Anda di halaman 1dari 15

1. Mengapa TAP MPR yang mengatur P4 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Dilanjutkan dengan pembubaran Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan

Pedoman Penghayatan dan Pengamatan Pancasila ( BP7 ) ?

Kelahiran dan tumbuh kembang P-4 didorong oleh situasi kehidupan negara yang

terjadi pada pertengahan tahun 1965. Orde Baru menilai bahwa terjadinya tragedi nasional,

G-30-S/PKI pada tahun 1965, adalah karena bangsa Indonesia tidak melaksanakan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Setelah bangsa

Indonesia mampu mengatasi akibat dari gejolak yang ditimbulkan oleh gerakan G-30-

S/PKI, serta telah mampu untuk menetapkan program pembangunnya, dirasa perlu untuk

membenahi karakter bangsa dengan mengembangkan sikap dan perilaku warganegara

sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Dasarnya. Maka Majelis

Permusyawaratan Rakyat, dalam Sidang Umumnya, pada tanggal 22 Maret 1978

menetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Dengan demikian

pelaksanaan P-4 merupakan kehendak rakyat yang ditetapkan oleh MPR RI sebagai

penjelmaan rakyat, yang wajib dipatuhi.

Pemasyarakatan P-4 merupakan kehendak rakyat yang disalurkan lewat MPR-RI

dengan Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978. Segala pelaksanaannya selalu berdasar pada

peraturan perundang-undangan yang sah, sehingga apapun pelaksanaan P-4 adalah bersifat

konstitusional.

Dilihat dari segi tujuan yang hendak dicapai oleh pemasyarakatan P-4, yakni

terwujudnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai warganegara

dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, memang belum sepenuhnya tercapai. Namun

setiap warganegara mulai kenal Pancasila, Undang-Undang Dasar negaranya, serta


program pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah, sehingga langkah awal

pendidikan politik normatif dalam batas-batas tertentu telah tercapai. Apalagi kalau dilihat

dari sisi kuantitatif target audience yang telah mengikuti pemasyarakatan P-4 dapat

dikatakan telah tercapai. Memang kalau dilihat secara kualitatif masih jauh dari kualitas

yang diharapkan. Kita sadar bahwa pembinaan sikap dan perilaku membutuhkan waktu

yang panjang. Dapat kita simpulkan bahwa penyelenggaraan pemasyarakatan P-4

memenuhi paradigma yang diharapkan dalam proses disiminasi suatu gagasan.

Sebagai akibat bahwa pemasyarakatan P-4 adalah penjabaran dari suatu Ketetapan

MPR RI, maka penyelenggaraan pemasyarakatan P-4 menerapkan pendekatan yang

bersifat sentralistis, dan dari atas ke bawah (top-down approach), sehingga banyak pihak

yang mengkritik sebagai indoktrinasi, kurang demokratis. Persiapan penyediaan penatar

yang terlalu cepat dan sangat pendek, mengakibatkan pula kurang profesionalnya para

penatar P-4, sehingga sering terjadi penatar yang over-acting, menutupi kelemahan

dirinya. Keadaan semacam ini yang menyebabkan pemasyarakatan P-4 menjadi kurang

berhasil. Penyelenggaraan pemasyarakatan P-4 kemudian dikaitkan dengan pemerintahan

yang kurang bersih, kurang transparan, terjadi banyak penyimpangan, bahkan sementara

pihak menuduh terjadinya KKN adalah karena P-4. Kami sendiri mengalami kebingungan

bagaimana seorang mampu mengadakan korelasi antara pelaksanaan P-4 dan terjadinya

KKN. Sepanjang yang saya ketahui sampai kini belum ada studi yang mengadakan analisis

hubungan atau pengaruh P-4 terhadap KKN.

Kritik terhadap gerakan penataran P-4 ini lebih mencuat, setelah terjadinya korupsi

di berbagai instansi pemerintahan, sehingga berbagai pihak beranggapan bahwa penataran

P-4 tidak dapat membendung terjadinya korupsi, sehingga waktu bergulir gerakan
reformasi penataran P-4 dipandang kurang menguntungkan dan dicabut dengan Ketetapan

MPR-RI No. XVIII/MPR/1998. Namun TAP MPR ini mengandung anomali, di satu sisi

penataran P-4 dicabut, tetapi di sisi lain Pancasila sebagai dasar negara harus dilaksanakan

secara konsisten. Dengan dicabutnya penataran P-4, maka lembaga yang mengurusnya,

yakni BP-7 dibubarkan pula.1

Menurut Hardisoesilo, "Ada dua hal kenapa P4 dicabut. Pertama, P4 dianggap

sebagai indoktrinasi yang dinilai melanggar HAM. Kedua, Pancasila saat itu menjadi alat

politik. Mereka yang tidak sejalan dengan pemerintah dicap sebagai anti Pancasila,"

katanya. Pada masa Orde Baru Soeharto ada P4. Kemudian pada saat MPR dipimpin Taufik

Kiemas ada Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan. Dan sekarang pada masa Presiden Joko

Widodo ada Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila.

Pembentukan lembaga UKP-PIP, tambah Hardisoesilo, dimaksudkan untuk

membumikan Pancasila. Karena itu UKP-PIP pernah memberikan penghargaan kepada

orang-orang berprestasi yang dianggap menjadi contoh membumikan Pancasila. "Tugas

dari UKP-PIP adalah melakukan pengkajian pelaksanaan membumikan Pancasila itu

sendiri," ujar politisi Partai Golkar itu. Jika pada waktu P4 ada 36 tuntunan pengamalan

Pancasila, lanjut Hardisoesilo, sekarang menjadi 45 tuntunan. "Ini yang diserahkan

kepada UKP-PIP yang dipimpin Yudi Latif untuk membumikan Pancasila kepada generasi

muda," imbuhnya.

Dalam dialog seorang peserta sempat bertanya soal komunisme atau PKI. Menurut

Hardisoesilo, isu PKI bukanlah untuk mengalihkan isu tentang Islam seperti kasus Habib

Rizieq. Isu PKI ini muncul karena memang ada perkembangan di bawah (akar rumput).

1
Soeprapto. Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila VIS A VIS Pedoman Umum Implementasi Pancasila
dalam Kehidupan Bernegara. https://lppkb.wordpress.com/p4-vis-a-vis-pedoman-umum-ps/, diakses 9 juni 2018
"Sudah ada simbol-simbol komunisme seperti palu arit. Di daerah saya di Banyuwangi ada

pertemuan-pertemuan yang menunjukkan ada gerakan," kata Hardisoesilo. "Meski

Menkumham menyatakan tidak ada PKI, dan sebaliknya Panglima TNI menyebut adanya

informasi tentang PKI, isu PKI tidak sekadar untuk mengalihkan isu, tapi apa yang saya

lihat di bawah di daerah saya, isu ini perlu mendapat perhatian," pungkasnya. 2

Pencabutan P4 dan Pembubaran BP7 ini memang menimbulkan kontroversi.

Beberapa sumber mengatakan kegiatan tersebut tidak efektif dalam mengatasi beberapa

masalah tentang nepotisme, KKN, dan korupsi, namun membumikan nilai – nilai pancasila

untuk meminimalkan sangatlah penting. Mengenal dan memahami tentang nilai – nilai

yang terkandung dalam pancasila ini dapat memberikan landasan pada generasi baru untuk

bertindak dan lebih memahami ke bhinekaan. Pancasila adalah filosofi berbangsa, dasar

negara, sehingga memahami, menafsirkan hingga menerapkan nilai – nilai yang

terkandung dalam pancasila penting untuk mempersatukan ke bhinekaan yang ada di

Indonesia. Teks Pancasila sebagai ideologi negara tetap sama sejak 1945, tetapi

penafsirnya harus senantiasa kontekstual, sesuai dengan jiwa dan spirit demokrasi yang

berkembang, baik di Indonesia maupun di belahan negara lain di dunia. Demokrasi dan

Pancasila, tidak bisa dipisahkan karena tanpa demokrasi, Pancasila tak mungkin bertahan

sebagai ideologi bangsa.

2
Tribun News. Hardisoesilo : Sosialisasi Empat Pilar MPR berbeda dengan P4 dan
http://www.tribunnews.com/mpr-ri/2017/09/30/hardisoesilo-sosialisasi-empat-pilar-mpr-berbeda-dengan-p4-
dan-ukp-pip
2. Apanya yang salah dengan 36 butir P4 ?

Pada masa Orde Baru Soeharto ada P4. Kemudian pada saat MPR dipimpin Taufik

Kiemas ada Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan. Dan sekarang pada masa Presiden Joko

Widodo ada Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila. Jika pada waktu P4 ada

36 tuntunan pengamalan Pancasila, sekarang menjadi 45 tuntunan. Ini yang diserahkan

kepada UKP-PIP yang dipimpin Yudi Latif pada saat itu untuk membumikan Pancasila

kepada generasi muda. Berikut kita akan bandingkan 36 butir P4 dan 45 butir yang tertera

36 butir 45 butir

Sila pertama : ketuhanan yang Sila pertama: Ketuhanan Yang


maha esa Maha Esa

1. Percaya dan takwa kepada tuhan 1. Bangsa Indonesia menyatakan


yang maha esa sesuai dengan kepercayaannya dan ketakwaannya
agama dan kepercayaan masing- terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan 2. Manusia Indonesia percaya dan takwa
bekerjasama antar pemeluk agama terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dan penganut-penganut dengan agama dan kepercayaannya
kepercayaan yang berbeda-beda masing-masing menurut dasar
sehingga terbina kerukunan hidup. kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Saling menghormati kebebasan 3. Mengembangkan sikap hormat


menjalankan ibadah sesuai dengan menghormati dan bekerjasama antara
agama dan kepercayaannya. pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Tidak memaksakan suatu agama 4. Membina kerukunan hidup di antara


dan kepercayaan kepada orang lain. sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling
menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.

Sila Kedua : Kemanusiaan yang adil Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan
dan beradab beradab

1. Mengakui persamaan derajat 1. Mengakui dan memperlakukan manusia


persamaan hak dan persamaan sesuai dengan harkat dan martabatnya
kewajiban antara sesama manusia. sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa.
2. Saling mencintai sesama manusia. 2. Mengakui persamaan derajat, persamaan
hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit
dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap tenggang 3. Mengembangkan sikap saling mencintai
rasa. sesama manusia.
4. Tidak semena-mena terhadap orang 4. Mengembangkan sikap saling tenggang
lain. rasa dan tepa selira.
5. Menjunjung tinggi nilai 5. Mengembangkan sikap tidak semena-
kemanusiaan. mena terhadap orang lain.
6. Gemar melakukan kegiatan 6. Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan. kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan 7. Gemar melakukan kegiatan
keadilan. kemanusiaan.
8. Bangsa indonesia merasa dirinya 8. Berani membela kebenaran dan
sebagai bagian dari seluruh umat keadilan.
manusia, karena itu dikembangkan
sikap hormat-menghormati dan
bekerjasama dengan bangsa lain.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat
manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.
Sila Ketiga : Persatuan Indonesia Sila ketiga: Persatuan Indonesia

1. Menempatkan kesatuan, persatuan, 1. Mampu menempatkan persatuan,


kepentingan, dan keselamatan kesatuan, serta kepentingan dan
bangsa dan negara di atas keselamatan bangsa dan negara sebagai
kepentingan pribadi atau golongan. kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan
2. Sanggup dan rela berkorban untuk
bangsa dan negara.
kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Cinta tanah air dan bangsa. 3. Mengembangkan rasa cinta kepada
tanah air dan bangsa.

4. Bangga sebagai bangsa indonesia 4. Mengembangkan rasa kebanggaan


dan ber-tanah air indonesia. berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi 5. Memelihara ketertiban dunia yang
persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
yang ber-bhinneka tunggal ika. abadi, dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia
atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan
dan kesatuan bangsa.

Sila Keempat : Kerakyatan yang Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin


dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan oleh hikmat kebijaksanaan dalam
dalam permusyawaratan / perwakilan permusyawaran / perwakilan

1. Mengutamakan kepentingan negara 1. Sebagai warga negara dan warga


dan masyarakat. masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama.
2. Tidak memaksakan kehendak
2. Tidak boleh memaksakan kehendak
kepada orang lain.
kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam 3. Mengutamakan musyawarah dalam
mengambil keputusan untuk mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama. kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai 4. Musyawarah untuk mencapai mufakat
mufakat diliputi semangat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
kekeluargaan.
5. Dengan itikad baik dan rasa 5. Menghormati dan menjunjung tinggi
tanggung jawab menerima dan setiap keputusan yang dicapai sebagai
melaksanakan hasil musyawarah. hasil musyawarah.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal 6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung
sehat dan sesuai dengan hati nurani jawab menerima dan melaksanakan
yang luhur. hasil keputusan musyawarah.
7. Keputusan yang diambil harus 7. Di dalam musyawarah diutamakan
dapat dipertanggung jawabkan kepentingan bersama di atas
secara moral kepada tuhan yang kepentingan pribadi dan golongan.
maha esa, menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia serta nilai-
nilai kebenaran dan keadilan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-
wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.

Sila Kelima :Keadilan sosial bagi Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh
seluruh rakyat indonesia rakyat Indonesia

1. Mengembangkan perbuatan- 1. Mengembangkan perbuatan yang luhur,


perbuatan yang luhur yang yang mencerminkan sikap dan suasana
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil. 2. Mengembangkan sikap adil terhadap
sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak 3. Menjaga keseimbangan antara hak dan
dan kewajiban. kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain. 4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada 5. Suka memberi pertolongan kepada
orang lain. orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap 6. Tidak menggunakan hak milik untuk
orang lain. usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros. 7. Tidak menggunakan hak milik untuk
hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
8. Tidak bergaya hidup mewah. 8. Tidak menggunakan hak milik untuk
bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Tidak melakukan perbuatan yang 9. Suka bekerja keras.
merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras. 10. Suka menghargai hasil karya orang lain
yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Menghargai hasil karya orang lain. 11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka
mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
12. Bersama-sama berusaha
mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.

Tabel diatas dapat kita lihat 36 butir pada P4 dan 45 butir. Perbandingan 36 butir

dan 45 butir ini tidak bergitu kontras dengan kata lain, poin – poin pada butir 36 masih ada

di 45 butir terbaru tersebut. Tiga puluh enam butir sebelumnya nampaknya malah menjadi

justru pegangan untuk berkembang ke 45 butir setelahnya. Tiga puluh enam butir P4 tidak

dapat dianggap salah, karena poin – poin yang ada di 36 butir tersebut masih tertera pada

45 butir terbaru. Perkembangan ke 45 butir ini mungkin karena perlu penyesuaian di era
reformasi ini, sehingga beberapa poin perlu ditambahkan dalam menghadapi

perkembangan dan generasi – generasi di era reformasi.

Mengapa lahir lembaga Unit Kerja Presiden ( UKP ) yang membidangi Pembinaan

Ideologi Pancasila ( PIP ) yang kemudian dirubah menjadi Badan Pembinaan

Ideologi Pancasila ( BPIP ) ?

Kritik terhadap gerakan penataran P-4 lebih mencuat, setelah terjadinya korupsi di

berbagai instansi pemerintahan, sehingga berbagai pihak beranggapan bahwa penataran P-

4 tidak dapat membendung terjadinya korupsi, sehingga waktu bergulir gerakan reformasi

penataran P-4 dipandang kurang menguntungkan dan dicabut dengan Ketetapan MPR-RI

No. XVIII/MPR/1998. Namun TAP MPR ini mengandung anomali, di satu sisi penataran

P-4 dicabut, tetapi di sisi lain Pancasila sebagai dasar negara harus dilaksanakan secara

konsisten. Dengan dicabutnya penataran P-4, maka lembaga yang mengurusnya, yakni BP-

7 dibubarkan pula.

Pancasila sebagai dasar negara harus dilaksanakan secara konsisten sosialisasi dan

Pembentukan lembaga UKP-PIP yang kemudian berubah menjadi BPIP dibentuk dengan

maksudkan untuk membumikan Pancasila. Karena itu UKP-PIP pernah memberikan

penghargaan kepada orang-orang berprestasi yang dianggap menjadi contoh membumikan

Pancasila. Tugas dari UKP-PIP adalah melakukan pengkajian pelaksanaan membumikan

Pancasila itu sendiri. Lahirnya UKPPIP ini merupakan bentuk konsistensi negara dalam

membumikan Pancasila. UKPPIP ini semakin kukuh kedudukannya sebagai lembaga

Pembinaan Ideologi Pancasila dengan keluarnya Peraturan Presiden Republik Indonesia


Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila. Pada

pasal 3 dan pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 tentang

Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila menjelaskan tentang Tugas dan Fungsi

UKPPIP tersebut.

Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja

Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila

UKP-PIP mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum
pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja

Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, UKP-PIP


menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila;
b. penyusunan garis-garis besar haluan ideologi Pancasila dan road map pembinaan
ideologi Pancasila;
c. koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan pembinaan ideologi
Pancasila;
d. pelaksanaan advokasi pembinaan ideologi Pancasila;
e. pemantauan, evaluasi, dan pengusulan langkah dan strategi untuk memperlancar
pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; dan
f. pelaksanaan kerja sama dan hubungan antar lembaga dalam pelaksanaan
pembinaan ideologi Pancasila

Tugas dan Fungsi UKPPIP yang telah tertera pada Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila

diharapkan berjalan dengan semestinya, sehingga masyarakat lebih mendalami dan

menghayati nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila dan mengangkat tinggi Bhineka

Tunggal Ika.
Apa titik beda yang signifikan antara BPIP dengan BP7 semasa Orde Baru ?

Kepala UKP-PIP Yudi Latief menjelaskan UKP-PIP berbeda

dengan badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan

Pancasila (BP7) yang pernah dibentuk di era Presiden Soeharto. Menurut Yudi, BP7 lebih

mengutamakan penataran dalam orientasinya dan jejaringnya sampai tingkat Kabupaten.

"Kalau ini kan UKP-PIP tidak mengambil kewenangan lembaga-lembaga yang

sudah ada tapi justru bagaimana program Pancasila dan wawasan kebangsaan yang sudah

dijalankan itu tidak overlapping, tidak hanya di permukaan tapi lebih sistematis dan

terstruktur," kata Yudi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/6).

Menurut Yudi, UKP-PIP akan menjadi 'dapur' pembinaan Pancasila. 'Makanan'

tetap akan dikirim oleh lembaga yang memiliki kewenangan, seperti Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan sosialisasi empat pilarnya. Kementerian Dalam

Negeri tetap akan mensosialisasikan pemahaman Pancasila ke para birokrat. 3

Berdasarkan berita tersebut telah jelas perbedaan BPIP dan BP7, BPIP tidak

memiliki agenda berbagai penataran seperti yang dilakukan oleh BP7. BPIP lebih meluas

lagi hingga keberbagai lembaga negara dan seluruh kebijakan yang dikeluarkan oleh

lembaga tersebut.

3
Abdul Aziz. Yudi Latif Tegaskan UKP-PIP beda dengan BP7 Orde Baru. https://tirto.id/yudi-latif-tegaskan-ukp-pip-
beda-dengan-bp7-orde-baru-cqfi
3. Menurut anda, saat – saat sekarang ini apa yang signifikan dan mendasar yang

mesti dilakukan oleh BPIP ?

Menurut Azyumardi Azra (2004), Pancasila memang perlu dikukuhkan kembali

dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat sekarang tak peduli lagi dengan ideologi

bangsanya. Mereka acuh tak acuh karena sibuk dengan urusan masing-masing. Hal itu juga

merupakan sebentuk kerisauan terhadap peran Pancasila di kehidupan masyarakat

Indonesia sekarang. Apalagi, para penulis seperti Daniel Bell (”The End of Ideology”) dan

Francis Fukuyama (”The End of History”) telah memberikan sinyal pada ideologi-ideologi

dunia seperti Pancasila bahwa abad ideologi telah berakhir karena yang memenanginya

adalah ideologi liberal seperti yang berkembang di Amerika.

Sebelum mempertanyakan apakah Pancasila masih relevan atau apakah Pancasila

perlu direjuvenasi, kiranya perlu mempertanyakan terlebih dulu tentang apakah Pancasila

masih sesuai dengan semangat kemanusiaan Indonesia. Pertanyaan itu penting untuk

diajukan. Sebab, pada dasarnya ideologi itu dibentuk sejarah kemanusiaan yang tengah

berlangsung.

Dalam bukunya yang berjudul The German Ideology yang ditulis pada 1846, Marx

dan Engels mengemukakan bahwa ideologi itu pada dasarnya adalah suatu kesadaran

kemanusiaan yang lahir dan terbentuk karena adanya gesekan-gesekan kepentingan.

Ideologi mesti mencerminkan dan harus relevan dengan kepentingan-kepentingan kelas

sosial (Loomba, 33:2000). Ideologi harus berangkat dari kepentingan sosial.

Ketika dibenturkan dengan fenomena kehidupan kontemporer, misalnya dengan

arus globalisasi, ideologi Pancasila dirasakan tak cukup lagi dapat mengakomodasi

kepentingan-kepentingan masyarakat Indonesia. Globalisasi menciptakan narasi baru, di


mana hubungan interpersonal itu kini menjadi lebih individualistis, mementingkan diri

sendiri, cari selamat, dan sebagainya. Ia juga menjadikan hubungan interpersonal itu kini

tak dibatasi lagi oleh letak geografis. Hubungan tersebut dapat dilakukan lewat dunia maya,

internet, telepon genggam, jaringan tv kabel, dan sebagainya. Pendeknya, fenomena

globalisasi telah menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru, ”dunia terlepas dari

kendalinya”, masyarakat dihimpun dalam sebuah global village (Giddens, 5:2002), lalu ia

seakan-akan melunturkan dan menjungkirbalikkan peran ideologi-ideologi.

Kehidupan masyarakat Indonesia sekarang sangat cenderung pragmatis sebagai

akibat dari persoalan gaya hidup globalisasi yang sudah merasuk dalam kesadaran pola

hidup mereka. Dalam kategori itu masyarakat Indonesia lebih memilih hal-hal yang instan

dan gaya hidup yang serba up-to-date: handphone, McDonald’s, Coca-Cola, internet, dan

sebagainya ketimbang repot-repot berdiskusi apakah kebudayaan globalisasi itu cocok atau

tidak dan perihal mempertanyakan pentingnya identitas kebudayaan mereka sendiri,

mending hidup enjoy, instan, dan glamor.

Jika kebudayaan seperti itu masih terus menonjol dalam ruang kesadaran ideologis

masyarakat, tampaknya akan sulit bagi bangsa ini mengembalikan identitas kebangsaan

masyarakat itu sendiri. Di situ Pancasila sebagai ideologi bangsa pun dapat dipastikan

hanya akan menjadi simbol yang tak memiliki secuil pun makna sama sekali.

Beberapa sumber diatas dapat memberikan gambaran bagaimana Ideologi tentang

Pancasila sulit disosialisaikan dengan baik. Berbagai kebudayaan asing serta berbagai

masalah di media elektronik lebih mudah dapat merusak pemahaman Ideologi Pancasila

hingga kebinekaan. Era generasi sekarang ini mudah sekali mengakses beberapa informasi

melalui internet. Informasi yang salah yang dapat merusak pemahaman Ideologi Pancasila.
Konflik dalam masyarakat akan mudah terjadi dengan informasi – informasi yang ada.

Pembekalan di bidang sekolah mungkin akan menjadi strategi yang baik untuk

menanamkan pola pikir dalam menyaring informasi yang berada di media elektronik,

namun pembatasan media elektronik yang ada di Indonesia juga harus menjadi fokus

permasalahan dalam membumikan Ideologi Pancasila ini. Era generasi sekarang ini

masyarakat mudah terpicu oleh isu – isu yang berada di Media elektronik. Orang – orang

dapat dengan bebas menyebarkan pemahaman – pemahaman. Pemahaman – pemahaman

yang salah dapat memungkinkan timbul gerakan – gerakan dalam masyarakat yang akan

mungkin dapat menyingkirkan Pancasila dasar negara. Berbagai cara lain dengan

memperkuat bekerjasama dengan berbagai lembaga pemerintahan mungkin dapat

dilakukan, namun tidak dipungkiri di era sekarang ini masyarkat lebih dekat dengan

internet. BPIP tentunya harus mempertimbangkan hal tersebut. BPIP harus benar – benar

membimbing masyarakat dalam mengakses informasi, sehingga implementasi 45 butir ini

tidak tergoyahkan dengan isu – isu yang berada di media elektronik. Sosialisasi 45 butir

ini tentunya juga dapat dilakukan di media elektronik dan dunia pendidikan formal lainnya,

Sehingga 45 butir tersebut dapat di jelaskan dengan tegas di pendidikan formal dan dapat

disosialisaikan lebih ringan disertai contoh – contoh untuk menanamkan nilai – nilai

pancasila di generasi sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai