Anda di halaman 1dari 47

Otitis Media akut rekuren

stadium perforasi
Case Presentation Session
DISUSUN OLEH :
DINA AGLIANA
RASTI J
SARAH M
FILA INDINA
REVINI
IDENTITAS

 Nama : An. F
 Umur : 14 tahun
 Tanggal Pemeriksaan : 1 April 2019
 Alamat : Asrama Swadaya
 Pekerjaan : Pelajar
Overview case
Anamnesis Analisis
An.F, laki-laki, 14 tahun Identitas pasien
KU: Keluar cairan dari telinga kiri DD/ OE difus, OMA stadium perforasi,
OMSK, Corpus alienum, Trauma
Keluhan dirasakan sejak 5 hari yang lalu Onset akut
Cairan yang keluar berwarna bening, sedikit Infeksi bakteri aerob
kekuningan dan tidak berbau
Cairan yang keluar tidak disertai dengan darah Singkirkan DD/ trauma

Jika tidur miring ke kiri, cairan tersebut terus keluar Kuantitas sekret banyak
hingga membasahi bantal

Keluhan juga tidak disertai dengan demam Gejala OMA stadium perforasi
Anamnesis analisis
7 hari yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri telinga OMA Stadium supurasi
hebat, telinga kiri terasa penuh, gangguan
pendengaran, dan diikuti dengan demam
Keluhan didahului dengan batuk pilek yang dirasakan ISPA sebagai F. pencetus menyebabkan
sejak 11 hari yang lalu disfungsi tuba eustachius

Keluhan keluar cairan timbul pertama kali saat pasien Riwayat penyakit, menandakan rekurensi
masih sekolah di sekolah dasar, dan keluhan tidak (+)
pernah muncul kembali
Riwayat kemasukkan benda asing ke dalam telinga Singkirkan DD/ corpus alineum
disangkal
Pasien tidak ada riwayat mengorek-ngorek telinga Singkirkan DD/ OE difus
dan tidak ada riwayat berenang belakangan ini

Riwayat benturan disangkal Singkirkan DD/ Trauma


Anamnesis Pemeriksaan fisik
keluhan demam, nyeri telinga hebat dan bengkak disekitar Komplikasi abses subperiosteum dan mastoiditis (-)
telinga kiri tidak ada
Keluhan baal pada wajah dan mulut mencong tidak ada Komplikasi parase nervus fasialis (-)

Keluhan pusing, vertigo berat dan gangguan pendengaran Komplikasi labirinitis (-)
tidak ada
Keluhan kejang dan penurunan kesadaran tidak ada Komplikasi meningitis (-)

Pasien sudah mengobati keluhananya menggunakan obat Riwayat pengobatan


tetes telinga yang dibeli sendiri, tetapi tidak membaik

Pasien belum pernah menjalani operasi pada telinga, ataupun Riwayat trauma akibat pembedahan (-)
hidung dan tenggorokan.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, Tidak ada F. predisposisi : Rhinitis alergi
tidak pernah mengalami bersin bersin di pagi hari atau saat
terkena debu
Pemeriksaan fisik Analisis
Status generalis Dalam batas normal

Status Lokalis: Tanda Otitis media stadium


CAE: tenang/tenang, Sekret mukopurulen -/+, perforasi
Serumen +/- , Edema -/-
Membrane timpani: Intak/perforasi central, Tanda Otitis media stadium
Reflex cahaya +/- perforasi

Diagnosis Banding :
1. Otitis Media Akut rekuren stadium perforasi AS
2. OMSK AS

Diagnosis Kerja : Otitis Media Akut rekuren stadium perforasi AS


KONSEP MAP
ANATOMI & FISIOLOGI
Telinga tengah
Terdiri atas :
• Cavum timpani
• Recessus epitimpanicus
• Antrum mastoideum
• Tuba eustachius

Isi auris media :


• Tulang pendengaran (Maleus
Incus, Stapes)
• Chorda tympani (cabang
n.VII)
• Otot
• M. Stapedius
• M. Tensor timpani
BATAS TELINGA
TENGAH

 Batas luar : membran timpani


 Batas depan : yuba eustachius
 Batas bawah : vena jugularis
 Batas belakang : aditus ad antrum,
kanalis fasialis pars vertikalis
 Batas atas : tegmen timpani
 Batas dalam : berturut-turut dari
atas ke bawah kanalis
sermisirkularis horizontal, kanalis
fasialis, oval window, round
window, dan promontorium.
MEMBRAN TIMPANI

Pars
Tensa
Tuba Eustachius
 Saluran yang menghubungkan
nasofaring dengan telinga tengah
 Bagian
 Pars Osseus → arah lateral
 Pars kartilago→ arah medial

Tuba orang dewasa Tuba anak


Panjang 37,5 mm 17,5 mm
Bentuk “S” datar
Derajat 45° 10°

Fisiologi Tuba Eustachius


• Fungsi ventilasi
• M. Levator veli palatini
• Fungsi proteksi • M. tensor vili palatini
• Fungsi drainasse • M. dilator tuba
HISTOLOGI
Telinga tengah
 Dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang
tipis melekat erat pada periosteum yang berdekatan.

Membran tymphani
 Pars flasida
 luar : lanjutan epitel CAE
 Dalam : sel kubus bersilia

 Pars tensa :
 serat kolagen
 sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan silkuler pada bagian dalam.
Tuba Eustachius
 Lumennya gepeng dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan
biasanya saling berhadapan menutupi lumen
 Epitel bervariasi dari epite bertingkat, selapis silindris bersiliia dengan sel goblet
dekat faring
FISIOLOGI Sekret Mukus Telinga Tengah

 Telinga tengah secara terus menerus menghasilkan sekret mukus yang


ditransportasi oleh silia melewati mukosa telinga tengah menuju tuba
Eustachius yang kemudian mukus tersebut akan tertelan.
 Aliran mukus ini dipertahankan dengan tujuan mencegah bakteri dari
daerah nasofaring masuk ke daerah telinga tengah. Mukus ini juga
berfungsi seba gai pelindung untuk mencegah adesi bakteri ke epitel
mukosa, namun apabila perlindungan ini gagal, mukosa telinga tengah
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sekret mukus yang
mengandung immunoglobulin, lysozyme, lactoferrin dan komponen
komplemen sebagai benteng pertahanan terakhir.
 Apabila gagal juga maka otitis media akut akan terjadi.
FISIOLOGI
Pendengaran
ETIOLOGI

STREPTOCOC
STAPHYLOC
CUS HAEMOPHILU
OCCUS
PNEUMONIA S INFLUENZAE
AUREUS
E

STREPTOCOC PNEUMOCO
CUS GRUP A CCUS
 Etiologi :
Bakteri yang paling sering ditemukan
antara lain Streptococcus Pnemoniae,
Haemophilus Influenzae, dan Streptococcu
Beta Hemolitikus Grup A
Streptococcus Beta
Hemolitikus Grup A

 Bakteri kokus gram positif

 Bentuk kokus agak memanjang


dengan diameter 0,5-1 mikrometer
dan tersusun seperti rantai yang
khas
 Bakteri ini bersifat non motil dan
tidak membentuk spora
Streptococcus
pneumoniae

 Bakteri gram positif, aerob,


berbentuk coccus berjajar

 dapat berkoloni

 Faktor virulensi → kapsul


mencegah fagositosis
Haemophillus influenza

 Flora normal mucosa saluran


pernapasan atas
 Berbentuk batang gram negatif,
non motil
 Struktur antigen:
• Kapsul → polisakarida
• Antigen → protein membran
luar (lipooligosakarida –
endotoksin)
• Lipopolisakarida → inflamasi
FAKTOR RISIKO

Anak-anak
Hipertrofi adenoid
• struktur tuba & imunitas

Disfungsi tuba Prematuritas & BBLR

Alergi Day care

Riwayat ISPA
Paparan polutan dan
tembakau
Tidak ASI eksklusif
Anak-anak yang cenderung mengalami otitis media :
 Laki-laki
 Dibawah usia 2 tahun
 Indian Amerika, kulit putih
 Serangan pertama biasanya dibawah usia 6 bulan
 Infeksi S. Pneumoniae
Stadium oklusi

Stadium hiperemis
MT retraksi

berdengin
g
Stadium supurasi

Stadium perforasi
KLASIFIKASI OTITIS MEDIA

• Barotrauma
Otitis Media
• Otitis Media Efusi Non Supuratif

• Otitis Media Akut


Otitis Media
• Otitis Media Kronik Supuratif
Stadium Oklusi
 membran timpani retraksi/normal. Warna
keruh/pucat

Stadium Hiperemis
• Nyeri pada telinga, demam
• Membran timpani hiperemis, edema
Stadium Supurasi
 Nyeri hebat, demam
 Edema hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superfisial
 Membran timpani bulging ke arah liang telinga
luar

Stadium Perforasi
• Keadaan klinis lebih tenang
• perforasi membran timpani
• Nanah mengalir ke luar dari telinga tengah ke liang
telinga luar
Stadium resolusi

 Daya tahan tubuh baik  resolusi terjadi spontan

 Bila membran timpani intak  kembali normal

 Bila perforasi
  sekret↓  kering

  berlanjut OMSK
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 sekret pada telinga → pemeriksaan kultur bakteri.


DIAGNOSIS BANDING
1. Otitis Media Akut rekuren stadium perforasi AS
2. OMSK AS

DIAGNOSIS KERJA
Otitis Media Akut rekuren stadium perforasi AS
EPIDEMIOLOGI
Lebih sering terjadi OMA sering ditemukan pada
pada laki-laki dibandingkan anak usia prasekolah,
perempuan puncaknya usia 6-18 bulan
dan pada usia 4-5 tahun
80-90% pada usia dibawah 6
tahun

OMA merupakan penyakit


tersering kedua setelah
penyakit ISPA
PENATALAKSANAAN

 NON FARMAKOLOGI
Promotif:
- Memberikan penyuluhan mengenai pentingnya kesadaran
dalam pengobatan ISPA agar tidak mengabaikannya
- Memberikan penyuluhan mengenai menghindari risiko
terjadinya trauma pada telinga
PENATALAKSANAAN

 NON FARMAKOLOGI
Preventif:
- Mencegah terjadinya ISPA
- Menghindari trauma berulang pada daerah telinga
- Segera periksakan ke dokter jika terjadi trauma pada telinga.
PENATALAKSANAAN

 FARMAKOLOGI
ANTIBIOTIK SISTEMIK
 Golongan Amoxicilin dan asam klavulanat
 Mekanisme kerja Amoksisilin:
Menghambat pembentukam mukopeptida yang diperlukan
untuk sintesis dinding sel mikroba bakterisidal bersifat
broadspektrum luas.
 Dosis Amoksisilin: 500 mg selama 7 hari
 Sediaan: tab 250 mg, 500 mg
 Indikasi: infeksi bateri gram positif atau negatif
PENATALAKSANAAN

 FARMAKOLOGI
ANTIBIOTIK SISTEMIK
 Golongan Aminoglikosida
 Mekanisme kerja
Aminoglikosida (kation positif) berikatan dgn dinding bakteri
gram negatif (kation negatif) pada tahap multiplikasi
(memperbanyak diri) → terjadi potensial listrik
transmembran→celah→penetrasi antibiotik hingga sitoplasma→
𝑚𝑒nghambat pembentukan 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 → bakterisida
(membunuh kuman)
PENATALAKSANAAN

 FARMAKOLOGI
ANTIBIOTIK SISTEMIK
 Golongan Aminoglikosida
 Indikasi, infeksi bakteri gram negatif
 Farmakokinetik, Absorbsi  sal cerna 1%; distribusi  baik
ketulang, cairan sinovial, peritoneum; eksresi  melalui feses
 Dosis amnioglikosida: gentamisin 5-6 mg/kgBB/hari.
 Sediaan : 20 mg/2 ml, 80 mg/2 ml dan 800mg/2ml
 Kadar gentamisin dalam plasma 8 jam
 Efek samping, nefrotoksik, ototoksik, kelumpuhan otot
PENATALAKSANAAN

 FARMAKOLOGI
ANTIBIOTIK SISTEMIK
 Golongan Fluoroquinolon
 Mekanisme kerja, menghambat enzim topoisomirase IV
pemisahan DNA saat replikasi dan transkripsi bakteri negatif.
 Indikasi, infeksi bakteri gram negatif
 Farmakokinetik, Absorbsi  saluran cerna; distribusi  ke
jaringan ikat; dimetabolisme  hepar; eksresi  melalui urin
 Efek samping, mual muntah, sakit kepala, hepatotoksis,
hipoglikemia
PENATALAKSANAAN

 FARMAKOLOGI
ANTIBIOTIK SISTEMIK
 Golongan Fluoroquinolon
 Dosis Fluoroquinolon : Siprofloksasin 2x 250-500mg
 Sediaan: tab 250 mg, 500 mg, dan 750 mg, inj 400mg/5 ml
PENATALAKSANAAN

 FARMAKOLOGI
ANALGETIKA & ANTIPIRETIK
 Paracetamol
 Mekanisme kerja, menghambat kerja COX,sehingga
menurunkan produksi prostaglandin.
 Farmakokinetik, Absorbsi  saluran cerna; distribusi  baik
keseluruh tubuh; eksresi  melalui urin; dimetabolisme 
hepar
 Efek samping, hepatotoksik
PENATALAKSANAAN

 FARMAKOLOGI
ANALGETIKA & ANTIPIRETIK
 Paracetamol
 Dosis Paracetamol : 10-15/kgbb, 300 mg – 1 gr, max 2 gr/hari
 Sediaan: tab 100 mg, 500 mg, syr 120 mg/5 ml
PENATALAKSANAAN

 FARMAKOLOGI
ANALGETIKA & ANTIPIRETIK
 Pseudoefedrin (decongestan)
 Dosis Pseudoefedrin : 60 mgsetiap 4-6 jam
 Sediaan: tab 30 mg,60 mg,120 mg
 Mekanisme kerja:
 Menyempitkan pembuluh darah melalui peningkatan
stimulasi reseptor adrenergik beta yang dapat melegakan
saluran pernafasan.
RESEP

R/ Ciprofloksasin tab 500 mg no XIV


S 2 dd1

R/ Paracetamol tab 500 mg no XXI


S 3 dd 1 prn

R/ pseudoefedrin tab 60 mg No.XV


S 2 dd I

Nama: x
Usia: x
PROGNOSIS

 Quo ad vitam : ad bonam


 Quo ad functionam : dubia ad bonam

Prognosis baik, apabila segera diberikan


penanganan dan belum terjadi komplikasi, namun
dapat terjadi rekurensi apabila ada faktor yang
mencetuskan seperti batuk pilek, berenang, dan
sering mengorek telinga.
ASPEK BIOETIKA
 Medical Indication (Beneficence)

Menegakkan diagnosis Otitis media secara lengkap dilihat dari


stadiumnya dan pemberian terapi antibiotik yang tepat (melalui
anamnesis, pem. fisik serta pem. Penunjang)

 Quality of Life (Nonmaleficence)

Dokter diharapkan mampu menilai prognosis dan kemungkinan-


kemungkinan komplikasi yang terjadi secara fisik dan mental pasien
sehingga dokter dapat segera melakukan tindakan pencegahan,
seperti insisi, drainase ataupun merujuk.
ASPEK BIOETIKA
 Patient Preferences ( Autonomi)

Menghargai hak-hak pasien untuk mengetahui mengenai


penyakitnya, melakukan informed consent untuk segala tindakan
yang akan dilakukan, dan mengambil keputusan dalam pemberian
terapi pada pasien yang berkompeten.

 Contextual Features (Justice)

Memahami keragaman sosial budaya, seperti pekerjaan, yang dapat


mempengaruhi keputusan pasien dalam melakukan pengobatan dan
 Primafacie : Quality of life  Non-Maleficence

Anda mungkin juga menyukai