan tidak tumbuh gigi. Celah palatum murni
terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan ganya uvula saja, atau dapat
meluas ke dalam atau melalui platum molle dan palatum durum sampai ke
foramen incisivus. Apabila celah palatum ini terjadi bersamaan dengan celah bibir
(sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea mediana palatum molle dan meluas
sampai ke palatum durum pada satu atau kedua sisi, memaparkan satu atau kedua
rongga hidung sebagai celah palatum unilateral atau bilateral.

Kelaianan bawaan ini memiliki berbagai komplikasi. Otitis media


berulang dan ketulian sering kali terjadi. Jarang dijumpai kasus karies gigi yang
berlebihan. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila terdapat kesalahan dalam
penempatan arkus maksilaris dan letak gigi geligi.

Cacat wicara bisa adan atau menetap meskipun penutupan palatum secara
anatomik telah dilakukan dengan baik. Cacat wicara yang demikian ditandai
dengan pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan kualitas hipernasal
jika membuat suara tertentu. Baik sebelum maupun sesudah operasi palatum,
cacat wicara disebabkan oleh fungsi otot otot palatum molle dan dinding lateral
serta posterior nsaofaring mebentuk suara katup yang memisahkan nasofaring
dengan orofaring. Jika katup tersebut tidak berfungsi secara adekuat, orang itu
sukar menciptakan tekanan yang cukup didalam mulutnya untuk membuat suara
suara ledakan seperti p, b, d, t, h, y atau bunyi berdesis s, sh, dan ch sehingga kata
kata seperti cats boats, dan sisters menjadi tidak jelas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. FIMOSIS
Fimosis adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian
kepala penis dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kemih, sehingga
bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat buang air kecil. Sebenarnya yang
berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi kemungkinan timbulnya infeksi
pada uretha kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal.5
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara
kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan
kutup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah
pangkal. Penyebabnya bisa bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena
infeksi atau benturan.5
1. Kongenital (fisiologis fimosis)
Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya
merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa
remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan
tidakdapatditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor
pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi
antara glans penis dan lapis glan dalam preputium sehingga akhirnya
kulit preputium terpisah dari glan penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true
phimosis)
Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene alat kelamin yang buruk,
peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis
kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction)
pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan
jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
Pada bayi preputium normalnya melekat pada glans penis tapi sekresi
materi subaseum kental secara bertahap melonggarkannya. Menjelang umur 3
tahun preputium dapat ditarik ke atas glans penis tanpa kesulitan atau paksaan.
api karena adanya komplikasi sirkumsisi, juga dimana terlalu banyak
prepusium tertinggal, atau bisa sekunder terhadap infeksi yng timbul di bawah
prepusium yang berlebihan. Sehingga pada akhirnya, prepusium menjadi
melekat dan fibrotik kronis di bawah prepusium dan mencegah retraksi.5
Tanda dan gejala fimosis diantaranya:
1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung
saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah
berkemih.Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar
terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada
ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena
timbul rasa sakit.
4. Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancar.Kadang-kadang menetes dan kadang-
kadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga
6. Bisa juga disertai demam
7. Iritasi pada penis.
Komplikasi:
1. Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian
terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
4. Penarikan preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan
rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
5. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
6. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.
7. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.

Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat
berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun, tetapi
kadang orang tua tidak tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya
dapat di coba dengan melebarkan lubang prepusium dengan cara mendorong
ke belakang kulit prepusium tersebut dan biasanya akan terjadi luka. Untuk
mencengah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut
dioleskan salep antibiotik. Tindakan ini mula-mula di lakukan oleh dokter.
Melakukannya seperti yang di lakukan dokter. Selanjutya di rumah orang tua
di minta melakukannya seperti yang dilakukan dokter, tetapi jangan sampai di
paksakan.5
Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau
balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa
memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk
memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan
mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama,
periengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri
frenular jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk
mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan.Kontraindikasi operasi adalah
infeksi tokal akut dan anomali kongenital dari penis.5

Phimosis yang di sertai balaniits xerotica obliterans dapat di berikan salep


deksamethasone, 0,1% yang di oleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan setelah
6 minggu pemberian, preputium dapat di retraksi spontan.5

Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-


0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi
dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan
untuk usia sekitar tiga tahun.5

B. FISIOLOGI ANAK
Pasien anak bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil. Secara
fisiologi, anatomi, farmakologis pada anak dan orang dewasa berbeda, oleh
karenanya risiko morbiditas dan mortalitas juga semakin tinggi dengan makin
mudanya usia.
Berikut adalah fisiologi sistem organ pada anak:
Sistem organ Deskripsi
Sistem saraf pusat Pertumbuhan otak terbentuk
sempurna pada usia 11 tahun
Spinal cord L3 pada saat lahir dan
L1 pada umur 1 tahun
Sistem saraf parasimpatis berfungsi
sejak lahir
Sistem saraf simpatis berfungsi
mulai 4-6 bulan

Sistem Respirasi Ventilasi pada neonatus dan bayi


kurang efisien
RR : neonatus 40x/menit ; bayi
30x/menit ; balita 25x/menit ; anak
20x/menit
Resistensi jalan nafas relatif lebih
besar
Pusat pengaturan pernafasan akibat
hipoksia dan hiperkapni pada
neonatus dan bayi belum sempurna
namun kedua keadaan tersebut
dapat menyebabkan depresi nafas.
Sistem Kardiovaskuler Pada neonatus dan bayi isi
sekuncup terbatas (180-240
ml/kgBB/menit)
Denyut jantung : neonatus
140x/menit ; bayi 120x/menit ;
balita 100x/menit ; anak 80x/menit
Sistem vaskuler kurang berespon
terhadap hipovolemi sehingga
kekurangan cairan intravaskuler
pada neonatus dan bayi
mengakibatkan hipotensi tanpa
bradikardi
Tekanan darah : neonatus 65/40
mmHg ; bayi 95/65 mmHg ; balita
100/70 mmHg ; anak 110/60
mmHg
Gastrointestinal Saat lahir pH gaster bersifat alkali
Mengkoordinasikan antara menelan
dan bernafas berfungsi dengan baik
umur 4-5 bulan.
Hematologi Pada waktu lahir Hb F 70 % dari
Hemoglobin Hb total. Hb F mempunyai afinitas
Trombosit lebih tinggi terhadap oksigen
Faktor pembekuan dibanding Hb orang dewasa.
Pada umur 6-12 bulan tampak pola
Hb seperti dewasa normal.
Ginjal Fungsi ginjal normal dimulai umur
6 bulan dan sempurna pada 2 tahun
GFR meningkat 2-3 x pada 3 bulan
pertama
Pengaturan panas Anak mempunyai luas permukaan
tubuh perkilogram BB lebih besar
dari dewasa.
Kehilangan panas lebih mudah
karena kulit tipis, cadangan lemak
sedikit serta luas permukaan tubuh
yang lebih besar.
Terdapat 2 mekanisme produksi
panas pada neonatus, metabolisme
lemak coklat dan menggigil. Pada 3
bulan pertama kelahiran produksi
panas lebih utama pada
metabolisme lemak coklat.

Kebutuhan cairan anak


Rumus 4:2:1
Berat badan sampai 10 kg : 4 ml/kg/jam
Berat badan 10-20 kg : BB 10 kg + 2 ml/kg/jam sisa BB
Berat badan >20 kg : BB 10 kgI + BB 10 kg II +
1ml/kg/jam sisa BB
Farmakologi Dan Farmakodinamik
Respon bayi dan anak-anak (terutama neonatus) terhadap obat
dipengaruhi oleh banyak faktor: komposisi tubuh, protein binding, suhu
tubuh, distribusi curah jantung, kematangan fungsional jantung, maturasi
blood-brain barrier, maturasi fungsional hati dan ginjal, dan ada tidaknya
cacat bawaan.
Kompartemen tubuh (lemak, otot, air) akan mengalami perubahan
sesuai dengan usia. Kadar air seluruh tubuh secara signifikan lebih tinggi
pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan dan lebih tinggi bayi cukup
bulan daripada anak usia 2 tahun. Perubahan ini memiliki beberapa
implikasi klinis untuk neonatus:
(1) Obat yang larut dalam air memiliki volume distribusi yang lebih
besar dan biasanya membutuhkan dosis awal yang lebih besar untuk
mencapai tingkat darah yang diinginkan (misalnya pada sebagian
besar antibiotik, suksinilkolin);
(2) karena neonatus memiliki sedikit lemak, obat yang tergantung pada
redistribusi menjadi lemak untuk penghentian aksinya akan memiliki
efek klinis yang lebih panjang (misalnya, thiopental); dan
(3) obat yang mendistribusikan kembali ke dalam otot kemungkinan
memiliki efek klinis yang lebih panjang (misalnya, fentanyl).

C. ANESTESI UMUM
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).
Komponen anesthesia yang ideal terdiri:

1. Hipnotik
2. Analgesia

3. Relaksasi otot

Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap


tidak sadar diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan
respon reflek autonom. Jadi pasien tidak boleh memberikan gerak volunteer,
tetapi perubahan kecepatan pernapasan dan kardiovaskuler dapat dilihat.

Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan


sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika
yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.
Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai
pasien sama sekali tidak sadar. Obat anestetika yang masuk kepembuluh darah
atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh
obat anestetika ialah jaringan yang kaya akan pembuluh darah seperti otak,
sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dsb.

Faktor yang mempengaruhi anestesi :

1. Faktor respirasi
Makin tinggi konsentrasi zat yang dihirup, makin tinggi tekanan
partial, makin tinggi terjadinya difusi. Difusi akan terganggu bila
terdapat penghalang, misal udem paru, dan fibrosis paru.
2. Faktor sirkulasi
Blood gas partition coefisien adalah rasio konsentrasi zat anestesi
dalam darah dan dalam gas bila keduanya dalam keadaan seimbang.
Bila BG koefisien tinggi maka akan cepat larut dalam darah. Bila BG
koefisien rendah akan cepat mengalami keseimbangan maka penderita
mudah tidur waktu induksi dan mudah bangun waktu anestesi diakhiri.
1. Faktor jaringan
Perbedaan tekanan parsial dalam sirkulasi dan jaringan
Kecepatan metabolisme obat
Aliran darah dalam jaringan
Tissue/blood partition coefisien
2. Faktor zat anestesi
Potensi dari obat anestesi berbeda-beda, untuk mengukurnya dikenal
dengan MAC (minimal alveolar concentration), dimana konsentrasi
obat inhalasi dalam alveoli yang dapat mencegah respon terhadap
nyeri terhadap insisi pembedahan pada 50% individu. Makin rendah
MAC makin tinggi potensi obat anestesi itu.

Guedel membagi menjadi 4 stadium menurut kedalaman anestesi


dengan melihat pernapasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus
otot, dan reflex.

1. Stadium I = stadium analgesi atau disorientasi.dimulai sejak diberikan


anestesi sampai hilang kesadaran.
2. Stadium II = stadium delirium atau eksitasi, dimulai hilang kesadaran
hingga nafas teratur.
3. Stadium III = stadium operasi, dibagi menjadi 4 plana
a. Plana I, dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola
mata
b. Plana II berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan
paralisa otot interkostal
c. Plana III dari permulaan paralise otot interkostal sampai
paralise seluruh otot interkostal
d. Plana IV, dari paralise semua otot interkostal sampai paralise
diagfragma
4. Stadium IV = stadium over dosis atau paralisis, dari paralisis
diagfragma sampai apneu dan kematian.

Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.

1. Anestesi Intra vena

Keuntungan cara ini adalah selain cepat juga praktis karena dapat
berjalan secara mulus dan cepat, terutama apabila telah terpasang infus.
Kerugiannya biasanya sangat sukar untuk memasang infus dan anak anak /
bayi sering berontak juga kesukaran mencari pembuluh vena.
Beberapa obat digunakan secara intravena (baik sendiri atau
dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai
komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk menenangkan
pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas buatan untuk
jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya menggunakan
propofol.

Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol


mempunyai onset yang lebih cepat dibandingkan senyawa gas inhalasi yang
terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini
umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada
sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

Obat-obat yang dapat dipergunakan :

1. Pentothal
Dapat diberikan pada bayi / anak, namun pada neonatus sangat peka
terhadap obat ini dan metabolisme berlangsung lama. Dosis untuk induksi
bayi / anak : 4 5 mg /kg BB

2. Methohexital (Brevital)

Diberikan secara intravena pada konsentrasi 1% dan dosis sekitar 1 sampai


2 mg / kgBB. Masalah yang terkait dengan pemberian intravena
diantaranya pembakaran, cegukan, apnea. Oleh karena itu, sarana ventilasi
pasien harus tersedia, dan pemantauan sesuai dengan pulse oximetry.
Karena dapat menyebabkan kejang, methohexital merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan epilepsi lobus temporal. Anak-anak
yang menerima obat kejang umumnya memerlukan dosis yang lebih besar.
Obat ini sering menimbulkan rasa sakit pada dinding pembuluh darah ,
maka pemakaian sering dicampur dengan lidocaine 2%.

3. Diazepam.
Absorbsi oral lebih cepat pada anak daripada dewasa. Masa pemulihan
obat ini lebih lama dari pentothal atau methohexitol. Dosis : 0,4 mg per kg
BB, diberikan hati hati Karena menimbul kan rasa sakit pada pembuluh
darah.

4. Ketamin.

Dosis 2 mg per kg BB, dalam waktu 1 2 menit anak sudah tidur ,


dipergunakan untuk tindakan yang tidak memerlukan relaksasi, nafas
spontan dan yang diutamakan khasiat analgetiknya. Ketamin sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca
anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi
buruk. Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi
midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg
intravena dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001
mg/kg.

5. Propofol

Cukup efektif untuk anak anak, tapi sering menimbulkan rasa sakit dan
terbakar sehingga cara pemberiannya memerlukan teknik yang khusus.
Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0.2 mg/kg.

6. Midazolam

Tergolong benzodiazepine yang larut dalam air , tidak menyebabkan rasa


sakit pada pembuluh darah. Dosis : 0,15 mg per kg BB, induksi dengan
obat ini berlangsung cepat. Mekanisme kerja dan efek sama dengan
diazepam, tetapi onset lebih cepat, durasi kerja lebih pendek dan
kekuatannya 1,5-3x diazepam, metabolisme di hepar.

2. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan
rasa sakit. Untuk mendapatkan efek yang lebih cepat, obat ini pada permulaan
harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai
maintenance keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan
anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kontrol
kedalaman anestesi dapat dilakukan secara cepat dengan mengurangi
konsentrasi dari gas / uap agen inhalasi.

Cara pemberian anestesi inhalasi :

Open drop method : zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di
depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak
diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara
terbuka.

Semiopen drop method : cara ini hampir sama dengan open drop, hanya
untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.

Semiclosed method : udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang


dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi
dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan
hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.

Closed method : hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi


dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang
mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan
lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.
Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether,
cyclopropane, dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara
maju karena sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane)
dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform). Obat yang dipakai adalah:

1. Sevofluran

Merupakan halogenasi eter, Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Bau tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan napas. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada
laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran
dikeluarkan dengan cepat oleh tubuh.

2. Halothane

Merupakan gas anestesi inhalasi yang sering dipergunakan untuk bayi /


anak karena baunya tidak merangsang dan induksi bisa berjalan mulus dan
lancar. Gas ini sering menimbulkan kejadian yang disebut drug induced
hepatitis pada pemakaian yang berulang terutama pada anak anak usia diatas
14 tahun. Induksi anestesi berlangsung cepat, mulus dan lancar dibandingkan
dengan obat anestesi lainnya, karena baunya enak dan tidak merangsang.
MAC untuk neonatus 0,87% , Bayi 1,02% , Anak 1,20% dan dewasa 0,75%.
Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika
penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.

3. Isoflurane

Pemakaian isofluran pada anak sebaiknya dihindari karena ekskresinya


melalui ginjal. Sebagaimana kita ketahui ginjal pada anak belum berkembang
sempurna. Koefisien kelarutan gas ini dalam darah sangat rendah dibanding
halothan sehingga secara teoritis induksi anestesi dan pemulihan berlangsung
sangat cepat. Gas ini hampir tidak mengalami metabolisme dalam tubuh dan
dikeluarkan lewat paru secara utuh dan sempurna . Baunya agak tidak sedap
dan sedikit merangsang jalan nafas , sehingga kadang kadang bayi / anak
menahan nafas atau batuk . Induksi anestesi dengan isoflurane perlu
pengalaman yang cukup dan penuh perhatian, karena baunya yang tidak sedap
dan merangsang jalan nafas dimana kadang kadang bayi / anak akan menahan
nafas. Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,
meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah, dan
keadaan tegang.

4.Enflurane

Induksi anestesi dengan gas ini tidak begitu lancar dan mulus , anak
sering menahan nafas, batuk batuk, dapat terjadi spasme larynx. Koefisien
kelarutan gas dalam lemak lebih rendah dari halothan , induksi lebih cepat dari
halothan dan pemulihannya lebih cepat. Efek samping: hipotensi, menekan
pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi
(menggigil), serta mual dan muntah.

5. Desfluran

Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek


klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan
anestesi volatil lain, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).
Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.Merangsang
jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi

Efek samping

Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek


samping dan yang terpenting adalah :

1. Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan


oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O
dan eter.
2. Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga
merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.
3. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,
sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah.

BAB III
ASSESMENT MEDIS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Umur : 1 tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Ruang : Anak Lantai 1
No. CM : C561606
Tgl Operasi : 8 Desember 2015
MRS : 1 Desember 2015

II. ANAMNESIS
A Keluhan utama:
Buang air kecil tidak lancar dan sering menangis.
B Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak lahir ibu pasien merasakan anaknya sedikit kesusahan ketika akan
buang air kecil dan terlihat bagian kemaluannya sedikit menggelembung
terlebih dahulu sebelum buang air kecil serta kadang anaknya tersebut
menangis sebelum buang air kecil. 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit pasien mengalami demam, demam dirasakan terus menerus dan
menurun setelah diberi obat sirup yang di beli di warung namun kemudian
akan tinggi kembali. Pasien menjadi sering rewel terutama saat demam,
karena pasien tidak kunjung sembuh lalu pasien dibawa berobat ke RSDK.

C Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sesak dan biru bila menangis / minum susu disangkal
Riwayat sering tersedak ketika minum susu disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
Riwayat kelainan darah disangkal
Riwayat operasi disangkal

D Riwayat penyakit keluarga


Kakak pasien riwayat kejang demam (+).
Tidak ada anggota keluarga yang menderita cacat sejak lahir

E Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah anak kedua. Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah
tangga, suami bekerja sebagai wiraswasta, pembiayaan menggunakan
tanggungan pribadi, Kesan sosial ekonomi kurang.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : baik
Kesadaran : sadar, kurang aktif
TV : TD : Tidak diukur T : febris
N : 130x/menit RR : 18x/menit
BB : 15 kg
Kepala : mesosefal
Mata : konj. palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Mallampati I, sianosis (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran nnll (-), deviasi trakea (-)
Thorax : tidak terdapat kelainan
Cor
Inspeksi : iktus cordis tak tampak
Palpasi : iktus cordis di SIC V, 2 cm medial LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba,
Perkusi : timpani, pekak sisi (-) normal, pekak alih (-)
Ekstremitas: Superior Inferior

Edema -/- -/-

Akral dingin -/- -/-


Sianosis -/- -/-
Capilary refill <2/<2 <2/<2
Genitalia : Pria, perlekatan glans penis dan preputium
IV. DIAGNOSIS
a. Diagnosis preoperasi:
Fimosis
b. Pemeriksaan yang berkaitan dengan anestesi:
Tidak ada kelainan yang berkaitan dengan anestesi

V. TINDAKAN OPERASI
Sirkumsisi

VI. TINDAKAN ANESTESI


Jenis anestesi : Anestesi Umum
Risiko anestesi : Kecil
ASA : II
2. Premedikasi
- Midazolam 1 mg i.v
- Sulfas atropin 0,05 mg i.v
3. Anestesi:
Dilakukan secara anestesi umum (i.v intermitten dan inhalasi
semiclosed) menggunakan:

- Propofol 20 mg
- Ketamin HCl 100 mg
- Fentanyl 20 mcg
- Sulfas atropine 0,25 mg
Maintanance : Sevoflurane dan O2 ventilator

Mulai anestesi : 08.45 WIB

Selesai anestesi : 09.45 WIB

Lama anestesi : 60 menit

4. Terapi cairan
BB : 15 kg

EBV : 80 cc/kgBB x 15 = 1200 cc


Jumlah perdarahan : 20 cc

% perdarahan : 20/1200 x 100 % = 1,67 %

Kebutuhan cairan :

Maintenance = 4 cc x 10 kgBB + 2 cc x 5 kgBB = 50


cc/jam

Defisit puasa = (4 cc x 10 kgBB + 2 cc x 5 kgBB) x 5 jam


= 250 cc

Stress operasi = 4 cc x 15 kgBB = 60 cc/jam

Total kebutuhan cairan durante operasi

Jam I : M + 50%DP + SO = 50 + 125 + 60 = 235 cc

Jam II : M + 25% DP + SO = 50 + 62,5 + 60 = 172,5 cc

Jam III : M + DP + SO = 33,6 + 42 + 33,6 = 172,5 cc

Jam IV: M + SO = 50 + 60 = 110 cc

Cairan yang diberikan :

- Ringer Laktat

Waktu Keterangan HR Tensi SpO2


(x/menit) (mmHg)
08.45 Anestesi mulai 130 90/60 100
09.00 Operasi mulai 130 95/65 100
09.45 Operasi selesai 130 92/60 100
10.00 Anestesi selesai 130 90/58 100

5. Pemakaianobat/bahan/alat :
I. Obatsuntik:
Propofol 1 amp
Sulfas atropin 1 amp
Tramadol 1
Midazolam 1
Fentanyl 1

Obat inhalasi :
Sevoflurane 6 cc
O2 anestesi 3 L/menit
O2 ventilator 2 L/menit
Total = 105 L

II. Cairan : Ringer Laktat 2 botol


III. Alat/lain-lain : Spuit 3 cc 3
Spuit 5 cc 3
Spuit 10 cc 3
ET No 4,5/3,5 jenis KK II
Nasal Canul I
Lead EKG III
Nasal O2 I
Goedel I
Corigated I

1 Pemantauan di recovery room:


- Beri oksigen 3 L/menit nasal kanul atau masker 6 L/menit post
operasi
- Bila Steward Score 5, pasien boleh pindah ruangan
- Bila sadar, mual (-), muntah (-), upaya makan dan minum secara
bertahap

Skor Steward = Masuk : 4 ; keluar : 6

Tanda Kriteria Skor


Bangun 2
Respon terhadap rangsang 1
Kesadara
Tidak ada respon 0
n
Batuk/menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
Respirasi Perlu bantuan nafas 0
Gerak bertujuan 2
Gerak tanpa tujuan 1
Motorik
Tidak ada gerak 0

2 Perintah di ruangan
- Bila terjadi kegawatan menghubungi anestesi (8050)
- Program cairan RL 10 tetes/menit
- Program analgetik Paracetamol syrup 500 mg/ 8 jam per oral
mulai pukul 13.00 selama dua hari.
- Jika menggigil diberi selimut dan cairan hangat
- Jika mual diberi inj. antiemetik
- Pengawasan keadaan umum dan tanda vital.
- Jika tidak terjadi terjadi mual dan muntah bisa diberi makan
bertahap.
BAB IV

PEMBAHASAN

Teknik dan alat anestesi yang dipakai untuk bayi dan anak pada umumnya
berbeda dengan alat yang dipakai oleh dewasa. Anatomi dan fisiologi pada bayi
dan anak juga berbeda dengan dewasa. Oleh karena itu maka pengelolaan dan
tekniknya pun berbeda dengan dewasa. Penyulit yang ada adalah usia yaitu masuk
dalam kategori bayi (1 Tahun 7 bulan). Pada pasien bayi, kadar obat yang
dibutuhkan lebih sedikit daripada pasien dewasa pada umumnya. Selain itu risiko
terjadinya morbiditas serta mortalitas juga semakin tinggi dengan makin mudanya
usia.

Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien bayi diperlukan beberapa


pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis
dan lamanya pembedahan, dan bidang kedaduratan. Metode anastesi sebaiknya
seminimal mungkin mendepresi pernapasan dan jantung, sifat analgesik cukup
kuat, tidak menyebabkan trauma psikis pada pasien, toksisitas rendah, aman,
nyaman, dan memungkinkan operator bekerja optimal.

Pada tindakan sirkumsisi ini dipilih anestesi umum kombinasi IV


intermitten dan inhalasi. Karena mengurangi kecemasan pasien, dan
memungkinkan operator bekerja secara optimal.

Pada premedikasi dipilih Sulfas Atropin (SA) dan Midazolam, SA


berfungsi untuk mencegah timbulnya bradikardi dan mencegah hipersekresi,
midazolam pada anak utamanya adalah efek sedatif untuk menenangkan anak.
Mekanisme kerja dan efeknya sama dengan diazepam, tetapi onset lebih cepat,
durasi kerja lebih pendek, dan kekuatannya 1,5-3x Diazepam.

Propofol digunakan dipilih menjadi obat pilihan induksi anestesia, salah


satu kelebihannya adalah pasien merasa lebih nyaman pada periode pasca bedah
dibanding anestesi intravena lainnya. Mual dan muntah pasca bedah lebih jarang
karena propofol mempunyai efek anti muntah.
Untuk pemeliharaan anestesi digunakan agen inhalasi Sevoflurane.Induksi
dengan sevoflurane memiliki keuntungan yaitu dapat menimbulkan relaksasi yang
memudahkan intubasi pada anak.agen ini nyaman dipakai karena keuntungannya
yang berbau lebih enak dan tidak iritatif pada jalan napas dibandingkan dengan
Isoflurane. Serta bersifat mudah difusi, brain protektor, dan cardio protector.
Penggunan agen inhalasi isoflurane pada anak perlu dihindari karena diekskresi
melalui ginjal. Sebagaimana diketahui ginjal pada bayi/anak belum berkembang
sempurna.

Setelah anak / bayi dioperasi harus dirawat dahulu diruang pemulihan


sampai anak / bayi tersebut pulih kesadarannya baru dikirim keruangan. Selama
diruang pemulihan , fungsi fungsi vital harus diawasi dengan seksama , karena
anak / bayi mudah sekali jatuh kedalam kondisi yang buruk. Jangan sampai leher
anak tertekuk sehingga kekurangan oksigen, apnoe , bradikardia dan meninggal.
Anak / bayi baru dipindahkan keruangan apabila anak sudah sadar sempurna dan
pada bayi apabila sudah menangis keras atau skor Steward 5.
BAB V

KESIMPULAN

Anestesi pada bayi atau anak agak berbeda dengan anestesi pada dewasa
muda pada umumnya. Perbedaan anatomi maupun fisiologi yaitu yang
menyangkut sistem respirasi, kardiovaskuler maupun metabolisme memerlukan
perhatian dan pemilihan teknik maupun agen yang tepat. Pemilihan teknik
maupun obat anestesi yang diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien
sebelum, pada saat operasi serta setelah operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Prof,Dr, et al. Anestesiologi Edisi 2. Bagian anestesiologi dan


terapi intensif. 2013.
2. Sebel PS, Bowdle TA, Ghoneim MM, et al. The incidence of awareness
during anesthesia: a multicenter United States study. Anesth Analg. 2004
Sep. 99(3):833-9
3. American Society of Anesthesiologists (ASA). Continuum of Depth of
Sedation Definition of General Anesthesia and Levels of
Sedation/Analgesia. October 27, 2004. Amended October 21, 2009. ASA
Web site. Available
at http://www.asahq.org/publicationsAndServices/standards/20.pdf
4. Haws., Paulette S..2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC
5. Wim de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 1. EGC. Jakarta
6. Cote CJ. Pediatric Anesthesia. In: Millers anesthesia. 6th Ed. San
Fransisco : Elsevie Churchill Livingstone, 2005.
7. Besunder JB, Reed MD, Blumer JL: Principles of drug biodisposition in
the neonate. A critical evaluation of the
pharmacokinetic-pharmacodynamic interface (Part II). Clin Pharmacokinet
14:261286, 1988.

8. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anesthesia. 4th ed.
Philadelphia, Pa: JB Lippincott; 2001.

Anda mungkin juga menyukai