Anda di halaman 1dari 43

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Laporan Kasus & Referat

Fakultas Kedokteran Maret 2020


Universitas Hasanuddin

RETINOPATI DIABETIK

Disusun Oleh:
Imam Amriadi.AS (C014182214)

Pembimbing
dr. Irma Fita Sampe

Supervisor
Dr. dr. Habibah S. Muhiddin, Sp.M(K), M.Kes.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul Retinopati Diabetik, yang disusun oleh:

Nama : Imam Amriadi.AS


NIM : C014182214
Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas


kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin pada waktu yang telah ditentukan.

Makassar, Maret 2020

Supervisor Pembimbing, Residen Pembimbing,

Dr. dr. Habibah S. Muhiddin. Sp.M(K), M.Kes dr. Irma Fita Sampe

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iii
BAB I LAPORAN KASUS...................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan..........................................................................................................8
2.2. Anatomi...............................................................................................8
2.3. Retinopati Diabetik
2.3.1 Definisi.......................................................................................................14
2.3.2 Epidemiologi............................................................................................15
2.3.3 Faktor Risiko............................................................................................16
2.3.4 Klasifikasi..................................................................................................16
2.3.5 Etiologi dan Patofisiologi.....................................................................18
2.3.6 Gejala..........................................................................................................24
2.3.7 Diagnosis...................................................................................................29
2.3.8 Penatalaksanaan.......................................................................................30
2.3.9 Komplikasi................................................................................................36
2.3.10 Differential Diagnosis..........................................................................38
2.3.11 Prognosis..................................................................................................38
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................40

iii
BAB 1

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


- Nama : Ny PA
- Jenis kelamin : Perempuan
- Umur : 62 tahun
- Agama : Islam
- Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Alamat : Kendari
- No. Register : 131220
- Tanggal pemeriksaan : 1 Maret 2020
- Rumah sakit : RS Unhas
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Penglihatan kabur kedua mata
Anamnesis Terpimpin:
Pasien datang ke Poliklinik dengan keluhan utama penglihatan kabur
yang dialami sejak 7 bulan yang lalu (Agustus 2019). Awalnya keluhan
kabur seperti tertutup kabut. Semakin lama, pasien merasa semakin kabur
dan meluas ke semua lapangan pandang. Riwayat silau ada, mata merah
tidak ada, nyeri pada mata tidak ada, melihat bayangan hitam terbang –
terbang tidak ada, dan kilatan cahaya tidak ada.
Riwayat pengobatan di RSUH dengan diagnosis Katarak senilis
immature dan telah dilakukan operasi katarak pada mata kiri dan kanan.
Riwayat Diabetes Melitus ada dialami sejak kurang lebih 20 tahun dengan
injeksi insulin teratur. Riwayat hipertensi ada, tidak terkontrol. Riwayat
alergi tidak ada. Riwayat merokok tidak ada. Riwayat penyakit dalam
keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.

1
1.3 PEMERIKSAAN FISIS
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sakit sedang/ Gizi baik/ Compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu : 36.7 ºC

1.4 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI


STATUS LOKALIS
a) Inspeksi

(a)

(b) (c)
Gambar 1. (a) Oculus Dextra et Sinistra, (b) Oculus Dextra, (c) Oculus Sinistra.

2
PEMERIKSAAN OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Bola mata Kesan normal Kesan normal

Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Mekanisme muskular

Kornea Jernih Jernih


Bilik Mata Depan Normal Normal
Coklat, kripte (+), Coklat, kripte (+),
Iris Rubiosis Iridis (-) Rubiosis Iridis (-)
Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral
Lensa IOL (+) se ntral IOL (+) sentral

b) Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tensi okuler Tn Tn
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

c) Tonometer (NCT)
TOD = 16 mmHg
TOS = 15 mmHg
d) Visus

• VOD : 20/80 tak dapat dikoreksi

• VOS : 20/300 tak dapat dikoreksi

3
e) Light Sense
Refleks Cahaya Refleks Cahaya RAPD
Langsung Tidak Langsung
OD (+) (+) (-)
OS (+) (+) (-)

f) Penyinaran Oblik
No Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra
1 Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
2 Kornea Jernih Jernih
3 Bilik mata depan Normal Normal
4 Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
5 Pupil Bulat, sentral, reflex Bulat, sentral, refleks
cahaya (+) cahaya (+)
6 Lensa IOL IOL

g) Fluoresens
Negatif

4
h) Funduskopi

Oculus Dextra:

Refleks fundus (+), papil nervus II batas tegas, CDR 0.3, rasio A/V: 2/3, makula
refleks fovea positif, retina perifer tampak hard eksudat di 2 kuadran, tampak gambaran
blot dot di 2 kuadran.

Oculus Sinistra:

Refleks fundus (+), papil nervus II batas tegas, CDR 0.3, rasio A/V: 2/3, makula
refleks fovea suram, tampak hard exudate di makula, retina perifer tampak blot-and-
dot haemorrhage di 4 kuadran.

5
1.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 WBC = 7800 /uL


 RGB = 4,005,000 /uL
 HGB = 11.2 gr/dl
 HCT = 33.7 %
 PLT = 406,000 /uL
 GDS = 155 mg/dl
 Ureum = 78 mg/dl
 Kreatinin = 1.9 mg/dl

1.6 RESUME
Seorang perempuan berusia 62 tahun datang ke klinik mata RS Unhas
dengan penglihatan kabur pada oculus dextra et sinistra. Awalnya keluhan
kabur seperti tertutup kabut. Semakin lama, pasien merasa semakin kabur
dan meluas ke semua lapangan pandang. Riwayat silau ada, mata merah
tidak ada, nyeri pada mata tidak ada, melihat bayangan hitam terbang –
terbang tidak ada, dan kilatan cahaya tidak ada.
Riwayat pengobatan di RSUH dengan diagnosis Katarak senilis
immature dan telah dilakukan operasi phacoemulsifikasi dan pemberian IOL
pada mata kiri dan kanan. Riwayat Diabetes Melitus ada dialami sejak
kurang lebih 20 tahun dengan injeksi insulin teratur. Riwayat hipertensi ada,
tidak terkontrol. Riwayat alergi tidak ada. Riwayat merokok tidak ada.
Riwayat penyakit dalam keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada
Pemeriksaan NCT didapatkan TOD = 16 mmHg dan TOS = 15 mmHg.
VOD: 20/80, VOS: 20/300. Pada pemeriksaan funduskopi, Oculo Dextra
ditemukan Refleks fundus (+), papil nervus II batas tegas, CDR 0.3, rasio
A/V: 2/3, makula refleks fovea positif, retina perifer tampak hard eksudat di
2 kuadran, tampak gambaran blot dot di 2 kuadran. Pada funduskopi Oculo
Sinistra ditemukan Refleks fundus (+), papil nervus II batas tegas, CDR 0.3,
rasio A/V: 2/3, makula refleks fovea suram, tampak hard exudate di makula,
retina perifer tampak blot-and-dot haemorrhage di 4 kuadran. Kesan OD
retinopati diabetik moderate nonproliferatif dan OS retinopati diabetik
severe nonproliferatif.. Hasil pemeriksaan GDS: 155 mg/dL,
Ureum/Kreatinin: 78/1.9.

6
1.7 DIAGNOSIS
 OD Moderate Nonproliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)
 OS Severe Nonproliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) + Clininically
Significant Macular Edema (CSME)

1.8 DIAGNOSIS BANDING

 Central Retinal Vein Occlusion


 Retinopathy Hypertension

1.9 PENATALAKSANAAN
 Regulasi Gula Darah
 OS Injeksi Anti VEGF Intravitreal
 OS Laser PRP

1.10 PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : Bonam
 Quo ad Visam : Dubia ad Bonam
 Quo ad Sanationam : Dubia
 Quo ad Cosmeticum : Bonam

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Saat ini retinopati diabetik merupakan ancaman endemik global. Bukan saja
sebagai penyebab kematian, namun juga sebagai penyebab terjadinya penyakit lain
akibat komplikasi yang ditimbulkannya. Diperkirakan di tahun 2014 sekitar 422 juta
penduduk dunia menderita diabetes dibandingkan tahun 1980 yang masih sekitar 108
juta jiwa. Prevalensi global meningkat sejak tahun 1980 dari 4,7% menjadi 8,5% pada
populasi dewasa. Istilah “Diabetes Mellitus” menggambarkan suatu kelainan
metabolik dengan penyebab yang multipel, yang memiliki karakteristik hiperglikemia
kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan oleh kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Efek dari
DM meliputi kerusakan, disfungsi dan kegagalan multipel organ dalam jangka
panjang Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar
jaringan okuler. Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot
ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati. Diantara perubahan-perubahan yang
terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan
yaitu retinopati diabetik. Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60%
pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua dekade
pertama dari diabetes. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda
onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik.
Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes
Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment DiabeticRetinopathy
Study (ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas dari retinopati
1,2,3
diabetik.

2.2 Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter anteroposterior 24 mm berisi cairan yang
dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut
4
adalah:
(1) lapisan fibrosa: berupa jaringan ikat yang kuat untuk proteksi bagian
intraocular. 1/6 anterior tranparan dan disebut kornea. 5/6 posterior
merupakan bagian opak yang disebut sklera. Korena merupak media refraksi
dari sklera. Tautan kornea dan sklera disebut limbus. Konjungtiva terikat
pada limbus, (2) lapisan vaskular lapisan yang menyuplai nutrisi ke berbagai
struktur mata. Terdiri dari 3 bagian yaitu iris, korpus siliaris dan koroid dan
(3) lapisan saraf (retina.) : lapisan yang mengandung sel batang dan sel
4
kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.

4
Gambar 1. Anatomi Mata.

Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus
5
siliare, dan berakhir di tepi ora serata.
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.
Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-
tama vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur
mangkuk berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya,
dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan
membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan
proencephalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut
4
traktus retinohipotalamikus.
4,5
Gambar 2. Lapisan Retina

10
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid
dan sel epitel pigmen retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan
luar yang berpigmen dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf.
Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna
untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna,
untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut
berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi dan penglihatan
sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai nutrient dan
5
oksigen pada sel retina.
Retina memiliki 3 jenis sel yang bersinaps berurutan dalam 10 lapisan.
4,5
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam:
1. Epitel pigmen retina. Lapisan terluar retina, terdiri satu lapisan
yang mengandung pigmen dan berikatan kuat dengan membrana
Bruch dari koroid.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif berperan
dalam proses fototransduksi. Hanya sel kerucut yang ditemukan
pada fovea sentralis sedangkan sel batang tersebar lebih banyak di
daerah perifer retina. Sel batang dan sel kerucut adalah end-organs
dari penglihatan disebut juga fotoreseptor. Terdiri atas 120 juta sel
batang dan 6,5 juta sel kerucut. Sel batang mengandung substansi
fotosensitif visual ungu (rhodopsin) dan membantu penglihatan
perifer serta penglihatan cahaya redup (scotopic vision). Sel
kerucut mengandung substansi fotosensitif dan berperan utama
dalam diskriminasi penglihatan sentral (photopic vision) dan
penglihatan warna.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
Membran fenestrasi yang dilewati sel batang dan sel kerucut.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut
dan batang.

11
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan
tempat sinapsis fotoreseptor (rod spherules & cone pedicle) dengan
dendrit sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan badan sel bipolar, sel
horizontal, dan sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari
kapiler arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat
sinaps akson sel bipolar, prosessus sel amakrin dengan dendrit sel
ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari
gangliom (neuron kedua dalam jaras penglihatan). Ada dua tipe sel
ganglion yaitu midget ganglion cell (terdapat dalam regio macula
dan dendrit dalam setiap sinaps dengan akson sel bipolar.
Polisynaptic ganglion cell ditemukan dominan pada retina perifer
dan setiap sel dapat bersinaps dengan ratusan sel bipolar.
9. Lapisan serabut saraf (stratum opticum) merupakan lapisan akson
sel ganglion melewati lamina cribrosa membentuk nervus opticus..
Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan lapisan terdalam dan
memisahkan retina dengan vitreous dan dibentuk oleh ekspansi
serat Muller dan berfungsi sebagai membran basement.

Gambar 3. Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm ke arah
temporal dan sedikit di bawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari
4
arteri.

12
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di
luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga
sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti
dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform
luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di
koroid. Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan
bercabang-cabang pada permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri ini
merupakan arteri terminalis tanpa anastomose (end-artery) dan terbagi empat
cabang yaitu superior-nasal, superior-temporal, inferior-nasal, dan inferior-
temporal. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh
kapiler sehingga nutrisinya diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal
4,5
dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada koroid.

Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,


membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus
sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada
difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai
mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversible. Vena retina
sentral mengikuti pola arteri retinal menuju langsung ke sinus cavernosus atau
melalui vena oftalmika superior. Hanya satu anastomosis sistem retinal
4,5
dengan sistem siliaris di regio lamina cribrosa

13
Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.Kelainan-
kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak
adanya saraf sensoris pada retina.Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan
pemeriksaan subyektif retina seperti tajam penglihatan, penglihatan warna,
dan lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram
(ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked response (VER).Salah
satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina adalah
pemeriksaan funduskopi.
Fungsi retina dapat dibagi menjadi retina temporal dal retina nasal oleh
garis khayal vertikal melalui pusat fovea. Serat saraf dari retina temporal
melalui nervus optikus dan traktus optikus di sisi yang sama menuju corpus
geniculatum ipsilateral sementara serat saraf dari retina nasal menyilang di
chiasma optikus dan melalui kontralateral traktus optikus menuju corpus
4,5
geniculatum kotralateral.

2.3 Retinopati Diabetik


2.3.1 Definisi
Retinopati diabetik adalah kerusakan end-organ yang bermanifestasi
pada mata akibat komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus, yaitu
kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan, sehingga menimbulkan
gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai berat bahkan sampai
6,7
terjadi kebutaan total dan permanen.

14
2.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan International Federation of Diabetes (IFD), estimasi terjadinya
diabetes di dunia pada tahun 2040 ada 642 juta orang terutama pada populasi
paling ekstrim, yaitu orang muda dan orang tua. Data ini memiliki dampak yang
lebih besar pada kemungkinan efek dari berbagai komplikasi yang dihasilkan
dari diabetes. Dari perspektif tradisional, komplikasi kronis diabetes telah
diklasifikasikan menjadi mikroangiopati atau diabetes-spesifik (retinopati,
nefropati, dan neuropati) dan makroangiopati sering dianggap setara untuk
atheromatosis. Tiga komplikasi mikrovaskular diabetes menunjukkan hubungan
2
yang kompleks dan terjadi bersamaan dengan makrovaskular. Seiring
bertambahnya penderita DM, prevalensi RD ikut meningkat, begitu juga risiko
kebutaan yang diakibatkannya. Data dari The DiabCare Asia 2008 Study,
menunjukkan 42% penderita DM di Indonesia mengalami komplikasi RD.
Angka tersebut berbeda di berbagai daerah di Indonesia. Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Paulus & Gariano pada tahun 2009, yang dilakukan di
layanan primer daerah urban Jakarta pada pasien geriatri, mendapatkan
prevalensi DR sebesar 28%. Penelitian lain oleh Handayani & Tandra pada tahun
2010, mendapatkan prevalensi RD pada klinik mata di Surabaya sebanyak
17,2%. Kebutaan akibat RD menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di
dunia karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas
penderita yang akhirnya menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama
dalam penanganan RD adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian besar
penderita pada tahap awal tidak mengalami gangguan penglihatan. Data
RISKESDAS tahun 2013, menunjukkan bahwa RD merupakan komplikasi
terbanyak ke-2 yaitu sebesar 33,40% yang didapatkan pada penderita diabetes
yang dirawat di RSCM tahun 2011. Data ini kurang lebih sama dengan
prevalensi RD secara global yaitu sekitar 34,6%. Prevalensi penderita Retinopati
Diabetik yang mengancam penglihatan dan tidak terdiagnosa di RSUP Wahidin
8
Sudirohusodo sebesar 68,42%.

15
2.3.3 Faktor Risiko
2,3
Faktor risiko retinopati diabetik antara lain
a) Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang
didiagnosa dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetik
setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencapai 90%.
b) Kontrol glikemik, berhubungan dengan perkembangan dan perburukan
retinopati diabetik.
c) Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun
tipe 2 dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15
tahun.
d) Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya
retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk,
kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan
perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
e) Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah
beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik
proliferatif pada DM tipe I dan II.
f) Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya
terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan
dengan perbaikan retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang
lebih baik.
g) Faktor resiko yang lain meliputi pubertas, merokok, obesitas, anemia dan
hiperlipidemia.

2.3.4 Klasifikasi Retinopati Diabetik


Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada
umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina
dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di retina. Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) membagi retinopati diabetik
atas nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetik digolongkan ke dalam
retinopati diabetik non proliferatif (NPDR) apabila hanya ditemukan

16
perubahan mikrovaskular dalam retina. Neovaskularisasi merupakan tanda
2,3,9
khas retinopati diabetik proliferatif.

9
Tabel 1. Skala Keparahan Klinis Retinopati Diabetik Berdasarkan ETDRS
Tingkat
Temuan Oftalmoskopi
Keparahan
Tidak Tidak ada kelainan
Retinopathy
Mild NPDR Hanya ada mikroaneurisma
Moderate Bukan hanya mikroaneurisma tapi lebih ringan
NPDR dibanding Severe NPDR
Severe NPDR Definisi US
4-2-1 rule dan tidak ada tanda PDR
 Perdarahan intraretinal berat dan mikroaneurisma
di setiap kuadran
 Venous beading ≥2 kuadran
 IRMA pada 1 atau 2 kuadran
Definisi Internasional
Tidak ada tanda PDR dan diikuti :
 Lebih dari 20 perdarahan intraretinal di setiap 4
kuadran
 Definite venous beading ≥2 kuadran
 IRMA pada ≥1 kuadran
PDR Satu dari dua temuan:
 Neovaskularisasi
 Perdarahan vitreous/preretinal

17
Gambar 4. Funduskopi pada NPDR. Mikroaneurisma, intraretinal hemorrhages
(kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid
pada retina (panah), cotton-wool spots menandakan infark serabut
3
saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam).

Gambar 5. Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan


3
adanya preretinal neovascularization.
2.3.5 Etiologi dan Patogenesis
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama.
Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia
yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah.
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain: 1) adhesi
platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid
serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas
darah.

18
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh
pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam
keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel
endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang
2,10
digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada
keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1.
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah
baru (neovaskular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous
kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan
10,11
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.

Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan


metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
11,12
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.

19
 Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan
serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan
termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak
dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel
dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.
 Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan
DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.
 Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam
kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari
glukosa.

10
Gambar 6. Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati Diabetik.

Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi


mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina. Hilangnya perfusi (non
perfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan

20
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma
melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot.
Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous (A-V) shunt. A-V shunt berkaitan
dengan oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot
10
hemorrhage dan vena yang seperti manik-manik.

10
Gambar 7. Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik.

Gambar 8. Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di retina


10
superficial berdekatan dengan area non perfusi.

Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain


terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan
terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan
mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau menjadi

21
thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular adalah rusaknya
barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam retina yang
menimbulkan edema macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun lokal. Edema
ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan
eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk
bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat di
10,11
bagian temporal makula.
Diagnosis edema makula diabetik (Diabetic Macular Edema/DME)
ditegakkan melalui pemeriksaan slit-lamp biomicroscopy atau pemeriksaan OCT
untuk melihat penebalan retina. Adapun aspek yang penting dalam pemeriksaan
ini meliputi:
 Lokasi penebalan retina terhadap fovea centralis
 Adanya eksudat
 Adanya cystoid macular edema
Pemeriksaan Fluorescein angiography (FA) digunakan untuk memper-
lihatkan kebocoran kapiler retina yang mengindikasikan rusaknya sawar darah-
retina (blood–retina barrier). DME dapat bermanifestasi sebagai penebalan retinal
fokal atau difus, dengan atau tanpa eksudat. Edema makular fokal ditandai dengan
adanya keluarnya fluorescein dari kapiler retina yang mengalami kebocoran,
seperti mikroaneurisma (Gambar 9). Edema makular fokal dapat disertai dengan
hard exudates, yang merupakan presipitat dari lipoprotein plasma. Karena
penyerapan aqueous lebih cepat dibandingkan plasma lipid, residu lipid seringkali
tertinggal setelah cairan aqueous terserap. Deposit lipid yang berwarna putih
kekuningan terakumulasi pada lapisan pleksiform luar dan dalam atau terkadang
terakumulasi di bawah retina. Edema makular difus ditandai dengan adanya
kebocoran kapiler retina secara ekstensif dan meluasnya kerusakan sawar darah-
retina, yang seringkali terakumulasi sebagai cystoid macular edema.

22
Gambar 9. Edema makular fokal. A) Pada pemeriksaan funduskopi, tampak adanya
hard exudates yang mengitari mikroaneurisma. B) Fluorescen Angiography
3
mengonfirmasi mikroaneurisma dengan adanya hiperfluorescen.
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api
karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal.
Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di
lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertical.
Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran dan
deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan
10,11
plasma.

Gambar 10. Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati


10
Diabetik.
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) diproduksi. Faktor-
faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina dan

23
nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi dapat terjadi pada
10
diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).

10
Gambar 11. Lokasi NVD dan NVE.
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel
tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah
mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena
bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus,
menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke
dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi
penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan
penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau
sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari
beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat
3,10,11,12
menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.

2.3.6 Gejala Klinik


Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages
vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala

24
klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif
3,6
dan gejala obyektif. Gejala subjektif yang dapat dirasakan:
 Asimptomatik
 Penurunan visus
 Floaters
 Metamorphopsia
 Gejala ablasio retina (Defek lapang pandang)
Adapun gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu:
a. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam
dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma
berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari
fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.

3,10
Gambar 12. Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy.

25
Gambar 13. FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan
10
mikroaneurisma non-trombosis. 

b. Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya
ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.

10
Gambar 14. Dilatasi Vena.

c. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus


yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar
dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

26
10
Gambar 15. Hard Exudates.

10
Gambar 16. FA Hard Exudate menunjukkan hipofluoresens.

d. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

27
10
Gambar 17. Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA.

e. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.
f. Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam,
berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian
berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.

10
Gambar 18. NVD severe dan NVE severe.

28
10
Gambar 19. Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus.

10,11,12
Berikut ini beberapa perbedaan antara NPDR dan PDR

NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

2.3.7 Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil. Oftalmoskopi dan foto
funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini. Angiografi Fluoresens
(FA) digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA

29
diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluoresens secara intravena dan
kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.

Gambar 20. Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan


angiography daripada funduskopi.

2.3.8 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada dokter mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II
telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini
harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan. Pasien wanita
sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan
secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan
selanjutnya tergantung kebijakan dokter mat anya.2,3,13
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur onset Rekomendasi Follow up rutin
DM/kehamilan pemeriksaan pertama minimal
kali
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun Setiap tahun
setelah diagnosis
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun

30
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau
sesuai kebijakan dokter
mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, dokter
mata mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien
13
tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.

31
2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap
1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang
sudah menderita NPDR. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan
mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi
retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan NPDR dapat mencegah resiko
perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe
II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar
1% akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar
35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa
meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah
terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko
timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah
ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar
laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan
2,13
mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.

3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji
klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat
jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila
dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi
fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan

32
neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi
2,3,13,14
fotokoagulasi yaitu
a. Scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi
dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi
progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada
sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke
daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.

10
Gambar 21. Tahap-tahap Panretinal Photocoagulation.
b. Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi
mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm
dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan edema macula.
c. Grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang
difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan
kombinasi focal dan grid photocoagulation.

33
10
Gambar 22. Panretinal fotokoagulasi pada PDR.

2
Gambar 23. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema.

4. Injeksi Anti-VEGF
Anti-VEGF yang kini tersedia antara lain ranibizumab, bevacizumab, pegaptanib,
dan aflibercept (juga disebut VEGF Trap). Ranibizumab telah melalui penelitian
ekstensif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Ranibizumab dapat
meningkatkan fungsi penglihatan secara progresif dan berkelanjutan, mengurangi
risiko penurunan visus, dan memperbaiki edema makular yang terjadi pada pasien
dengan Diabetic Macular Edema (DME), dengan komplikasi minimal. Sama halnya
dengan pengobatan aflibercept yang meningkatkan fungsi penglihatan yang
dibandingkan dengan terapi laser photocoagulation dalam studi VISTA (Phase 3

34
Study of Efficacy and Safety of Intravitreal Administration of VEGF Trap-Eye in
3
Patients with DME) yang berlangsung selama 2 tahun.

5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat
juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang
mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi
pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,
2,3,13
RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.

3
Gambar 24. Vitrektomi
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada
pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus)
dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan
kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas
menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2. DRSV juga
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen
9
konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.

35
3,12
2.3.9 Komplikasi
a) Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi menarik
iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik
mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga
timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat
pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien
retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya
rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42% setelah tindakan vitrektomi, sedangkan
timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi enam bulan
pertama setelah dilakukan operasi.
b) Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan
dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma
neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan
neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis
iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling
sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi

36
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan
akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
c) Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.
Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina
hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur
yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan
perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior,
middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien
biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk
secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar
merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika
perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan
adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk
mendiagnosa perdarahan badan kaca.
d) Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau
kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

37
2.3.10 Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya,
adalah hipertensive retinopathy, central & branch retinal vein occlusio, ochular
3
ischemic syndrome, radiation retinopathy

2.3.11 Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c <7%) dapat pmempertahankan atau
menunda retinopati. Hipertensi juga harus diobati dengan target <140/85mmHg.
Tanpa mengobatan, retinopati diabetik dapat berkembang menjadi ablasio retina
2,12
traksional dan edema macula yang dapat menyebabkan kebutaan.

38
BAB 3

KESIMPULAN

Diabetik retinopati adalah suatu kelainan retina yang diakibatkan oleh


peyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Hampir 100% pasien diabetes tipe
1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati
diabetik selama dua dekade pertama dari diabetes. Diabetik retinopati dibagi
menjadi NPDR dan PDR.

Faktor resiko NPDR antara lain durasi DM, tipe DM, kontrol gula darah
yang buruk, kehamilan, hipertensi yang tidak terkontrol, nefropati, obesitas,
merokok, anemia, dyslipidemia. Gejala klinis yang didapatkan yaitu kesulitan
membaca, penglihatan kabur disebabkan karena edema macula, penglihatan
ganda, penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata, dan melihat bintik gelap &
cahaya kelap-kelip. Sedangkan hasil pemeriksaan funduskopi diperoleh hard
exudate, soft exudate, blot-and-dot haemorrhage dan edema makula.

Terapi untuk NPDR terdiri dari kontrol gula darah dan hipertensi,
fotokoagulasi, dan injeksi anti VEGF. Kontrol kadar gula darah (HbA1C <7%)
dapat mencegah dan menunda progresifitas retinopati.

39
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus
and Intermediate Hyperglicemia. Report of WHO/IDF Consultation. 2016
2. Corcostegui B, et al. Update on Diagnosis and Treatment of Diabetic
Retinopathy: A Consensus Guideline of the Working Group of Ocular Health.
Hindawi Journal of Opthalmology. 2017
3. Paul RV (editor). Diabetic Retinopathy. American Academy of
Opthalmology. 2016
4. Khurana AK. Comprehensive Ophalmology. Ed4. New Age Publisher. New
Delhi : 2007. Page3-10
5. Reynold J & Olitsky S. Pediatric Retina. Spinger. Berlin : 2011
6. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p.1857, 1889-1893.
7. Shah AR & Gardner TW. Diabetic Retinopathy : research to clinical practice.
BioMed Central. 2017. 3:9
8. Nursyamsi et al. Prevalensi Retinopati Diabetik yang Mengancam
Penglihatan dan Tidak Terdiagnosa di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.JST
Kesehatan. 2017
9. Pasific Eye Institute. Diabetes Retinal Screening, Grading and Management.
2009
10. Tarr JM, et al. Pathophysiology of Diabetic Retinopathy. Hindawi Publishing
Company. 2013. 13 pages
11. Wang W & Lo ACY. Diabetic Retinopathy : Pathophysiology and
Treatments. International Journal of Molecular Sciences. 2018
12. Duh EJ, et al. Diabetic Retinopathy : current understanding, mechanisms, and
treatment strategies. JCI Insight. 2017
13. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic
Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research Council ;
2008. p 26-31,44-47,96-104.
14. Relhan N & Flynn HJ. The Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
Historical Review and Relevance to Today’s Management of Diabetic Macular
Edema. 2017

40

Anda mungkin juga menyukai