Anda di halaman 1dari 26

Bagian Ilmu Kesehatan Mata Laporan Kasus & Referat

Fakultas Kedokteran Februari 2019


Universitas Hasanuddin

NUCLEUS DROP

Oleh:
Muh. Bayu Setiono
C014172069

Pembimbing:
dr. Dewi Nugrahwati Putri

Supervisor:
dr. A. Muhammad Ichsan, PhD, Sp.M(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul Katarak Senile Mature, yang disusun oleh:

Nama : Muh. Bayu Setiono


NIM : C014172069
Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas


pada bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
pada waktu yang telah ditentukan.

Makassar, 26 Februari 2019


Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. A. Muhammad Ichsan, PhD, Sp.M(K) dr. Dewi Nugrahwati Putri

ii
BAB 1

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/Umur : 01-05-1970 / 48 Tahun
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Kendari
No. Register Pasien : 114529
Tanggal Pemeriksaan : 20 Februari 2019
Tempat Pemeriksaan : RS Pendidikan Universitas Hasanuddin

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penurunan ketajaman penglihatan mata kiri
Anamnesis Terpimpin :
Pasien merupakan pasien rujukan dari RS Kendari dan mengalami
penurunan penglihatan mata kiri sejak 3 minggu yang lalu yang dirasakan tiba-
tiba. Pasien memiliki riwayat trauma pada mata kiri disertai perdarahan pada 3
minggu yang lalu. Perdarahan diperhatikan pada daerah mata hitam pasien. Tidak
ada riwayat perdarahan disertai gel yang keluar dari mata. Pasien merasa nyeri,
tidak ada riwayat mata berair berlebih, tidak ada riwayat mata gatal atau panas.
Tidak ada riwayat penglihatan silau. Pasien memiliki riwayat mengalami nyeri
kepala pada saat di Makassar, tidak ada riwayat mual atau muntah.
Awalnya pasien sedang membakar sampah, kemudian ada sampah yang
meledak dan terkena mata kiri pasien. Ketika pasien bersihkan dengan
menggunakan tissue, pasien melihat ada darah pada tissue tanpa disertai gel

1
kemudian pasien ke RS Kendari dan dirawat inap selama 5 hari. Pada hari ke
lima, saat evaluasi dokter tidak melihat lensa pada pemeriksaan kemudian
dicobakan lensa (+10D) pada pasien dan hasilnya pasien bisa melihat lebih baik
dari sebelumnya. Kemudian pasien dirujuk ke Makassar untuk melakukan operasi.
Riwayat pengobatan mata pasien yang diingat yaitu Polydex dan Timol.
Pasien memiliki riwayat penggunaan kacamata selama 8 tahun yaitu kacamata
untuk membaca dan melihat jauh. Tidak ada riwayat penyakit mata lainnya.
Riwayat penyakit gula dan tekanan darah tinggi disangkal.

1.3 STATUS GENERALIS


Keadaan umum : Sakit Sedang/Gizi cukup/Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7o C

1.4 FOTO KLINIS

Dextra Sinistra

Foto 1.1 Oculi Sinistra et Dextra

2
Foto 1.2 Slit Lamp Oculus Sinistra

1.5 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI


A. Pemeriksaan Visus:
VOD : 20/60
VOS : 1/60
B. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus lakrimalis Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)
Silia Sekret (-) Sekret minimal
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Bola Mata Normal Normal

Mekanisme
muscular

Kornea Jernih Jernih


Bilik mata depan Kesan normal Kesan dalam
Iris Cokelat, kripte ada Cokelat, kripte ada,
iridodialisis (+) jam 5-7

3
Pupil Bulat, sentral, Refleks Tidak bulat, sentral,
cahaya (+) Refleks cahaya (-), mid
dilatasi
Lensa Jernih Afakia

C. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tekanan Okular Tn Tn+2
Nyeri tekan (-) (+)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikular Pembesaran (-) Pembesaran (-)

D. Tonometri
NCT :
TOD :14 mmHg
TOS :40 mmHg

E. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.

F. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Kesan edema
BMD Kesan Normal Kesan terdapat vitreus
Iris Cokelat, kripte ada Cokelat, kripte ada,
iridodialisis (+)
Pupil Bulat, refleks cahaya (+) Tidak bulat, refleks
cahaya (-), mid dilatasi

4
G. Funduskopi
FOD : Refleks fundus (+), CDR 0,3, A/V rasio 2/3, refleks fovea dan
macula (+), retina perifer dalam batas normal
FOS : Refleks fundus (+), CDR 0,3, A/V rasio 2/3, refleks fovea dan
macula (+), retina perifer dalam batas normal, terdapat massa lensa
pada corpus vitreus

H. Slit Lamp
SLOD: Hiperemis tidak ada, kornea jernih, BMD kesan normal, iris
cokelat, kripte ada, pupil bulat, sentral, refleks cahaya ada, lensa jernih.
SLOS: Hiperemis tidak ada, kornea kesan edema, BMD kesan terdapat
vitreus, iris cokelat, kripte ada, pupil tidak bulat, ada iridodialisis pada
jam 5-7, sentral, refleks cahaya tidak ada, lensa afakia dan terdapat
hifema.

I. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Eritrosit 4.81 106/uL 4.20-5.40
Hemoglobin 13.1 g/dL 12.0-16.0
Trombosit 363 103/uL 150-400
Leukosit 12.3 103/uL 4.0-10.0
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0.1 % 0-1
Eosinofil 2.0 % 0-4
Neutrofil 71.9 % 50-70
Limfosit 20.6 % 20-40
Monosit 5.4 % 2-8
Hematokrit 40.0 % 34.0-45.0
MCV 83.2 fL 80.0-95.0
MCH 27.2 pg 25.6-32.2
MCHC 32.8 g/L 32.2-35.5
Koagulasi
Masa perdarahan 2.0 Menit 1.0-3.0
Masa Pembekuan 10.0 Menit 8.0-15.0
Kimia Darah

5
SGPT 16 U/L <34
SGOT 13 U/L <27
GDS 78 mg/dL <140
Ureum 22 mg/dL 16-48
Kreatinin 0.71 mg/dL 0.51-0.95

1.6 RESUME
Seorang wanita berumur 48 tahun dirujuk dari RS Kendari dengan diagnosis
OS Nucleus Drop dan keluhan utama penurunan ketajaman penglihatan pada mata
kiri secara tiba-tiba. Pasien mengalami trauma pada mata kiri 3 minggu yang lalu.
Pasien memiliki riwayat perdarahan pada mata kiri tanpa disertai gel. Tidak ada
riwayat mata berair berlebih. Tidak ada riwayat mata gatal atau panas. Pasien
memiliki riwayat mengalami nyeri kepala pada saat di Makassar, tidak ada
riwayat mual atau muntah. Pasien memiliki riwayat penggunaan kacamata
presbiop selama 8 tahun. Tidak ada riwayat penyakit mata lainnya. Riwayat
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi disangkal.
Pada pemeriksaan didapatkan pasien sakit sedang, gizi baik dan
komposmentis. Pemeriksaan inspeksi segmen anterior mata kanan dalam batas
normal.
Pemeriksaan inspeksi pada mata kiri didapatkan edema palpebra, sekret silia
minimal, konjungtiva hiperemis, kornea kesan edema, pada bilik mata depan
kesan dalam, iris berwarna coklat, ada crypte, terdapat iridodialisis, pupil unround
mid dilatasi, reflex cahaya negatif, lensa afakia dan terdapat hifema. Pada
pemeriksaan fundus didapatkan massa lensa pada corpus vitreus.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sedikit peningkatan jumlah
leukosit jenis neutrofil.

1.7 DIAGNOSIS
OS Nucleus Drop + traumatic ocular non perforans

1.8 DIAGNOSIS BANDING


- Perdarahan vitreus
- Hifema traumatic

6
1.9 PENATALAKSANAAN
Timol 0.5% 1 tetes/12 jam/OS
Polydex 1 tetes/6 jam/OS
Rencana Tindakan: OS VPD + phacofragmentation + implantasi IOL
sekunder (iris clamp)

1.10 PROGNOSIS
 Qua ad vitam : Bonam
 Qua ad sanationem : Dubia ad bonam
 Qua ad visum : Dubia ad bonam
 Qua ad kosmeticum : Bonam

1.11 FOLLOW UP (H+1)


A. Pemeriksaan Visus:
VOD : 20/50
VOS : 20/200 ph 20/150
B. Tekanan Bola Mata:
TOD : 18 mmHg
TOS : 13 mmHg
C. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus lakrimalis Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)
Silia Sekret (-) Sekret minimal
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+), ada
subkonjungtiva bleeding
pada superonasal dan
inferotemporal
Bola Mata Normal Normal

7
Mekanisme
muscular

Kornea Jernih Kesan edema


Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal, terdapat
IOL iris clamp
Iris Cokelat, kripte ada Cokelat, kripte ada
Pupil Bulat, sentral, Refleks Tidak bulat, sentral,
cahaya (+) Refleks cahaya (-), mid
dilatasi
Lensa Jernih Afakia

D. Slit Lamp
SLOD: Hiperemis tidak ada, kornea jernih, BMD kesan normal, iris
cokelat, kripte ada, pupil bulat, sentral, refleks cahaya ada, lensa jernih.
SLOS: Hiperemis tidak ada, ada subkonjungtiva bleeding pada
superonasal dan inferolateral, terdapat jahitan pada superonasal,
superolateral dan inferolateral kesan baik, kornea kesan edema, BMD
kesan normal, terdapat IOL iris clamp posisi kesan baik, iris cokelat,
kripte ada, pupil tidak bulat, ada iridodialisis, pupil sentral, refleks
cahaya tidak ada, lensa afakia.
E. Foto Klinis

Foto 1.3 oculi sinistra et dextra

8
Foto 1.4 Slit Lamp Oculus Sinistra

1.12 DISKUSI KASUS


Pada kasus ini, pasien dirujuk ke Makassar dengan diagnosis nucleus drop
dengan keluhan utama penurunan ketajaman penglihatan secara tiba-tiba. Pada
kasus nucleus drop, pasien biasanya mengeluhkan penglihatan kabur yang
diakibatkan hilangnya lensa kristalina dari posisi normalnya yang berfungsi
sebagai media refrakta dan terjadi secara tiba-tiba. Pasien memiliki riwayat
perdarahan pada mata kiri tanpa disertai gel. Riwayat perdarahan disertai gel perlu
ditanyakan untuk memastikan adanya prolaps vitreus yang nantinya akan
berhubungan dengan tatalaksana yang akan dipilih. Pada anamnesis berkaitan
dengan kasus lens displacement perlu ditanyakan hal yang berkaitan dengan
komplikasi yaitu uveitis dan glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan inspeksi sebelum dirujuk, didapatkan afakia. Setelah
diberikan lensa dengan kekuatan 10 D, pasien merasa penglihatannya lebih baik.
Seperti yang kita ketahui bahwa lensa mata manusia memiliki kekuatan refraksi
15-16 D, sehingga ketika pasien diberikan lensa dengan kekuatan 10 D pasien
merasa penglihatannya lebih baik. Pada pemeriksaan fundus didapatkan massa
lensa pada corpus vitreus.
Pada pemeriksaan inspeksi juga didapatkan iridodialisis yaitu keadaan iris
terlepas dari scleral spur. Hal ini dapat disebabkan oleh trauma yang dialami

9
pasien. Iridodialisis dapat dilihat dari pupil datar pada salah satu sisi. Selain itu
nampak hifema pada iris pasien akibat trauma.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan sedikit peningkatan pada
leukosit jenis neutrofil yang mungkin disebabkan karena proses inflamasi pada
mata yang diakibatkan trauma.
Penegakan diagnosis nucleus drop dikarenakan terdapat gejala yaitu
penurunan ketajaman penglihatan secara tiba-tiba kemudian dalam pemeriksaan
fisis oftalmologi didapatkan afakia dan massa lensa pada corpus vitreus.
Diagnosis trauma oculi non perforans ditegakkan menurut riwayat trauma pasien
sebelum dirujuk.
Tatalaksana pada kasus ini yaitu pemberian obat tetes anti glaukoma Timol
yang mengandung timolol maleat untuk menurunkan tekanan intraocular dan
antibiotic tetes Polydex yang mengandung polimiksin B sulfat, neomisin sulfat
dan dexamethasone untuk mencegah infeksi pada mata dikarenakan trauma.
Prosedur pembedahan dilakukan untuk menghilangkan lensa yang jatuh ke vitreus
dengan teknik fragmentasi untuk mencegah komplikasi yang kemungkinan dapat
terjadi seperti uveitis dan glaukoma sekunder kemudian dilakukan pemasangan
IOL berupa iris clamp sebagai pengganti lensa pasien yang hilang.

10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Perpindahan lensa dari tempat normalnya diakibatkan rupturnya sebagian
atau total Zonula zinii yang berfungsi sebagai penggantung lensa.1 Perpindahan
lensa terbagi atas dua jenis yaitu subluksasi dan dislokasi. Subluksasi lensa terjadi
dapat terjadi bila lensa terlepas dari zonula secara parsial sedangkan dislokasi
lensa terjadi bila lensa terlepas dari zonula secara total 360o dan ini jarang terjadi.2
Lensa dapat berpindah atau terlepas secara total dari zonula namun tetap di
intraocular atau bahkan ke ekstraocular. Pada intraocular, lensa sering berpindah
ke vitreus/posterior atau yang jarang terjadi berpindah ke bilik mata
depan/anterior (BMD). Pada trauma mata dimana terjadi ruptur pada bola mata,
lensa dapat berpindah ke ekstraokular yaitu konjungtiva atau bahkan hilang.3

2.2 Anatomi dan fisiologi


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Lensa memiliki diameter 9-10 mm dan ketebalan
bervariasi dengan usia dari 3,5 mm (saat lahir) hingga 5 mm (pada usia tua).
Beratnya bervariasi dari 135 mg (0-9 tahun) hingga 255 mg (40-80 tahun).1
Lensa terletak diantara iris dan cairan vitreus yang membentuk fossa
patella. Di sebelah anterior lensa terdapat iris dan aqueous humor; disebelah
posteriornya, vitreus. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula
menghubungkannya dengan corpus ciliare.1,4

11
Gambar 2.1 Anatomi Lensa5

Lensa memiliki dua permukaan yaitu permukaan anterior yang kurang


cembung dengan diameter kelengkungan 10 mm dibandingkan permukaan
posterior dengan diameter kelengkungan 6 mm. Dua permukaan ini kemudian
bertemu pada ekuator. Kelengkungan lensa ini sangat berhubungan dengan indeks
bias/refraksi yang kemudian berfungsi untuk memusatkan cahaya ke retina agar
penglihatan lebih jelas. Lensa memiliki indeks bias 1,39 dengan kekuatan hingga
15-16 Dioptri (D). Daya akomodasi lensa bervariasi menurut usia, mulai 14-16 D
pada saat lahir, 7-8 D pada usia 25 tahun dan 1-2 D pada usia 50 tahun.1
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini
berasal dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.4
Salah satu fungsi dari korpus siliaris untuk mengendalikan kekuatan lensa yang
kemudian disebut akomodasi. Otot siliaris merupakan otot polos yang berbentuk
melingkar. Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang dan
ligamentum ini menariklensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif.
Sewaktu otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada
ligamentum suspensorium berkurang. Ketika tarikan ligamentum suspensorium
pada lensa berkurang, lensa menjadi lebih bulat kemudian akan meningkatkan
kekuatan lensa dan lebih membelokkan berkas sinar. Pada mata normal, otot
siliaris melemas dan lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini
berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat.

12
Otot siliaris dikontrol oleh system saraf otonom, dengan stimulasi simpatis
menyebabkan relaksasi dan stimulasi parasimpatis menyebabkan berkontraksi.6

2.3 Epidemiologi

2.4 Etiopatogenesis
2.4.1 Kelainan kongenital
a. Simple ectopia lentis
Perpindahan lensa pada kondisi ini biasanya bilateral simetris dan keatas. Keadaan
ini diturunkan secara warisan autosomal dominan.
b. Ectopia lentis et pupillae
Keadaan ini ditandai dengan perpindahan lensa dengan pupil yang berbentuk
celah (slit-shaped pupil).

Gambar 2.2 Ectopia lentis et pupillae2


c. Ectopia lentis dengan kelainan sistemik
1) Sindrom Marfan
Merupakan kelainan jaringan ikat (dysplasia mesodermal) yang bersifat
autosomal dominan yang mempengaruhi jaringan ikat di banyak bagian tubuh.
Jaringan ikat ini memberikan kekuatan dan kelenturan pada struktur seperti
tulang, ligament, otot, pembuluh darah dan katup jantung. Tanda dan gejala
sindrom Marfan sangat bervariasi dalam tingkat keparahan, waktu onset dan laju
perkembangan. Sindrom ini mengalami perubahan gen yang menyediakan

13
isntruksi untuk membuat protein yang disebut fibrillin-1 yang kemudian
membentuk filament mirip benang yang disebut mikrofibril. Mikrofibril menjadi
bagian dari serat yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada jaringan ikat.7
Karena jaringan ikat ditemukan diseluruh tubuh, sindrom Marfan dapat
mempengaruhi banyak sistem, seringkali menyebabkan kelainan pada jantung,
pembuluh darah, mata, tulang dan persendian. Salah satu manifestasi utama
sindrom Marfan yaitu pada masalah penglihatan yang disebabkan oleh ectopia
lentis. Selain itu kebanyakan orang dengan sindrom Marfan mengalami myopia,
katarak dan glaucoma.7 Kondisi ini membuat lensa berpindah kearah superior dan
temporal (simetris bilateral).1

Gambar 2.3 Subluksasi lensa pada Gambar 2.4 Dislokasi pada Sindrom
Sindrom Marfan kearah superotemporal Marfan kedalam vitreus2
Dengan Zonula masih intak2
2) Homocystinuria
Merupakan kelainan metabolisme bawaan yang bersifat resesif autosomal.
Pada homocystinuria, tubuh tidak dapat memproses blok protein tertentu dengan
benar. Kelainan ini gen mengalami perubahan dan mengganggu produksi enzim
cystathionine beta-synthase yang bertanggung jawab untuk mengubah asam
amino homocysteine ke molekul yang disebut cystathionine sehingga terjadi
penumpukan homocysteine dalam darah. Para peneliti masih belum menentukan
bagaimana kelebihan homocystein dan senyawa terkait yang menyebabkan tanda
dan gejala pada homocystinuria.8

14
Homocystinuria paling umum ditandai dengan rabun jauh (myopia),
dislokasi lensa kearah inferior dan nasal, peningkatan resiko pembekuan darah
yang abnormal dan osteoporosis atau kelainan tulang lainnya.8 Diagnosis dapat
ditegakkan dengan mendeteksi homocysteine di urin dengan tes sodium nitro-
prusside.1
3) Sindrom Weill-Marchesani
Mrupakan kelainan jaringan ikat yang membentuk kerangka tubuh,
struktur dan kekuatan otot, sendi, organ dan kulit. Kelainan ini disebabkan oleh
mutase gen yang berfungsi dalam membuat suatu protein yang fungsinya belum
diketahui. Protein ini penting dalam pertumbuhan normal sebelum dan sesudah
kelahiran, yang nampaknya terlibat dalam perkembangan mata, jantung dan
kerangka. Selain itu kelainan ini menyebabkan kelainan untuk membuat protein
yang disebut fibrillin-1 yang kemudian protein ini dibuthkan untuk membentuk
filament benang, yang disebut mikrofibril, yang membantu memberikan kekuatan
dan fleksibilitas untuk jaringan ikat.9
Tanda utama dan gejala sindrom Weill-Marchesani yaitu perawakan
pendek, kelainan mata, dan jari-jari pendek yang tidak biasa (brachydactyly) serta
kekakuan sendi. Kelainan mata berupa microspherophakia adalah karakteristik
dari sindrom Weill-Marchesani. Istilah ini mengacu pada lensa sphere-shaped
yang kemudian berhubungan dengan gangguan myopia. Lensa juga dapat
mengalami posisi yang tidak normal (ectopia lentis). Banyak orang dengan
sindrom Weill-Marchesani berkembang mengalami glaucoma yaitu suatu kondisi
dimana tekanan intraocular yang meningkat dan dapat menyebabkan kebutaan.9

15
Gambar 2.5 Dislokasi lensa ke bilik mata depan
pada sindrom Weill-Marchesani2
4) Sindrom Ehlers-Danlos
Merupakan sekelompok gangguan yang mempengaruhi jaringan ikat pada
kulit, tulang, pembuluh darah dan banyak organ dan jaringan lainnya. Kelainan ini
memiliki 13 jenis sindrom Ehlers-Danlos dan tiap jenis memiliki tanda dan gejala
masing-masing. Pada kelainan ini setidaknya ada 19 gen yang mengalami
kelainan dan memiliki keterkaitan dalam pembuatan beberapa jenis kolagen yang
kemudian berfungsi dalam membentuk struktur dan kekuatan pada jaringan ikat.10
Pada mata, kelainan yang dapat ditemukan subluksasi lensa dan blue sclera.1

Gambar 2.6 Blue Sclera2

16
2.4.2 Displacement akibat trauma
Trauma ocular merupakan penyebab paling umum dari perubahan posisi
lensa. Dislokasi lensa traumatik parsial atau total dapat terjadi setelah terjadi
cedera kontusio, seperti pukulan tinju ke mata. Energi yang cukup kuat pada
daerah mata dapat menyebabkan rupturnya zonula sehingga lensa berpindah posisi
dari lokasi normalnya.
2.4.3 Displacement spontan atau consecutive
Displacement secara spontan dapat merupakan hasil dari penyakit
intraocular yang menyebabkan peregangan mekanik, disintegrasi inflamasi, atau
degenerasi zonula. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan perpindahan posisi
lensa yaitu katarak hipermatur, bupthalmos, high myopia, staphyloma, tumor
intraocular dan uveitis.1

2.5 Diagnosis
Pada pasien dengan gangguan lensa maka gejala yang dialami pasien adalah
gangguan refraksi yang diakibatkan cahaya yang masuk ke mata tidak dapat
difokuskan ke retina. Yang perlu diperhatikan dari gejala yang dialami berupa
gangguan refraksi yaitu onsetnya yang terjadi secara tiba-tiba.

Gambar 2.7 Perubahan posisi lensa; (A) Subluksasi; (B) Dislokasi Anterior; (C)
Dislokasi Posterior.1
2.5.1 Subluksasi
Pada pasien dengan subluksasi lensa dimana lensa berpindah posisi secara
parsial diakibatkan rupturnya zonula yang terhubung dengan lensa secara parsial,
maka gejala yang dapat dialami pasien namun tidak terlalu yaitu:3
- Monocular diplopia (penglihatan ganda)

17
- Astigmatism (penglihatan berbayang)
- Silau
- Pergeseran myopia
Adapun tanda yang ditemukan yaitu:3
- Inflamasi, terutama apabila pasien memiliki riwayat trauma mata
- Ireguler kedalaman bilik mata depan antara meridian pada mata yang
sama
- Perbedaan kedalaman bilik mata depan antara kedua mata
- Irido- and/or phacodonesis (dapat diperhatikan dengan baik pada kondisi
pupil tidak dilatasi), berupa getaran pada iris atau lensa saat pasien
menggerakkan matanya. Tanda iridodonesis dapat terjadi pada
perpindahan posisi lensa parsial namun lebih sering pada total.4
- Terlihatnya tepi lensa (dapat diperhatikan dengan baik pada kondisi
pupil dilatasi), yang pada keadaan normal tepi lensa tidak dapat dilihat
- Prolapsus vitreus
- Iridodialisis, yaitu keadaan iris terlepas dari scleral spur. Dapat
diperhatikan pupil tidak bulat atau terlihat datar pada satu sisinya.
- Peningkatan tekanan intraocular
2.5.2 Dislokasi
Pada kasus dimana lensa berpindah posisi secara total baik intraocular
maupun ekstraokular, gejala yang dirasakan adalah penurunan ketajaman
penglihatan akibat kondisi afakia (tidak ada lensa).3 Pada kasus dislokasi
posterior, didapatkan bilik mata depan dalam, afakia pada pupil dan iridodonesis
serta pada pemeriksaan optalmoskopi didapatkan lensa di rongga vitreus. Pada
kasus dislokasi lensa anterior jelas terlihat lensa pada bilik mata depan. Lensa
bening terlihat seperti tetesan minyak dalam air.1

2.4 Penatalaksanaan
2.4.1 Subluksasi
Keputusan mengenai opsi manajemen yang harus dipilih terutama
ditentukan oleh keluhan pasien (kecuali terdapat peningkatan tekanan
intraocular):3

18
- Tidak diperlukan intervensi jika keluhan minimal
- Perawatan konservatif seperti penggunaan lensa kontak dapat dicoba
jika lensa menjadi katarak
- Tidak direkomendasikan menggunakan miotik
- Penggunaan midriatik tidak efektif
- Pembedahan dianjurkan jika ada katarak
Teknik pelepasan lensa tergantung pada area yang terputus dengan zonula
dan apakah ada prolaps vitreus:3
- ICCE, biasanya tidak direkomendasikan karena takut traksi vitreoretinal
- ECCE dan fakoemulsifikasi, dapat diterima bila tidak terdapat prolaps
vitreus dan jika daerah zonulodialisis kecil.
- Lensectomy dianjurkan apabila:
o Terdapat prolaps vitreus atau tidak dapat disingkirkan
o Putusnya zonula yang luas
Koreksi menggunakan kacamata dan lensa kontak sangat membantu pada
banyak kasus. Pembedahan masih kontroversial dan biasanya berhubungan denga
n resiko tinggi terjadinya retinal detachment. Lensectomy dengan anterior vitrecto
my dapat dilakukan pada keadaan terpaksa.1
2.4.2 Dislokasi
Jika tidak ditangani, kondisi ini akan menyebabkan prognosis visual yang
sangat buruk. Tingkat keparahan komplikasi meningkat jika lensa juga pecah atau
terfragmentasi. Perawatan terbaik adalah melepas lensa dengan vitrectomy pars
plana komplit. Lensa diekstraksi dengan menggunakan salah satu alat atau
teknik:3
- Phacofragmentation probe vitrectomy
- Pengangkatan limbal dengan bantuan vectis
- Pelepasan limbal dengan bantuan cryoprobe intraocular
Jika lensa terfragmentasi dan teraspirasi dalam vitreus, serat optic atau
endocryoprobe dapat membantu menstabilkannya selama proses. Namun, lensa
kemungkinan akan terfragmentasi dengan partake jatuh kembali ke permukaan
retina.3

19
Dislokasi lensa ke ruang anterior dan terperangkap oleh pupil harus
dilepas sedini mungkin. Dislokasi lensa ke vitreus harus diambil hanya jika
menyebabkan uveitis atau glaucoma. Dari cavum vitreus, lensa dapat dihilangkan
setelah vitrectomy total, baik dengan bantuan cryoprobe vitreus terisolasi atau
dengan fasilitas aspirasi probe vitrectomy (hanya katarak lunak).1

2.4.3 Intraocular Lens (IOL)1


Dalam dua dekade terakhir ada beragam jenis dan model IOL yang
berkembang. Material yang sering digunakan adalah polymethylmethacrylate
(PMMA). Klasifikasi IOL berdasarkan cara fiksasi pada mata yaitu:
1. Anterior Chamber IOL (ACIOL). Lensa ini terletak pada bilik mata depan
dan bersandar pada sudut bilik mata depan.

Gambar 2.8 Pseudofakia dengan Kelman Multiflex (ACIOL)1

2. Iris-supported Lenses. Lensa disandarkan pada iris dengan jahitan, loop


atau claw.

20
Gambar 2.9 Pseudofakia dengan iris claw IOL1

3. Posterior Chamber Lenses (PCIOL). Diletakkan dibelakang iris dengan


bersandar pada sulcus siliaris atau kapsul lensa (pada kasus katarak).

Gambar 2.10 Diagrammatik pseudofakia dengan PCIOL1

Gambar 2.11 Tipe IOL: A. Kelman multiflex (Anterior Chamber IOL); B. Singh
& Worst’s iris claw lens; C. Posterior chamber IOL – jenis modifikasi C-loop1

21
2.5 Komplikasi
2.5.1 Uveitis
Lens-induced atau fakogenik uveitis adalah hasil dari respon imun kepada
protein lensa atau fragmen lensa yang mengalami dislokasi. Gejalanya dapat
berupa nyeri, fotofobia, hiperemis dan penglihatan kabur. Tanda yang dapat
ditemukan yaitu kornea edema, peningkatan tekanan intraokular dan juga Nampak
fragmen lensa pada segmen anterior atau posterior. Penanganannya dapat berupa
pengambilan material lensa melalui intervensi bedah. Cycloplegia dan penurun
tekanan intraokular sangat sering digunakan.12
2.5.2 Glaukoma Sekunder
Mekanisme glaukoma pada subluksasi/dislokasi lensa yaitu akibat reaksi
inflamasi yang disebabkan material lensa itu sendiri, sumbatan pupil atau
rusaknya sudut bilik mata depan saat trauma. Lensa yang dislokasi dapat menjadi
hipermatur dan menyebabkan glaukoma fakolitik. Selain itu, lensa yang dislokasi
atau subluksasi dapat menyebabkan phacoanaphylaxis dan berkembang menjadi
glaukoma. Sumbatan pupil adalah mekanisme yang sering terjadi dan dapat terjadi
perpindahan lensa sekunder ke anterior atau ke vitreus yang menyumbat pupil.
Penanganannya ditujukan untuk melepaskan sumbatan pupil. Iridectomy biasa
diindikasikan dan dibutuhkan untuk mencegah serangan berulang dimasa akan
datang. Cycloplegics sangat membantu. Pengobatan penurun tekanan intra ocular
dapat dipakai. Miotik tidak diindikasikan dengan obat cycloplegics dan
antiglaukoma. Pengambilan lensa melalui intervensi bedah diperlukan pada kasus
tertentu.11

22
BAB 3
KESIMPULAN
Lensa merupakan media refrakta yang berfungsi untuk memfokuskan
cahaya yang masuk ke mata. Lensa terletak di antara iris dan corpus vitreus serta
difiksasi oleh serat fibril yang disebut zonula zinnii yang juga berfungsi sebagai
pengaturan akomodasi lensa. Ketika terjadi suatu trauma, salah satu komplikasi
yang dapat timbul yaitu perpindahan posisi lensa akibat terputusnya zonula baik
itu sebagian yang disebut subluksasi ataupun total yang disebut dislokasi. Selain
trauma, terdapat penyebab lain yaitu penyakit sistemik atau bahkan terjadi secara
spontan.
Keluhan yang paling sering dialami oleh pasien adalah penurunan
ketajaman penglihatan secara tiba-tiba. Kemudian dilakukan pemeriksaan
oftalmologi dengan hasil hilang nya lensa atau lensa tidak berada pada tempat
normalnya. Selain diagnosis, perlu juga ditanyakan gejala komplikasi yang
dialami pasien untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Penanganan pada kasus ini berdasarkan keluhan yang dialami serta
komplikasi yang terjadi. Dapat berupa tindakan pembedahan dengan mengambil
lensa atau dengan menggunakan kacamata atau lensa kontak. Komplikasi yang
dapat terjadi yaitu uveitis dan glaukoma tergantung posisi lensa berada dimana.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Khurana AK. Comprehensiv Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age
International Ltd. 2007.
2. Bowling, Brad. Kanski’s Clinical Ophthalmology: A systematic Approach.
8th ed. China: Elsevier Ltd. 2016.
3. Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular Trauma: Principles and Practice. New York:
Thieme Ltd. 2002.
4. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2008.
5. Illyas HS, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI. 2014
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2012.
7. Marfan Syndrome [Internet]. Genetics Home Reference. 2019 [cited 21
February 2019]. Available from: https://hr.nlm.nih.gov/condition/marfan-
syndrome
8. Homocystinuria [Internet]. Genetics Home Reference. 2019 [cited 21
February 2019]. Available from:
https://hr.nlm.nih.gov/condition/homocystinuria
9. Weill-Marchesani Syndrom [Internet]. Genetics Home Reference. 2019
[cited 21 February 2019]. Available from:
https://hr.nlm.nih.gov/condition/weill-marchesani
10. Ehlers Danlos Syndrom [Internet]. Genetics Home Reference. 2019 [cited
21 February 2019]. Available from:
https://hr.nlm.nih.gov/condition/ehlers-danlos
11. Gerstenblith AT, Rabinowitz MP. The Wills Eye Manual Office and
Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 6th ed.
Philadelphia: Wolters Kruwer. 2012.
12. Bowling, Brad. Kanski’s Clinical Ophthalmology: A systematic Approach.
8th ed. China: Elsevier Ltd. 2016.

iii

Anda mungkin juga menyukai