Anda di halaman 1dari 21

FARMAKOTERAPI LANJUT

INSOMNIA

Dosen Pengampu:

Dra. apt. Sulina Kristiono, MS.

Disusun oleh :
Ayu Rahmawati
NIM. 20344020

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan

rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah tentang “Insomnia”

ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman - teman yang telah berkontribusi

dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.

Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat

membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, Oktober 2020

Penyusun

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan tidur yang paling sering dijumpai saat ini yaitu Insomnia. Insomnia

merupakan kesukaran dalam memulai dan mempertahankan tidur sehingga tidak dapat

memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas. Biasanya seseorang

yang mengalami insomnia akan lebih sulit memulai tidur, sering terbangun saat tidur hingga

terbangun lebih dini dan sulit untuk tidur kembali. Penyebabnya dikarenakan gangguan fisik

maupun karena faktor mental seperti perasaan gundah maupun gelisah. Pada kelompok lansia

kejadian insomnia tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok 20 tahun. Banyak

Lansia yang mengeluh mengenai masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari lima jam

sehari) dengan terbangun lebih awal dari pukul 05.00 pagi dan sering terbangun di waktu

malam hari.

Banyaknya persoalan lanjut usia seiring dengan meningkatnya jumlah lansia di

Indonesia mengakibatkan munculnya beberapa fenomena seperti perubahan structural dan

fisiologis salah satunya kesulitan untuk tidur atau insomnia. Di dunia, angka prevalensi

insomnia pada lansia diperkirakan sebesar 13- 47% dengan proporsi sekitar 50-70% terjadi

pada usia diatas 65 tahun. Tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia.

Tidur adalah suatu keadaan tidak sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap

lingkungan menurun atau hilang dan dapat di bangunkan kembali dengan indra atau

ransangan yang cukup. Tidur dapat dikatakan sebagai kondisi ketika seseorang tidak sadar,

tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai yang ditandai dengan

aktivitas fisik yang minim, tingkat kesadaran bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis

dan terjadi penurunan respons terhadap stimulus eksternal.

2
1.2     Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Insomnia

2. Jenis insomnia

1.3     Tujuan

1. Tujuan umum.

Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui tentang kebutuhan

dasar pada pasien dengan gangguan tidur atau insomnia.

2. Tujuan khusus.

Setelah mempelajari gangguan pola tidur atau insomnia ini, maka ketika mengalami insomnia

dapat melakukan tindakan sebagai berikut :

1. Relaksasi,penenangan diri

2. Menjauhkan diri dari stress yang berlebihan

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Insomnia

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, insomnia adalah keadaan tidak dapat tidur

karna gangguan jiwa. Insomnia atau gangguan tidur merupakan suatu keadaan seseorang

dengan kuantitas dan kualitas tidur yang kurang. Menurut kamus kedokteran, insomnia

adalah gangguan yang ditandai oleh penurunan kemampuan untuk memulai atau

mempertahan kan tidur. Insomnia dapat terjadi secara primer atau berhubungan dengan

kondisi medis atau kejiwaan. Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan

dalam mempertahankan tidur,atau tidak cukup tidur (ilmu kedokteran jiwa darurat,) .

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk

memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya

satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The

International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai

atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu

bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah

kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode

tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang

untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.

2.2 Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya

waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai

irama sirkadian. Tidur tidak dapat diartikan sebagai menifestasi proses deaktivasi Sistem

Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di

substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi.

4
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada

substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center).

Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada

bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh

fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian

antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium,

antara lain:

1. Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini

dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan

tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang

disebut gelombang tetap.

2. Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG

menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering

dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal

sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.

3. Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan

gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu

gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.

5
4. Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir

sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta.

Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow

Wave Sleep (SWS)

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi

dalam stadium seperti dalm tidur NREM.

a. klasifikasi insomnia

a. Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur

ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur,

kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis

insomnia primer ini.

b. Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis.

Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan

terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti

penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia

sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau

susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan

yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun

penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita

insomnia.

2.3 Tanda dan Gejala Insomnia

6
 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

 Sering terbangun pada malam hari

 Bangun tidur terlalu awal

 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

 Iritabilitas, depresi atau kecemasan

 Konsentrasi dan perhatian berkurang

 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

 Ketegangan dan sakit kepala

 Gejala gastrointestinal

2.4 Penyebab Insomnia

Penyebab insomnia atau susah tidur ada dua macam, yaitu karena masalah medis dan

karena masalah psikologis. Jika penyebab insomnia berkaitan dengan medis, maka yang

dibutuhkan adalah penanganan secara medis oleh seorang dokter. Jika penyebabnya adalah

masalah psikologis, maka yang diperlukan adalah penanganan oleh seorang psikiater.

Bila dijabarkan maka beberapa penyebab insomnia antara lain :

a. Bunyi atau suara.

dalam keadaan normal, seseorang biasanya mampu menyesuaikan diri dengan bunyi

atau suara sehingga tidak mengganggu tidurnya. Namun orang yang sedang ketakutan karena

alasan tertentu, maka pada malam hari mungkin saja terbangun berulang-kali hanya karena

suara yang halus sekalipun.

b. Suhu udara

Setiap orang ingin tidur pada suhu udara yang nyaman bagi dirinya. Bila udara terasa

dingin ia akan memakai selimut dan bila udara terasa panas akan memakai pakaian tipis. Jika

seseorang tidak merasa nyaman dengan suhu tertentu maka ia akan kesulitan untuk tidur.

7
c. Daerah dataran tinggi

Insomnia merupakan gejala yang umum dijumpai pada daerah dataran tinggi. Kondisi

ini disebut mabuk udara tipis (mountain sickness). Misalnya terjadi pada pendaki gunung

dengan ketinggian lebih dari 3500 meter diatas permukaan laut.

d. Mengkonsumsi makanan

obat atau hal lain yang mengganggu susunan saraf pusat: kondisi susah tidur atau

insomnia dapat terjadi karena mengkonsumsi bahan-bahan seperti kopi dan teh yang

mengandung kafein, alkohol, rokok yang mengandung nikotin dan obat pelangsing badan

yang mengandung anfetamin dan lain-lain.

e. Masalah psikologis

Beberapa penyakit psikologis ditandai antara lain dengan adanya insomnia seperti

pada gangguan afektif, gangguan neurotic, beberapa gangguan kepribadian, depresi,

gangguan stress, pascatrauma dan lain-lain (Joewana, 2006).

2.5 Etiologi Insomnia

• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat

pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang

penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau

kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.

• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam

otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa

antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan

kortikosteroid.

8
• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein

adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan

insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur,

tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah

malam.

• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan

sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar

dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia

akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease

(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.

• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau

pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,

sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur

siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak

bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang

dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang

biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV

atau membaca.

2.6 Jenis Insomnia

A. Bedasarkan tipe tidurnya, ada 3 macam insomnia.

1. insomnia inisial 

Insomnia inisial yakni bila seseorang kesulitan tidur saat hendak memulai tidur.

2. insomnia intermitten 

9
Insomnia intermitten yakni bila seseorang tidak mampu mempertahankan tidurnya

atau sering terbangun saat ia tidur

3. insomnia terminal

Insomnia terminal yakni seseorang terbangun terlalu dini dan tidak dapat tidur

kembali.

B. Berdasarkan jangka waktu berlangsungnya ada 2 macam insomnia, yaitu insomnia

akut (acute insomnia) dan insomnia kronis (chronic insomnia). 

1. Insomnia akut 

Insomnia akut  berlangsung dalam waktu yang singkat, yaitu antara 1 malam sampai

beberapa minggu. insomnia akut, adalah gejala yang paling umum terjadi dan biasanya

diakibatkan oleh situasi seperti stres di tempat kerja, masalah keluarga, atau peristiwa

traumatis.

2. Insomnia kronis 

Insomnia kronis yaitu bila penderita mengalaminya selama minimal 3 malam

perminggu dan berlangsung selama 1 bulan atau lebih.

Berdasarkan penyebabnya ada dua jenis insomnia. Yaitu insomnia primer dan insomnia

sekunder.

1.  Insomnia Primer 

Insomnia primer bersumber dari masalah psikis / psikologis, seperti perubahan hidup

yang dapat memicu insomnia primer, stres yang berkepanjangan dan pengaruh emosional,

2. Insomnia Sekunder,

10
Insomnia sekunder berarti merupakan efek samping dari suatu masalah medis seperti :

kondisi kesehatan, pengaruh penyakit, pengaruh obat dan lain-lain.

2.7 Akibat Dan Bahaya Insomnia Bagi Kesehatan

Bahaya insomnia bagi kesehatan patut diwaspadai. Lebih dari seperempat jumlah

warga Amerika dilaporkan tidak memiliki waktu tidur yang cukup. Situasi tersebut dapat

berakibat buruk bagi kesehatan.

2.8 Cara Mengatasi Insomnia Yang Efektif

1. Kurangi tidur siang atau sore hari

2. Jangan melakukan olahraga berat sebelum tidur

3. Hindari stres

4. Jangan bawa urusan pekerjaan pada saat ingin tidur

5. Minum segelas susu hangat atau makan sedikit snack

6. Kondisikan tempat tidur sejuk, tenang, cukup gelap dan nyaman

9. Lakukan relaksasi, tenangkan pikiran

10. Hindari minuman yang mengandung kafein.

2.9 Terafi Farmakologi Insomnia

Prinsip dasar terapi pengobatan insomnia yaitu, Jangan menggunakan obat hipnotik

sebagai satu-satunya terapi, pengobatan harus dikombinasikan dengan terapi non

farmakologi, pemberian obat golongan hipnotik dimulai dengan dosis yang rendah,

selanjutnya dinaikan perlahan – lahan sesuai kebutuhan, khususnya pada orang tua, hindari

penggunaan benzodiazepin jangka panjang, hati – hati penggunaan obat golongan hipnotik

khususnya benzodiazepin pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan atau ketergantungan

11
obat, monitor pasien untuk melihat apakah ada toleransi obat, ketergantungan obat atau

penghentian penggunaan obat, memberikan edukasi kepada pasien efek penggunaan obat

hipnotik yaitu mual dan kecelakaan saat mengemudi atau bekerja, khususnya golongan obat

jangka panjang, melakukan tapering obat secara perlahan untuk menghindari penghentian

obat dan terjadi rebound insomnia. Terapi pengobatan insomnia diklasifikasikan menjadi tiga

yaitu: Benzodiazepin, Nonbenzodiazepin-hipnotik dan obat–obat lain yang dapat

memberikan efek tertidur.

A. Benzodiazepin

Dalam penggunaanya, efek benzodiazepin yang diinginkan adalah efek hipnotik-

sedatif. Sifat yang diinginkan dari penggunaan hipnotik-sedatif antara lain adalah perbaikan

anxietas, euporia dan kemudahan tidur sehingga obat ini sebagai pilihan utama untuk

insomnia , jika keadaan ini terjadi terus menerus , maka pola penggunaanya akan menjadi

kompulsif sehingga terjadi ketergantungan fisik . hampir semua golongan obatobatan

hipnotik-sedatif dapat menyebabkan ketergantungan. efek ketergantungan ini tergantung pada

besar dosis yang digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan dan waktu paruh serta

golongan obat yang digunakan. Obat-obatan hipnotik-sedatif dengan waktu paruh lama akan

dieliminasi lama untuk mencapai penghentian obat bertahap sedikit demi sedikit. Sedangkan

pada obat dengan waktu paruh singkat akan dieliminasi dengan cepat sehingga sisa

metabolitnya tidak cukup adekuat untuk memberikan efek hipnotik yang lama. Oleh karena

itu, penggunaan obat dengan waktu paruh singkat sangat bergantung dari dosis obat yang

digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan. Gejala gejala abstinensi dapat terjadi pada

penggunaan berbagai golongan obat hipnotik- sedatif. Gejala–gejala ini dapat berupa lebih

sukar tidur dibanding sebelum penggunaan obat- obatan hipnotik-sedatif . jika gejala ini

terjadi , ada kecenderungan untuk menggunakannya lagi karena mungkin dari sisi psikologis,

si pemakai akan merasakan rasa nyaman karena sifat obat tsb sehingga terjadilah

12
ketergantungan fisik. Dibeberapa Negara maju dan berkembang seperti di Belanda dan

Indonesia, benzodiazepin digolongkan ke dalam golongan psikotropika, sehingga

penggunaanya dibatasi karena penyalahgunaan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan

ketergantungan fisik dan psikis.

B. Non benzodiazepin Hipnotik

Nonbenzodiazepin hipnotik adalah sebuah alternatif yang baik dari penggunaan

benzodiazepin tradisional, selain itu obat ini menawarkan efikasi yang sebanding serta

rendahnya insiden amnesia, tidur sepanjang hari, depresi respirasi , ortostatik hipotensi dan

terjatuh pada lansia. Obat golongan non-benzodiazepin juga efektif untuk terapi jangka

pendek insomnia. Obat-obatan ini relatif memiliki waktu paruh yang singkat sehingga lebih

kecil potensinya untuk menimbulkan rasa mengantuk pada siang hari; selain itu penampilan

psikomotor dan daya ingat nampaknya lebih tidak terganggu dan umumnya lebih sedikit

mengganggu arsitektur tidur normal dibandingkan obat golongan benzodiazepin.

a. Zolpidepam

Zolpidepam (ambient), obat golongan hipnotik nonbenzodiazepin dari kelas

imidazopiridine, dimana telah disetujui oleh FDA pada tahun 1992 sebagai obat kerja pendek

untuk insomnia. Zolpidem secara selektif mengikat reseptor alpha 1 subunit dari GABAA

dan memproduksi efek sedatif dan hypnosis yang kuat tanpa adanya efek anxiolitik,

miorelaxan, antikonvulsan yang terdapat pada benzodiazepine. Pada uji percobaan , zolpidem

mengurangi kesulitan tidur dan menigkatkan durasi tidur selama lebih dari 5 minggu.

Selanjutnya Mareek dkk mengikuti perjalanan pasien yang meminum obat zolpidemselama

360 hari dan ditemukan peningkatan yang persisten yaitu berkurangnya kesulitan tidur, serta

bangun dimalam hari dan meningkatnya durasi tidur tanpa adanya rebound ataupun efek

withdrawal setelah penghentian obat. Karena onset yang cepat dan durasi kerja obat pendek,

sehingga zolpidem digunakan untuk sleep-onset insomnia.

13
b. Zaleplon

Zaleplon (sonata) ,obat kerja pendek untuk insomnia. Obat ini sangat cepat diabsorbsi

dan memiliki waktu paruh yang singkat yaitu 1 jam. Secara selektif mengikat reseptor alpha 1

subunit GABAA. Zaleplon adalah obat kerja pendek sebagai indikasi pengobatan insomnia

dan menunjukan adanya penurunan sleep-onset insomnia. Adanya toleransi obat atau efek

rebound tidak ditemukan. Zaleplon meningkatkan total waktu tidur dan mengurangi

terbangunnya di malam hari. Pada dasarnya obat ini digunakan untuk sleep onset insomnia

karena waktu paruhnya pendek serta tidak ditemukan efek hang over.

c. Eszopiclone

Eszopiclone (lunesta) adalah obat untuk insomnia dan telah disetujui penggunaan oleh

FDA pada tahun 2004. Mekanisme aksinya tidak dikeatahui dengan jelas. Eszopiclone

mempunyai waktu paruh cukup lama yaitu 5-6 jam dibanding golongan hipnotik

nonbenzodiazepin yg lain dan obat ini diberikan hanya untuk pasien yang memiliki waktu

tidur terjaga minimal 8jam. Dosis yang direkomendasikan Yaitu 3mg untuk dewasa sebelum

tidur, 1mg untuk sleep-onset Insomnia, 2mg untuk sleepmaintenance insomnia pada lansia

dan 1-2mg pada pasien dengna gagal hati.

d. Ramelteon

Ramelteon (rozerem) adalah melatonin reseptor agonis dengan selectivitas yang tinggi

terhadap reseptor MT1 dan MT2 di nucleus suprasiasma di hipotalamus. Reseptor ini

dipercaya dapat memberikan efek tertidur dan memelihara ritme sirkadian. Waktu paruh obat

ini pendek yaitu berkisar 1-6 jam, sehingga cocok untuk sleep-onset insomnia atau sleep

-maintenance insomnia. Ramelton secara signifikan meningkatkan total waktu 15 tidur pada

chronic insomnia dan pasien lansia dengan chronic insomnia. Dosis yang direkomendasikan

yaitu 8mg yang diberikan 30 menit menjelang tidur.

14
C. Sleep-promoting Agents

Melatonin

Melatonin adalah hormon yang dibentuk di glandula pineal, yaitu sebuah kelenjar

yang hanya sebesar kacang tanah yang terletak di antara kedua sisi otak. Hormon ini

mempunyai fungsi yang sangat khas karena produksinya dipicu oleh gelap dan hening tetapi

dapat dihambat oleh sinar yang terang. Hormon ini sedang menjadi fokus para peneliti saat

ini.

Antihistamin

Three – diphenhydramine hydrochloride , dypenhydramine citrate dan doxylamine

yang sering digunakan untuk membantu tidur . efek samping penggunaanya adalah pusing,

lemah, mual pada 10 – 25% pada orang yang menggunakan obat ini.

Antidepresan

Dosis rendah pada antidepresan yg memiliki efek sedasi seperti trazodone (desyrel),

amitriptyline (elavil), doxepine (sinequen, adapin) dan mirtazapin (remeron) sering

diresepkan pada pasien bukan depresi untuk pengobatan insomnia, antidepresan sering

diberikan untuk insomnia karena pemberiannya tidak terjadwal, relatif tidak mahal, dan

memiliki sedikit potensi untuk disaalahgunakan. Namun demikian harus digunakan secara

konservatif untuk insomnia karena keberhasilannya terbatas dan berpotensi menghasilkan

efek samping yang bermakna.

2.10 TERAPI NON-FARMAKOLOGI

Penanganan terapi non farmakologi terdiri dari cognitive and behavioral therapy meliputi:

sleep hygine, sleep restriction atau pembatasan tidur, relaxation therapy atau terapi relaksasi

dan stimulus control therapy.

15
a. Sleep Hygine

Sleep hygine adalah salah satu komponen terapi perilaku untuk insomnia. Beberapa

langkah sederhana dapat diambil untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur pasien.

Langkah – langkah ini meliputi: Mencuci muka, sikat gigi, buang air kecil sebelum tidur,

tidur sebanyak yang dibutuhkan, berolahraga secara rutin minimal 4 menit sehari, idealnya 4-

5 jam sebelum waktu tidur, hindari memaksa diri untuk tidur, hindari caffeine, alkohol, dan

nikotin 6 jam sebelum tidur, hindari kegiatan lain yang tidak ada kaitannya dengan tidur.

b. Sleep Restriction

Membatasi waktu di tempat tidur hanya untuk tidur sehingga dapat meningkatkan

kualitas tidur. Terapi ini disebut pembatasan tidur. Hal ini dicapai dengan rata-rata waktu di

tempat tidur dihabiskan hanya untuk tidur. Pasien dipaksa untuk bangun pada waktu yang

ditentukan walaupun pasien masih merasa mengantuk. Ini mungkin membantu tidur pasien

yang lebih baik pada malam berikutnya karena kurang tidur dari malam sebelumnya. Sleep

restriction ini didasarkan atas pemikiran bahwa waktu yang terjaga di tempat tidur adalah

kontraproduktif sehingga mendorong siklus insomnia. Maka tujuannya adalah untuk

menigkatkan efisiensi tidur sampai setidaknya 85% . awalnya pasien disarankan ke tempat

tidur hanya pada saat tidur. Kemudian mereka diijinkan untuk meningkatkan waktu terjaga di

tempat tidur 15 – 20 menit permalam setiap minggu, asalkan efisiensi tidur melebihi 90%.

Waktu di tempat tidur berkurang sebesar 15 - 20 menit jika efisiensi tidur dibawah 90%.

c. Relaxation Therapy

Relaxation therapy meliputi relaksasi otot progresif, latihan pernafasan dalam serta

meditasi. Relaksasi otot progresif melatih pasien untuk mengenenali dan mengendalikan

ketegangan dengan melakukan serangkaian latihan , pada latihan perrnafasan dalam maka

pasien diminta untuk menghirup dan menghembuskan nafas dalam perlahan – lahan.

16
d. Stimulus Control Therapy

Stimulus control therapy terdiri dari beberapa langkah sederhana yang dapat

membantu pasien dengan gejala insomnia, dengan pergi ke tempat tidur saat merasa

mengantuk, hindari menonton TV, membaca, makan di tempat tidur. tempat tidur hanya

digunakan untuk tidur dan aktivitas seksual. jika tidak tertidur 30 menit setelah berbaring,

bangun dan pergi ke ruangan lain dan melanjutkan teknik relaksasi, mengatur jam alarm

untuk bangun pada waktu tertentu setiap pagi, bahkan pada akhir pecan, hindari bangun

kesiangan, hindari tidur siang panjang di siang hari.

17
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Prinsip penanganan insomnia secara umum yaitu mengidentifikasi faktor penyebab,

dimana fokus utama dari pengobatan insomnia harus diarahkan pada identifikasi faktor

penyebab. Setelah faktor penyebab teridentifikasi maka penting untuk mengontrol dan

mengelola masalah yang mendasarinya, karena hanya dengan mengobati insomnia saja tanpa

menangani penyebab utamanya jarang memberikan hasil. Pada kebanyakan kasus insomnia

dapat disembuhkan jika penyebab medis atau psikiatri di evaluasi dan diobati dengan benar.

Selain itu perlu adanya kontrol lingkungan seperti meredupkan lampu kamar tidur sebelum

tidur, membatasi kebisingan dan menghindari kegiatan di tempat tidur.

Prinsip dasar penanganan terapi farmakologi yaitu jangan menggunakan obat hipnotik

sebagai satu-satunya terapi pengobatan maka harus dikombinasikan dengan terapi non

farmakologi, Pemberian obat golongan hipnotik dimulai dengan dosis yang rendah

selanjutnya dinaikan perlahan–lahan sesuai kebutuhan, Hindari penggunaan benzodiazepin

jangka panjang, hati–hati penggunaan obat golongan hipnotik khususnya benzodiazepin pada

pasien dengan riwayat penyalahgunaan atau ketergantungan obat, monitor pasien untuk

melihat apakah ada toleransi obat atau ketergantungan obat atau penghentian penggunaan

obat. Terapi pengobatan insomnia diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: Benzodiazepin,

Nonbenzodiazepin - hipnotik, dan obat –obat yang lain yg dapat memberikan efek tertidur.

Penanganan terapi non farmakologi terdiri dari cognitive and behavioral therapy meliputi:

sleep hygine, sleep restriction atau pembatasan tidur, relaxation therapy atau terapi relaksasi

dan stimulus control therapy.

18
3.2 Saran

 Saran saya sebagai penyaji makalah, jika pembaca mengalami insomnia atau susah

untuk tidur, lakukanlah cara yang telah disebutkan didalam isi makalah ini.

dan jika dalam satu atau dua minggu anda masih tidak dapat tidur, pergilah ke dokter.

Pemeriksaan dari seseorang yang ahli seperti dokter atau psikiater akan dapat mengungkap

penyebab insomnia yang menyerang diri pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, B.K, et. al,. 2013, Koda-Kimble & Young’s: Applied Therapeutics and Clinical
Use of Drugs tenth ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelpia. Appleton & Lange,
Stamford.
Avery‘s Drug Treatment: Principles and Practice of Clinical Pharmacology and
Therapeutics, 3rd Ed., Mc Lennan & Petty Pty Ltd.
DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, A.G., Posey, L.M. (Eds), 2008,
Pharmacotherapy a Pathophysiological Approach, 7rd ed, Appleton & Lange, Stamford.
Herfindal, E.T., Gourley, D.R (Eds), 2001, Textbook of Therapeutics Drug and Disease
Management, 7th Ed, Lippincot Williams and Wilkins. Philadelphia.
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, JT., Basic & Clinical Pharmacology, 12th Ed, 2012.
The Merck Manual of Diagnosis and Therapy, 18th Ed. (2006).
Oxford Textbook of Medicine, V0l 1, Edited by D.J Weatherall, J.G.G., Ledingham, D.A.
Warrell.

20

Anda mungkin juga menyukai