Anda di halaman 1dari 8

IV.

8 - Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS)

OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA SYNDROME (OSAS)

A. REFERENSI
1. Walker RP. Snoring and obstructive sleep apnea. In: Bailey JB, Johnson JT, Eds.
Head Neck Surgery Otolaryngology. 4 th ed. Philadelphia: Lippincot 2006. P 645-
64
2. Welch KC,Goldberg AN. Sleep disorders.In: Lalwani AK ed. Current diagnosis
and treatment Otolaryngology Head Neck Surgery. 2 nd ed. New York:McGraw
Hill Comp LANGE;2008.p535-47

B. GAMBARAN UMUM
OSAS (Obstructive Sleep Apneu Syndrome) didefinisikan sebagai berhentinya aliran
udara pernapasan selama 10 detik atau lebih yang disebabkan oleh sumbatan jalan
napas. OSA ditandai gejala mendengkur saat tidur, tersedak atau napas tersengal saat
tidur, sering mengantuk yang berlebihan di siang hari (Excessive Daytime Sleepiness,
EDS). OSAS lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Diagnosis
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan polisomnografi.
Untuk mengatasi OSAS dilakukan tata laksana penurunan berat badan, terapi
konservatif maupun operatif.

C. CONTOH KASUS
Seorang laki-laki usia 30 tahun dengan riwayat tidur mendengkur sampai tersedak.
Keluhan dirasakan sejak 3 tahun terakhir. Saat bangun pagi hari badan tidak terasa
segar. Pasien mudah mengantuk dan sulit konsentrasi saat bekerja. Pada pemeriksaan
fisik BB 80 kg, tinggi badan 168 cm. Pemeriksaan THT: Tonsil T3-T3, Lidah
Mallampati 3.

D. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF


1. Polisomnografi harus dipertimbangkan pada
semua pasien yang dicurigai menderita OSA untuk:
A. Menentukan penyebab terjadinya OSA.
B. Menentukan jenis operasi yang akan dilakukan untuk mengatasi OSA
C. Dapat memperkirakan lokasi terjadinya sumbatan jalan napas saat tidur
D. Mengevaluasi akibat fisiologik pada saat tidur akibat gangguan pernapasan
E. Memastikan diagnosis adanya penyakit tetapi tidak dapat menentukan derajatnya
Jawaban : D

2. Pada pemeriksaan fisik pasien yang dicurigai


OSA:
A. Pemeriksaan index massa tubuh diperlukan tetapi tidak bermakna dengan terjadinya
OSA
B. Pemeriksaan lingkar leher perlu tetapi tidak berhubungan dengan faktor etiologi
OSA
C. Ukuran tonsil yang besar merupakan salah satu faktor etiologi OSA karena
menyebabkan penyempitan anterosuperior
D. Berdasarkan kriteria Fujita maka pasien dengan “grade” yang tinggi akan
memberikan hasil yang lebih baik apabila dilakukan tindakan koreksi OSA dengan
operasi dibandingkan dengan pasien yang “grade” nya lebih rendah.
E. Dengan pemeriksaan “Muller Manuver” kita dapat menentukan tindakan operasi
yang akan kita lakukan untuk mengkoreksi penyebab OSA
1
Jawaban : E

3. Yang tidak termasuk komplikasi OSA adalah


A. Hipertensi
B. Alzheimer disease
C. Penyakit arteri koroner
D. Gangguan irama jantung
E. Lesi atero sklerotik serebral
Jawaban : B
1. Anamnesis
2. Keluhan utama : Mendengkur saat tidur, tersedak atau napas tersengal saat tidur, sering
mengantuk yang berlebihan di siang hari (Excessive Daytime Sleepiness, EDS),

3. Menilai Epworth Sleepiness Score (ESS)


4. Melakukan pemeriksaan fisik:
 Indeks Massa Tubuh
 Lingkar leher posisi lidah dan palatum dengan Kriteria Friedman Tongue Position atau
Modifikasi Malampatti
 Ukuran Tonsil
 Ukuran dan bentuk rahang bawah
5. Menilai Derajat OSAS menurut Fujita
6. Interpretasi hasil Polisomnografi (Sleep test)
7. Dapar melakukan pemeriksaan Müller Maneuver dengan endoskopi

Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS)


a. Definisi
Mendengkur adalah suara getaran pada saat tidur yang dihasilkan terutama pada waktu
inspirasi dan disebabkan oleh vibrasi palatum mole dan pilar yang membatasi rongga
orofaring. Mendengkur menunjukkan adanya obstruksi sebagian saluran napas atas.
Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) adalah berhentinya aliran udara
pernapasan selama 10 detik atau lebih, mendengkur pada saat tidur walaupun terjadi
usaha bernapas (respirasi effort) yang disebabkan oleh obstruksi jalan napas atas.
OSAS adalah keadaan apnea (penghentian aliran udara selama 10 detik sehingga
menyebabkan 2-4% penurunan saturasi oksigen) dan hipopnea (penurunan aliran udara
paling sedikit 30-50% sehingga menyebabkan penurunan saturasi oksigen) ada
sumbatan total atau sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat
tidur selama non-REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi
terhambat.
b. Etiologi Multifaktorial
1. Kolaps jaringan lunak saluran napas atas
 Kolaps otot konstriktor faring, lidah, otot-otot palatofaringeus,
salfingofaringeus, stilofaringeus, glosofaringeus, levator veli palatini dan
uvula.
2
 Deposit lemak di bawah membran mukosa, di sekitar otot leher dan fossa
tonsilaris.
2. Kelainan anatomi kerangka wajah yaitu mandibula dan maksila, obstruksi hidung
yang disebabkan deviasi kartilago dan tulang septum dan hidung.
3. Umur yang lebih tua berhubungan dengan:
 Penebalan jaringan lunak tenggorok, elongasi palatum dan penurunan tonus
otot pada saat istirahat.
 Relaksasi dan kolaps plika ariepiglotika yang menyebabkan stridor pada saat
tidur dan bangun.
 Resorbsi gigi geligi, maksila dan mandibula akan menyebabkan perubahan
anatomi rongga mulut.
 Kifosis yang disebabkan resorbsi tulang vertebra servikal dan torakal atas.
4. Laki-laki lebih banyak yang mendengkur dan menderita OSA dibanding
perempuan. Progesterone akan mengurangi mendengkur dan OSA pada laki-
laki, sedangkan testosteron akan meningkatkan resistensi saluran napas atas
pada perempuan.
5. Faktor genetik yang berperan contohnya hipoplasisa maksila dan / atau
mandibula, disproporsi berbagai kerangka tulan yang menyebabkan obstruksi,
overweight dan diabetes.
6. Disfungsi saraf kranial yang mengakibatkan gangguan enervasi motorik seperti
Arnold-Chiari malformasi, stroke, sklerosis multipel, trauma bedah pada saraf dan
penyakit Parkinson.
c. Faktor Predisposisi / Kontribusi
1. Inflamasi hidung seperti polip dan rinitis alergi
2. Massa di sekitar leher dan saluran napas atas, misalnya kista kongenital,
karsinoma sel skuamosa dan limfoma tonsil lingualis, tonsil palatina, adenoid,
hipertrofi tonsil, tumor kelenjar liur minor.
3. Refluks laring-faring atau refluks gastro-esofagus bekerja secara sinergis
dengan OSA. Jika terjadi sumbatan jalan napas, akan terjadi usaha napas yang
keras sehingga tekanan intratorakal meningkat. Tekanan negatif pada rongga
dada akan menyebabkan isi lambung tersedot ke dalam esofagus torakal. Cairan
asam ini akan meluap ke dalam glotis dan teraspirasi kare plika vokalis
mengalami abduksi untuk usaha inspirasi.
4. Gangguan endokrin seperti hipotiroid, diabetes dan akromegali.
d. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan anamnesis terstruktur yang baik dan
benar. Kuesioner tervalidasi yang digunakan adalah Epworth Sleepiness Scale
untuk Excessive Daytime Sleepiness dan modifikasi Kenny Pang untuk
kecurigaan OSA
Kuesioner OSA Modifikasi Kenny Pang
Curiga OSA jika terdapat salah satu gejala di bawah ini dengan frekuensi
>3x/seminggu
1. Terbangun dari tidur karena tersedak (terbatuk-batuk)

3
2. Apnea pada saat tidur (sesuai dengan keterangan teman tidur)
3. Bangun tidur dengan perasaan tidak segar
Epworth Sleepiness Scale
Nilai Epworth Sleepiness Scale > 10 ditegakkan kecurigaan OSA, dengan
kriteria 0 = tidak pernah mengantuk, 1 = sedikit mengantuk, 2 = cukup
mengantuk, 3 = sangat mengantuk dan tertidur, pada situasi-situasi tertentu di
bawah ini:
1. Duduk & membaca
2. Menonton televisi
3. Duduk diam di tempat umum (di bioskop atau rapat)
4. Sebagai penumpang mobil selama 1 jam tanpa istirahat
5. Rebahan untuk beristirahat sore ketika lingkungan memungkinkan
6. Duduk dan berbicara dengan seseorang
7. Duduk tenang setelah makan siang tanpa minum alkohol
8. Saat mengemudi dan mobil berhenti beberapa menit dalam kemacetan.

2. Pemeriksaan Fisik
2.1. Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) kg/m2
 Underweight : < 18,5 kg/m2
 Normoweight : 18,5 – 24,9 kg/m2
 Overweight : 25 – 29,9 kg/m2
 Obese 1 : 30 – 35 kg/m2
 Obese 2 : > 35 kg/m2
2.2. Lingkar leher berhubungan dengan faktor etiologi OSA yaitu deposit
lemak pada mukosa leher dan meningkatkan risiko terjadinya OSA.
Ukuran lingkar leher sebagai berikut:
 Risiko rendah : kurang dari 43 cm.
 Risiko sedang : 43 - 48 cm,
 Risiko tinggi : lebih dari 48 cm.
2.3. Posisi Lidah dan Palatum dengan menggunakan Kriteria Friedman
Tongue Position atau Modifikasi Malampatti. Posisi 3 dan 4 berhubungan
dengan risiko tinggi OSA karena makroglosia. Tanda lain makroglosia
adalah jejas gigitan gigi (dental mark) pada bagian tepi lidah. Perhatikan
pula palatum mole apakah terdapat webbing. Pada Kriteria Friedman
pasien diminta membuka mulut dan lidah tidak dijulurkan, sedangkan
pada Malampatti lidah dijulurkan.
 Posisi 1: seluruh bagian uvula dan tonsil terlihat
 Posisi 2: sebagian tonsil terlihat
 Posisi 3: sebagian uvula terlihat, dan tonsil tidak terlihat.
 Posisi 4: uvula dan tonsil tidak terlihat.

4
2.4. Ukuran Tonsil berhubungan dengan penyempitan laterolateral pada
orofaring.
 T1 : Tonsil tidak melebihi arkus palatofaringeus
 T2 : Tonsil melebihi arkus palatofaringeus, tetapi tidak melebihi
garis tengah antara arkus palatofaringeus dan uvula.
 T3 : Tonsil melebihi garis tengah antara arkus palatofaringeus dan
uvula.
 T4 : Tonsil kanan dan kiri bersentuhan (kissing tonsil)
2.5. Uvula yang besar dan panjang merupakan akibat dan sebab dari getaran
selama mendengkur. Perhatikan panjang dan basisnya dibandingkan
ukuran normal.
2.6. Ukuran dan bentuk rahang bawah. Mikrognatia dan Retrognatia
merupakan faktor risiko yang akan menyempitkan rongga orofaring dan
hipofaring pada mendengkur & OSA.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dapat ditentukan derajat OSA menurut
Fujita.
Stadium Friedman Tongue Position Tonsil BMI
Stadium 1 1 3,4 < 30
2 3,4 < 30
Stadium 2 1,2 0,1,2 < 30
3,4 3,4 < 30
Stadium 3 3 0,1,2 Any
4 0,1,2 Any
Any Any > 30

3. Pemeriksaan Penunjang
3.1. Nasolaringoskopi Statik dan Dinamik dengan Manuver Muller
Pemeriksaan endoskopi serat optik pada nasolaring dengan posisi duduk pada
saat statik (istirahat) dan dinamik (manuver Muller) merupakan pemeriksaan
untuk menentukan level obstruksi saluran napas atas. Level obstruksi harus
diketahui untuk menentukan stadium OSA dan tindakan pembedahan yang
dapat dilakukan. Manuver Muller dilakukan pada level retropalatal,
retroglosal dan supraglotik dengan meminta pasien menarik napas dengan
kuat sambil menutup hidung dan mulutnya (reversed Valsava). Kekuatan
inspirasi negatif akan menyebabkan kolaps saluran napas atas. Kolaps dapat
terjadi pada bagian antero-posterior, latero-lateral maupun konsentrik (seluruh
bagian). Klasifikasi berdasarkan skoring atau persentase ukuran kolaps level
tertentu dapat dibagi menjadi: < 25%, 25-50%, 50-75%, >75%.
3.2. Sleep Endoscopy
Nasolaringoskopi yang dilakukan pada kondisi sedasi (simulasi tidur)
memungkinkan identifikasi obstruksi dan kolaps saluran napas atas dengan
tonus otot yang mengalami relaksasi. Sedasi yang digunakan adalah titrasi
propofol yang dilakukan oleh dokter spesialis Anestesi dengan monitor ketat
kardiorespirasi. Keadaan obstruksi saluran napas atas yang dapat terlihat
adalah palatal flutter, palatal floppy, obstruksi palatal dengan obstruksi

5
orofaring intermiten, obstruksi multilevel memanjang, dan obstruksi dasar
lidah.
3.3. Polisomnografi
Polisomnografi harus dipertimbangkan pada semua pasien yang dicurigai
menderita OSA untuk: (1) memastikan diagnosis adanya penyakit dan
menentukan derajatnya, (2) menentukan frekuensi dan derajat episode
gangguan respirasi, (3) mengevaluasi akibat fisiologik pada saat tidur akibat
gangguan pernapasan. Tes tidur (sleep study) juga dikerjakan pada semua
pasien mendengkur dengan tanda fisik yang merupakan faktor risiko OSA,
excessive daytime sleepiness (skor ESS >10), dan penyakit penyerta seperti
hipertensi, hipotiroid, penyakit kardiovaskuler dan riwayat stroke.
American Sleep Disorders Association menggolongkan pemeriksaan tidur
menjadi 4 tingkatan berdasarkan jumlah kanal (channel) pemeriksaan yang
dilakukan di laboratorium tidur dengan pengawasan oleh teknisi tidur atau
tanpa pengawasan teknisi tidur yang dapat dilakukan di rumah atau rawat inap
rumah sakit.
Di Klinik Mendengkur & OSA Departemen THT FKUI – RSCM
polisomnografi yang digunakan adalah polisomnografi level 2, dengan pilihan
10-28 kanal dan tanpa pengawasan teknisi tidur yang dapat dilakukan di
rumah maupun di rumah sakit.
Parameter penting Polisomnografi untuk bidang THT adalah:
Apnea : fase berhenti napas pada saat tidur yang berlangsung
minimal 10 detik yang terukur dengan tidak adanya aliran
udara pada sensor aliran udara.
Hipopnea : periode respirasi dengan reduksi 50% aliran udara atau
reduksi udara kurang dari 50% disertai dengan desaturasi
3% atau pasien terbangun.
Saturasi O2 : Saturasi O2 rata-rata pada saat tidur yang terukur dengan
kanal pulse oxymetry
LSAT (Lowest Sat O2) : Saturasi O2 terendah pada saat tidur.

Kategori OSA Berdasarkan Polisomnografi:


OSA AHI LSAT
Ringan 5-15 86 - 90%
Sedang 15-30 70 – 85%
Berat >30 < 70%

e. Penatalaksanaan
1. Konservatif
o Program Penurunan BB
Perbaiki diet untuk mengurangi deposit lemak tubuh dan menurunkan BB
harus disertai dengan olahraga teratur untuk meningkatkan tonus otot.
o Terapi medikamentosa

6
- Stimulan. Modafinil yang berguna untuk meningkatkan kesiagaan
(wakefullness) tidak mengakibatkan gejala kardiovaskuler, efektif
untuk pengobatan excessive daytime sleepiness (EDS) yang
menyertai OSA. Obat ini juga berguna pada penderita OSA yang
sudah menggunakan CPAP tetapi EDS menetap dengan skoring ESS
yang tetap dan manifestasi EDS yang lain.
- Antidepresan. Protriptyline adalah trisiklik antidepresan non-sedasi
yang dapat menekan waktu tidur REM (rapid eye movement)
berhubungan dengan episode mendengkur keras dan episode apnea
obstruktif yang lebih sering dan lebih panjang.
- Terapi pengganti tiroid untuk kasus hipotiroid dapat diberikan
dengan pengawasan dokter spesialis endokrin atau penyakit dalam.
- Obat penurun BB yang disetujui oleh FDA adalah sibutramine dan
orlistat. Sibutramine memberikan efek anoreksia yang tidak
berhubungan dengan amfetamin dan tidak adiktif tetapi dapat
meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan kontraindikasi pada
hipertensi yang tidak terkontrol. Orlistat adalah inhibitor lipase yang
mencegah digesti dan absorpsi lemak dalam diet. Orlistat tidak
diabsorpsi oleh tubuh dan tidak adak efek sistemik, tetapi
meningkatkan faeses yang berlemak dan berminyak serta frekuensi
defekasi.
- Terapi oksigen biasanya bersama-sama penggunaan CPAP untuk
pengobatan hipoksemia persisten yang tidak respons dengan CPAP
saja.
o Peralatan untuk terapi konservatif
Banyak peralatan yang telah dipasarkan secara bebas seperti alat pengatur
tidur supaya tidur tetap miring seperti snore ball atau snore sock, alat ekstensi
leher seperti korset leher dan bantal anti ngorok.
o Dental / Oral Appliance
Alat ini digunakan untuk memposisikan lidah sehingga posisi lidah lebih
terjulur ke anterior dan mencegah lidah jatuh ke belakang dan menutup
saluran udara faring. Alat bekerja dengan menarik mandibula dan dasar lidah
ke anterior, menstabilkan mandibula dan mencegah terbuka pada saat tidur,
sehingga mengubah posisi mandibula melalui rotasi ke arah bawah dan
meningkatakan aktivitas otot dasar genioglosus untuk menjaga patensi aliran
udara.
o Dilator nasal.
Untuk membuka anterior nasal valve pada tempat pertautan upper lateral
cartilage dan lower lateral cartilage dengan septum di medial
o CPAP (Continous Positive Airway
Pressure)
Tekanan udara positif kontinyu melalui masker nasal merupakan terapi
tunggal yang paling efektif dan tidak invasif untuk OSA. CPAP akan
menghilangkan efek samping penyakit termasuk EDS, gangguan fungsi
intelektual dan kematian kardiovaskuler usia muda.
2. Operatif

7
Terapi operatif dapat dilakukan sesuai dengan level obstruksi masing-masing
atau terapi kombinasi sesuai dengan derajat penyakit sesuai modifikasi kriteria
Fujita & kriteria AHI. (Lihat guidelines).
Level Hidung : reduksi konka, septoplasti, adenoidektomi, ekstirpasi polip atau m
hidung.
Level Velo- :  Penyempitan AP : Implantasi Pillar, RDF Palatum, UPPP
Orofaring  Penyempitan Latero-lateral : UPPP Extension + Tonsilektomi
 Penyempitan Konsentrik : Kombinasi 1 & 2
 Palatal Flutter ok penipisan : Implan Pillar
 Palatal Flutter ok elongasi palatum molle : UPPP
 Hipertrofi tonsil: Tonsilektomi
 Penyempitan retroglossal ok lidah besar : reduksi lidah dg. RD
Repose, Suspensi Hioid
Level Hipofaring :  RDF Tonsil lingual
& Laring  Pengobatan Refluks

b. Komplikasi
 Komplikasi OSA
o Hipertensi
o Penyakit kardiovaskuler: penyakit arteri koroner, miokard infark akut,
episode thrombosis akut, aterosklerosis kronik
o Penyakit jantung kongestif
o Aritmia jantung
o Lesi aterosklerotik serebral (stroke)
 Komplikasi Terapi Operatif
o Krisis pernapasan: intubasi dengan penyulit, obstruksi akibat penggunaan
sedatif, narkotik, relaksan dan antiemetik.
o Krisis kardiovaskuler: krisis hipertensis, aritmia, infark miokard, stroke
akut, edem paru.
o Perdarahan
o Inkompetensi velofaring
o Stenosis palatal-nasofaring
o Dehisensi luka operasi
o Lain-lain: disfagia, paresis lidah, hilang indra pencecap.

c. Referensi
1. Walker RP. Snoring and obstructive sleep apnea. In: Bailey JB, Johnson JT,
Eds. Head Neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincot 2006.
P.645-64
2. Welch KC,Goldberg AN. Sleep disorders.In: Lalwani AK ed. Current
diagnosis and treatment Otolaryngology Head Neck Surgery. 2nd ed. New
York:McGraw Hill Comp LANGE;2008. p.535-47

Anda mungkin juga menyukai