Oleh:
Oleh
Laporan Akhir Pembelajaran Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP) Pada Program Studi Penndidikan
Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember Yang Disusun Oleh
Mengetahui
Ns. Erti Ikhtiarii Dewi, M.Kep. Sp.,Kep.J Ns. DickyEndrian Kurniawan, Mkep.
NIP. 1981 1028 200604 2 002 NRP. 760016846
Menyutujui
Wakil Dekan 1
TINJAUAN TEORI
c. Nukleus Dorsomedial
Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan
proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus perifornikal dan berperan
d. Sistem Mesolimbik
Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, serta
memiliki proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem limbik
yang meliputi amigdala ,hipokampus serta nukleus retikularis thalami. Sistem
ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan keterjagaan sebagai
akibat dari stimulus yang didapat.
e. Sistem Limbik
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi
emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori sehingga
menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area – area yang
termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para-
hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal
di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi aktif pada
saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea dari
periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari
saraf simpatis.
D. TAHAPAN-TAHAPAN TIDUR
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus
siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang
berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga
tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM-Non Rapid
Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1 hingga
keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang biasanya
mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan, dan ketegangan
2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Berlangsung
10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak menjadi
lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :
a) Kedua Bola mata berhenti bergerak.
b) Suhu tubuh menurun.
c) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
d) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang disebut
gelombang tidur.
4) Tahap IV Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini
ditandai dengan :
a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun
pagi.
c) Tonus Otot menurun (relaksasi total).
d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.
e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi 1-2
siklus/detik.
f) Gerak bola mata mulai meningkat.
g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis
(mengompol)
b. Rapid Eye Movement (REM) Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang
dewasa REM terjadi 20-25 % dari tidurnya.
Tahapan tidur REM ditandai dengan:
a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya.
b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan yang
berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi.
f) Metabolisme meningkat.
E. EPIDEMIOLOGI
Menurut National Sleep Foundation tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508
penduduk di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami insomnia dan
sebanyak 7,3 % orang dewasa mengeluhkan gangguan memulai dan
mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan orang yang beresiko mengalami
insomnia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti lansia, kematian pasangan
atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang dialami. Di
Indonesia insomnia menyerang sekitar 50% orang berusia 65 tahun, setiap tahun
diperkirakan sekitar 20-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17%
mengalami insomnia yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi
yaitu sekitar 67% (Hindriyastuti, 2018).
Penelitian lain oleh Marelli et al tahun 2020 menunjukkan peningkatan
prevalensi insomnia sebelum dan selama lockdown akibat pandemi COVID-19
menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia Severity
Index (ISI) dan Morningness-Eveningness Questionnaire (MEQ). Penelitian yang
dilakukan terhadap 400 peserta yang terdiri dari 307 mahasiswa dan 93 pekerja,
Keinginan
Gangguan tidur menanti tidur
Penyakit
Gangguan
Gangguan Tidur proses tidur
Lemah & Letih
KESIAPAN
Akibat faktor
PENINGKATAN INTOLERANSI
Merasa lelah eksternal
TIDUR AKTIVITAS
dan kurang
bertenaga
GANGGUAN
POLA TIDUR
KELETIHAN
2. Terapi Farmakologi
Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari obat-obatan
seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan untuk penanganan gangguan tidur
antara lain:
a) Golongan obat hipnotik
b) Golongan obat antidepresan
c) Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d) Golongan obat antihistamin.
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur
yaitu dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya:
Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid)
tetapi efek samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir,
mulut kering, dsb.
Data objektif
a) Wajah nampak kurang bergairah (letih,lesu, lemah)
b) Prestasi kerja menurun/kurang konsentrasi
c) Gelisah, sering menguap
d) Mudah tersinggung
e) Ada bayangan hitam di bawah mata
b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah kebutuhan istirahat
dan tidur diantaranya adalah :
1. Gangguan pola tidur
Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Frekuensi dari jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Dipsnea saat/ setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Obyektif
1. Tekana darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
3. Keletihan
Definisi: Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
Kualitas tidur merupakan keadaan tidur yang dijalani seorang individu untuk
menghasilkan kesegaran dan kebugaran saa terbangun. Kualitas tidur mencakup
aspek kuantitaif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif
dari tidur. Kualitas tidur merupakan kemampuan setiap orang untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur rapid eye
movemnet (REM) dan Non rapid eye movement (NREM) yang normal (Potter &
Perry, 2009). Kualitas tidur yang baik diperlihatkan dengan mudahnya seseorang
memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan tidur, menginisiasi untuk tidur
kembali setelah terbangun di malam hari, dan peralihan dari tidur ke bangun di pagi
hari dengan mudah.
Lisna Agustina
Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ichsan Medical Centre Bintaro.
(lisna.agustina01@gmail.com) 085323817966
Abstrak
Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua.
Periode ini merupakan periode penutup bagi rentang kehiduoan seseorang, dimana telah terjadi kemunduran
fisik dan psikologis secara bertahap. Salah satu aspek utama bagi dari peningkatan kesehatan untuk lansia
adalah pemeliharaan tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal
dan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektifitas terapi non farmakologis terhadap peningkatan kualitas tidur lansia yang memiliki
gangguan tidur baik dengan atau tanpa sakit. Metodologi yang digunakan adalah dengan melakukan
penelusuran literatur atau kajian literatur dengan menggunakan databased elektronik melalui internet yaitu
google scholar dan jurnal elektronik lainnya dengan kata kunci lansia, kualitas tidur dan terapi
nonfarmakologis. Literature review mengkaji 10 artikel terkait, didapatkan hasil bahwa terapi nonfarmakologis
signifikan meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang memiliki gangguan tidur. Terapi nonfarmakologis
menjadi pilihan pengobatan komplementer untuk lansia dengan gangguan tidur.
Abstract
Elderly is a term for individuals who have entered the period of late adulthood or old age. This period
is the closing period for a person's life span, where there has been a gradual physical and psychological
setback. One of the main aspects of improving health for the elderly is the maintenance of sleep to ensure the
restoration of bodily functions to an optimal functional level and to complete tasks and enjoy a high quality of
life. The purpose of this study was to determine the effectiveness of non-pharmacological therapies to improve
sleep quality in the elderly who have sleep disorders both with and without illness. The methodology used is
to search literature or study literature using electronic databased via the internet, namely google scholar and
other electronic journals with the keywords elderly, sleep quality and nonpharmacological therapy. Literature
review examines 10 related articles, found that nonpharmacological therapy significantly improves sleep
quality in the elderly who have sleep disorders. Nonpharmacologic therapy is a complementary treatment
option for the elderly with sleep disorders
25
PENDAHULUAN kualitas tidurnya. Umumnya hampir 1,5 kali
Lanjut usia adalah bagian dari lipat lebih banyak diderita orangtua
proses tumbuh kembang. Manusia tidak dibanding anak muda (Wahyuni, 2019).
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi Kualitas tidur merupakan keadaan
berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa tidur yang dijalani seorang individu untuk
dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, menghasilkan kesegaran dan kebugaran
dengan perubahan fisik dan tingkah laku saat terbangun. Kualitas tidur mencakup
yang dapat diramalkan yang terjadi pada aspek kuantitaif dari tidur, seperti durasi
semua orang pada saat mereka mencapai tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari
usia tahap perkembangan kronologis tidur. Kualitas tidur merupakan
tertentu. Lansia merupakan suatu proses kemampuan setiap orang untuk
alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang mempertahankan keadaan tidur dan untuk
Maha Esa. Semua orang akan mengalami mendapatkan tahap tidur rapid eye
proses menjadi tua dan masa tua movemnet (REM) dan Non rapid eye
merupakan masa hidup manusia yang movement (NREM) yang normal (Potter &
terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami Perry, 2009). Menurut Ouellet (1995),
kemunduran fisik, mental dan social secara kualitas tidur merupakan penilaian individu
bertahap. Lansia juga dapat diartikan mengenai kenyenyakan tidur, persepsi
sebagai individu yang telah memasuki tentang pergerakan selama tidur dan
periode dewasa akhir atau usia tua. pengkajian umum dari kualitas tidur.
Periode ini merupakan periode penutup Kualitas tidur yang baik diperlihatkan
bagi rentang kehidupan seseorang, dimana dengan mudahnya seseorang memulai
telah terjadi kemunduran fisik dan tidur saat jam tidur, mempertahankan tidur,
psikologis secara bertahap. Salah satu menginisiasi untuk tidur kembali setelah
aspek utama bagi dari peningkatan terbangun di malam hari, dan peralihan dari
kesehatan untuk lansia adalah tidur ke bangun di pagi hari dengan mudah
pemeliharaan tidur untuk memastikan (LeBourgeois et al., 2005 cit. Saputri,
pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat 2014). Pengukuran kualitas tidur dapat
fungsional yang optimal dan untuk diukur dengan menggunakan instrumen
menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang
kualitas hidup yang tinggi. terdiri dari tujuh komponen, yaitu kualitas
Berdasarkan data dari Biro Pusat tidur secara subjektif, latensi tidur (durasi
Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terjadi mulai dari berangkat tidur hingga tertidur),
peningkatan jumlah lansia yaitu presentase durasi tidur (dihitung dari waktu seseorang
lansia terhadap jumlah penduduk tidur sampai terbangun di pagi hari),
meningkat dari 9,27 % pada tahun 2000 efisiensi kebiasaan tidur (rasio persentase
menjadi 10,57 % pada tahun 2011. Pada antara jumlah total jam tidur dibagi dengan
tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan jumlah jam yang dihabiskan di tempat
11,34% dari jumlah penduduk (Badan tidur), gangguan tidur, disfungsi di siang
Pusat Statistik, 2011). Pertambahan jumlah hari, dan penggunaan obat yang
lansia di beberapa negara, salah satunya mengandung sedatif.
Indonesia, telah mengubah profil Penggunaan obat-obatan yang
kependudukan baik nasional maupun mengandung sedatif mengindikasikan
dunia. Hasil sensus penduduk tahun 2010 adanya masalah tidur. Obat-obatan
menunjukkan bahwa jumlah penduduk mempunyai efek terhadap terganggunya
lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta tidur pada tahap REM. Oleh karena itu,
jiwa, meningkat sekitar 7,93 % dari tahun setelah mengkonsumsi obat yang
2000 yang sebanyak 14,44 juta jiwa. mengandung sedatif, seseorang akan
Diperkirakan jumlah penduduk lansia di dihadapkan pada kesulitan untuk tidur yang
Indonesia akan terus bertambah sekitar disertai dengan frekuensi terbangun di
450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian, tengah malam dan kesulitan untuk kembali
pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di tertidur, semuanya akan berdampak
Indonesia akan sekitar 43 juta jiwa (badan langsung terhadap penurunan kualitas tidur
pusat statistik dalam Iriadi, 2012). (Buysse et al., 1989 cit. Modjod, 2017).
Penelitian di Amerika Serikat Gangguan tidur merupakan hal yang sering
mengidentifikasi bahwa 50% lansia yang dijumpai pada orang dewasa terutama
tinggal di komunitas da 70% lansia yang lansia. Gangguan tidur adalah kondisi
tinggal di tempat perawatan mengeluhkan terputusnya tidur yang mana pola tidur-
kualitas tidur mereka. 21% lansia di bangun seseorang berubah dari pola
Indonesia mengalami gangguan dalam kebiasaannya, hal ini menyebabkan
26
penurunan baik kuantitas maupun kualitas scholar dan jurnal elektronik lainnya
tidur seseorang (Buysse et al., 1989 cit. dengan kata kunci lansia, kualitas tidur dan
Modjod, 2017). Gangguan tidur kronis terapi nonfarmakologis. Kriteria artikel yang
dapat menyebabkan gangguan fungsional digunakan adalah artikel yang diterbitkan
pada siang hari, rasa kantuk di siang hari, pada kurun waktu 2010-2020.
kelelahan, penurunan kualitas hidup, dan Pembahasan literatur ini meliputi :
dapat meningkatkan kebutuhan perawatan mengkaji efektivitas terapi nonfarmakologis
kesehatan (Vitiello et al., 2009).Sebagian terhadap kualitas tidur lansia.
orang yang mengalami gangguan tidur
memilih mengkonsumsi obat tidur dengan HASIL PENELITIAN
tujuan untuk meningkatkan kualitas Penelusuran literatur dilakukan
tidurnya.Namun, apakah konsumsi obat terhadap artikel penelitian yang
tidur tersebut dapat meningkatkan kualitas berhubungan dengan terapi
tidur? nonfarmakologis terhadap kualitas tidur
Metode penatalaksanaan yang lansia. Dari hasil penelusuran literatur
bertujuan untuk meningkatkan kualitas sebanyak 9 buah artikel hasil penelitian
tidur lansia pada umumnya dengan diperoleh berbagai macam alternatif pilihan
menggunakan terapi farmakologis, namun terapi nonfarmakologis yang berpengaruh
dengan pemakaian obat yang berlebihan terhadap peningkatan kualitas tidur lansia.
akan berdampak bagi kesehatan lansia. Hasil penelitian tersebut yaitu terapi tawa,
Pemakaian obat-obatan inipun bila tidak 2 artikel senam lansia, 2 artikel terapi
disertai dengan perbaikan pola makan , dengan aroma lavender, terapi relaksasi
pola tidur serta penyelesaian penyebab benson, terapi musik klasik mozart, terapi
psikologis, maka obat-obatan hanya dapat musik jawa, terapi murotal Al-quran.
mengatasi gangguan yang bersifat Dari artikel-artikel tersebut
sementara dan tidak menyembuhkan. menunjukkan hasil bahwa semua terapi
Dengan demikian diperlukan terapi farmakologis memiliki dampak atau
nonfarmakologis yang efektif dan aman berpengaruh signifikan terhadap kualitas
untuk meningkatkan kualitas tidur lansia. tidur lansia. Lansia yang diberikan terapi
tersebut mengalami peningkatan kualitas
METODE PENELITIAN tidur yang signifikan. Namun demikian,
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel-artikel tersebut belum ada
dalam kajian literatur ini adalah dengan artikel yang meneliti perbandingan antara
mengumpulkan dan menganalisa artikel- terapi yang satu dengan yang lainnya.
artikel penelitian mengenai terapi Pemilihan terapi non farmakologis dapat
nonfarmakologis terhadap kualitas tidur disesuaikan dengan keadaan dan
lansia. Artikel dikumpulkan dari databased ketersediaan fasiltas yang ada.
elektronik melalui internet yaitu google
Tabel 1 : Hasil Penelitian Lain Terkait Terapi Nonfarmakologis Untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pada
Lansia
Peneliti, Judul, dan Desain Hasil Penelitian
Tahun Penelitian
Ananta Erfrandau, Desain penelitian randomized Kualitas tidur diukur dengan mengunakan
Murtaqib, Nur Widayati; pretest-posttest design Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
Pengaruh Terapi Tawa dan data dianalisis dengan t-test, Uji
terhadap Kualitas Tidur Wilcoxon dan Uji Mann Whitney
pada Unit Pelayanan Tekni didapatkan hasil perbedaan yang
Panti Sosial Lanjut Usia signifikan dari kualitas tidur kelompok
(UPT PSLU) Kabupaten lansia yang diberi perlakuan.
Jember; 2017
Erna Silvia Budi Desain penelitian dengan Kualitas tidur diukur dengan mengunakan
Anggarwati, Kuntarti; pendekatan cross sectional Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Peningkatan Kualitas Tidur Data dianalisis dengan uji t-independen
Lansia Wanita Melalui dengan hasil menunjukkan ada
Kerutinan Melakukan perbedaan skor PSQI lansia wanita yang
Senam Lansia, 2016 melakukan senam lansia dan yang tidak
melakukan senam lansia
Jefry Mahardika, Joni Desain penelitian dengan Data dianalisis dengan menggunakan
Haryanto, Abu Bakar; pendekatan cross sectional Spearman Rank Correlation didapatkan
Hubungan Keteraturan hasil bahwa lansia yang rutin mengikuti
27
Mengikuti Senam Lansia senam lansia dapat meningkatkan
dan Kabutuhan Tidur kebutuhan tidur lansia, artinya ada
Lansia di UOT PSLU hubungan antara senam lansia dengan
Pasuruan di Babat kebutuhan tidur lansia
Lamongan; 2015
Dian Sari, David Leonard; Desain penelitian dengan Data dianalisis dengan Uji T-test
Pengaruh Aromaterapi preeksperimental didapatkan hasil dari 100 % lansia yang
Lavender terhadap Kualitas menggunakan rancangan one mengalami kualitas tidur buruk, setelah
Tidur Lansia di Wisma group pretest-posttest design diberikan aromaterapi kualitas tidur
Cinta Kasih; 2017 menjadi meningkat, berarti ada pengaruh
pemberian aromaterapi lavender dengan
kualitas tidur lansia
Dini Sukmalara; Penerapan Desain penelitian Hasil penelitian diperoleh bahwa setelah
Evidence Practice eksperimental semu dengan diberikan perlakuan aromaterapi
Aromaterapi Bunga rancangan one group pretest – lavender terjadi peningkatan kualitas tidur
Lavender Pada Lansia postetest design pada lansia, artinya aromaterapi bunga
Dengan Insomnia di lavender memberikan pengaruh yang
Sasana Tresna Wredha signifikan terhadap kualitas tidur lansia
(STW) Karya Bakti Cibubur
Tahun 2017; 2017
Handono Fatkhur Rahman, Desain penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Ririn Handayani, Baitus eksperimental semu dengan adanya pengaruh terapi relaksasi benson
Sholahah; Pengaruh Terapi nonrandomized control group terhadap kualitas tidur lansia pada
Relaksasi Benson terhadap pretest-posttest design kelompok intervensi
Kualitas Tidur Lansia di
UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Bondowoso;
2019
Andrian Riska Sahanantya, Desain penelitian adalah Hasil penelitian menunjukkan ada
Yunie Armiyati, Syamsul eksperimental semu dengan penagruh terapi musik klasik mozart
Arif; Pengaruh Terapi one group pretest-posttest terhadap kualitas tidur pada pasien
Musik Klasik Mozart design stroke di Pantiwilasa Citarum Semarang
terhadap Kualitas Tidur
pada Pasien Stroke di
Rumah Sakit Panti Wilasa
Citarum Semarang; 2014
Nidaul Muflikah; Upaya Desain penelitian dengan Hasil penelitian diperoleh bahwa terapi
Meningkatkan Kualitas menggunakan studi kasus musik jawa dapat meningkatkan kualitas
Tidur Melalui Terapi Musik tidur lansia
Jawa Pada Asuhan
Keperawatan Gerontik;
2019
Nia Wahyu Marlina; Desain penelitian Hasil uji Wilcoxon Matched Pairs
Efektivitas Terapi Murotal eksperimental semu dengan diperoleh bahwa murottal Al-Quran efektif
Al-Quran Secara Audio pretest-posttest with control untuk meningkatkan kualitas tidur pada
Visual terhadap Kualitas group design lansia
Tidur Lansia dengan
Imsomnia di Panti Wredha
Budhi Dharma Umbulharjo
Yogyakarta; 2019
28
dilaporkan setidaknya satu orang dalam proses penyembuhan tubuh.
mengeluhkan masalah tidur yang Aliran darah yang lancar mampu
kronis. Gejala-gejala dari masalah tidur membuat transport darah ke otak
pada lansia diantaranya adalah lancar sehingga dapat mengontrol
kesulitan tidur dan menjaga tidur, tekanan darah. Hal ini dapat
bangun dini hari dan rasa kantuk yang meningkatkan kenyamanan lansia saat
berlebihan di siang hari. Berbagai tidur. Tidur dipengaruhi oleh irama
proses dapat mengganggu waktu tidur sirkardian dari detak jantung dan
dan waktu bangun pada lansia. tekanan darah yang berasal dari
Diantaranya adalah penyakit medis penurunan saraf simpatis dan
yang akut dan kronis, efek pengobatan, peningkatan saraf parasimpatis.
gangguan psikiatrik, gangguan tidur Senam lanisa yang dilakukan rutin
primer, perubahan sosial, kebiasaan dapat meningkatkan saraf
tidur yang buruk dan pergantian ritme parasimpatis saat tidur, sehingga
sirkadian. Konsekuensi-konsekuensi menurunkan tekanan darah dan
dari permasalahan tidur yang kronis meningkatkan kualitas tidur.
cukup besar. Kehilangan waktu tidur Terapi nonfarmakologis lain seperti
atau penggunaan obat penenang yang terapi musik juga dapat meningkatkan
kronis yang dapat menyebabkan kualitas tidur lansia karena musik
terjadinya jatuh atau kecelakaan. diberikan untuk meningkatkan,
Penyembuhan secara mempertahankan dan mengembalikan
nonfarmakologis terhadap gangguan kesehatan mental, fisik, emosional,
tidur sangat diperlukan untuk dan spiritual seseorang. Terapi musik
meminimalkan efek terapi farmakologis termasuk dalam terapi pelengkap
Secara keseluruhan dari artikel (complementary therapy), dimana
penelitian yang dilskuksn menunjukkan terapi musik sebagai teknik yang
bahwa teraoi nonfarmakologis yang digunakan untuk penyembuhan suatu
diberikan pada lansia baik dengan penyakit dengan menggunakan bunyi
gangguan tidur karena penyakit yang atau irama tertentu. Jenis musik yang
diderita maupun tidak dapat digunakan, instrumentalia dalam terapi
meningkatkan kualitas tidur lansia. Ini musik dapat dissuaikan dengan
berarti pemilihan terapi keinginan, seperti musik klasik, slow
nonfarmakologis bagi lansia dapat musik, orkestra, dan musik modern
dilakukan, baik dengan terapi senam, lainnya. Musik lembut dan teratur
musik, ataupun aromaterapi lavender. seperti instrumentalia dan musik klasik
Terapi nonfarmakologis dapat merupakan musik yang digunakan
meminimalkan ganggua tidur yang untuk terapi musik (djihan, 2006, hlm.
dialami oleh lansia. Tetapi perlu diingat 54). Penelitian Karmini (2007) tentang
juga bahwa terapi nonfarmakologis pengaruh pemberian terapi musik
yang diberikan kepada lansia harus klasik terhadap gangguan tidur pada
sesuai dengan keadaan dan kondisi lansia di RS Telogirejo Semarang, ada
lansia, misalnya kepercayaan, agama, pengaruh yang signifikan antara
suku, maupun penyakit yang diderita pemberian terapi musik dengan
oleh lansia. penurunan gangguan tidur pada lansia
Salah satu terapi nonfarmakologis juga di ruang rawat inap RS Telogorejo
adalah senam lansia. Senam lansia Semarang. Musik memiliki aspek
yang teratur dapat meningkatkan teurapetik, sehingga musik banyak
kualotas tidur, karena senam berguna digunakan untuk penyembuhan,
untuk mempertahankan dan menenangkan, dan memperbaiki
memperbaiki kesegaran jasmani. kondisi fisik dan fisiologis pasien
Senam lansia dilakukan sedikitnya satu maupun tenaga kesehatan, karena
minggu sekalu dan sebanyak- berdasarkan penelitian ditemukan
banyaknya lima kali dalam satu minggu bahwa saraf penerus musik dan saraf
dengan lamanya 15 menit. Latihan fisik penerus rasa sakit adalah sama,
dapat meningkatkan relaksasi sehingga para dokter menggunakan
sehingga meningkatkan kebutuhan musik sebagai terapi (Musbikin, 2009,
akan istirahat. Senam lansi secara rutin dalam Mahanani, 2013, hlm1-4),
mamou meningkatkan konsumsi sedangkan terapi nonfarmakologis
energi, sekresiendorfin, dan suhu yang lain seperti terapi tawa dan terapi
tubuh yang dapat memfasilitasi tidur relaksasi benson pada dasarnya
25
memiliki cara kerja yang sama seperti eksternal. Faktor internal yaitu
terapi diatas yaitu memberikan efek keadaan fisik dan psikologis pada
relaksasi agar dapat meningkatkan seseorang berbeda satu sama lain
kualitas tidur. sehingga apabila terjadi perubahan
Terapi selanjutnya adalah dengan fisik dan psikologis berupa adanya
menggunakan aromaterapi bunga penyakit seperti hipertensi, gatal-gatal
lavender diberikan kepada lansia yang serta penyalit lainnya dan gangguan
memiliki gangguan tidur dengan mood dapat mempengaruhi kualitas
memanaskan essential oil bunga tidur seseorang. Begitu pula dengan
lavender yang dipanaskan dengan faktor eksternal seperti perubahan
tungku pemanas dan diberikan selama lingkungan tempat tinggal, perubahan
7 hari berturut-turut. Aromaterapi suhu ruangan tempat tidur, rutinitas
memiliki kandungan utama yaitu linalil lansia di siang hari dimana lansia
asetat yaitu suatu senyawa yang jarang berkativitas seperti menonton tv
memiliki efek sedatif dan anti neuro dan tidur siang di siang hari
depresif yang mampu mengendorkan menyebabkan lansia lebih mudah
dan melemaskan sistem kerja terbangun di tengah malam hari dan
urat0urat saraf dan otot-otot tegang. sulit untuk memulai tidur.
Melalui inhalasi linalil asetat yang
terkandung akan dibawa ke puncak SARAN
hidung. Rambut getar yang ada Sebagai tenaga kesehatan
didalamnya berfungsi sebagai terutama perawat baik yang ada di
reseptor, akan menghantarkan pesan fasilitas pelayanan kesehatan maupun
aroma ke pusat emosi dan daya ingat komunitas, menerapkan terapi
seseorang yang selanjutnya akan farmakologis sebagai alternatif pilihan
mengantarkan pesan balik keseluruh dalam mengatasi gangguan tidur pada
tubuh melalui sistem sirkulasi. Pesan lansia dan meningkatkan kualitas tidur
yang diantar keseluruh tubuh akan merupakan pilihan tepat dibandingkan
dikonfeksikan menjadi satu aksi dengan terapi farmakologis. Namun
pelepasan substansi neuri kimia demikian untuk memperbaiki dan
berupa perasaan senang, rileks dengan tepat pemilihan terapi
ataupun tenang. Bau yang nonfarmakologis perlu dilakukan
menimbulkan rileks akan merangsang penelitian selanjutnya dengan
otak untuk mensekresi serotonin membandingkan terapi
(hormon pemberi rasa nyaman dan nonfarmakologis yang telah diteliti
senang) yang mengantarkan sebelumnya. Perbandingan tersebut
seseorang untuk tidur. harus sesuai dengan perlakukan yang
diberikan kepada lansia misalnya
KESIMPULAN membandingkan terapi dengan musik
Terapi nonfarmakologis adalah klasik dengan musik jawa atau
terapi pelengkap untuk meningkatkan membandingkan terapi tawa dengan
kualitas tidur lansia. Terapi terapi relaksasi benson dan
nonfarmakologis dipilih sebagai sebagainya.
alternatif mengatasi gangguan tidur
lansia dan meningkatkan kualitas tidur
lansia karena dapat meminimalkan DAFTAR PUSTAKA
efek yang timbul dibandingkan dengan 1. Annisa, E. (2013). The Prevalance of
penggunaan terapi farmakologis
dengan obat-obatan sedatif. Hal ini Sleep Disorder and Its Causes and
dikarenakan semakin meningkat usia Effects on Students Residing In
semakin pula menurun sistem Jahrom University of Medical
metabolisme tubuh seseorang. Selain Sciences Dormitories. Journal of
itu kemampuan tubuh lansia yang Jahrom University of Medical
sudah menurun dan proses degeneratif Sciences 9(4):12- 16.
merupakan alasan penting dalam
2. Arnot, dkk (2009). Pustaka
menggunakan terapi nonfarmakologis.
Terapi nonfarmakologis dapat Kesehatan Populer Pengobatan
meningkatkan kualitas tidur lansia, Praktis: Perawatan Alternatif dan
namun demikian kualitas tidur lansia Tradisional, volume 7. Jakarta: PT
dipengaruhi oleh faktor internal dan Bhuana Ilmu.
26
3. Arysita,Putu (2013). Angka Kejadian and Outcomes in ESRD Patients
Serta Faktor-Faktor Yang Undergoing Hemodialysis
Mempengaruhi Gangguan Tidur [Tesis].Mahidol University.
(Insomnia) Pada Lansia Di Panti 17. Nugroho, Wahjudi. (2008).
Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi
Sosial Tresna Werdha Seraya 3.EGC:Jakarta.
Denpasar Bali. Journal Studies. 18. Nursalam. (2016). Metodologi
4. Azizah, L. M. (2011). Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi
Keperawatanlanjutusia. Yogyakarta: 4.Jakarta: Salemba Medika.
grahailmu. 19. Oscar primadi,PusatInformasidan data
5. Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Kemenkes ,2013) dalambulletin
Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: kesehatanLansia
Nuha Medika. 20. Ouellet, M.T.N. 1995. Sleep
6. Baker et all (2013). Sleep Quality Satisfaction of Older Adult Living in the
and The Sleep Community and Related Factors
Electroenchephalogram. 1283-1291. [Tesis]. Case Western Reserve
7. Buysse, D.J.,et al (1989). The University, Frances.
21. Rohmawati, Z. (2012). Korelasi Antara
Pittsburgh Sleep Quality Index
Frekuensi Senam Lansia Dengan
(PSQI): A new Instrument for Kualitas Tidur Pada Lanjut Usia Di
Psychiatric Practiceand Research, Panti Sosial Tresna Werdha Unit Budi
Pittsburgh: Elsevier Scientific Luhur Yogyakarta Tahun 2012. Skripsi
Publishers Ireland Ltd. Dipublikasikan. Program Studi Ilmu
8. Caple & Grose. (2011). Sleep and Keperawatan Yogyakarta.
Hozpitalization. Evidence-Basec Care
Sheet. Sleep and Hozpitalization .
Cinah Information System.
9. Darmojo, Boedhi, dan Martono, Hadi.
Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut) Edisi 2. 2000. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
10. Hidayat, A. (2008). Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi,
Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
11. Hidayat, Alimul A. (2010). Metode
Penelitian Kesehatan Paradigma
Kuantitatif. Jakarta: Health Books.
12. Ibrahim, A. (2013). Sejahtera di Usia
Senja:Dimensi Psikoreligi Pada Lanjut
Usia. Jakarta.FKUI
13. Koensoemardiyah.(2009) A-Z
Aromaterapi untuk Kesehatan,
Kebugaran, dan kecantikan.
Yogyakarta:ANDI
14. Luo.J. Zhu G, Zhao Q/,Meng H/, Zhen
H,et al. Prevalen and risk factors of
poor Sleep/ Quality among Chinese
Elderly in an Urban Comunity : Result
from Shanghai, Anging Study . Plos
ONE 2013; 8 (11): e81261
15. Mau,
(2012).Pengaruhpenerapanrelaksasib
ensonterhadapgangguantidur
(insomnia padalansia di UPT
PantiPenyantunanLanjutUsia Budi
AgungKupang).
StikesmaranathaKupang.
16. Modjod, D. 2007. Insomnia
Experience, Management Strategies,
d i n i d a p a t s e g e r a dilakukan di tempat tidur setelah kondisinya stabil dan
27
keadaan pasien sudah membaik. Memperbaiki kekuatan otot setelah dilakukannya Range Of
fungsi saraf merupakan tujuan perawatan Motion menggenggam bola.
suportif dini melalui terapi fisik.
Range Of Motion merupakan KESIMPULAN DAN SARAN
pergerakan persendian sesuai dengan gerakan Latihan ROM menggenggam bola
yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan memiliki pengaruh terhadap kelenturan otot
pergerakan otot baik secara pasif maupun aktif pada tangan kanan dan kiri yang menderita
(Winstein et al., 2016). Hal ini menunjukkan stroke. Responden dianjurkan lebih aktif dalam
terdapat pengaruh antara ROM terhadap melakukan aktifitas fisik supaya tidak terjadi
kekuatan otot pada pasien stroke karena setiap penurunan kekuatan otot, salah satu contohnya
responden mengalami peningkatan skala
adalah menggenggam bola. Diharapkan Benjamin, E. J., Berry, J. D., Borden, W. B.,
keluarga responden untuk tetap memotivasi … Turner, M. B. (2012). Heart Disease and
responden untuk tetap melakukan ROM secara S tro ke Statistics—2013 Update.
mandiri. Circulation. 127(1). https://doi.org/
10.1161/cir.0b013e31828124ad
DAFTAR PUSTAKA J un ae dy, I . ( 2009 ) . Stro ke, Waspadai
Belagaje, S. R. (2017). Stroke Rehabilitation. Ancamanya. Yogyakarta: Andi Publisher.
Co ntinuum Lif elong Learning in National Stroke Association. (2010). Hope: A
Neurology. 23(1): 238-253. Retrieved stroke Recovery Guide. National Stroke
f r o m h tt p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 1 2 1 2 / Association.
CON.0000000000000423 Tseng, C. N., Chen, C. C. H., Wu, S. C., & Lin, L.
Chaidir, R., & Zuardi, I. M. (2014). Penggaruh A. (2007). Effects of a range-of-motion
Latihan Range Of Motion pada exercise programme. Journal of
Ekstremitas Atas dengan Bola Karet Advanced Nursing. 57(2): 181–191.
Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Retrieved from https://doi.org/10.1111/
Non Hemoragi di Ruang Rawat Stroke j.1365-2648.2006.04078.x
RSSN Bukittinggi Tahun 2012. Jurnal Winstein, C. J., Stein, J., Arena, R., Bates, B.,
Ilmu Kesehatan Afiyah. 1(1): 2-6. Cherney, L. R., Cramer, S. C., … Zorowid,
Farida, I., & Amalia, N. (2009). Mengantisipasi R. D. (2016). Guidelines for Adult Stroke
Stroke. Yogyakarta: Buku Biru. Rehabilitation and Recovery: A Guideline
Filantip, A. (2015). Pengaruh Latihan ROM for Healthcare Professionals from the
Aktif Terhadap Kelenturan Sendi American Heart Association/American
Ekstremitas Bawah dan Gerakan Motorik Stroke Association. Stroke. 47(6): e98-
pada Lansia di Unit Pelayanan Sosial e169. Retrieved from https://doi.org/
Wening Wardoyo Ungaran. Skripsi. 10.1161/STR.0000000000000098
Universitas Negeri Semarang. Retrieved Wiwit. (2010). Stroke dan Penanganannya.
from https://lib.unnes.ac.id/23401/ Yogyakarta: Kata Hati.
Go, A. S., Mozaffarian, D., Roger, V. L.,
117
Susanti, dkk
OLEH :
NIM 212311101030
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2021
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. Identitas Klien
Nama : Ny. H No. RM : 245395
Umur : 62 tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Kawin
Agama :Islam Tanggal MRS : 16 desember 2021 Jam :
21: 26
Pendidikan : SMP Tanggal Pengkajian :22/12/2021 Jam : 14.20
Alamat : jl basuki ahmad no 31 Sumber Informasi :Klien
sumbersari
2. Keluhan Utama:
Ny. H mengatakan bahwa sering merasakan sesak napas terutama apabila melakukan
aktivitas yang agak berat, juga saat suhu lingkungan dingin tetapi akan lebih parah
saat suhu lingkungan terlalu panas.
c. Imunisasi:
Ny. H mengatakan untuk imunisasi yang pernah di dapatkan yaitu BCG sedangkan
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Antropometry:
TB = 154 cm
BB = 75 kg
BMI = 31,6 (overweight)
BBI = (154-100) – (10% (154-100))
= 54 -5,4
= 48,6 kg
KKT = KKB + (aktivitas fisik x KKB) - (% factor koreksi x KKB)
= (25 kkal x 75 kg) + (10% x 30 kkal) – (10% x 30 kkal)
= 1075 + 3 - 3
= 1075 kkal
Interpretasi :
BMI klien dalam rentang overweight.
Biomedical sign : -
4. Pola aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Ny. H mengatakan aktivitas sehari-harinya hanya menyapu, memasak, tidur dan
menonton tv, hanya terkadang saja menjemur pakaian.
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi / ROM
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3: dibantu alat,
4: mandiri
Status Skor ADL :21.
5. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Ny. H mengatakan tidurnya tidak nyenyak, biasanya bila tidur malam pukul 22.00 WIB
kemudian pada pukul 02.00 WIB terbangun lalu setelah itu sulit untuk tertidur lagi.
Saat siang hari Ny. H tidur pada pukul 12.00 WIB setelah dzuhur lalu bangun jam
13.00 WIB namun tidak nyenyak dan mudah bangun. Ny. H mengatakan bahwa
merasa istirahatnya kurang.
Interpretasi :
Ny. H memiliki masalah pada pola tidur dan istirahatnya.
Interpretasi :
Klien memiliki masalah pada tekanan darah dan pernapasannya
Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
Inspeksi : Rambut bersih, tidak ada lesi, bentuk kepala simetris, rambut beruban, gerakan
kepala bisa terkoordinasi dengan baik, tidak menggunakan alat bantu apapun.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan maupun pembengkakan.
V. Terapi:
Tidak sedang menggunakan terapi maupun alat bantu apapunsaat dilakukan pengkajian.
Dipsnea
Ns. Lisa
Monitor saturasi 02 - Spo2 97 %
Ns. Lisa
Monitor adanya sumbtan jalan napas. Klien tidak ada sumbatan jalan napas
Ns. Lisa
2. 22 des 2 Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur (fisik Klien merasa tidak nyaman saat tidur karena sesak
Ns. Lisa
Melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan Klien merasa nyaman dan kooperatif saat dilakukan
(mis. Pijat, pengaturan posisi, terapi akupuntur) perubahan posisi
Ns. Lisa
Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur Klien kooperatif dan menyetujui untuk menepati
kebiasaan waktu tidur
Ns. Lisa
Mengajarkan relaksasi otot progresif atau cara Klien dapat kooperatif saat melakukan relaksasi
nonfarmakologi lainnya otot progresif dengan baik
Ns. Lisa
Tanggal/ No DX Paraf&N
No EVALUASI SUMATIF
Jam Kep ama
1. 1 S: klien mengatakan tidak sesak
O:
Ns. Lisa
- TD: 135/80 mmHg
- Nadi: 85x/menit
- RR: 20x/menit
- Suhu: 36,60 C
- Klien tidak tampak gelisah
A:Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi.
2. 2 S:
- Klien mengatakan lebih nyaman dengan tidur dengan
lampu dinyalakan dan AC sedang Ns. Lisa
O:
- Klien terlihat lebih nyaman dengan pencahayaan
kamar.
- Klien terlihat lebih rileks setelah melakukan relaksasi
otot progresif dan dapat melakukannya secara
mandiri.
A:Masalah teratasi.
P: Hentikan intervensi.