Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PEMBELAJARAN DARING PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)


ANGKATAN XXVIII

Oleh:

Nama : Lisa Aprilia Obay, S.Kep


NIM : 212311101030
Pembimbing : Ns. Nurfika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN
ISTIRAHAT DAN TIDUR
STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

Oleh

Lisa Aprilia Obay, S.Kep


NIM 212311101030

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI GANGGUAN ISTIRAHAT TIDUR


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis,
yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan
posisi pada rentang sehat-sakit (Potter & Perry, 2005). Salah satu kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi oleh setiap individu yaitu istirahat dan tidur. Istirahat dan
tidur yang cukup, akan membuat tubuh dapat berfungsi secara optimal. Manusia
menggunakan sepertiga waktu dalam hidup untuk tidur. Istirahat merupakan suatu
keadaan tenang, relaks tanpa stress emosional, dan bebas dari ansietas. Istirahat
adalah suatu keadaan di mana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan
menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar
yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang
berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah
yang berbeda (Tarwoto, 2006).
Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup
yang diinginkannya. Sedangkan insomia adalah gangguan pada kuantitas dan
kualitas tidur yang menghambat fungsi (Herdman, 2012). Pada individu yang
mengalami gangguan pola tidur dapat ditunjukkan dengan kondisi yang
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang, gelisah, lesu, apatis,
kehitaman di sekitar mata, konjungtiva merah, mata perih, konsentrasi terpecah,
sakit kepala dan sering mengantuk (Hidayat, 2006).

Laporan Pendahuluan Gangguan Istirahat dan Tidur 2


Kebutuhan tidur menurut usia (Hidayat, 2006) :
Umur Kebutuhan Tidur
0-1 bulan 14 – 18 jam/hari
1-18 bulan 12 – 14 jam/hari
18 bulan – 3 tahun 11 – 12 jam/hari
3 – 6 tahun 11 jam/hari
6 – 12 tahun 10 jam/hari
12 – 18 tahun 8,5 jam/hari
18 – 40 tahun 7 – 8 jam/hari
40 – 60 tahun 7 jam/hari
60 tahun ke atas 6 jam/hari

B. MACAM-MACAM GANGGUAN TIDUR


Ganguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umunya
menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu dari tiga masalah
insomnia yaitu : gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau ketik terbangun di
malam hari, atau kantuk yang berlebihan di siang hari (Maslow, 2005). Menurut
Remelda (2008) terdapat beberapa gangguan tidur antaralain:
a. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka mengalami
kesulitan tidur kronis, sering terbangun dari tidur, dan atau tidur pendek atau
tidur non retoratif. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Umumnya ditemui pada individu dewasa.
Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti
perasaan gundah dan gelisah. Ada tiga jenis insomnia yaitu Initial insomnia
adalah kesulitan untuk memulai tidur, Intermitten insomnia adalah kesulitan
untuk tetap tertidur karena seringnya terjaga, terminal insomnia adalah
bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.
b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang
tidur, dan bisanya terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Misalnya
tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi buruk, nokturnal, enuresis
(mengompol), badan goyang, dan bruksisme (gigi bergemeretak).
c. Hipersomnia
Adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan terutama pada
siang hari.
d. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada
siang hari. Seseorang dengan narkolepsi sering mengalami mimpi seperti
nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur. Mimpi-mimpi ini sulit
dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur, perasaan tidak mampu
bergerak, atau berbicara sesaat sebelum bagun atau tidur adalah gejala
lainnya.
e. Apnea saat Tidur dan Mendengkur
Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga
jenis tidur apnea yaitu : apnea sentral, obstruktif, dan campuran. Bentuk
yang paling umum adalah apnea obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea
(OSA). OSA terjadi ketika otot atau struktur dari rongga mulut atau
tenggorakan mengalami relaksasi saat tidur. Saluran napas tersumbat
sebagian atau seluruhnya, mengurangi aliran udara hidung (hiponea) atau
menghentikannya (apnea) selama 30 detik.
f. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM.

C. ANATOMI FISIOLOGI GANGGUAN TIDUR


Tidur berasal dari beberapa proses dalam otak yang meliputi beberapa
sirkuit neural yang saling berhubungan satu sama lain, serta meliputi beberapa
neurotransmitter yang saling mempengaruhi satu sama lain. Berikut dibawah ini
merupakan area-area di otak yang berperan dalam siklus tidur-bangun (Posner,
2007, Blumenfeld, 2002, Shneerson, 2005, Aminoff, 2008).

a. Ascending Reticular Activating System (ARAS)


ARAS merupakan sistem saraf pusat yang berfungsi sebagai promotor dari
proses tidur-bangun. Bagian ini terletak di formatio retikularis di batang
otak yang terdiri atas beberapa kelompok sel dan nukleus serta sejumlah
besar interneuron serta traktus ascenden dan descenden yang saling
berhubungan satu sama lain. Sebagian besar dari formatio retikularis terletak
di sentral atau tegmentum dari pons dan mesencephalon serta memanjang
sampai medula, hipothalamus dan thalamus. Struktur ini dipengaruhi oleh
GABA yang disekresi oleh sebagian besar sinapsnya, serta dipengaruhi oleh
input sensoris yang masuk melalui batang otak baik stimulus yang berasal
dari sistem sensoris,motorik maupun saraf kranial.

b. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO)


Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan modifikasi fungsi
tidur-bangun (Shneerson, 2005).

c. Nukleus Dorsomedial
Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan
proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus perifornikal dan berperan
dalam inhibisi VLPO, pengaturan suhu tubuh, perilaku makan dan
keterjagaan.

d. Sistem Mesolimbik
Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, serta
memiliki proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem limbik
yang meliputi amigdala ,hipokampus serta nukleus retikularis thalami.
Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan keterjagaan
sebagai akibat dari stimulus yang didapat.

e. Sistem Limbik
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi
emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori sehingga
menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area – area yang
termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para-
hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal
di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi aktif
pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea
dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja
dari saraf simpatis.

f. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala ,Nukleus Accumbens dan Ventral


Putamen
Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka
bersifat GABA-ergik yang aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan
proyeksi ke LDT/PPT, sedangkan yang lain mensekresi glutamat atau
galanin sebagai transmitter.

g. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)

Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai


promotor bangun. Jika terjadi lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan
rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).
h. Zona Subparaventrikuler
Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini
kemudian akan secara terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian,
temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi endokrin.

i. Area Preoptik Hipotalamus


Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat
integrasi dari homeostasis dan ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO dan
VMPO yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana fungsi dari area ini
adalah sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP)
(Shneerson, 2005).

j. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO)


Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat
dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan
galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter penginhibisi nukleus yang
mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi locus
coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary.
sehubungan dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus,
maka VLPO berpotensi untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus
tidur. Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini di inhibisi oleh sistem
Keterjagaan yang bersifat aminergik.

D. TAHAPAN-TAHAPAN TIDUR
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus
siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang
berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga
tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM-Non
Rapid Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1
hingga keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang
biasanya mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan, dan
ketegangan
otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif,
baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata
cepat (REM-Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan
dengan meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat
tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan
emosi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
a. Non Rapid Eye Movement (NREM) Terjadi kurang lebih 90 menit pertama
setelah tertidur. Terbagi menjadi empat tahapan yaitu:
1) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.
Berlangsung beberapa menit saja, dan gelombang otak menjadi lambat.
Tahap I ini ditandai dengan :
a) Mata menjadi kabur dan rileks.
b) Seluruh otot menjadi lemas.
c) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
d) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
e) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
f) Dapat terbangun dengan mudah.
g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi

2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Berlangsung
10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak menjadi
lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :
a) Kedua Bola mata berhenti bergerak.
b) Suhu tubuh menurun.
c) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
d) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang
disebut gelombang tidur.
3) Tahap III Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15-
30 menit. Tahap III ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.
b) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
c) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.
d) Sulit dibangunkan dan digerakkan.

4) Tahap IV Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini
ditandai dengan :
a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun
pagi.
c) Tonus Otot menurun (relaksasi total).
d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.
e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi 1-2
siklus/detik.
f) Gerak bola mata mulai meningkat.
g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis
(mengompol)

b. Rapid Eye Movement (REM) Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang
dewasa REM terjadi 20-25 % dari tidurnya.
Tahapan tidur REM ditandai dengan:
a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya.
b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan
yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi.
f) Metabolisme meningkat.
g) Lebih sulit dibangunkan.
h) Sekresi ambung meningkat.
i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20 menit.

Karakteristik tidur REM


a) Mata : Cepat tertutup dan terbuka.
b) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi.
c) Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea.
d) Nadi : Cepat dan ireguler.
e) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi.
f) Sekresi gaster : Meningkat.
g) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik
h) Gelombang otak : EEG aktif.
i) Siklus tidur : Sulit dibangunkan.

E. EPIDEMIOLOGI
Menurut National Sleep Foundation tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508
penduduk di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami insomnia dan
sebanyak 7,3 % orang dewasa mengeluhkan gangguan memulai dan
mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan orang yang beresiko
mengalami insomnia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti lansia,
kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang
dialami. Di Indonesia insomnia menyerang sekitar 50% orang berusia 65 tahun,
setiap tahun diperkirakan sekitar 20-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan
sekitar 17% mengalami insomnia yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia
cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Hindriyastuti, 2018).
Penelitian lain oleh Marelli et al tahun 2020 menunjukkan peningkatan
prevalensi insomnia sebelum dan selama lockdown akibat pandemi COVID-19
menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia
Severity Index (ISI) dan Morningness-Eveningness Questionnaire (MEQ).
Penelitian yang dilakukan terhadap 400 peserta yang terdiri dari 307 mahasiswa
dan 93 pekerja,
didapatkan prevalensi insomnia sebelum pandemi COVID-19 sebesar 24%
menjadi 40% selama pandemi COVID-19. Selain itu, terjadi peningkatan
kesulitan inisiasi tidur pada pekerja dari 15% menjadi 42%. Lockdown selama
pandemi COVID-19 lebih berdampak pada mahasiswa daripada pekerja dan
wanita daripada laki-laki (Marelli et al., 2020).

F. ETIOLOGI GANGGUAN TIDUR


Gangguan tidur bukanlah suatu penyakit melainkan gejala yang memiliki
banyak faktor yang dapat menyebabkan atau dapat dikatakan tidak mempunyai
penyebab pasti terjadinya gangguan tidur ini. Menurut Remelda (2008) terdapat
beberapa perilaku yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur
, yaitu :
1. Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka, dll)
2. Kekhawatiran tidak dapat tidur
3. Mengkonsumsi caffein secara berlebihan
4. Minum alkohol sebelum tidur
5. Merokok sebelum tidur
6. Tidur siang/sore yang berlebihan
7. Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur.
8. Faktor psikologi (Stress, Depresi, sakit fisik, sesak nafas)
9. Faktor lingkungan (lingkungan sekitar dan gaya hidup)
Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapar beberapa penyebab
gangguan pola tidur anataralain:
1. Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu
lingungan, pengcahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/ pemeriksaan/ tindakan)
2. Kurang kontrol tidur
3. Kurang privasi
4. Reinstraint fisik
5. Ketiadaan teman tidur
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur
G. KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR
Menurut Remelda (2008) gangguan tidur terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1) Jenis transient (artinya cepat berlalu), oleh karena itu gangguan tidur jenis ini
hanya terjadi beberapa malam saja.
2) Jenis Jangka pendek. Jenis ini dapat belangsung sampai beberapa minggu dan
biasanya akan kembali seperti biasa.
3) Jenis kronis (atau parah) gangguan tidak dapat tidur berlangsung lebih dari 3
minggu.

H. TANDA DAN GEJALA GANGGUAN TIDUR


Menurut Remelda (2008), tanda dan gejala yang timbul dari pasien yang
mengalami gangguan tidur yaitu penderita mengalami kesulitan untuk tertidur
atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.
Gangguan tidur juga bisa dialami dengan berbagai cara:
a. Kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur (sering bangun)
b. Bangun terlalu awal
c. Gejala yang dialami waktu siang hari adalah :
1) Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2) Mata sembab, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah dan mata
terasa pedih
3) Mengantuk sepanjang hari
4) Sakit kepala
5) Nausea
6) Perubahan mood, tingkah laku dan kepribadian
7) Tampak resah dan gelisah
8) Lesu dan apatis
9) Gangguan koordinasi, sulit berkonsentrasi dan perhatian terpecah-pecah
10) Sulit mengingat
11) Gampang tersinggung dan mudah emosi
12) Ketakutan dan depresi
Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapat beberapa gejala
dan tanda mayor/minor pada gangguan pola tidur anataralain:
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
6. Mengeluh kemampuan beristirahat tidak cukup

I. PATOFISIOLOGI GANGGUAN TIDUR


Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu
medulla, tepatnya di RAS (Recticular Activating System) dan BSR (Bulbar
Synchronizing Region). RAS terdiri dari neuron-neuron di medulla oblongata,
pons dan midbrain. Pusat ini terlibat dalam mempertahan status bangun dan
mempermudah beberapa tahap tidur. Perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh
terjadi selama proses tidur. Dua system RAS dan BSR diperkirakan terjadinya
kegiatan/ pergerakan yang intermiten dan selanjutnya menekan pusat-pusat otak
secara bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga tubuh dan menerima
impuls sensori, seperti stimulus auditory, visual, nyeri dan stimulus taktil.
Stimulus sensori ini dapat mempertahankan keadaan bangun dan waspada. Selama
tidur tubuh mengirim sedikit sekali stimulus dari korteks cerebri atau reseptor
sensori perifer pada RAS. Individu bangun dari tidur jika celah peningkatan dari
stimulus BSR meningkat pada saat tidur.Terjadinya insomnia ini dimungkinkan
karena RAS dan BSR tidak bekerja dengan semestinya di batang otak (Haswita,
2017).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tidur:


a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari
normal. Namun demikian keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau
tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan pernapasan seperti
asma, bronkhitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit persarafan.
b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemungkinan terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya.
c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk
tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
d. Kelelahan
Dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis
sehingga mengganggu tidurnya.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol
dapat mengakibatkan insomnia dan cepat marah.
g. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain Diuretik
(menyebabkan insomnia), Anti depresan (supresi REM), Kaffein
(Meningkatkan saraf simpatis), Beta Bloker (Menimbulkan insomnia), dan
Narkotika (Mensupresi REM)
Pathway (Web Of Causiton)

Obat & Gaya Stress/ Lingkungan Latihan


Substans Hidu Emosiona tidak Kelelaha
i p l nyaman n

Mengubah pola tidurRutinitas & bekerja Sulit tidur


Kecemasan Mengurangi kenyamanan tidur

Tegang/ frustasi
Kesulitan menyesuaika n perubahan jadwal tidur
Nutrisi & Kalori

Sering terbangun Motivasi


Gangguan pencernaan

Keinginan menanti tidur


Gangguan tidur

Penyakit
Gangguan Tidur Gangguan proses tidur

Lemah & Letih

Butuh lebih banyak tidur Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari
Perbaikan
Tidak dapat tidur dengan kualitas baik dan kuantitas pola tidur
kurang

KESIAPAN PENINGKATAN TIDUR


Akibat faktor INTOLERANSI AKTIVITAS
Merasa lelah dan kurang bertenaga eksternal

GANGGUAN POLA TIDUR

KELETIHAN
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Non Farmakologi
Merupakan pilihan utama sebeum menggunakan obat-obatan karena
penggunaan obat-obatan dapat memberikan efek ketergantungan. Ada pun
cara yang dapat dilakukan antara lain:
a) Terapi relaksasi
b) Terapi tidur yang bersih
c) Terapi pengaturan tidur
d) Terapi psikologi/psikiatri
e) CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
f) Sleep Restriction Therapy
g) Stimulus Control Therapy
h) Cognitive Therapy
i) Imagery Training
j) Mengubah gaya hidup

2. Terapi Farmakologi
Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari obat-obatan
seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan untuk penanganan gangguan
tidur antara lain:
a) Golongan obat hipnotik
b) Golongan obat antidepresan
c) Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d) Golongan obat antihistamin.
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur
yaitu dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya:
Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid)
tetapi efek samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir,
mulut kering, dsb.
K. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
Dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Identitas (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit
4. Pemeriksaan fisik
Meliputi :
a) Inspeksi , palpasi , perkusi , auskultasi
b) TTV
c) Perilaku
5. Data Fokus
Data subjektif
a) Klien merasa lesu, mengantuk sepanjang hari
b) Mengeluh susah tidur, kurang istirahat
c) Pandangan dirasa kabur, mata berkaca-kaca
d) Emosi meningkat, mudah marah/tersinggung
e) Kepala pusing, berat
f) Mengeluh sering terbangun

Data objektif
a) Wajah nampak kurang bergairah (letih,lesu, lemah)
b) Prestasi kerja menurun/kurang konsentrasi
c) Gelisah, sering menguap
d) Mudah tersinggung
e) Ada bayangan hitam di bawah mata

6. Pengkajian fokus (Potter Perry, 2002)


a. Riwayat Tidur meliputi:
1) Pola tidur biasa dan perubahan pola tidur
2) Waktu mulai tidur dan bangun dari tidur
3) Jumlah tidur siang, malam dan lamanya tidur
4) Rutinitas menjelang tidur
5) Kebiasaan dan lingkungan tidur
6) Apakah pasien tidur sendiria
7) Obat-obatan yang digunakan sebelum tidur
8) Gejala yang dialami saat terbangun
9) Penyakit psikis dan status emosional saat ini

b. Tanda dan gejala klinis:


1) Pasien memperlihatkan perasaan lelah
2) Intable dan gelisah
3) Lesu dan apatis
4) Mata sembab, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah,
dan mata terasa pedih

c. Tanda dan gejala penyimpangan tidur:


1) Perubahan tingkah laku dan kepribadian
2) Meningkatnya kegelisahan
3) Gangguan presepsi (halusinasi, visual, auditorik)
4) Bingung dan disorientasi tempat dan waktu
5) Gangguan koordinasi dan berbicara rancau

b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah kebutuhan istirahat
dan tidur diantaranya adalah :
1. Gangguan pola tidur
Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun

2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Frekuensi dari jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Dipsnea saat/ setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Obyektif
1. Tekana darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis

3. Keletihan
Definisi: Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
2. Merasa kurang tenaga
3. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
2. Tampak lesu
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
4. Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab
5. Libido
menurun Obyektif
1. Kebutuhan istirahat meningkat

4. Kesiapan Peningkatan Tidur


Definisi: Pola penurunan kesadaran alamiah dan periodik yang
memungkinkan istirahat adekuat, mempertahankan gaya hidup yang
diinginkan dan dapat ditingkatkan.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan tidur
2. Mengekspresikan perasaan cukup istirahat setelah tidur
Obyektif
1. Jumlah waktu tidur sesuai dengan pertumbuhan perkembangan
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Tidak menggunakan obat tidur
Obyektif
1. Menerapkan rutinitas tidur yang meningkatkan kebiasaan tidur
c. Perencanaan/ Nursing Care Plan
No Diagnosa yang Mungkin Tujuan dan Kriteris Hasil Intervensi
Muncul (SLKI) (SIKI)
1. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tidur (1.05174)
(D.0055) keperawatan selama.....x 24 jam 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Faktor yang berhubungan: maka Pola Tidur Membaik 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
a. Hambatan lingkungan (mis: dengan kriteria hasil: (Fisik/psikologis)
kelembapan, lingkungan 3. Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan,
sekitar, suhu lingkungan, Pola Tidur (L.05045) kebisingan, suhu, dan tempat tidur)
pengcahayaan, kebisingan, 1. Keluhan sulit tidur meningkat 4. Tetapkan jadwal rutin tidur
bau tidak sedap/ (skala 5) 5. Anjurkan menghindari makanan atau minuman yang
pemeriksaan/ tindakan) 2. Keluhan sering terjaga meningkat dapat mengganggu tidur
b. Kurang kontrol tidur (skala 5) 6. Fasilitasi menghilangkan stress
c. Kurang privasi 3. Keluhan tidak puas tidur 7. Ajarkan teknik relaksasi
d. Restraint fisik meningkat (skala 5)
e. Ketiadaan teman tidur 4. Keluhan pola tidur berubah Edukasi Aktivitas/ Istirahat (1.12362)
f. Tidak familiar dengan meningkat (skala 5) 1. Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
peralatan tidur 5. Keluhan istirahat tidak cukup 2. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan
g. Imobilisasi meningkat (skala 5) istirahat
3. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik atau
olahraga secara rutin
4. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
5. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat.

Laporan Pendahuluan Gangguan Istirahat dan 21


Tidur
Terapi Relaksasi Otot Progresif (1.05187)
1. Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
2. Berikan posisi bersandar pada kursi atau posisi yang
nyaman
3. Anjurkan melakukan relaksasi otot rahang
4. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang rileks
5. Anjurkan bernafas dalam dan perlahan.

2. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi (1.05178)


Faktor yang berhubungan: keperawatan selama.....x 24 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
a. Ketidakseimbangan antara maka Toleransi Aktivitas mengakibatkan kelelahan
suplai dan kebutuhan Meningkat dengan kriteria hasil: 2. Monitor kelalahan fisik dan emosional
oksigen 3. Monitor pola dan jam tidur
b. Tirah baring Toleransi Aktivitas (L.05047) 4. Sediakan lingkungan yang nyaman
c. Kelemahan 1. Frekuensi Nadi 5. Lakukan rentang gerak pasif/ aktif
d. Imobilisasi meningkat (skala 5) 6. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
e. Gaya hidup monoton 2. Saturasi Oksigen 7. Anjurkan tirah baring
meningkat (skala 5) 8. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Kemudahan dalam melakukan 9. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
aktivitas sehari-hari kelelahan
meningkat (skala 5) 10. Kolaborasi untuk meningkatkan asupan makanan
4. Keluhan lelah menurun (skala
5)
5. Dispnea saat
beraktivitas menurun
(skala 5)
6. Dispnea setelah beraktivitas
menurun (skala 5)
7. TD membaik (skala 5)
8. Frekuensi nafas membaik
(skala 5)
3. Keletihan (D.0057) Setelah dilakukan intervensi Edukasi Aktivitas/ Istirahat (1.12362)
Faktor yang berhubungan: keperawatan selama x 24 jam 1. Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
a. Gangguan tidur maka Tingkat Keletihan 2. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas
b. Gaya hidup monoton Membaik dengan kriteria hasil: dan istirahat
c. Kondisi fisiologis (mis. 3. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik atau
Penyakit kronis, penyakit Tingkat Keletihan (L.05046) olahraga secara rutin
terminal, anemia, 1. Kemampuan melakukan 4. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
malnutrisi, kehamilan) aktivitas rutin 5. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat
d. Program perawatan/ meningkat (skala 5)
pengobatan jangka panjang 2. Tenaga meningkat (skala 5) Manajemen Energi (1.05178)
e. Peristiwa hidup negatif 3. Verbalisasi lelah menurun 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
f. Stress berlebihan (skala 5) mengakibatkan kelelahan
g. Depresi 4. Lesu menurun (skala 5) 2. Monitor kelalahan fisik dan emosional
5. Gangguan konsentrasi 3. Monitor pola dan jam tidur
menurun (skala 5) 4. Sediakan lingkungan yang nyaman
6. Gelisah menurun (skala 5) 5. Anjurkan tirah baring
7. Frekuensi nafas 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
menurun (skala 5) 7. Anjarkan strategi koping untuk mengurangi
8. Pola istirahat membaik (skala kelelahan
5) 8. Kolaborasi untuk meningkatkan asupan makanan

4. Kesiapan Peningkatan Tidur Setelah dilakukan intervensi Terapi Musik (1.08250)


(D.0058) keperawatan selama.....x 24 jam Observasi
maka Pola Tidur Membaik 1. Identifikasi perubahan perilaku atau fisiologis yang
dengan kriteria hasil: akan dicapai (mis. relaksasi, stimulasi, konsentrasi,
pengurangan rasa sakit)
Pola Tidur (L.05045) 2. Identifikasi minat terhadap musik
1. Keluhan sulit tidur 3. Pilih musik yang disukai
meningkat (skala 5) 4. Posisikan dalam posisi yang nyaman
2. Keluhan sering 5. Sediakan peralatan terapi musik
terjaga meningkat 6. Atur volume suara yang sesuai
(skala 5) 7. Berikan terapi musik sesuai indikasi
3. Keluhan tidak puas 8. Hindari pemberian terapi musik dalam waktu yang
tidur meningkat (skala lama
5) 9. Hindari pemberian terapi musik saat cedera kepala
4. Keluhan pola tidur berubah akut
meningkat (skala 5) 10. Jelaskan tujuan dan prosedur terapi musik
5. Keluhan istirahat tidak cukup 11. Anjurkan rileks selama mendengarkan musik
meningkat (skala 5)
L. PENATALAKSANAAN BERDASARKAN EBP IN NURSING

Judul Jurnal: Kajian Literatur : Terapi Nonfarmakologis Terhadap Kualitas Tidur


Pada Lansia
Penulis: Lisna Agustina pada tahun 2021.
Pendahuluan :
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan social secara bertahap. Lansia juga dapat diartikan sebagai
individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Salah satu
aspek utama bagi dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan
tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang
optimal dan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang
tinggi.

Kualitas tidur merupakan keadaan tidur yang dijalani seorang individu


untuk menghasilkan kesegaran dan kebugaran saa terbangun. Kualitas tidur
mencakup aspek kuantitaif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek
subjektif dari tidur. Kualitas tidur merupakan kemampuan setiap orang untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur rapid eye
movemnet (REM) dan Non rapid eye movement (NREM) yang normal (Potter &
Perry, 2009). Kualitas tidur yang baik diperlihatkan dengan mudahnya seseorang
memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan tidur, menginisiasi untuk tidur
kembali setelah terbangun di malam hari, dan peralihan dari tidur ke bangun di
pagi hari dengan mudah.

Hasil dan Pembahasan :


Metode penelitian yang digunakan dalam kajian literatur ini adalah dengan
mengumpulkan dan menganalisa artikel-artikel penelitian mengenai terapi
nonfarmakologis terhadap kualitas tidur lansia. Beberapa penyebab yang dapat
mempengaruhi waktu tidur dan waktu bangun pada lansia diantaranya adalah
penyaki medis yang akut dan kronis, efek pengobatan, gangguan psikiatrik,
gangguan tidur primer, perubahan sosial, kebiasaan tidur yang buruk dan
pergantian ritme sirkadian. Secara keseluruhan dari artikel penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa teraoi nonfarmakologis yang diberikan pada
lansia baik dengan gangguan tidur karena penyakit yang diderita maupun tidak
dapat meningkatkan kualitas tidur lansia. Ini berarti pemilihan terapi
nonfarmakologis bagi lansia dapat dilakukan, baik dengan terapi senam, musik,
ataupun aromaterapi lavender.
Salah satu terapi nonfarmakologis adalah senam lansia. Senam lansia yang
teratur dapat meningkatkan kualitas tidur, karena senam berguna untuk

Laporan Pendahuluan Gangguan Istirahat dan Tidur 25


mempertahankan dan memperbaiki kesegaran jasmani. Senam lansia dilakukan
sedikitnya satu minggu sekali dan sebanyak-banyaknya lima kali dalam satu
minggu dengan lamanya 15 menit. Latihan fisik dapat meningkatkan relaksasi
sehingga meningkatkan kebutuhan akan istirahat.
Terapi nonfarmakologis lain seperti terapi musik juga dapat meningkatkan
kualitas tidur lansia karena musik diberikan untuk meningkatkan,
mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional, dan
spiritual seseorang. Terapi musik termasuk dalam terapi pelengkap
(complementary therapy), dimana terapi musik sebagai teknik yang digunakan
untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama
tertentu. Jenis musik yang digunakan, instrumentalia dalam terapi musik dapat
dissuaikan dengan keinginan, seperti musik klasik, slow musik, orkestra, dan
musik modern lainnya. Musik lembut dan teratur seperti instrumentalia dan musik
klasik merupakan musik yang digunakan untuk terapi musik.
Terapi selanjutnya adalah dengan menggunakan aromaterapi bunga lavender
diberikan kepada lansia yang memiliki gangguan tidur dengan memanaskan
essential oil bunga lavender yang dipanaskan dengan tungku pemanas dan
diberikan selama 7 hari berturut-turut. Aromaterapi memiliki kandungan utama
yaitu linalil asetat yaitu suatu senyawa yang memiliki efek sedatif dan anti neuro
depresif yang mampu mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat saraf
dan otot-otot tegang. Bau yang menimbulkan rileks akan merangsang otak untuk
mensekresi serotonin (hormon pemberi rasa nyaman dan senang) yang
mengantarkan seseorang untuk tidur.
Terapi nonfarmakologis adalah terapi pelengkap untuk meningkatkan
kualitas tidur lansia. Terapi nonfarmakologis dipilih sebagai alternatif mengatasi
gangguan tidur lansia dan meningkatkan kualitas tidur lansia karena dapat
meminimalkan efek yang timbul dibandingkan dengan penggunaan terapi
farmakologis dengan obat-obatan sedatif. Hal ini dikarenakan semakin meningkat
usia semakin pula menurun sistem metabolisme tubuh seseorang. Kulitas tidur
lansia dipengaruhi oleh adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu
keadaan fisik dan psikologis pada seseorang berbeda satu sama lain sehingga
apabila terjadi perubahan fisik dan psikologis berupa adanya penyakit seperti
hipertensi, gatal-gatal serta penyalit lainnya dan gangguan mood dapat
mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Begitu pula dengan faktor eksternal
seperti perubahan lingkungan tempat tinggal, perubahan suhu ruangan tempat
tidur, rutinitas lansia di siang hari dimana lansia jarang berkativitas seperti
menonton tv dan tidur siang di siang hari menyebabkan lansia lebih mudah
terbangun di tengah malam hari dan sulit untuk memulai tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L. (2021). Kajian Literatur : Terapi Nonfarmakologis Terhadap Kualitas


Tidur Pada Lansia. Jurnal Ayurveda Medistra, Vol.3 No.2 Agustus 2021
page 25-27, ISSN 2656-3142
Aminoff, M. (2008). Neurology and General Medicine 4th edition. Churchill
Livingstone, USA,P;605-609
Blumenfeld, H. (2002). Neuroanatomy through Clinical Cases. Sinauer
Associates INC, Massachusets P;588-597
Haswita dan Reni. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: CV Trans Info Media
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Hindriyastuti, S. dan I. Zuliana. (2018). Hubungan Tingkat Stres Dengan Kualitas
Tidur Lansia Di Rw 1 Desa Sambung Kabupaten Kudus. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, STIKES Cendekia Utama Kudus. Vol.6, No.2
Agustus 2018
Marelli, S., Castelnuovo, A., Somma, A., Castronovo, V., Mombelli, S., &
Bottoni, D. et al. (2020). Impact of COVID-19 lockdown on sleep
quality in university students and administration staff. Journal Of
Neurology. https://doi.org/10.1007/s00415-020-10056-6
Potter, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4 .Jakarta: EGC.
Potter dan Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Posner.J, Plum And Posner. (2007). Diagnosis Of Stupor And Coma 4th Edition,
2007. Oxford University Press, New York P;11-25
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
Remelda, (2008). Insomnia dan gangguan tidur lainnya. Jakarta: Elex media
komputindo
Shneerson.J. (2005). Sleep Medicine 2nd Edition. Blackwell, Massachusets, Usa,
P;22-51
Tarwoto dan Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:Medika
Salemba.
LAMPIRAN
JURNAL EVIDENCE BASED NURSING
Jurnal Ayurveda Medistra
ISSN. 2656-3142 | Volume 3 Nomor 2 | Agustus 2021 | pages:25-27
Avalaible online at http://ojs.stikesmedistra-indonesia.ac.id/

Kajian Literatur : Terapi Nonfarmakologis Terhadap Kualitas Tidur


Pada Lansia

Lisna Agustina
Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ichsan Medical Centre Bintaro.
(lisna.agustina01@gmail.com) 085323817966

Abstrak

Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Periode ini
merupakan periode penutup bagi rentang kehiduoan seseorang, dimana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis
secara bertahap. Salah satu aspek utama bagi dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk
memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal dan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
menikmati kualitas hidup yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas terapi non farmakologis
terhadap peningkatan kualitas tidur lansia yang memiliki gangguan tidur baik dengan atau tanpa sakit. Metodologi yang
digunakan adalah dengan melakukan penelusuran literatur atau kajian literatur dengan menggunakan databased
elektronik melalui internet yaitu google scholar dan jurnal elektronik lainnya dengan kata kunci lansia, kualitas tidur
dan terapi nonfarmakologis. Literature review mengkaji 10 artikel terkait, didapatkan hasil bahwa terapi
nonfarmakologis signifikan meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang memiliki gangguan tidur. Terapi
nonfarmakologis menjadi pilihan pengobatan komplementer untuk lansia dengan gangguan tidur.

Abstract
Elderly is a term for individuals who have entered the period of late adulthood or old age. This
period is the closing period for a person's life span, where there has been a gradual physical and
psychological setback. One of the main aspects of improving health for the elderly is the maintenance of
sleep to ensure the restoration of bodily functions to an optimal functional level and to complete tasks and
enjoy a high quality of life. The purpose of this study was to determine the effectiveness of non-
pharmacological therapies to improve sleep quality in the elderly who have sleep disorders both with and
without illness. The methodology used is to search literature or study literature using electronic databased
via the internet, namely google scholar and other electronic journals with the keywords elderly, sleep quality
and nonpharmacological therapy. Literature review examines 10 related articles, found that
nonpharmacological therapy significantly improves sleep quality in the elderly who have sleep disorders.
Nonpharmacologic therapy is a complementary treatment option for the elderly with sleep disorders

PENDAHULUAN memasuki periode dewasa akhir atau usia


Lanjut usia adalah bagian dari proses tua. Periode ini merupakan periode penutup
tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba- bagi rentang kehidupan seseorang, dimana
tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, telah terjadi kemunduran fisik dan
anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. psikologis secara bertahap. Salah satu
Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan aspek utama bagi dari peningkatan
tingkah laku yang dapat diramalkan yang kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan
terjadi pada semua orang pada saat mereka tidur untuk memastikan pemulihan fungsi
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tubuh sampai tingkat fungsional yang
tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami optimal dan untuk menyelesaikan tugas-
yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. tugas dan menikmati kualitas hidup yang
Semua orang akan mengalami proses menjadi tinggi.
tua dan masa tua merupakan masa hidup Berdasarkan data dari Biro Pusat
manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terjadi
mengalami kemunduran fisik, mental dan peningkatan jumlah lansia yaitu presentase
social secara bertahap. Lansia juga dapat lansia terhadap jumlah penduduk
diartikan sebagai individu yang telah meningkat dari 9,27 % pada tahun 2000

25
menjadi 10,57 % pada tahun 2011. Pada tahun kualitas tidurnya. Umumnya hampir 1,5 kali
2020 jumlah lansia diperkirakan 11,34% dari lipat lebih banyak diderita orangtua dibanding
jumlah penduduk (Badan Pusat Statistik, anak muda (Wahyuni, 2019).
2011). Pertambahan jumlah lansia di beberapa Kualitas tidur merupakan keadaan
negara, salah satunya Indonesia, telah tidur yang dijalani seorang individu untuk
mengubah profil kependudukan baik nasional menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat
maupun dunia. Hasil sensus penduduk tahun terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek
2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk kuantitaif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi
lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta jiwa, tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas
meningkat sekitar 7,93 % dari tahun 2000 yang tidur merupakan kemampuan setiap orang
sebanyak 14,44 juta jiwa. Diperkirakan untuk mempertahankan keadaan tidur dan
jumlah penduduk lansia di Indonesia akan untuk mendapatkan tahap tidur rapid eye
terus bertambah sekitar movemnet (REM) dan Non rapid eye
450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian, movement (NREM) yang normal (Potter &
pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Perry, 2009). Menurut Ouellet (1995), kualitas
Indonesia akan sekitar 43 juta jiwa (badan tidur merupakan penilaian individu mengenai
pusat statistik dalam Iriadi, 2012). Penelitian di kenyenyakan tidur, persepsi tentang
Amerika Serikat mengidentifikasi bahwa 50% pergerakan selama tidur dan pengkajian umum
lansia yang tinggal di komunitas da 70% lansia dari kualitas tidur. Kualitas tidur yang baik
yang tinggal di tempat perawatan mengeluhkan diperlihatkan dengan mudahnya seseorang
kualitas tidur mereka. 21% lansia di Indonesia memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan
mengalami gangguan dalam tidur, menginisiasi untuk tidur kembali setelah
terbangun di malam hari, dan peralihan dari
tidur ke bangun di pagi hari dengan mudah
(LeBourgeois et al., 2005 cit. Saputri, 2014).
Pengukuran kualitas tidur dapat diukur dengan
menggunakan instrumen Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI) yang terdiri dari tujuh
komponen, yaitu kualitas tidur secara subjektif,
latensi tidur (durasi mulai dari berangkat tidur
hingga tertidur), durasi tidur (dihitung dari
waktu seseorang tidur sampai terbangun di
pagi hari), efisiensi kebiasaan tidur (rasio
persentase antara jumlah total jam tidur dibagi
dengan jumlah jam yang dihabiskan di tempat
tidur), gangguan tidur, disfungsi di siang hari,
dan penggunaan obat yang mengandung
sedatif.
Penggunaan obat-obatan yang
mengandung sedatif mengindikasikan adanya
masalah tidur. Obat-obatan mempunyai efek
terhadap terganggunya tidur pada tahap REM.
Oleh karena itu, setelah mengkonsumsi obat
yang mengandung sedatif, seseorang akan
dihadapkan pada kesulitan untuk tidur yang
disertai dengan frekuensi terbangun di tengah
malam dan kesulitan untuk kembali tertidur,
semuanya akan berdampak langsung terhadap
penurunan kualitas tidur (Buysse et al., 1989
cit. Modjod, 2017). Gangguan tidur merupakan
hal yang sering dijumpai pada orang dewasa
terutama lansia. Gangguan tidur adalah kondisi
terputusnya tidur yang mana pola tidur-
bangun seseorang berubah dari pola
kebiasaannya, hal ini menyebabkan
penurunan baik kuantitas maupun kualitas penurunan kualitas hidup, dan dapat
tidur seseorang (Buysse et al., 1989 cit. meningkatkan kebutuhan perawatan kesehatan
Modjod, 2017). Gangguan tidur kronis dapat (Vitiello et al., 2009).Sebagian orang yang
menyebabkan gangguan fungsional pada siang mengalami gangguan tidur memilih
hari, rasa kantuk di siang hari, kelelahan, mengkonsumsi obat tidur dengan tujuan untuk

26
meningkatkan kualitas tidurnya.Namun, scholar dan jurnal elektronik lainnya dengan
apakah konsumsi obat tidur tersebut dapat kata kunci lansia, kualitas tidur dan terapi
meningkatkan kualitas tidur? nonfarmakologis. Kriteria artikel yang
Metode penatalaksanaan yang digunakan adalah artikel yang diterbitkan pada
bertujuan untuk meningkatkan kualitas tidur kurun waktu 2010-2020.
lansia pada umumnya dengan menggunakan Pembahasan literatur ini meliputi : mengkaji
terapi farmakologis, namun dengan pemakaian efektivitas terapi nonfarmakologis terhadap
obat yang berlebihan akan berdampak bagi kualitas tidur lansia.
kesehatan lansia. Pemakaian obat-obatan
inipun bila tidak disertai dengan perbaikan HASIL PENELITIAN
pola makan , pola tidur serta penyelesaian Penelusuran literatur dilakukan
penyebab psikologis, maka obat-obatan hanya terhadap artikel penelitian yang berhubungan
dapat mengatasi gangguan yang bersifat dengan terapi
sementara dan tidak menyembuhkan. Dengan nonfarmakologis terhadap kualitas tidur lansia.
demikian diperlukan terapi nonfarmakologis Dari hasil penelusuran literatur sebanyak 9
yang efektif dan aman untuk meningkatkan buah artikel hasil penelitian diperoleh berbagai
kualitas tidur lansia. macam alternatif pilihan terapi
nonfarmakologis yang berpengaruh terhadap
METODE PENELITIAN peningkatan kualitas tidur lansia. Hasil
Metode penelitian yang digunakan penelitian tersebut yaitu terapi tawa,
dalam kajian literatur ini adalah dengan 2 artikel senam lansia, 2 artikel terapi dengan
mengumpulkan dan menganalisa artikel- aroma lavender, terapi relaksasi benson, terapi
artikel penelitian mengenai terapi musik klasik mozart, terapi musik jawa, terapi
nonfarmakologis terhadap kualitas tidur lansia. murotal Al-quran.
Artikel dikumpulkan dari databased elektronik Dari artikel-artikel tersebut
melalui internet yaitu google menunjukkan hasil bahwa semua terapi
farmakologis memiliki dampak atau
berpengaruh signifikan terhadap kualitas tidur
lansia. Lansia yang diberikan terapi tersebut
mengalami peningkatan kualitas tidur yang
signifikan. Namun demikian, dalam artikel-
artikel tersebut belum ada artikel yang meneliti
perbandingan antara terapi yang satu dengan
yang lainnya. Pemilihan terapi non
farmakologis dapat disesuaikan dengan
keadaan dan ketersediaan fasiltas yang ada.

Tabel 1 : Hasil Penelitian Lain Terkait Terapi Nonfarmakologis Untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pada
Lansia
Peneliti, Judul, dan Desain Hasil Penelitian
Tahun Penelitian
Ananta Erfrandau, Desain penelitian randomized Kualitas tidur diukur dengan mengunakan
Murtaqib, Nur Widayati; pretest-posttest design Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
Pengaruh Terapi Tawa dan data dianalisis dengan t-test, Uji
terhadap Kualitas Tidur pada Wilcoxon dan Uji Mann Whitney didapatkan
Unit Pelayanan Tekni Panti hasil perbedaan yang signifikan dari kualitas
Sosial Lanjut Usia (UPT tidur kelompok lansia yang diberi perlakuan.
PSLU) Kabupaten
Jember; 2017
Erna Silvia Budi Anggarwati, Desain penelitian dengan Kualitas tidur diukur dengan mengunakan
Kuntarti; pendekatan cross sectional Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Peningkatan Kualitas Tidur Data dianalisis dengan uji t-independen
Lansia Wanita Melalui dengan hasil menunjukkan ada perbedaan
Kerutinan Melakukan skor PSQI lansia wanita yang
Senam Lansia, 2016 melakukan senam lansia dan yang tidak
melakukan senam lansia
Jefry Mahardika, Joni Desain penelitian dengan Data dianalisis dengan menggunakan
Haryanto, Abu Bakar; pendekatan cross sectional Spearman Rank Correlation didapatkan
Hubungan Keteraturan hasil bahwa lansia yang rutin mengikuti

27
Mengikuti Senam Lansia dan senam lansia dapat meningkatkan kebutuhan
Kabutuhan Tidur Lansia di tidur lansia, artinya ada hubungan antara
UOT PSLU senam lansia dengan kebutuhan tidur lansia
Pasuruan di Babat Lamongan;
2015
Dian Sari, David Leonard; Desain penelitian dengan Data dianalisis dengan Uji T-test didapatkan
Pengaruh Aromaterapi preeksperimental menggunakan hasil dari 100 % lansia yang mengalami
Lavender terhadap Kualitas rancangan one group pretest- kualitas tidur buruk, setelah diberikan
Tidur Lansia di Wisma Cinta posttest design aromaterapi kualitas tidur menjadi
Kasih; 2017 meningkat, berarti ada pengaruh
pemberian aromaterapi lavender dengan
kualitas tidur lansia
Dini Sukmalara; Penerapan Desain penelitian Hasil penelitian diperoleh bahwa setelah
Evidence Practice eksperimental semu dengan diberikan perlakuan aromaterapi lavender
Aromaterapi Bunga rancangan one group pretest – terjadi peningkatan kualitas tidur pada lansia,
Lavender Pada Lansia postetest design artinya aromaterapi bunga lavender
Dengan Insomnia di Sasana memberikan pengaruh yang signifikan
Tresna Wredha (STW) Karya terhadap kualitas tidur lansia
Bakti Cibubur
Tahun 2017; 2017
Handono Fatkhur Rahman, Desain penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
Ririn Handayani, Baitus eksperimental semu dengan pengaruh terapi relaksasi benson terhadap
Sholahah; Pengaruh Terapi nonrandomized control group kualitas tidur lansia pada kelompok
Relaksasi Benson terhadap pretest-posttest design intervensi
Kualitas Tidur Lansia di UPT
Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Bondowoso;
2019
Andrian Riska Sahanantya, Desain penelitian adalah Hasil penelitian menunjukkan ada penagruh
Yunie Armiyati, Syamsul eksperimental semu dengan one terapi musik klasik mozart terhadap kualitas
Arif; Pengaruh Terapi Musik group pretest-posttest design tidur pada pasien stroke di Pantiwilasa
Klasik Mozart terhadap Citarum Semarang
Kualitas Tidur pada Pasien
Stroke di Rumah Sakit Panti
Wilasa
Citarum Semarang; 2014
Nidaul Muflikah; Upaya Desain penelitian dengan Hasil penelitian diperoleh bahwa terapi
Meningkatkan Kualitas Tidur menggunakan studi kasus musik jawa dapat meningkatkan kualitas
Melalui Terapi Musik Jawa tidur lansia
Pada Asuhan Keperawatan
Gerontik;
2019
Nia Wahyu Marlina; Desain penelitian Hasil uji Wilcoxon Matched Pairs
Efektivitas Terapi Murotal eksperimental semu dengan diperoleh bahwa murottal Al-Quran efektif
Al-Quran Secara Audio pretest-posttest with control untuk meningkatkan kualitas tidur pada
Visual terhadap Kualitas group design lansia
Tidur Lansia dengan
Imsomnia di Panti Wredha
Budhi Dharma Umbulharjo
Yogyakarta; 2019

Sumber : Jurnal Lisna Agustina Medistra


Permasalahan yang paling umum terjadi
PEMBAHASAN berkenaan dengan penuaan adalah
Penelitian literature review ini masalah kualitas tidur; lebih dari setengah
bertujuan untuk menjelaskan bagaimana populasi lansia menderita kualitas tidur
variabel terapi yang buruk. Tidur adalah salah satu dari
nonfarmakologis mempengaruhi empat dasar penting kehidupan yaitu air,
kualitas tidur pada lansia. Kualitas hidup udara, dan makanan.
yang baik berkaitan dengan beragam hasil Sebuah Lembaga Nasional yang
yang positif seperti kesehatan yang lebih meneliti masalah penuaan pada lebih dari
baik, rasa kantuk yang lebih sedikit di 9000 orang berusia 65 tahun ke atas
siang hari, manusia yang lebih baik mengungkapkan bahwa dari satu setengah
dengan fungsi psikologis yang lebih pria dan wanita
sempurna.
dilaporkan setidaknya satu orang dalam proses penyembuhan tubuh. Aliran
mengeluhkan masalah tidur yang darah yang lancar mampu membuat
kronis. Gejala-gejala dari masalah tidur transport darah ke otak lancar sehingga
pada lansia diantaranya adalah dapat mengontrol tekanan darah. Hal ini
kesulitan tidur dan menjaga tidur, bangun dapat meningkatkan kenyamanan lansia
dini hari dan rasa kantuk yang berlebihan saat tidur. Tidur dipengaruhi oleh irama
di siang hari. Berbagai proses dapat sirkardian dari detak jantung dan tekanan
mengganggu waktu tidur danwaktu darah yang berasal dari penurunan saraf
bangun padalansia. Diantaranya simpatis dan peningkatan saraf
adalah penyakit medis yang akut dan parasimpatis. Senam lanisa yang
kronis, efek pengobatan, gangguan dilakukan rutin dapat
psikiatrik, gangguan tidur primer, meningkatkan saraf
perubahan sosial, kebiasaan tidur yang parasimpatis saat tidur, sehingga
buruk dan pergantian ritme sirkadian. menurunkan tekanan darah dan
Konsekuensi-konsekuensi dari meningkatkan kualitas tidur.
permasalahan tidur yang kronis cukup Terapi nonfarmakologis lain seperti
besar. Kehilangan waktu tidur atau terapi musik juga dapat meningkatkan
penggunaan obat penenang yang kronis kualitas tidur lansia karena musik
yang dapat menyebabkan diberikan untuk meningkatkan,
terjadinya jatuh atau kecelakaan. mempertahankan dan mengembalikan
Penyembuhan secara kesehatan mental, fisik, emosional, dan
nonfarmakologis terhadap gangguan tidur spiritual seseorang. Terapi musik termasuk
sangat diperlukan untuk dalam terapi pelengkap (complementary
meminimalkan efek terapi farmakologis therapy), dimana terapi musik sebagai
Secara keseluruhan dari artikel penelitian teknik yang digunakan untuk
yang dilskuksn menunjukkan bahwa penyembuhan suatu penyakit dengan
teraoi nonfarmakologis yang diberikan menggunakan bunyi atau irama tertentu.
pada lansia baik dengan gangguan tidur Jenis musik yang digunakan,
karena penyakit yang diderita instrumentalia dalam terapi musik dapat
maupun tidak dapat dissuaikan dengan keinginan, seperti
meningkatkan kualitas tidur lansia. Ini musik klasik, slow musik, orkestra, dan
berarti pemilihan terapi musik modern lainnya. Musik lembut dan
nonfarmakologis bagi lansia dapat teratur seperti instrumentalia dan musik
dilakukan, baik dengan terapi senam, klasik merupakan musik yang digunakan
musik, ataupun aromaterapi lavender. untuk terapi musik (djihan, 2006, hlm. 54).
Terapi nonfarmakologis dapat Penelitian Karmini (2007) tentang
meminimalkan ganggua tidur yang pengaruh pemberian terapi musik klasik
dialami oleh lansia. Tetapi perlu diingat terhadap gangguan tidur pada lansia di RS
juga bahwa terapi nonfarmakologis yang Telogirejo Semarang, ada pengaruh yang
diberikan kepada lansia harus sesuai signifikan antara pemberian terapi musik
dengan keadaan dan kondisi lansia, dengan penurunan gangguan tidur pada
misalnya kepercayaan, agama, suku, lansia juga di ruang rawat inap RS
maupun penyakit yang diderita Telogorejo Semarang. Musik memiliki
oleh lansia. aspek teurapetik, sehingga musik banyak
Salah satu terapi nonfarmakologis digunakan untuk penyembuhan,
adalah senam lansia. Senam lansia yang menenangkan, dan memperbaiki kondisi
teratur dapat meningkatkan kualotas tidur, fisik dan fisiologis pasien maupun tenaga
karena senam berguna untuk kesehatan, karena berdasarkan penelitian
mempertahankan dan memperbaiki ditemukan bahwa saraf penerus musik dan
kesegaran jasmani. Senam lansia saraf penerus rasa sakit adalah sama,
dilakukan sedikitnya satu minggu sekalu sehingga para dokter menggunakan musik
dan sebanyak- banyaknya lima kali dalam sebagai terapi (Musbikin, 2009, dalam
satu minggu dengan lamanya 15 menit. Mahanani, 2013, hlm1-4), sedangkan
Latihan fisik dapat meningkatkan relaksasi terapi nonfarmakologis yang lain seperti
sehingga meningkatkan kebutuhan akan terapi tawa dan terapi relaksasi benson
istirahat. Senam lansi secara rutin mamou pada dasarnya
meningkatkan konsumsi energi, memiliki cara memberikan
sekresiendorfin, dan suhu tubuh yang kerja yang efek relaksasi
dapat memfasilitasi tidur sama seperti agar dapat
terapi diatas meningkatkan
yaitu kualitas tidur.
25
Terapi didalamnya n kualitas tidur
selanjutnya berfungsi sebagai lansia, namun
adalah sebagai alternatif demikian
dengan reseptor, akan mengatasi kualitas tidur
menggunaka menghantarkan gangguan lansia
n pesan aroma ke tidur lansia dipengaruhi
aromaterapi pusat emosi dan dan oleh faktor
bunga daya ingat meningkatka internal dan
lavender seseorang yang n kualitas
diberikan selanjutnya tidur lansia
kepada lansia akan karena dapat
yang mengantarkan meminimalka
memiliki pesan balik n efek yang
gangguan keseluruh tubuh timbul
tidur dengan melalui sistem dibandingkan
memanaskan sirkulasi. Pesan dengan
essential oil yang diantar penggunaan
bunga keseluruh tubuh terapi
lavender akan
yang dikonfeksikan farmakologis
dipanaskan menjadi satu dengan obat-
dengan aksi pelepasan obatan
tungku substansi neuri sedatif. Hal
pemanas dan kimia berupa ini
diberikan perasaan dikarenakan
selama senang, rileks semakin
7 hari ataupun tenang. meningkat
berturut- Bau yang usia semakin
turut. menimbulkan
Aromaterapi rileks akan pula
memiliki merangsang
kandungan otak untuk menurun
utama yaitu mensekresi
linalil asetat serotonin
sistem
yaitu suatu (hormon
metabolisme
senyawa pemberi rasa
tubuh
yang nyaman dan
seseorang.
memiliki senang) yang
Selain itu
efek sedatif mengantarkan
kemampuan
dan anti seseorang
tubuh lansia
neuro untuk tidur.
yang sudah
depresif yang
menurun dan
mampu KESIMPULAN
proses
mengendork Terapi
degeneratif
an dan
merupakan
melemaskan nonfarmakologi alasan
sistem kerja s
urat0urat
saraf dan penting
adalah terapi
otot-otot pelengkap
tegang. dalam
untuk
Melalui menggunakan
meningkatkan
inhalasi terapi
kualitas
linalil asetat nonfarmakolo
tidur
yang gis. Terapi
lansia.
terkandung
akan dibawa nonfarmakolo
Terapi
ke puncak gis
nonfarmakologi
hidung. s
Rambut getar dapat
yang ada meningkatka
dipilih
26
ekstern perubahan n dengan
al. suhu pilihan musik
Faktor ruangan tepat jawa atau
internal tempat dibandi membandi
yaitu tidur, ngkan ngkan
keadaa rutinitas dengan terapi tawa
n fisik lansia di terapi dengan
dan siang hari farmako terapi
psikolo dimana logis. relaksasi
gis lansia Namun benson
pada jarang demikia dan
seseora berkativit n untuk sebagainya
ng as seperti memper .
berbeda menonton baiki
satu tv dan dan
sama tidur siang dengan DAFTAR
lain di siang tepat PUSTAKA
sehingg hari pemilih 1. Annisa,
a menyebab an
E.
apabila kan lansia terapi
terjadi lebih nonfarm (2013).
perubah mudah akologis The
an fisik terbangun perlu Prevalan
dan di tengah dilakuk ce of
psikolo malam an Sleep
gis hari dan peneliti
Disorder
berupa sulit untuk an
adanya memulai selanjut and Its
penyaki tidur. nya Causes
t seperti dengan and
hiperte SARAN memba Effects
nsi, Sebag ndingka on
gatal- ai tenaga nterapi Students
gatal kesehatan nonfarm
Residing
serta terutama akologis
penyalit perawat yang In
lainnya baik yang telah Jahrom
dan ada di diteliti Universit
ganggu fasilitas sebelum y of
an pelayanan nya. Medical
mood kesehatan Perband Sciences
dapat maupun ingan
Dormitor
mempe komunitas tersebut
ngaruhi , harus ies.
kualitas menerapk sesuai Journal
tidur an terapi dengan of
seseora farmakolo perlaku Jahrom
ng. gis kan Universi
Begitu sebagai yang ty of
pula alternatif diberika
Medical
dengan pilihan n
faktor dalam kepada Science
ekstern mengatasi lansia s
al gangguan misalny 9(4):12-
seperti tidur pada a 16.
perubah lansia dan memba 2. Arnot,
an meningkat ndingka dkk
lingkun kan n terapi
(2009).
gan kualitas dengan
tempat tidur musik Pustaka
tinggal, merupaka klasik Kesehat

27
an Alternat Sleep Aromaterap
Popu if dan and i untuk
ler Tradisio Hozpitaliz Kesehatan,
ation . Kebugaran,
Peng nal,
Cinah dan
obata volume Informatio kecantikan.
n 7. n System. Yogyakarta:
Prakt Jakarta: 9. Darmojo, ANDI
is: PT Boedhi, dan 14. Luo.J. Zhu
Pera Bhuana Martono, G, Zhao
wata Ilmu. Hadi. Buku Q/,Meng H/,
Ajar Zhen H,et al.
n
Geriatri Prevalen
3. Arysita,Pu Sleep (Ilmu and risk
tu (2013). Quality Kesehatan factors of
Angka and The Usia Lanjut) poor Sleep/
Kejadian Sleep Edisi 2. Quality
2000. Balai among
Serta Electroe
Penerbit Chinese
Faktor- nchepha FKUI. Elderly in
Faktor logram. Jakarta. an Urban
Yang 1283- 10. Hidayat, A. Comunity :
Mempen 1291. (2008). Result from
garuhi 7. Buysse, Pengantar Shanghai,
Ganggua D.J.,et al Kebutuhan Anging
Dasar Study . Plos
n Tidur (1989).
Manusia: ONE 2013; 8
(Insomni The Aplikasi, (11): e81261
a) Pada Pittsburg Konsep 15. Mau,
Lansia Di h Sleep dan (2012).Pen
Panti Quality Proses garuhpener
Sosial Index Keperawat apanrelaks
Tresna (PSQI): A an. Jakarta: asib
Salemba ensonterha
Werdha new
Medika. dapganggu
Seraya Instrumen 11. Hidayat, antidur
Denpasa t for Alimul A. (insomnia
r Bali. Psychiatri (2010). padalansia
Journal c Metode di UPT
Studies. Practicea Penelitian PantiPenya
Kesehatan ntunanLanj
4. Azizah, L. nd
Paradigma utUsia Budi
M. (2011). Research
Kuantitatif. AgungKupa
Keperawat , Jakarta: ng).
anlanjutusi
Pittsburg Health Stikesmarana
a.
h: Elsevier Books. thaKupang.
Yogyakarta
Scientific 12. Ibrahim, A. 16. Modjod, D.
: grahailmu.
Publishers (2013). 2007.
5. Bandiyah,
Sejahtera Insomnia
S. (2009). Ireland
di Usia Experience
Lanjut Ltd.
Senja:Dim ,
Usia dan 8. Caple & ensi Manageme
Keperaw Grose. Psikoreligi nt
atan (2011). Pada Strategies,
Gerontik. Sleep
Yogyakart Lanjut
and Usia.
a: Nuha Hozpitaliz
Medika. Jakarta.FKU
ation. I
6. Baker et Evidence- 13. Koensoemar
all Basec diyah.(2009)
(2013). Care A-Z
Sheet.
28
and M.T.N. saraf ROM
Outcome 1995.
merupa terhada
s in Sleep
ESRD Satisfactio kan p
Patients n of Older tujuan kekuata
Undergoi Adult perawat n otot
ng Living in
the an pada
Hemodial Communit suportif pasien
ysis y and dini stroke
[Tesis].Ma Related
melalui karena
hidol Factors
University. [Tesis]. terapi setiap
17. Nugroho, Case fisik. respond
Wahjudi. Western R en
(2008). Reserve
Keperaw University, a n g e mengal
atan Frances. Of Mo ami
Gerontik 21. Rohmawati tion m pening
& , Z. (2012).
Korelasi
erupa katan
Geriatrik
Edisi Antara k a n skala
3.EGC:Jak Frekuensi pergera kekuata
arta. Senam kan n otot
18. Nursalam. Lansia
(2016). Dengan persend setelah
Metodolo Kualitas ian dilakuk
gi Tidur Pada sesuai annya
Penelitian Lanjut Usia
dengan Range
Ilmu Di Panti
Keperaw Sosial gerakan Of
atan Edisi Tresna yang Motion
4.Jakarta: Werdha memun mengge
Salemba Unit Budi
Medika. Luhur gkinkan nggam
19. Oscar Yogyakarta terjadin bola.
primadi,Pu Tahun ya
satInforma 2012.
Skripsi
kontrak KESIMPULAN
sidan data
Kemenkes Dipublikas si dan DAN SARAN
,2013) ikan. pergera L
dalambulle Program kan otot atihan
tin Studi Ilmu
kesehatan Keperawat baik ROM
Lansia an secara mengg
20. Ouellet, Yogyakarta pasif engga
.
maupu m bola
d stabil
n aktif memili
inida dan
(Winstei ki
patse keadaa
n et al., pengar
g e r a n
2016). uh
dilakuk pasien
Hal ini terhada
an di sudah
menunj p
tempat memba
ukkan kelentu
tidur ik.
terdapa ran otot
setelah Mempe
t pada
kondisi rbaiki
pengaru tangan
nya fungsi
h antara kanan
29
dan kan
kiri aktifita
yang s fisik
mender supaya
ita tidak
stroke. terjadi
Respon penuru
den nan
dianjur kekuat
kan an otot,
lebih salah
aktif satu
dalam contoh
melaku nya

https://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo
Published online May 31, 2019

30
Pengaruh Range of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot...

adalah menggenggam bola. Diharapkan Benjamin, E. J., Berry, J. D., Borden, W. B.,
keluarga responden untuk tetap memotivasi … Turner, M. B. (2012). Heart Disease
responden untuk tetap melakukan ROM and S t r o k e S t a t i s t i c s — 2 0 1 3 U
secara mandiri. p d a t e . Circulation. 127(1).
htt ps://doi.org/
DAFTAR PUSTAKA 10.1161/cir.0b013e31828124ad
Belagaje, S. R. (2017). Stroke Rehabilitation. J unae dy, I . ( 2009 ) . Stroke, Waspadai
Continuum Lifelong Learning in Ancamanya. Yogyakarta: Andi Publisher.
Neurology. 23(1): 238-253. Retrieved National Stroke Association. (2010). Hope: A
f r o m h tt p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 1 2 1 stroke Recovery Guide. National Stroke
2 / CON.0000000000000423 Association.
Chaidir, R., & Zuardi, I. M. (2014). Penggaruh Tseng, C. N., Chen, C. C. H., Wu, S. C., & Lin, L.
Latihan Range Of Motion pa A. (2007). Effects of a range-of-motion
d a Ekstremitas Atas dengan Bola Karet exercise programme. Journa
Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke l o f Advanced Nursing. 57(2): 181–
Non Hemoragi di Ruang Rawat Stroke 191. Retrieved from
RSSN Bukittinggi Tahun 2012. Jurnal https://doi.org/10.1111/ j.1365-
Ilmu Kesehatan Afiyah. 1(1): 2-6. 2648.2006.04078.x
Farida, I., & Amalia, N. (2009). Mengantisipasi Winstein, C. J., Stein, J., Arena, R., Bates, B.,
Stroke. Yogyakarta: Buku Biru. Cherney, L. R., Cramer, S. C., …
Filantip, A. (2015). Pengaruh Latihan ROM Zorowid,
Aktif Terhadap Kelenturan Sendi R. D. (2016). Guidelines for Adult Stroke
Ekstremitas Bawah dan Gerakan Rehabilitation and Recovery: A
Motorik pada Lansia di Unit Pelayanan Guideline for Healthcare Professionals
Sosial Wening Wardoyo Ungaran. from the American Heart
Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Association/American Stroke
Retrieved from Association. Stroke. 47(6): e98- e169.
https://lib.unnes.ac.id/23401/ Retrieved from https://doi.org/
Go, A. S., Mozaffarian, D., Roger, V. L., 10.1161/STR.0000000000000098
Wiwit. (2010). Stroke dan Penanganannya.
Yogyakarta: Kata Hati.
117 Susanti, dkk

Anda mungkin juga menyukai