Anda di halaman 1dari 30

TUGAS MATAKULIAH KEDOKTERAN DAN ILMU FORENSIK KLINIS

ABORTUS PROVOCATUS KRIMINALIS

DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA DAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA YANG DILAKUKAN TENAGA

MEDIS

Disusun Oleh:

DANU KAMAJAYA

AGUSTINUS PANDEGA SANDI

MOCHAMAD AZAM

TEGUSI M. WALY

MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS

SEMARANG

1
2016

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah dinyatakan dengan tegas dalam

penjelasan UUD 1945 bahwa Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum

(rechstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat).1

Dalam negara hukum, hukum merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-

sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, salah satu ciri

utama dari suatu negara hukum terletak pada kecenderungannya untuk menilai tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh masyarakat atas dasar peraturan-peraturan hukum. Dalam

artian bahwa sebuah negara dengan konsep negara hukum selalu mengatur setiap tindakan

dan tingkah laku masyarakatnya berdasarkan atas Undang-undang yang berlaku untuk

menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Agar sesuai

dengan apa yang diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945 bahwa setiap warga negara

berhak atas rasa aman dan bebas dari segala bentuk kejahatan.2

1 UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 (Jakarta : Sinar Grafika, 2002),
hlm 67

2 Juliha Suratna.Peranan Visum er Repertum Sebagai Alat Bukti dalam Dakwaan Penuntut Umum
terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Berat. ( Makasar : Universitas Hasanudin, 2014 ), hlm 1

2
Meskipun segala tingkah laku dan perbuatan telah diatur dalam setiap Undang-

undang, kejahatan masih saja marak terjadi di negara ini. Media massa baik media

elektronik maupun media cetak yang diwarnai dengan banyaknya kejahatan dan

pelanggaran, misalnya pembunuhan, pencurian, penipuan, perkosaan, aborsi dan lain

sebagainya. Abortus provakatus kriminalis merupakan suatu tindak kejahatan yang dengan

sengaja menghilangkan nyawa janin yang masih di dalam kandungan, sehingga aborsi

seperti itu diklasifikasikan sebagai kejahatan serius dan bagi pelakunya diancam sanksi

pidana.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diundangkan

dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 dinilai sebagai salah satu produk hukum bangsa

Indonesia yang mempunyai predikat sebagai karya agung di mana KUHAP sangat

memperhatikan hak-hak seseorang yang tersangkut tindak pidana, mulai dari proses

penyidikan, pemeriksaan di depan pengadilan, penjatuhan hukuman sampai pasca

persidangan yaitu pelaksanaan putusan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

telah mengatur tentang aborsi yaitu pada Pasal 346 349 KUHP. Pada Pasal 346 KUHP

dengan demikian dapat diketahui aborsi menurut konstruksi yuridis peraturan perUndang-

Undangan di Indonesia (KUHP) adalah tindakan menggugurkan atau mematikan

kandungan yang dilakukan oleh seorang wanita atau orang yang disuruh melakukan itu.

Wanita dalam hal ini adalah wanita hamil yang atas kehendaknya ingin menggugurkan

kandungannya, sedangkan tindakan yang menurut KUHP dapat disuruh melakukan untuk

3
tindakan tersebut adalah tabib, bidan atau juru obat, atau bahkan tenaga medis. Seorang

yang melanggar suatu peraturan hukum pidana harus mendapatkan pidana yang setimpal

dengan kesalahannya untuk mempertahankan keamanan umum. Indonesia diketahui

terdapat pranata-pranata hukum yang bertanggung jawab atas penegakan hukum di

Indonesia. 2,3

Aborsi yang sudah diatur dalam KUHP sudah sangat memadai dan bahkan sangat

serius dalam upaya penegakan tindak pidana aborsi. Perundang-undangan pidana di

Indonesia mengenai aborsi mempunyai status hukum yang illegal sifatnya karena

melarang aborsi tanpa kecualian. Dengan demikian, KUHP tidak membedakan abortus

provocatus criminalis dan abortus provocatus medicinalis/therapeuticus. Dapat diketahui

bahwa apapun alasan aborsi itu dilakukan tetap melanggar hukum yang berlaku di

Indonesia.

Perundang-undangan pidana di Indonesia yang mengatur aborsi tanpa kekecualian

sangat meresahkan dokter atau ahli medis Indonesia yang bekerja. Tujuan ahli medis yang

utama untuk menyelamatkan nyawa pasien tidak akan tercapai karena jika ahli medis

menggugurkan kandungan untuk keselamatan ibu maka ahli medis tersebut terancam

sasnksi pidana, tetapi kalau ahli medis tidak melakukan hal itu maka nyawa pasien dalam

hal ini ibu dapat terancam kematian, hal ini merupakan perdebatan di dalam hati nurani

medis khususnya dan masyarakat pada umumnya.

3 Andy Sofyan.Hukum Acara Pidana (Yogyakarta : Rangkang Education, 2013), hlm 6

4
Aborsi dengan alasan medis diatur kemudian di dalam UU No.23 Tahun 1992

tentang Kesehatan, dalam Pasal 15 beserta penjelasannya. Dalam Pasal tersebut dijelaskan

bahwa Tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan medis dalam keadaan darurat untuk

menyelamatkan ibu dan atau janin atas pertimbangan tim ahli medis dan dengan

persetujuan ibu hamil atau keluarganya. Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga

medis harus berdasarkan indikasi medis dan atas persetujuan tim ahli. Indikasi medis

artinya suatu keadaan atau kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis

tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu ibu hamil da atau janinnya terancam bahaya

kematian, sedangkan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah tenaga yang memiliki

keahlian dan kewenangan yang melakukannya adalah dokter ahli kebidanan dan penyakit

kandungan.

Peraturan perundang-undangan pidana tentang aborsi di Indonesia sangat ketat,

tetapi dalam perkembangannya tindakan aborsi yang bertentangan dengan hukum terjadi di

mana-mana banyak faktor dan sistem nilai yang menyebabkan meluasnya aborsi di

Indonesia, misalnya kegagalan alat kontrasepsi yang dilakukan ibu-ibu yang

mempraktikkan keluarga berencana. Faktor lain adalah menyangkut hubungan remaja yang

semakin bebas dengan lawan jenis meskipun mereka belum berstatus kawin. Perilaku

seksual yang semakin bebas tersebut sangat rentan dengan tingkat aborsi yang tinggi di

Indonesia. Perubahan sikap dan perilaku seksual ini dapat mengakibatkan peningkatan

masalah-masalah seksual seperti aborsi, penyakit kelamin dan masalah kehamilan yang

5
tidak dikehendaki, walaupun dalam perkembangannya tindakan aborsi tetap dikenai tindak

pidana bagi yang melakukannya tetapi masih saja banyak yang melakukannya di Indonesia.

Pada tahun 1998 di Indonesia diperkirakan sudah terjadi sejuta aborsi tidak aman

(unsafe abortion) dilakukan tiap tahun. Hal ini diungkapkan dalam dikusi terbatas mengenai

aborsi tidak aman yang diselenggarakan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

(PKBI) tanggal 24 April 1998 di Jakarta. Aborsi pada saat ini memang pro dan kontra di

tengah masyrakat, ada yang pro aborsi yaitu masyarakat yang ingin melegalkan aborsi dan

ada yang kontra terhadap aborsi yaitu golongan yang menentang tindakan aborsi. Sering

kali perdepatan itu terpusat pada dua kutub. Kutub pertama berargumentasi bahwa aborsi

merupakan hak, maka aborsi yang aman menjadi hak pula. Kutub kedua mempertahankan

aborsi sebagai pelanggaran nilai sosial. Fakta menunjukkan bahwa Indonesia tidak berada

pada kedua-duanya. Pelayanan aborsi tidak ada, tetapi aborsi dilakukan secara diam-diam

dan mempunyai ancaman ketidakamanan.

Kasus yang baru baru ini terjadi adalah pada februari 2016 ini adalah kasus klinik

aborsi di cikini, jakarta pusat. Kasubdit Sumdaling Ditreskrimsus AKBP Adi Vivid

menjelaskan, tim penyidik dalam kasus klinik aborsi Klinik dokter Suripno yang berlokasi

di Jl Cimandiri Nomor 7 dan Jl Cisadane Nomor 19, Cikini.

Berdasarkan data-data yang didapatkan Polda Metro Jaya kemudian menggerebek

klinik tersebut. Ada dua lokasi yang digerebek yaitu di Jalan Cimandiri dan Jalan Cisadane.

6
Dalam penggerebekan ini, polisi mengamankan 9 tersangka yang terdiri dari asisten dokter,

dokter gadungan, pengelola, dan calo aborsi.

Hal mencengangkan, dokter gadungan berinisial M ternyata hanya mengenyam

pendidikan hingga bangku SMP. "Salah satu tersangka, M, mengaku dokter padahal hanya

lulusan SMP," kata Adi. Dalam menjalankan praktik ilegalnya, para tersangka mematok

tarif bervariasi tergantung usia kandungan. Untuk janin yang usianya 3 bulan ke bawah,

sindikat ini memasang tarif Rp 2,5 hingga Rp 3 juta. Sedangkan untuk usia kandungan

yang sudah lebih dari 3 bulan, biaya dinegosiasikan dengan si dokter.

Bukan hanya dokternya yang mencengangkan. Alat-alat kesehatan dan obat-obatan

yang digunakan di klinik sindikat ini pun sungguh mengejutkan. Alat-alatnya sangat tidak

layak dan obat-obatnya kedaluwarsa. Temuan itu diperlihatkan dalam gelar kasus praktik

aborsi ilegal pada Rabu 24 Februari 2016. Seorang petugas bernama Wiji Saraswati

nampak terperangah melihat kondisi alat yang diduga digunakan untuk praktik

aborsi berbahan dasar besi yang sudah berkarat.

"Lihat, ini cairan infusnya sudah expired dari Januari 2014. Sudah 2 tahun. Ini juga

karatan," ujar Wiji kepada wartawan sambil menunjukkan sebuah alat berbentuk sumpit

besi yang ujungnya terdapat lengkung seperti kepala sendok. Dia lalu menunjukkan sebuah

alat berbentuk huruf U selebar jengkal telapak tangan orang dewasa yang berkarat.

Menurut dia, alat kesehatan yang tidak steril tersebut dapat mengakibatkan pasien

7
menderita tetanus dalam jangka pendek dan menderita infeksi yang dapat mengakibatkan

infeksi otak.

"Jangka pendeknya ini (alat aborsi berkarat) bisa jadi sarang kuman. Walau pun

sudah dibersihkan, kuman bisa bersembunyi di lubang-lubang karat dan tetanus. Jangka

panjangnya kalau masuk ke pembuluh darah, bisa terjadi sepsis dan sampai ke otak," jelas

Wiji.

Kasus abortus provokatus kriminalis ini sangat meresahkan oleh karena itu, penulis

akan membahas makalah yeng berjudul Abortus Provocatus Kriminalis dalam

Perundang-Undangan di Indonesia dan Pertanggungjawaban Pidana,

untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai Perundang undangan Abortus

Provocatus Kriminalis di Indonesia dan tanggung jawaban pidana. Serta makalah ini dibuat

untuk memenuhi tugas matakuliah Kedokteran dan Ilmu Forensik Klinis dosen pengampu

dr.Gatot Suharto, SH.SpF.MKes.

II. Permasalahan

Dalam makalah ini, penulis akan membahas permasalahan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud (definisi) Abortus Provocatus dan jenis jenis abortus lainnya?

2. Bagaimana Abortus Provocatus Kriminalis dalam perundang undangan di

Indonesia ?

3. Bagaimana pertanggung jawaban pidana dalam kasus tersebut ?

8
BAB II

PEMBAHASAN

I. Abortus Provocatus

Secara medis, aborsi adalah penghentian dan pengeluaran hasil kehamilan dari

rahim sebelum janin bisa hidup di luar kandungan (viabiliti), umur janin bias hidup di

9
luar kandungan ini ada yang memberi batas 20 minggu, tetapi ada pula yang memberi

batas 24 minggu. Kalau pengeluaran janin berumur 7 bulan disebut immature,

sedangkan berumur 7-9 bulan disebut premature, berumur 9 bulan atau lebih disebut

mature. Jadi, pengeluaran janin yang berakibat kematian terjadi sampai dengan umur

20-24 minggu disebut pengguguran/aborsi, akan tetapi kalau pengeluarannya dilakukan

sesudah umur itu dan mengakibatkan kematian janin disebut pula pembunuhan bayi

(infanticide).4

Abortus provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari

bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus

Provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis abortus. Dalam kamus

Latin - Indonesia sendiri, abortus diartikan sebagai wiladah sebelum waktunya atau

keguguran. Pengertian aborsi atau Abortus Provocatus adalah penghentian atau

pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya.4

Dengan kata lain pengeluaran itu dimaksudkan bahwa keluarnya janin disengaja

dengan campur tangan manusia, baik melalui cara mekanik, obat atau caralainnya. Oleh

karena janin itu dikeluarkan secara sengaja dengan campur tangan manusia, maka

aborsi janis ini biasanya dinamai dengan nama procured abortion atau abortus

provocatus atau aborsi disengaja. Sedangkan dalam istilah moral tidak ada perbedaan

antara sebelum dan sesudah janin bisa hidup di luar kandungan, secara moral, aborsi

4 SCJ, Kusmaryanto. Kontroversi Aborsi. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,


2002.hlm 11

10
berarti pengeluaran janin secara sengaja yang mengakibatkan kematian janin yang

terjadi sejak pembuahan sampai pada kelahirannya.

Ada beberapa istilah untuk menyebut keluarnya konsepsi atau pembuahan sebelum

usia kehamilan 20 minggu yang biasa disebut aborsi (abortion), di antaranya: 5,6

1. Abortion criminalis, yaitu pengguguran kandungan secara bertentangan dengan

hukum;

2. Abortion Eugenic, yaitu pengguguran kandungan untuk mendapat keturunan yang

baik;

3. Abortion induced/ provoked/ provocatus, yaitu pengguguran kandungan karena

disengaja;

4. Abortion Natural, yaitu pengguguran kandungan secara alamiah;

5. Abortion Spontaneous, yaitu pengguguran kandungan secara tidak disengaja; dan

6. Abortion Therapeutic, yaitu pengguguran kandungan dengan tujuan untuk menjaga

kesehatan sang ibu.

Penguguran kandungan dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yang berbeda:

1. Abortus Spontan, yaitu pengguguran kandungan yang terjadi secara alamiah tanpa

ada usaha dari luar atau campur tangan manusia, meliputi abortion spontaneous

(pengguguran kandungan secara tidak disengaja) dan abortion natural (pengguguran

5 Ibid,hlm 12

6 Suryono Ekotama, Abortus Provokatus Bagi Korban Perkosaan, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2002

11
secara alamiah). Dalam dunia kedokteran juga istilah abortus habitualis untuk

menyebut perempuan yang setiap kali mengalami keguguran. Keguguran ini

biasanya terjadi pada saat kandungan berusia lima minggu (haid terlambat satu

minggu) sampai minggu ke-16. Abortus habitualis merupakan salah satu jenis

abortion natural karena terjadi secara alami tanpa diketahui penyebabnya.

2. Abortus Provocatus, yaitu pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena

adanya perbuatan manusia yang berusaha menggugurkan kandungan yang tidak

diinginkan, meliputi:

Abortus Provocatus Medicinalis, Yaitu pengguguran kandungan yang

dilakukan berdasarkan alasan/ pertimbangan medis. Contohnya adalah abortus

provocatus therapeuticus (pengguguran kandungan untuk menyelamatkan jiwa

si ibu).

Abortus Provocatus Criminalis, Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan

dengan sengaja melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Mislanya: abortion

induced/abortion provoked (pengguguran kandungan yang disengaja berbagai

alasan lainnya, misalnya malu pada tetangga, belum mampu secara ekonomi,

dan sebagainya).7,8

7 SCJ, Kusmaryanto,op.cit hlm32

8 Soekanto, Soerjono. Suatu Tindakan Sosiologis Terhadap Masalah-Masalah Sosial.


Jakarta : Citra Aditya Bakti,1989.

12
Penguguran kandungan yang terjadi secara alamiah tanpa ada usaha dari luar atau

campur tangan manusia menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak dapat

dipidana karena tidak mengandung unsur kesengajaan. Dalam usia yang sangat muda

keguguran dapat saja terjadi, misalnya karena aktivitas ibu yang mengandung terlalu

berlebihan, stress berat, berolahraga yang membahayakan keselamatan janin seperti

bersepeda dan sebagainya. Walaupun keguguran menimbulkan korban dalma hal ini

disebut janin tetapi tidak dapat dipidana karena tidak ada unsur kesengajaan.

II. Pertanggung Jawaban Yuridis Tindakan Aborsi Provucatus Ditinjau Dari Aspek

Pidana Berdasarkan Hukum Positif Di Indonesia

Dasar hukum yang mengatur tindak pidana abortus provokatus kriminalis sampai

saat ini tindak pidana tersebut masih diatur dalam pasal 299, 346, 347, 348,dan 349

KUHP. Rumusan dalam pasal 299 KUHP menyatakan bahwa, Barang siapa dengan

sengaja mengobati seorang perempuan atau mengerjakan sesuatu perbuatan terhadap

seorang dengan memberitahukan atau menimbulkan penghargaan bahwa oleh karena

itu dapat gugur kandungannya dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau

denda sebanyak-banyaknya Rp. 45.000.

Ketentuan pidana yang di atur dalam pasal tersebut sebenarnya merupakan

ketentuan pidana yang dibentuk dengan maksud untuk melarang tindakan- tindakan

yang dilakukan olah para aboteur-aboteur, yang biasanya merawat atau telah

13
menyarakan seorang wanita mendapatkan perawatan dengan memberitahukan atau

dengan memberikan harapan kepada wanita tersebut bahwa dengan perawatan itu suatu

kehamilan akan terganggu.

Dalam pasal 299 ayat (1) KUHP merupakan tindak pidana fomil sehingga tindak

pidana tersebut dianggap selesai dilakukan oleh sipelaku, jika pelaku telah melakukan

perbuatan yang di larang oleh Undang-Undang, yaitu menyuruh atau menyarankan

seorang wanita memperoleh perawatan dengan memberitahukan atau dengan

menimbulkan harapan bahwa dengan perawatan tersebut suatu kehamilan itu dapat

gugur atau menjadi terganggu sehingga menyebabkan seorang wanita tersebut

meninggal dunia.

Pengertian Abortus Provocatus menurut rumusan Pasal 346 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana adalah Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannnya atau menyuruh orang lain untuk itu, dincam dengan pidana penjara

maksimal empat tahun. Dari pengertian yang dimaksud dalam Pasal 346 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yang selanjutnya diatur dala KUHP tersebut, maka

yang diancam pidana adalah:

1. Wanita yang dengan sengaja menyebabkan kandungannya menjadi gugur atau mati,

atau

2. Wanita yang dengan sengaja menyuruh orang lain menyebabkan kandungannya

menjadi gugur atau mati,

14
3. Orang lain yang disuruh untuk melakukan itu.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa aborsi menurut konstruksi yuridis

peraturan perUndang-Undangan di Indonesia adalah tindakan mengugurkan atau

mematikan kandungan yang dilakukan dengan sengaja oleh seoarang wanita atau irang

yangdisuruh melakukan untuk itu. Wanita hamil dalam hal ini adalah wanita yang hamil

atas kehendaknya ingin mengugurkan kandungannya, sedangkan tindakan yang

menurut KUHP dapat dapat disuruh untuk lakukan itu adalah tabib, bidan atau juru

obat. Pengguguran kandungan atau pembunuhan janin yang ada di dalam kandungan

dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya: dengan obat yang diminum

atau dengan alat yang dimasukkan ke dalam rahim wanita melalui lubang kemaluan

wanita.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dalam Pasal 346 KUHP dapat

ditemukan beberapa unsure antara lain: 1) wanita hamil atau orang yang disuruh untuk

lakukan itu, 2) dengan sengaja, 3) menyebabkan gugur atau matinya kandungan.

Seseorang dikatakan telah lakukan kejahatan aborsi, apabila orang tersebut telah

memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 346 KUHP tersebut.

Meskipun demikian dalam Pasal 347 Ayat (1) KUHP yang menyebutkan Barang

siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau matinya kandungan seorang wanita

tidak dengan izin wanita tersebut, dipidana dengan penjara maksimal dua belas tahun.

Jadi dari bunyi padal tersebut di atas ditambahkan pelaku aborsi tidak hanya wanita

15
hamil atau orang yang disuruh lakukan itu, tetapi juga oleh orang yang tanpa izin

wanita hamil tersebut telah melakukan tindak pidana aborsi. Unsur pertama tindak

pidana aborsi yang diatur dalam Pasal 346 KUHP ialah unsure wanita atau orang lain

yang disuruh lakukan untuk itu (subjek tindak pidana). Dalam KUHP memang tidak

ada penjelasan yang jelas tentang hal ini, namun wanita hamil dapat diartikan yang sel

telurnya telah dibuahi oleh sel sperma sehingga tidak mengalami menstruasi hingga

melahirkan kandungannya atau dengan kata lain wanita hamil adalah wanita yang

dikandungannya terdapat janin dari hari pertama setelah pembuahan sampai

melahirkan.

Sedangkan orang yang disuruh lakukan untuk itu adalah orang yang dengan

persetujuan wanita hamil tersebut melakukan tindak pidana aborsi, misalnya: dokter,

bidan, juru obat, dukun, atau orang yang mempunyai kemampuan untuk itu. Unsur

kedua dari tindak pidana yang diatur dalam Pasal 346 adalah unsur dengan sengaja.

Yang dimaksud dengan sengaja adalah mempunyai niat atau keinginan untuk

melakukan sesuatu. Wujud dengan sengaja dalam tindak pidana aborsi bisa berupa

meminum obat peluruh haid degan dosis yang tinggi, memasukkan benda tajam

kedalam alat kelaminnya untuk menggugurkan kandungan. Unsur ketiga yang diatur

dalam Pasal 346 KUHP adalah unsur menyebabkan gugur atau matinya kandungan

maksudnya janin yang berada di dalam kandungan wanita tersebut keluar sebelum

waktunya tiba akibat paksaan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga

16
janin tersebut gugur atau mati. Aborsi yang diatur dalam Pasal 346 KUHP berbeda

dengan kejahatan yang diatur dalam Pasal 341 KUHP yang berbunyi Seorang ibu

yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak

lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh

anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Menurut penjelasan Pasal

tersebut, yang diancam hukuman dalam Pasal ini adalah seorang ibu yang membunuh

anaknya sendiri, ketika anak itu dilahirkan atau beberapa saat kemudian setelah anak itu

dilahirkan, kerana takut akan ketahuan oleh orang lain. Aborsi yang dimaksud dalam

Pasal 346 KUHP hanya mencakup mengguguran kandungan karena kesengajaan saja

abortus provocatus, sedangkan pengguguran kandungan secara alamiah atau keguguran

tidak dapat dimaksud sebagai salah satu tindak pidana karena tidak mencakup unsur

yang terdapat dalam KUHP yaitu unsur kesengajaan.

Hal ini juga sesuai dengan rumusan Pasal 347 KUHP yang menyatakan Bahwa

barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang

perempuan tidak dengan izin perempuan itu dihukum penjara lima enam bulan dan jika

dengan perbuatan itu perempuan jadi mati, dia dihukum penjara selama-lamanya 15

tahun

Hal tersebut sesuai juga dengan rumusan Pasal 348 KUHP bahwa, Barang siapa

dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan

17
dengan izin perempuan itu dihukum penjara lima tahun enam bulan dan jika perbuatan

itu menjadi mati, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Dalam Pasal 349 KUHP juga menyatakan bahwa : jika seorang tabib, dukun

beranak, atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang tersebut dalam Pasal 346

KUHP bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterangkan dalam

Pasal 347 dan 348 KUHP maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu dapat di

tambah sepertiganya dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk

melakukan kejahatan itu.

Berarti pasal 348 KUHP dikenakan kepada orang yang sengaja menggugurkan atau

membunuh kandungan seorang perempuan. Antara pasal 299 KUHP dengan Pasal-

pasal 346, 347, dan 348 KUHP terdapat hubungan yang erat, walaupun pasal 299

KUHP tidak diatur dalm title XIX tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa,

akan tetapi ditepatkan dal titel XIV yaitu yang mengtur kajahatan terhadap tata susila

karena delik sebagai diatur dalam Pasal 299 KUHP itu tidak ada sangkut pautnya

dengan nyawa manusia.

Dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 60 ayat (1),

mengatakan bahwa: Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional

yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan

yang berwenang Dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal. 191,

mengatakan bahwa: Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan

18
kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengkibatkan kerugian harta benda, luka berat atau

kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling

banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 75 ayat (2) juga mengatakan bahwa: larangan melakukan aborsi dapat

dikecualikan berdasarkan: indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini

kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/janin yang menderita penyakit

genetik berat dan/cacat bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga

menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan atau kehamilan akibat perkosaan

yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Kemudian pada

Pasal 194 Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, mengatakan bahwa:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Berdasarkan rumusan Pasal di dalam KUHP yang mengatur Abortus Provokatus

Kriminalis yang merupakan suatu pengguguran kandungan yang di lakukan dengan

sengaja. Oleh sebab itu dalam KUHP tidak mengenal pengguguran kandungan tidak

sengaja (culpose adrijiving). Dan unsure kesengajaan merupakan syarat, artinya pera

pelaku harus mempunyai kesengajaan (opzet) yang ditujukan pada akibat yang di

larang atau yang di kehendaki oleh Undang-Undang berupa gugurnya atau matinya

19
kandungan. Sebenarnya terjadinya tindak pidana Abortus Provokatus Kriminalis tidak

terlepas adanya peluang yang mempermudah pelaksanaannya yaitu antara lain :

1. Karena kedua belah pihak (wanita yang mengandung dan aboteur/dokter dan

dukun) betul-betul saling membutuhkan atau saling membutuhkan seperti halnya

prinsip dagang yaitu disatu sisi pasien sangat menginginkan janin dalam

kandungannya digugurkan dan di sisi lain aboteur hanya berfikir keuntungan

pribadi karena hanya dengan melakukan tindakan sederhana maupun mengeruk

keuntungan banyak.

2. Pengawasan tidak ada atau tidak mudah mengontrol praktek tindak pidana

Tersebut, sehingga sedikit sembunyi sembunyi mereka aman melakukannya.\

3. Pelaksanaan sanksi yang masih belum jelas, misalnya ancaman sanksi yang di

jatuhkan kepada para pelaku yang melakukan tindak pidana Abortus Provokatus

Kriminalis belum diimbangi dengan tindakan aparat penegak hukum untuk

mengadakan razia sehingga bagaimana bias ditindak kalau kejahatan yang mereka

lakukan tidak terungkap.

Para pelaku dan pembantu dari tindak pidana Abortus Provokatus Kriminalis dalam

melakukan tindak pidana tersebut tidak atau kurang mengetahui akibat-akibat yang

dapat ditimbulkan, jika tindak pidana ini dilakukan baik akibat hukum maupun akibat

bagi kesehatan. Akibat hukum dapat berupa sanksi pidana penjara dan denda sesuai

ancaman dari pasal yang dilanggar, sedangkan akibat kesehatan disamping kematian

20
juga kesakitan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Misalnya terjadi

banyak pendarahan, kerusakan rahim, terjadinya infeksi bagian organ tertentu,

terjadinya pendaharahan diluar haid yang normal serta kemungkinan nantinya hamil

diluar kandungan.

Akibat dari tindak pidana Abortus Provokatus Kriminalis dapat dikenakan bagi

wanita yang menggugurkan kandungannya atau para aboteur atau juga yang membantu

tindak pidana tersebut, maka akibat kesehatan hanya dirasakan bagi wanita yang

menggugurkan kandungannya. Dalam tindak pidana Abortus Provokatus Kriminalis ini

sangat berhubungan sekali antara kesehatan dengan hukum, dimana dengan banyaknya

akibat yang timbul bagi kesehatan maka hukum mengatur larangan untuk melakukan

tindak pidana tersebut, disamping itu untuk melindungi jiwa wanita yang mengandung

janin juga untuk menghormati hak hidup dari janin yang berada dalam kandungan

ibunya.

Di dalam KUHP, pembentuk undang-undang telah menempatkan tindak pidana

yang ditujukan kepada janin yang berada dalam kandungan itu dalam Bab XIX Buku II

KUHP Pasal 346 sampai Pasal 349 KUHP yang mengatur masalah kejahatan terhadap

nyawa, kejahatan yang mengatur atau menyebabkan matinya janin dari seorang wanita.

III. Pertanggungjawaban Hukum Pada Kasus Klinik Aborsi Cikini, Jakarta Pusat

21
Pada kasus klinik aborsi terdapat tenaga medis yang terlibat yaitu 1 dokter dan 2

perawat. Tenaga medis yang terlibat ini telah melakukan kejahatan di dalam

profesinya. Ancaman pidana tentunya lebih berat karena sangat bertentangan dengan

profesinya. Pada kasus ini seorang dokter yang melakukan aborsi tidak berdasarkan

indikasi medis dan papan nama dokter yang tertulis tidak sesuai dengan surat ijin

praktek yang dimilikinya.

Kasus ini memenuhi syarat kasus yang memerlukan pertanggung jawaban pidana yaitu :

1. Harus ada perbuatan yang dapat dipidana, yang termasuk dalam rumusan delik

undang undang.

2. Perbuatan yang dapat dipidana itu harus bertentangan dengan hukum

3. Harus ada kesalahan (schuld) adalah jika perbuatan itu : 1) bersifat bertentangan

dengan hukum (wederrechtehjk); 2) akibatnya dapat dibayangkan/ada penduga

duga (voorzienbaarheid); 3) akibatnya dapat dihindarkan / ada penghati hati

(vermijdbaarheid); 4) dapat dipertanggungjawabkan / dipersalahkan kepadanya

(verwijtbaarheid).

Para tenaga medis yang terlibat dikenai pasal 75 juncto Pasal 194 UU RI Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan; Pasal 73, 77, 78. Kemudian dijerat pelanggaran UU RI

Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; Pasal 64 juncto Pasal 83 UU RI

Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Lalu Pasal 299, 346, 348, dan 349

22
KUHP. Terakhir Pasal 55, 56 KUHP ancaman kurungan maksimal 10 tahun dan denda

Rp 1 miliar.

Aborsi dalam Undang-Undang No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Dalam pasal 75 :

1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi

2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan media yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang

mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat

dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga

menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan; atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapatmenyebabkantrauma psikologis bagi

korban perkosaan.

c. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah

melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan

konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan

berwenang.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

e. Yang dimaksud dengan konselor dalam ketentuan ini adalah setiap orang yang

telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Yang

23
dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama,

dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu.

Menghadapi situasi seperti ini, tenaga medis tetap harus berusaha menyadari

tugasnya untuk mengedepankan kehidupan. Wanita yang mengalami kesulitan itu

perlu dibantu dengan melihat jalan keluar lain yang tidak langsung melakukan

pengguguran. Tenaga medis hanya berani menolak pengguguran langsung

dengan indikasi sosial-ekonomi.

Pasal 194

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Pasal 73

Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang

menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau

dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk

lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah

dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda

24
registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73

ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling

banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 78

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang

bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi

dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 55 KUHP

Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan

perbuatan;

2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan

kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan

memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain

supaya melakukan perbuatan.

Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang

diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

25
Pasal 56

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;

2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk

melakukan kejahatan.

26
BAB III

KESIMPULAN

Penutup

Kualifikasi luka yang didapatkan korban tentunya menentukan syarat penahanan

tersangka / terdakwa tindak pidana. Luka ringan tidak disebutkan dalam KUHP, namun

diisyaratkan dalam pasal 352 ayat 1 sebagai penganiayaan ringan, luka berat tertera

jelas pada KUHP pasal 90, dan luka sedang dapat diartika luka yang diantara luka

ringan dan berat. Berdasarkan KUHAP pasal 21 ayat 4 tersebut yang dapat dilakukan

penahanan adalah tindak pidana yang tertera pada KUHP pasal 351 ayat 1. Sedangkan

tindak pidana KUHP pasal 352 tidak dapat dilakukan penahanan.

Kualifikasi luka yang tertera dengan jelas pada undang undang tersebut adalah

luka berat. Tersangka / terdakwa penganiayaan dengan kualifikasi luka pada korban

merupakan luka berat maka dapat dilakukan penahanan. Sedangkan kualifikasi luka

ringan yang disamakan dengan penganiayaan ringan tertera pada KUHP pasal 352.

Tersangka / terdakwa penganiayaan dengan kualifikasi luka pada korban merupakan

luka ringan ( KUHP pasal 352 ) tidak masuk kedalam tindak pidana yang dilakukan

penahanan ( berdasar KUHAP pasal 21 ayat 4). Kualifikasi luka sedang tidak diatur

didalam KUHP dan penganiayaan yang mengakibatkan luka sedang juga tidak diatur

dalam KUHP secara tertulis. Namun, penganiayaan yang mengakibatkan luka sedang

sudah termasuk dalam tindak pidana penganiayaan ( KUHP pasal 351 ), karena yang

27
terjadi adalah sebuah kesengajaan oleh tersangka / terdakwa dan mengakibatkan luka

yang tidak ringan ( jika luka ringan merupakan tindak pidana yang tidak memerlukan

penahanan tersangka / terdakwa tindak pidana ). Sehingga, tersangka / terdakwa yang

melakukan penganiayaan dengan kualifikasi luka pada korban merupakan luka sedang

maka tersangka / terdakwa dapat dilakukan penahanan.

Saran

Kualifikasi luka sedang tidak tertulis pada Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Kualifikasi luka sedang akan mempersulit dokter jika tidak terdapat kriteria yang jelas

dalam penentuan derajat luka. Derajat luka sedang ini hendaknya dijabarkan dengan jelas

baik didalam Ilmu Kedokteran Forensik maupun didalam Kitab Undang Undang Hukum

Pidana. Penjabaran derajat luka yang jelas akan mempermudah dokter pembuat visum

dalam menentukan derajat luka. Korban luka luka juga akan merasakan keadilan jika

derajat luka yang diterimanya dapat ditentukan dengan baik oleh dokter. Tersangka /

terdakwa tindak pidana juga dapat diproses dengan tegas dalam hal menentukan perlu

dilakukan penahanan atau tidak.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 (Jakarta : Sinar

Grafika, 2002), hlm 67

2. Juliha Suratna.Peranan Visum er Repertum Sebagai Alat Bukti dalam Dakwaan

Penuntut Umum terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Berat. ( Makasar :

Universitas Hasanudin, 2014 ),

3. Andy Sofyan.Hukum Acara Pidana (Yogyakarta : Rangkang Education, 2013)

4. Sofwan Dahlan.Ilmu Kedokteran Forensik ( Semarang : Universitas Diponegoro,

2000)

5. Soenarto Soerodibroto.KUHP dan KUHAP (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2006)

6. Kementrian Pendidikan dan Budaya.Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online.

http://kbbi.web.id/luka (akses 24 November 2015).

7. Meidina Sinaga. Gambaran Penggunaan Bahan Pada Perawatan Luka Di Rsud Dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar ( Sumatera Utara : USU, 2012 )

8. Farlex. The Free Dictionary. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/vulnus

(akses 24 November 2015 )

9. Abraham, Arif Rahman, Bambang dkk.Ilmu Kedokteran Forensik ( Semarang :

Universitas Diponegoro, 2010 )

29
10. Arif Dwi Atmoko. Penangkapan dan Penahanan ( Surabaya : Universitas Surabaya,

2011)

30

Anda mungkin juga menyukai