Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat

sangat besar. Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus.

Strabismus atau mata juling adalah gangguan penglihatan yang ditandai dengan

penyimpangan abnormal dari letak suatu mata terhadap mata lainnya, sehingga garis

penglihatan tidak paralel atau tidak sejajar dan pada waktu yang sama, kedua mata

tidak tertuju mata benda yang sama. Ketidaksesuaian penjajaran tersebut dapat terjadi

dalam segala arah-ke dalam, ke luar, ke atas, dan ke bawah. Besar penyimpangan

adalah besar sudut mata yang menyimpang dari penjajaran.1

. Secara umum strabismus dapat diklasifikasikan menjadi esotropia dan

eksotropia. Strabismus diklasifikasikan berdasarkan usia kejadian (kongenital dan

didapat), jenis penyimpangan (horizontal, vertical, torsional dan gabungan), status fusi

(Foria dengan kontrol fusi dan tropia tanpa kontrol fusi), dan variasi penyimpangan

dengan posisi pandangan mata (comitant dan incomitant).2

Perkiraan prevalensi strabismus pada populasi umum adalah sekitar 2 sampai

5%, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kasus esotropia (juling ke dalam) terjadi

sekitar 3-5 kali lebih banyak daripada eksotropia (juling ke luar). Prevalensi strabismus

di Amerika, umur 1-3 tahun (1,9%), umur 4-54 tahun (3,3%), dan umur 55-75 tahun

(6,1%). Faktor risiko dari strabismus itu sendiri ada 3, yaitu riwayat keluarga, kelainan
refraksi (hiperopia ekstrem), dan kondisi-kondisi medis tertentu (down syndrome,

trauma, stroke,cerebral palsy, dan lain-lain).3


BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. B.T

TTL : 16 Desember 1978

Usia : 40 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Belu

Agama : Katholik

Pendidikan terakhir : SD

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Asuransi kesehatan : BPJS

Tanggal datang poli : 6 Februari 2019

No. Rekam Medik : 50-74-67

2.2 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada tanggal 6 Februari 2019, bertempat di Poliklinik

Mata RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes pada pukul 13.00 WITA.Anamnesis dengan

menggunakan teknik autoanamnesis.

KELUHAN UTAMA :Mata kanan juling sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien rujukan dari RS Swasta datang dengan keluhan mata kanan juling sejak

20 November 2018 (kurang lebih 2 bulan yang lalu) disertai dengan penglihatan yang

ganda. Keluhan ini dirasakan secara tiba-tiba yang di dahului dengan rasa tegang pada

leher. Penglihan ganda biasanya dirasakan pasien saat melihat jauh dengan kedua mata.

Keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien dan tidak pernah dialami pasien sejak

ia kecil. Selain itu pasien juga mengeluh pandangannya terasa kabur saat melihat jauh.

Nyeri (-), gatal (-), merah (-), berair (-), silau (-), riwayat trauma (-), riwayat pemakaian

kacamata (-).

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

 Riwayat penyakit mata :

Pasien mengaku belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.

 Riwayat Hipertensi disangkal, riwayat DM disangkal oleh pasien.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Tidak ada.

RIWAYAT PENGOBATAN :

Simvastatin 1 x 20mg

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI :

Pasien adalah ibu rumah tangga.


2.3 PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6

B. Pemeriksaan Tanda Vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 kali/menit

Frekuensi Napas : 22 kali/menit

Suhu : 37 0C

C. Status Antropometri

TB : 152 cm

BB : 48 kg

IMT : 20,86 kg/m2

Status gizi : Normal

D. Status Lokalis

OD OS
5/5 Visus 5/5

Pergerakan
Bola Mata
Terbatas Kesegala Arah

Menyempit Normal
Lapangan
pandang

Edema (-), hiperemis (-) Palpebra Edema (-), hiperemis (-)


Hiperemis (-) Konjungtiva Hiperemis (-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Reguler Iris Reguler
Sentral, regular,  3 mm, Sentral, regular,  3 mm,
Pupil
reflek cahaya (+) reflek cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih

Hasil Laboratorium Kimia Darah (7 Februari 2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

Trigliserida 39 mg/dL < 150

Kolesterol Total 259 mg/dL < 200

HDL 40 mg/dL >= 40

LDL 170 mg/dL < 115

Glukosa Darah Puasa 86 mg/dL 74 – 109

Glukosa Darah 2 jam PP 69 mg/dL 75 - 140

2.4 DIAGNOSIS KLINIS


Esotropia OD
2.5 PENATALAKSANAAN

- Konsul Saraf

- Konsul IPD

- Ct-Scan Kepala

2.6 PROGNOSIS

1. Ad vitam : dubia ad bonam

2. Ad fungtionam : dubia ad bonam

3. Ad sanationam : dubia ad bonam


BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Gerak Bola Mata

Pergerakan kedua bola mata dimungkinkan oleh adanya 6 pasang otot mata

luar. Pergerakan bola mata ke segala arah ini bertujuan untuk memperluas lapang

pandangan, mendapatkan penglihatan foveal dan penglihatan binokular untuk jauh dan

dekat. Otot-otot bola mata ini mengerakan bola mata pada 3 buah sumbu pergerakan,

yaitu sumbu antero-posterior, sumbu vertikal dan sumbu nasotemporal (horizontal).

Fungsi masing-masing otot :4,5

a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi atau

menggulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf

ke VI (saraf abdusen).

b. Muskulus rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau

menggulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke

III (saraf okulomotor).

c. Muskulus rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi,

aduksi, dan intorsi bola mata yang dipersarafi oleh saraf ke III (saraf

okulomotor).

d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi,

adduksi, dan ekstorsi yang dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
e. Muskulus oblik superior, kontraksinnya akan menghasilkan intorsi,

abduksi, dan depresi yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear)

f. Muskulus oblik inferior ,kontraksinya akan menghasilkan ekstorsi,

abduksi, dan elevasi yang dipersarafi saraf ke III (saraf okulomotor).

Gambar Otot-otot bola mata


Arah Gerakan Otot yang Bekontraksi
Kanan Atas Rectus Superior OD & Oblique
Inferior OS
Kanan Rectus Lateralis OD & Rectus
Medialis OS
Kanan Bawah Rectus Inferior OD & Oblique
Superior OS
Kiri Atas Oblique Inferior OD & Rectus
Superior OS
Kiri Rectus Medialis OD & Rectus
Lateralis OS
Kiri Bawah Oblique Superior OD & Rectus
Inferior OS
Pergerakan bola mata bersifat konjugat yaitu keduanya menuju arah yang sama

dan pada saat yang bersamaan. Gerakan kojugat horizontal melibatkan pergerakan

simultan pada kedua mata dengan arah berlawanan dari garis tengah. Satu mata

bergerak ke medial, sedangkan mata lainnya bergerak ke arah lateral. Dengan demikian

gerakan konjugat bergantung pada ketepatan koordinasi persarafan kedua mata dan

pada nuklei otot yang menpersarafi gerakan mata pada kedua sisi. Hubungan saraf

sentral yang kompleks juga mempengaruhi terjadinya gerakan tersebut. Saraf yang

mempersarafi otot-otot mata juga berperan pada beberapa refleks yaitu akomodasi,

konvergensi, dan refleks cahaya pupil.6


Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat terbentuk

bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata sehingga terjadi

fusi dipusat penglihatan. Hal tersebut dapat terjadi karena dipertahankan oleh otot

penggerak bola mata agar selalu bergerak secara teratur, gerakan otot yang satu akan

mendapatkan keseimbangan gerak dari otot yang lainnya sehingga bayangan benda

yang jadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua fovea sentralis. Syarat terjadi penglihatan

binokuler normal:

1. Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya

tidak terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.

2. Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama

dengan baik, yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua

sumbu penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.


3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang

datang dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.

Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat

membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut

berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang pesat

mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali

refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam

penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu membedakan

bentuk benda, warna dan intensitas cahaya.

Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan

binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6

pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup

menfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka ada

kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal stereoskopik.4,5


Gambar 2. Penglihatan Binokular Tunggal Stereoskopik

Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang

tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan

keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi

strabismus.

3.2 Definisi

Esotropia adalah salah satu tipe strabismus atau ketidakseimbangan mata yang

bersifat konvergen horizontal.7 Istilah ini berasal dari 2 kata Yunani: Eso, yang berarti

ke dalam, dan trépò, berarti giliran. Esotropia atau yang diistilahkan sebagai mata

silang terjadi ketika salah satu mata melihat lurus ke depan sedangkan mata lainnya

berbelok ke arah hidung.8


3.3 Epidemiologi

Perkiraan prevalensi strabismus berkisar dari 0,8 – 6,8 % pada populasi yang

berbeda. Di Amerika Serikat, 20-35% esotropia dan eksotropia memiliki tingkat

prevalensi yang serupa, sedangkan di Irlandia esotropia telah dilaporkan lima kali lebih

sering daripada eksotropia, di Australia esotropia dilaporkan dua kali lebih sering

daripada eksotropia dan di Asia (Hong Kong, Jepang dan Singapura) eksotropia lebih

sering daripada esotropia.9

3.4 Klasifikasi

Bentuk-bentuk esotropia:

1. Esotropia komitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada semua arah

pandangan.

2. Esotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda

pada arah pandangan yang berbeda-beda pula.

 Esotropia infantil

Muncul sebelum usia 6 bulan. Anak-anak dengan estropia infatil berisiko untuk

amblyopia, meskipun adanya fiksasi silang dapat mengurangi risiko ini.

Karakteristik esotropia infatil meliputi :

- Onset sebelum 6 bulan tanpa resolusi spontan

- Etiologi non akomodatif atau akomodatif parsia

- Sudut penyimpangan konstan yang dapat meningkat seiring waktu


- Fiksasi silang yang sering dilakukan dengan mata yang diperbaiki

- Fungsi visual binokular abnormal

Bayi dengan esotropia infatil biasanya fixates silang, yang berarti bahwa dia

menggunakan Mata yang lain untuk melihat ke arah yang berlawanan. Mata kanan

digunakan untuk melihat ke sisi kiri, dan mata kiri yang digunakan untuk melihat ke

arah sisi kanan.

 Esotropia Didapat

- Esotropia akomodatif

Karakteristik esotropia akomodatif meliputi:

Komponen akomodatif yang biasanya dikaitkan dengan hiperopia

Onset khas antara usia 1 dan 8 tahun, dengan usia onset rata-rata sekitar 2

tahun; mungkin muncul pada masa bayi atau muncul kembali sebagai

kelanjutannya

esotropia infantil yang dikoreksi melalui pembedahan

mungkin dipicu oleh penyakit lain, trauma ringan

- Esotropia Akomodasi Parsial

Dapat terjadi suatu mekanisme campuran, sebagian ketidakseimbangan otot

dan sebagian ketidakseimbangan akomodasi/konvergensi. Walaupun terapi akomodasi

menurunkan sudut deviasi, namu esotropianya sendiri tidak menghilang. Tindakan

bedah dilakukan untuk komponen nonakomodatif deviasi dengan pilihan posedur

bedah seperti dijelaskan untuk esoropia infantilis. Anak-anak dengan esotropia


akomodatif parsial mengalami peningkatan esotropia ketika mereka memakai lensa

korektif untuk hiperopia mereka.

- Esotropia non-akomodatif

Anak-anak dengan esotropia non akomodatif memiliki esotropia yang didapat

yang kira-kira sama jumlahnya dalam jarak dan dekat fiksasi dan tidak memiliki

kesalahan refraksi yang signifikan atau tidak ada perbaikan pada sudut esotropia

dengan koreksi kesalahan refraksi. Jika onsetnya akut, terutama jika dikaitkan dengan

diplopia, neuroimaging harus dipertimbangkan.

3.5 Etiopatogenesis

 Faktor Keturunan

“Genetic Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah

jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka

bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.

 Kelainan Anatomi

1. Kelainan otot ekstraokuler

2. Kelainan pada “vascial structure”

 Kelainan dari tulang-tulang orbita

 Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital

abnormal, sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.

 Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.

 Fovea tidak dapat menangkap bayangan.


 Kelainan kuantitas stimulus pada otot bola mata.

 Kelainan Sensoris

 Defect yang mencegah pembentukan bayangan di retina dengan baik, antara

lain : Kekeruhan media, lesi di retina, ptosis berat, anomali refraksi (terutama

yang tidak terkoreksi).

 Kelainan Inervasi ( strabismus paralitik )

1. Gangguan proses transisi dan persepsi

Gangguan ini menyebabkan tidak berhasilnya proses fusi.

2. Gangguan inervasi motorik

Insufficiency atau escessive tonik inervation dari bagian supra nuklear

Insufficiency atau exessive inneration dari salah satu atau beberapa otot.

 Faktor refleks dekat, akomodatif esotropia

 Hipertoni (peninggian tonus otot) rektus medius kongenital

 Hipotoni (penurunan tonus otot) rektus lateral akuisita

 Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak

 Tarikan yang tidak sama pada 1 ataubeberapa otot yang menggerakan

mata(strabismus non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan

oleh suatukelainan di otak.


3.6 Manifestasi Klinis

- Mata juling ke dalam, bisa satu mata, bisa dua mata bergantian

- Posisi bola mata menyimpang ke arah nasal

- Mata malas

- Penglihatan ganda (diplopia)

3.7 Diagnosis

Anamnesis :

 Keluhan utama dan alasan datang untuk memeriksakan diri. Onset dan

frekuensi misalignment mata; mata sebelah mana yang menyimpang dan ke


arah mana. Ada tidaknya keluhan seperti diplopia, menyipitkan mata, menutup

satu mata, atau gejala visual lainnya.

 Riwayat penyakit mata lainnya termasuk riwayat trauma, pembedahan,

penggunaan kacamata dan atau terapi ambliopia.

 Riwayat penyakit sistemik, berat badan lahir, prenatal, dan riwayat perinatal

yang mungkin terkait (misalnya alcohol, narkoba dan pengobatan selama

kehamilan).

 Riwayat alergi obat

 Riwayat keluarga termasuk kondisi mata (strabismus, amblyopia, jenis

kacamata dan riwayat pemakaian, operasi otot ekstraokular atau operasi mata

lainnya, dan penyakit genetik).

 Riwayat sosial, misalnya tingkat kelas di sekolah, kesulitan belajar, masalah

perilaku atau masalah dengan interaksi sosial.

Pemeriksaan :

 Verifikasi koreksi kacamata dengan lensometer

 Fungsi otot ekstraokular (duksi dan versi, termasuk incomitance seperti yang

ditemukan pada beberapa pola A dan V

 Pemeriksaan nistagmus

 Retinoskopi atau refraksi cyclopegic

 Pemeriksaan funduskopi
 Pengujian tambahan, seperti tes nistagmus optokinetic monokuler dan

binokular untuk asimetri pengejaran nasal-temporal yang terkait dengan

esotropia infantile

Motilitas dan Binocular alignment

Binocular alignment dapat dievaluasi menggunakan berbagai metode klinis. Jika

memungkinkan, target yang mengontrol akomodasi pasien harus digunakan untuk

jarak jauh dan dekat fiksasi selama penilaian. Metode pengukuran sudut esotropia dan

ada tidaknya koreksi bias harus didokumentasikan. Jika pasien tidak dapat

berpartisipasi dalam pengujian yang lebih canggih, sudut dapat diperkirakan

menggunakan uji pantulan cahaya kornea dengan atau tanpa prisma atau dengan

memperkirakan jumlah gerakan mata yang diperlukan untuk melakukan refleksasi

dengan pengujian penutup-alternatif tanpa prisma. Prisma-and-cover alternati tes untuk

mengukur deviasi total dan, dengan demikian, digunakan untuk mengukur jumlah

operasi yang diperlukan. Tes prisma dan penutup simultan mengukur deviasi manifes

dan memberikan informasi yang berguna untuk pasien dengan vergensi fusional, di

mana penyelarasan dalam kondisi tampilan binokular lebih baik daripada selama

pengujian alternatecover (mis., Sindrom monofixation). Tes prisma-dan-penutup

simultan digunakan oleh banyak ahli bedah sebagai sarana untuk menentukan apakah

operasi strabismus diindikasikan.


Tes fungsi otot ekstraokular

Pemeriksa harus mengevaluasi versi (motilitas binokular) dan pengurangan (motilitas

monokular) dan mencatat segala batasan, overaction, atau ketidaksesuaian (perubahan

sudut strabismus dalam posisi pandangan yang berbeda). Ketika versi terbatas,

penculikan penuh pada tes duction monokular dapat membedakan anak dengan

esotropia infantil atau akomodatif dari anak dengan esotropia paretik atau restriktif,

atau sindrom Duane esotropik. Oklusi monokuler dan rotasi oculocephalic ("manuver

kepala boneka" atau vestibuloocular refleks) sangat berharga pada bayi dan anak kecil

dan sering menunjukkan penurunan normal secara klinis yang mungkin tidak

didokumentasikan. Disfungsi otot oblik, pola A atau V, dan / atau deviasi vertikal atau

horizontal yang terpisahkan didokumentasikan. Penyakit yang berhubungan dengan

paresis, kelumpuhan, atau pembatasan otot ekstraokular tidak termasuk dalam ruang

lingkup ini.

Deteksi Nistagmus

Nystagmus pada pasien dengan esotropia dapat bermanifestasi, laten, atau laten nyata.

Nystagmus lebih umum pada pasien dengan strabismus onset dini daripada pada

mereka dengan strabismus onset lambat. Manifest nystagmus hadir secara konstan dan

mungkin horizontal, vertikal, dan / atau torsional. Ini biasanya simetris, meskipun dapat

bervariasi dalam besarnya, kecepatan, dan bentuk gelombang, tergantung pada arah

pandangan dan kondisi tampilan spesifik lainnya. Nistagmus laten (juga dikenal
sebagai oklusi nistagmus) adalah konjugat, dan ditandai dengan horizontal jerk mata

yang terlihat pada kondisi tampilan monokuler. Nistagmus laten (juga dikenal sebagai

oklusi nistagmus) adalah konjugat, dan ditandai dengan gerakan cepat ke arah

horizontal mata yang terlihat pada kondisi tampilan monokuler. Ini adalah satu-satunya

bentuk nistagmus yang membalik arah dengan perubahan fiksasi. Nistagmus laten

ditandai dengan penyimpangan hidung lambat pada mata fiksasi, diikuti oleh refleksasi

sakaradik. Nystagmus digambarkan sebagai laten karena terlihat ketika satu mata

tersumbat. Manifest-laten nystagmus memiliki bentuk gelombang yang identik dengan

laten nystagmus tetapi terbukti dalam kondisi tampilan teropong, dan amplitudonya

meningkat dengan oklusi monokular. Anak-anak dengan nystagmus laten nyata sering

hadir dengan kepala putar dan tahan mata fiksasi dalam adduksi. Walaupun esotropia

dan nistagmus sering hidup berdampingan dalam esotropia infantil, esotropia dan

nistagmus harus dibedakan dari sindrom penyumbatan nistagmus. di mana anak-anak

dengan esotropia infantil menggunakan konvergensi berlebihan untuk meredam

amplitudo nistagmus. Pada anak-anak ini, besarnya esotropia tampaknya meningkat

prisma netralisasi penyimpangan.

Sensory Tes

Jika memungkinkan, status sensor binokular anak harus dinilai menggunakan Uji 4-

Titik Senilai dan tes stereoacuitas. Data yang andal mungkin sulit diperoleh pada anak

kecil. Pada pasien strabismik yang lebih tua (terutama esotropik), pengujian sensorik

yang lebih rinci kadang-kadang berguna, terutama jika ada riwayat diplopia. Pengujian

sensorik harus dilakukan sebelum tambalan atau occluder memisahkan status binokular
anak. Evaluasi ortoptic, yang harus mencakup lensa Bagolini, pengujian afterimage,

dan pengujian synoptopore, dapat lebih jauh menentukan status sensorimotor anak.

Stereopsis terjadi ketika dua gambar yang sedikit berbeda dari kedua mata terintegrasi

secara kortikal. Banyak tes yang tersedia untuk menentukan stereopsis, termasuk

Stereo Fly Test, Randot Test, Random-Dot E Test, TNO Test, Frisby Test, dan Lang

Stereopsis Test.

Retinoskopi atau refraksi cyclopegic

Penentuan kesalahan bias penting dalam diagnosis dan pengobatan ambliopia atau

strabismus. Pasien harus menjalani refraksi sikloplegik dengan retinoskopi dan

perbaikan subjektif jika memungkinkan. Retinoscopy dinamis yang dilakukan sebelum

cycloplegia memberikan penilaian akomodasi yang cepat dan dapat membantu

mengevaluasi anak dengan asthenopia yang memiliki hiperopia tinggi atau anak

dengan insufisiensi akomodatif. Dengan teknik ini, pemeriksa mengevaluasi perubahan

refleks retinoscopic dari gerakan "dengan" menuju netralitas ketika pasien menggeser

fiksasi dari jarak ke target kecil pada retinoscope.

Sikloplegia yang adekuat diperlukan untuk retinoskopi yang akurat pada anak-anak

karena peningkatan nada akomodatif mereka dibandingkan dengan orang dewasa. Saat

ini, tidak ada cycloplegic ideal yang aman, memiliki onset dan pemulihan yang cepat,

menyediakan cycloplegia yang cukup, dan tidak memiliki efek samping lokal atau

sistemik.
Funduskopi

Kelainan saraf retina atau optik dapat terjadi pada anak-anak dengan esotropia, dalam

beberapa kasus menghasilkan strabismus sensorik. Perhatian khusus harus diberikan

pada saraf optik untuk tanda-tanda pembengkakan, pucat, atau kelainan bawaan. Selain

itu, perpindahan makula secara temporal atau nasal dapat menimbulkan

pseudostrabismus (kemunculan strabismus ketika tidak ada pergeseran dengan

pengujian sampul alternatif dengan adanya fiksasi yang baik). Perpindahan temporal

makula (paling sering terlihat pada pasien dengan retinopati prematuritas) dapat

menyebabkan sudut kappa positif, dengan perpindahan nasal dari pantulan cahaya

kornea. Ini dapat mensimulasikan eksotropia pada anak dengan mata sejajar atau

menutupi strabismus pada anak dengan esotropia. Sudut negatif kappa terlihat lebih

jarang dan biasanya dikaitkan dengan miopia tinggi.

Additional Test

Uji duction berguna jika ada ketidak mampuan atau bukti lain dari restriksi otot

ekstraokular, atau jika dicurigai adanya paresis / kelumpuhan. Secara umum, pengujian

seperti itu pada anak-anak muda tidak layak sebagai prosedur kantor. Banyak dokter

mata melakukan tes duksi paksa secara rutin pada awal operasi otot ekstraokuler ketika

anak dibius. Deteksi pembatasan mekanis dapat memengaruhi rencana bedah.


3.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang hilang

karena strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan mempertahankan

mata yang telah membaik dan telah diluruskan baik secara bedah maupun non bedah.

Pada orang dewasa dengan strabismus akuisita, tujuannya adalah mengurangi deviasi

dan memperbaiki penglihatan binokular tunggal.

Penatalaksanaan esotropia meliputi koreksi kelainan refraksi, kacamata bifocal, terapi

prisma, perawatan amblyopia, pembedahan otot ektraokuler, injeksi toksin botulinum

dan farmakologi lainnya.

 Pengobatan non-bedah

a. Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat

dengan mata yang ambliop

b. Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah

kacamata yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena pemakaian kacamata

memungkinkan mekanisme fusi bekerja sampai maksimal. Jika ada

hipermetropia tinggi dan esotropia, maka esotropianya mungkin karena

hipermetropia tersebut (esotropia akomodatif refraktif).

c. Obat farmakologik

1. Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara

menghalangi kerja asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan

dengan demikian mencegah akomodasi. Sikloplegik yang digunakan adalah


tetes mata atau salep mata atropin biasanya dengan konsentrasi 0,5% (anak)

dan 1% (dewasa).8

2. Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang berlebihan

pada esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi akomodatif

dan akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa digunakan adalah

ekotiofat iodine(Phospholine iodide) atau isoflurat (Floropryl), yang

keduanya membuat asetikolinesterase pada hubungan neuromuskular

menjadi tidak aktif, dan karenanya meninggikan efek impuls saraf.10

3. Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot

ekstraokular menyebabkan paralisis otot tersebut yang kedalaman dan

lamanya tergantung dosisnya.

 Pengobatan Bedah

1. Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada

berbagai arah pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada

posisi primer, arah pandangan sekunder untuk jauh, dan arah pandangan

tersier untuk dekat, serta pandangan lateral ke kedua sisi untuk dekat.8

2. Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah memperkuat dan

memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut

reseksi. Otot dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran tertentu dan

kelebihan panjang otot dipotong dan ujungnya dijahit kembali pada bola

mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah cara melemahkan otot yang

baku. Otot dilepaskan dari bola mata, dibebaskan dari perlekatan-perlekatan


fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi. Kemudian dijahit kembali pada bola

mata dibelakang insersi asal pada jarak yang telah ditentukan.8

3.9 Komplikasi

Komplikasi pada strabismus dapat berupa :

1. Supresi

Merupakan usaha yang tak disadari dari penderita untuk menghindari

diplopia yang timbul akibat adanya deviasinya. Mekanisme bagaimana

terjadinya masih belum diketahui.

2. Amblyopia

Yaitu menurunkan visus pada satu / dua mata dengan / tanpa koreksi

kacamata & tanpa adanya kelainan organiknya.

3. Anomalous retinal correspondence

Adalah suatu keadaan dimana fovea dari mata yang baik ( yang tidak

berdeviasi ) menjadi sefaal dengan daerah diluar fovea dari mata yang

berdeviasi.

4. Defect otot

 Misal : kontraktur

Kontraktur otot mata biasanya timbul pada strabismus yang bersudut

besar & berlangsung lama.


 Perubahan-perubahan sekunder dari struktur conjungtiva & jaringan

fascia yang ada disekeliling otot menahan pergerakan normal mata

5. Adaptasi posisi kepala antara lain : Head Tilting, Head Turn.

Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang

mengalami defect atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler.

Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi otot yang lumpuh.

Contoh : Paralyse Rectus Lateralis mata kanan akan terjadi Head Turn

kekanan.
BAB 4

PEMBAHASAN

Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana

salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan

lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.

Penglihatan ganda pada pasien ini terjadi karena mata pasien yang juling,

sehingga bayangan benda yang dilihat pasien tidak jatuh tepat di kedua fovea, sehingga

terjadi objek yang sama terlihat di dua tempat (diplopia). Karena diplopia ini juga lah

yang menyebabkan penglihatan pasien menjadi kabur.

Untuk mempertahankan posisi bola mata tepat di tengah,dipengaruhi oleh 6 otot

ekstraokular yang berperan dalam mengatur posisi mata dalam tiga sumbu rotasi. Kerja

primer suatu otot adalah efek utama yang ditimbulkan pada rotasi mata, efek yang lebih

kecil disebut efek sekunder atau tersier. Pada pasien didapatkan kelainan bola mata

kanan yang bergulir ke arah dalam (nasal), yang kemungkinan terjadi akibat adanya

kelemahan salah satu otot ekstaokuler dimana dalam kasus ini terjadi kelemahan otot

“Rektus Lateralis dextra” sehingga menyebabkan pasien tidak dapat melakukan

gerakan abduksi dan mempertahankan posisinya sehingga bola mata tertarik oleh otot

yang kerjanya berlawanan (rektus medialis) sehingga menyebabkan bola mata pasien

bergulir ke arah dalam/nasal. Sehingga kemungkinan juga terjadi gangguan pada saraf

yang menginervasi otot tersebut yaitu N.VI (abducens).


Esotropia yang terjadi secara tiba-tiba disebut dengan esotropia akut umumnya

terjadi pada anak umur > 6 tahun, remaja dan orang dewasa. Beberapa tanda dan gejala

klinis yang dapat menyebabkan esotropia akut adalah sebagai berikut :

I. Heteroporia yang dekompensasi

II. Late-onset acomodative esotropia

III. Nervus abducens/lateral rectus palsy

IV. Divergence paralysis/insuficiency

V. Acute acquired esotropia

Masing-masing perbedaan gejala klinis penyebab di atas, bisa dilihat pada

tabel dibawah :
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien ini negalami

esotropia akut yang disebabkan karena nervus abducens/lateral rectus palsy

karena dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan,

onset yang tiba-tiba, hanya melihat ganda (diplopia) pada saat melihat jauh,

restriksi gerakan abduksi hanya pada satu mata saja yaitu mata kanan, yang

menjurus kepada esotropia yang disebabkan oleh adanya paresis pada nervus

VI (abducens). Sedangkan, untuk mengetahui yang menyebabkan paresis

nervus VI itu sendiri masih perlu digali lagi, baik melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan penunjang. Berikut beberapa penyebab yang dapat

menyebabkan esotropia akut.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, tanda dan gejala yang terdapat

pada pasien mengarahkan pada esotropia akut yang disebabkan oleh adanya paresis

nervus. Diagnosa ini dipilih karena pada pasien ditemukan usia dewasa, sebelumnya

tidak pernah mengalami keluhan yang sama saat kecil. Onset terjadi secara tiba-tiba,

penglihatan ganda(diplopia), mata juling ke dalam(esotropia), pemeriksaan fisik

didapatkan kemungkinan adanya paresis otot ekstraokular “rektus lateralis dextra”

yang diinervasi oleh nervus abducens. Untuk penyebab paresis nervus abducens itu

sendiri masih perlu digali lagi.


Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, pasien

mengaku tidak pernah mengalami terjatuh, mengalami benturan atau pukulan

di kepalanya, sehingga kemungkinan penyebab oleh karena trauma kepala

dapat disingkirkan. Pasien juga tidak memiliki riwayat Hipertensi, Diabetes

Melitus. Untuk kemungkinan penyebab lain, perlu dievaluasi lagi agar dapat

mengetahui penyebab sebenarnya.


BAB 5

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien seorang wanita usia 40 tahun dengan Esotropia

Oculi Dextra e.c PArase N.VI. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Pasien direncanakan untuk pemeriksaan Ct-scan untuk

mengetahui penyebab dari parese N.VI.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. Patel, Dr. Jayantial. International Journal of Science and Research (IJSR).

Strabismus: Symptoms, Pathophysiology, Management and Precautions.

2015, p:1510-1514

2. Hv Nenia. Textbook of ophthalmology. Disorders of Ocular Motality:

Strabismus. 2012, p:383-409

3. Vaughan, Daniel, and Taylor Asbury. 2018. Vaughan & Asbury's general

ophthalmology. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill.

4. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta :
EGC; 2008.
5. Snell, Richarcd. Anatomi Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC; 2006.
6. Sihota R, Tandon R. 2015. Parsons’ Diseases of the Eye. India: Reed Elsevier

India Private limited.

7. Plotnik, J. A-Pattern Esotropia and Exotropia. 2016. Available from:


www.emedicine.medscape.com/article
8. Pascotto, Antonio. Esotropia Acquired. 2014. Available from:
www.emedicine.medscape.com/article
9. American Optometric Association. Care of the patient with : Strabismus –
Esotropia dan Exotropia. 2017
10. Rusdianto. Diagnosis dan manajemen mikrostrabismus. The 4th Sumatera
Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006

Anda mungkin juga menyukai