Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan kekuatan, berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehinggaa
penulis dapat menyelesaikan paper ini guna memenuhi persyaratan Kepanitraan
Klinik Senior di SMF Paru RSU dr. Pirngadi Medan dengan judul Obstructive
Sleep Apnea
Penyusun laporan kasus ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis
menyampaikan terima kasih kepada Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp. P(K), dr.
Amiruddin, Sp.P, dr.Tunggul Hutapea, Sp.P dan dr. Syahlan, Sp.P yang telah
membantu dan membimbing kami selama proses pendidikan di SMF Paru.
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI.ii
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Definisi..2
2.2 Etiologi..2
2.3 Epidemiologi....3
2.5 Patofisiologi.....4
2.7 Diagnostik.5
2.8 Penalatalaksaan7
2.9 Komplikasi...9
2.10 Prognosis10
3.1 Kesimpulan...11
DAFTAR PUSTAKA.12
BAB I
PENDAHULUAN
Tidur dan bernafas adalah bagian dari proses fisiolgis yang mendasar pada
kehidupan sehari-hari manusia. Bila proses bernafas berhenti sementara dalam
beberapa menit, kehidupan manusia juga berhenti. Tidur merupakan bagian lain
dari proses fisiologi tersebut, bila terjadi gangguan pada proses tidur akan
berakibat gangguan pada kualitas hidup.1,2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
a. Faktor struktural
Berhubungan dengan anatomi tulang craniofacial yang mempengaruhi
pasien dengan OSA sehingga mengalami lumpuh pada faring selama tidur.
Yang termasuk faktor struktural, yaitu:
1. Anatomi bawaan (elongasi facial, kompresi facial posterior).
2. Mandibular hypoplasia.
3. Inferior displacement of hyoid.
4. Down syndrome.
5. Marfan syndrome.
6. Pierre robin syndrome.6
b. Faktor nonstruktural
1. Obesitas
2. Laki-laki
3. Usia lanjut
4. Alkohol
5. Perokok
6. Penggunaan sedatif
7. Kebiasaan tidur mendengkur/mengantuk pada siang hari.
8. Posisi tidur supinasi
9. Rapid eye movement (REM) sleep.6
c. Faktor genetik6
2.3 Epidemiologi
Pasien dengan OSA lebih sering adalah laki-laki, gemuk dan berusia 65
tahun atau lebih. Obesitas tentu faktor risiko yang paling penting: berat badan
10% meningkatkan enam kali risiko berkembang menjadi OSA. Dengan pola
androgenik distribusi lemak tubuh, dalam deposisi khususnya pada tubuh,
termasuk daerah leher, dapat mempengaruhi seseorang untuk menjadi OSA.
Selanjutnya, hormon seks dapat mempengaruhi kontrol neurologis dari saluran
napas bagian atas melebarkan otot dan ventilasi. Wanita menopause berisiko lebih
tinggi terkena OSA daripada wanita premenopause.3
2.4 Klasifikasi
2.5 Patofisiologi
Tahanan pada saluran nafas atas meningkat bermakna selama tidur, dan
dapat lebih meningkat bila ada faktor predisposisi yang mendukung terjadinya
penutupan saluran nafas, atau terjadi peningkatan beban pada otot-otot dilator
pharyngeal. Lumpuhnya (collaps) saluran nafas atas terjadi bila tekanan negatif
yang dibuat oleh otot-otot pernafasan lebih besar dari kemampuan otot-otot yang
berfungsi melebarkan saluran nafas atas.1
Periode apnea (tak bernafas), biasanya diakhiri dengan bentuk arousal dari
tidur, dimana otot-otot yang berperan pada dilatasi saluran nafas atas mulai
bekerja normal dan aliran udara pernafasan kembali normal.
Proses arousal selama periode tidue berakibat proses tidur mengalami
fragmentasi, kadang penderita bisa terbangun mendadak. Saturasi oksigen dapat
menurun lebih dari 3%, akibat obstruksi saluran lebih dari 80%. Pada hipopnea,
obstruksi jalan nafas berkisar antara 30% sampai 50% dengan penurunan saturasi
oksigen lebih dari 3%. Kebanyakan penderita mengalami keadaan henti nafas
(apnea) antara 20 sampai 30 kejadian perjam dan bisa lebih dari 200 kali
permalam. Keadaan ini menjadi penyebab utama hipersomnolen pada
penderitanya.1
1. Obesitas
2. Pria
3. Usia lanjut
4. Pemakaian obat depresan syaraf pusat seperti alkohol dan sedativa
5. Saluran nafas atas yang sempit, seperti mikrognathia dan retrognathia
6. Hipotiroidisme atau mikromegali
7. Genetik dan familial.1,2
2.7 Diganostik
Skala tidur dari epworth sering digunakan untuk mengetahui kuantitas dari
derajat gangguan tidur pada seseorang penderita sleep apnea. Pemeriksaan fisik
yang penting adalah menentukan Indek Massa Tubuh (BMI). Obesitas merupakan
salah satu faktor terjadinya sleep apnea.
Obesitas sentral perlu diukur, karena dengan BMI normal, obesitas sentral juga
salah satu dari faktor risiko sleep apnea.1
a. Pengobatan konservatif
Manajemen konsevatif termasuk perubahan posisi tidur miring kesamping
kanan atau kiri, tergantung pada perbaikan IGR. Mengurangi berat badan,
menghindari minuman mengandung alkohol dan mengurangi konsumsi
obat-obat sedatif termasuk juga pada manajemen konservatif. Penurunan
berat badan sebesar 10% akan mengurangi IGR sebesar 26%.1,2,4
b. Tekanan jalan napas positif
1. Tekanan jalan napas positif kontinu (CPAP, continuous positive
airway pressure) digunakan untuk mengirimkan udara melalui hidung
atau masker mulut. Tekanan jalan napas positif kontinu melalui hidung
(nCPAP, nasal continous positive pressure) adalah pilihan pengobatan
mutakhir untuk sebagian besar pasien OSA.1,2,3,4
2. Usaha untuk memperbaiki kepatuhan terapi adalah kunci keberhasilan
pengobatan pasien. Pengobatan OSA berhubungan dengan masalah
kepatuhan pada 50% pasien.1,2,
3. Tekanan jalan napas positif dua tingkat ( BiPAP, bilevel positive
airway pressure) dapat digunakan untuk mengobati pasien OSA.
Prosedur ini lebih mahal dibandingkan CPAP dan tidak memperbaiki
kepatuhan pasien. BiPAP dicadangkan untuk pasien yang tidak toleran
terhadap tingkat CPAP yang sangat atau tidak memiliki respons yang
baik terhadap CPAP.1,2,3
c. Penggunaan alat untuk mulut (Oral appliance)
American Academy os Sleep Medicine (2005) merekomendasikan alat ini
untuk OSA derajat ringan sampai sedang, apabila penderita tidak dapat
menggunakan CPAP. Prinsip alat ini adalah untuk tetap menjaga patensi
saluran nafas atas.1,2
d. Terapi bedah
Tindakan bedah yang dilakukan untuk terapi OSA adalah
uvulopalatofaringoplasti, ovulopalatoplasti dengan sinar laser,
tonsilektomi, ablasi atau reseksi parsial lidah, rekonstruksi rahang atas
atau bawah, sampai dengan tindakan trakeostomi. Hasil maksimal dengan
tindakan bedah ini adalah 40% untuk mengatasi OSA.1,2
Pada alur pengobatan sindrom OSA, penurunan berat badan dengan diet dan
peningkatan aktivitas fisik harus direkomendasikan untuk semua pasien kelebihan
berat badan. Pasien harus dianjurkan untuk menghindari alkohol dan obat
penenang sebelum tidur.
CPAP adalah pengobatan pilihan di OSA ringan, sedang dan berat dan
harus ditawarkan kepada setiap pasien. Jika CPAP ditolak atau kepatuhan buruk,
terapi alternatif termasuk alat mulut, operasi dan farmakoterapi dapat
dipertimbangkan. Bila hasil pengobatan yang memuaskan, pasien dimulai pada
jangka panjang tindak lanjut.3
2.9 Komplikasi
KESIMPULAN