Oleh:
Oleh
c. Nukleus Dorsomedial
Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan
proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus perifornikal dan berperan
dalam inhibisi VLPO, pengaturan suhu tubuh, perilaku makan dan
keterjagaan.
d. Sistem Mesolimbik
Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, serta
memiliki proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem limbik
yang meliputi amigdala ,hipokampus serta nukleus retikularis thalami.
Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan keterjagaan
sebagai akibat dari stimulus yang didapat.
e. Sistem Limbik
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi
emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori sehingga
menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area – area yang
termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para-
hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal
di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi aktif
pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea
dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja
dari saraf simpatis.
D. TAHAPAN-TAHAPAN TIDUR
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus
siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang
berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga
tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM-Non
Rapid Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1
hingga keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang
biasanya mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan, dan
ketegangan
otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif,
baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata
cepat (REM-Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan
dengan meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat
tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan
emosi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
a. Non Rapid Eye Movement (NREM) Terjadi kurang lebih 90 menit pertama
setelah tertidur. Terbagi menjadi empat tahapan yaitu:
1) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.
Berlangsung beberapa menit saja, dan gelombang otak menjadi lambat.
Tahap I ini ditandai dengan :
a) Mata menjadi kabur dan rileks.
b) Seluruh otot menjadi lemas.
c) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
d) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
e) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
f) Dapat terbangun dengan mudah.
g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi
2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Berlangsung
10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak menjadi
lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :
a) Kedua Bola mata berhenti bergerak.
b) Suhu tubuh menurun.
c) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
d) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang
disebut gelombang tidur.
3) Tahap III Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15-
30 menit. Tahap III ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.
b) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
c) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.
d) Sulit dibangunkan dan digerakkan.
4) Tahap IV Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini
ditandai dengan :
a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun
pagi.
c) Tonus Otot menurun (relaksasi total).
d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.
e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi 1-2
siklus/detik.
f) Gerak bola mata mulai meningkat.
g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis
(mengompol)
b. Rapid Eye Movement (REM) Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang
dewasa REM terjadi 20-25 % dari tidurnya.
Tahapan tidur REM ditandai dengan:
a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya.
b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan
yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi.
f) Metabolisme meningkat.
g) Lebih sulit dibangunkan.
h) Sekresi ambung meningkat.
i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20 menit.
E. EPIDEMIOLOGI
Menurut National Sleep Foundation tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508
penduduk di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami insomnia dan
sebanyak 7,3 % orang dewasa mengeluhkan gangguan memulai dan
mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan orang yang beresiko
mengalami insomnia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti lansia,
kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang
dialami. Di Indonesia insomnia menyerang sekitar 50% orang berusia 65 tahun,
setiap tahun diperkirakan sekitar 20-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan
sekitar 17% mengalami insomnia yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia
cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Hindriyastuti, 2018).
Penelitian lain oleh Marelli et al tahun 2020 menunjukkan peningkatan
prevalensi insomnia sebelum dan selama lockdown akibat pandemi COVID-19
menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia
Severity Index (ISI) dan Morningness-Eveningness Questionnaire (MEQ).
Penelitian yang dilakukan terhadap 400 peserta yang terdiri dari 307 mahasiswa
dan 93 pekerja,
didapatkan prevalensi insomnia sebelum pandemi COVID-19 sebesar 24%
menjadi 40% selama pandemi COVID-19. Selain itu, terjadi peningkatan
kesulitan inisiasi tidur pada pekerja dari 15% menjadi 42%. Lockdown selama
pandemi COVID-19 lebih berdampak pada mahasiswa daripada pekerja dan
wanita daripada laki-laki (Marelli et al., 2020).
Tegang/ frustasi
Kesulitan menyesuaika n perubahan jadwal tidur
Nutrisi & Kalori
Penyakit
Gangguan Tidur Gangguan proses tidur
Butuh lebih banyak tidur Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari
Perbaikan
Tidak dapat tidur dengan kualitas baik dan kuantitas pola tidur
kurang
KELETIHAN
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Non Farmakologi
Merupakan pilihan utama sebeum menggunakan obat-obatan karena
penggunaan obat-obatan dapat memberikan efek ketergantungan. Ada pun
cara yang dapat dilakukan antara lain:
a) Terapi relaksasi
b) Terapi tidur yang bersih
c) Terapi pengaturan tidur
d) Terapi psikologi/psikiatri
e) CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
f) Sleep Restriction Therapy
g) Stimulus Control Therapy
h) Cognitive Therapy
i) Imagery Training
j) Mengubah gaya hidup
2. Terapi Farmakologi
Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari obat-obatan
seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan untuk penanganan gangguan
tidur antara lain:
a) Golongan obat hipnotik
b) Golongan obat antidepresan
c) Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d) Golongan obat antihistamin.
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur
yaitu dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya:
Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid)
tetapi efek samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir,
mulut kering, dsb.
K. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
Dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Identitas (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit
4. Pemeriksaan fisik
Meliputi :
a) Inspeksi , palpasi , perkusi , auskultasi
b) TTV
c) Perilaku
5. Data Fokus
Data subjektif
a) Klien merasa lesu, mengantuk sepanjang hari
b) Mengeluh susah tidur, kurang istirahat
c) Pandangan dirasa kabur, mata berkaca-kaca
d) Emosi meningkat, mudah marah/tersinggung
e) Kepala pusing, berat
f) Mengeluh sering terbangun
Data objektif
a) Wajah nampak kurang bergairah (letih,lesu, lemah)
b) Prestasi kerja menurun/kurang konsentrasi
c) Gelisah, sering menguap
d) Mudah tersinggung
e) Ada bayangan hitam di bawah mata
b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah kebutuhan istirahat
dan tidur diantaranya adalah :
1. Gangguan pola tidur
Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Frekuensi dari jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Dipsnea saat/ setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Obyektif
1. Tekana darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
3. Keletihan
Definisi: Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
2. Merasa kurang tenaga
3. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
2. Tampak lesu
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
4. Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab
5. Libido
menurun Obyektif
1. Kebutuhan istirahat meningkat
Lisna Agustina
Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ichsan Medical Centre Bintaro.
(lisna.agustina01@gmail.com) 085323817966
Abstrak
Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Periode ini
merupakan periode penutup bagi rentang kehiduoan seseorang, dimana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis
secara bertahap. Salah satu aspek utama bagi dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk
memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal dan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
menikmati kualitas hidup yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas terapi non farmakologis
terhadap peningkatan kualitas tidur lansia yang memiliki gangguan tidur baik dengan atau tanpa sakit. Metodologi yang
digunakan adalah dengan melakukan penelusuran literatur atau kajian literatur dengan menggunakan databased
elektronik melalui internet yaitu google scholar dan jurnal elektronik lainnya dengan kata kunci lansia, kualitas tidur
dan terapi nonfarmakologis. Literature review mengkaji 10 artikel terkait, didapatkan hasil bahwa terapi
nonfarmakologis signifikan meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang memiliki gangguan tidur. Terapi
nonfarmakologis menjadi pilihan pengobatan komplementer untuk lansia dengan gangguan tidur.
Abstract
Elderly is a term for individuals who have entered the period of late adulthood or old age. This
period is the closing period for a person's life span, where there has been a gradual physical and
psychological setback. One of the main aspects of improving health for the elderly is the maintenance of
sleep to ensure the restoration of bodily functions to an optimal functional level and to complete tasks and
enjoy a high quality of life. The purpose of this study was to determine the effectiveness of non-
pharmacological therapies to improve sleep quality in the elderly who have sleep disorders both with and
without illness. The methodology used is to search literature or study literature using electronic databased
via the internet, namely google scholar and other electronic journals with the keywords elderly, sleep quality
and nonpharmacological therapy. Literature review examines 10 related articles, found that
nonpharmacological therapy significantly improves sleep quality in the elderly who have sleep disorders.
Nonpharmacologic therapy is a complementary treatment option for the elderly with sleep disorders
25
menjadi 10,57 % pada tahun 2011. Pada tahun kualitas tidurnya. Umumnya hampir 1,5 kali
2020 jumlah lansia diperkirakan 11,34% dari lipat lebih banyak diderita orangtua dibanding
jumlah penduduk (Badan Pusat Statistik, anak muda (Wahyuni, 2019).
2011). Pertambahan jumlah lansia di beberapa Kualitas tidur merupakan keadaan
negara, salah satunya Indonesia, telah tidur yang dijalani seorang individu untuk
mengubah profil kependudukan baik nasional menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat
maupun dunia. Hasil sensus penduduk tahun terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek
2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk kuantitaif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi
lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta jiwa, tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas
meningkat sekitar 7,93 % dari tahun 2000 yang tidur merupakan kemampuan setiap orang
sebanyak 14,44 juta jiwa. Diperkirakan untuk mempertahankan keadaan tidur dan
jumlah penduduk lansia di Indonesia akan untuk mendapatkan tahap tidur rapid eye
terus bertambah sekitar movemnet (REM) dan Non rapid eye
450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian, movement (NREM) yang normal (Potter &
pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Perry, 2009). Menurut Ouellet (1995), kualitas
Indonesia akan sekitar 43 juta jiwa (badan tidur merupakan penilaian individu mengenai
pusat statistik dalam Iriadi, 2012). Penelitian di kenyenyakan tidur, persepsi tentang
Amerika Serikat mengidentifikasi bahwa 50% pergerakan selama tidur dan pengkajian umum
lansia yang tinggal di komunitas da 70% lansia dari kualitas tidur. Kualitas tidur yang baik
yang tinggal di tempat perawatan mengeluhkan diperlihatkan dengan mudahnya seseorang
kualitas tidur mereka. 21% lansia di Indonesia memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan
mengalami gangguan dalam tidur, menginisiasi untuk tidur kembali setelah
terbangun di malam hari, dan peralihan dari
tidur ke bangun di pagi hari dengan mudah
(LeBourgeois et al., 2005 cit. Saputri, 2014).
Pengukuran kualitas tidur dapat diukur dengan
menggunakan instrumen Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI) yang terdiri dari tujuh
komponen, yaitu kualitas tidur secara subjektif,
latensi tidur (durasi mulai dari berangkat tidur
hingga tertidur), durasi tidur (dihitung dari
waktu seseorang tidur sampai terbangun di
pagi hari), efisiensi kebiasaan tidur (rasio
persentase antara jumlah total jam tidur dibagi
dengan jumlah jam yang dihabiskan di tempat
tidur), gangguan tidur, disfungsi di siang hari,
dan penggunaan obat yang mengandung
sedatif.
Penggunaan obat-obatan yang
mengandung sedatif mengindikasikan adanya
masalah tidur. Obat-obatan mempunyai efek
terhadap terganggunya tidur pada tahap REM.
Oleh karena itu, setelah mengkonsumsi obat
yang mengandung sedatif, seseorang akan
dihadapkan pada kesulitan untuk tidur yang
disertai dengan frekuensi terbangun di tengah
malam dan kesulitan untuk kembali tertidur,
semuanya akan berdampak langsung terhadap
penurunan kualitas tidur (Buysse et al., 1989
cit. Modjod, 2017). Gangguan tidur merupakan
hal yang sering dijumpai pada orang dewasa
terutama lansia. Gangguan tidur adalah kondisi
terputusnya tidur yang mana pola tidur-
bangun seseorang berubah dari pola
kebiasaannya, hal ini menyebabkan
penurunan baik kuantitas maupun kualitas penurunan kualitas hidup, dan dapat
tidur seseorang (Buysse et al., 1989 cit. meningkatkan kebutuhan perawatan kesehatan
Modjod, 2017). Gangguan tidur kronis dapat (Vitiello et al., 2009).Sebagian orang yang
menyebabkan gangguan fungsional pada siang mengalami gangguan tidur memilih
hari, rasa kantuk di siang hari, kelelahan, mengkonsumsi obat tidur dengan tujuan untuk
26
meningkatkan kualitas tidurnya.Namun, scholar dan jurnal elektronik lainnya dengan
apakah konsumsi obat tidur tersebut dapat kata kunci lansia, kualitas tidur dan terapi
meningkatkan kualitas tidur? nonfarmakologis. Kriteria artikel yang
Metode penatalaksanaan yang digunakan adalah artikel yang diterbitkan pada
bertujuan untuk meningkatkan kualitas tidur kurun waktu 2010-2020.
lansia pada umumnya dengan menggunakan Pembahasan literatur ini meliputi : mengkaji
terapi farmakologis, namun dengan pemakaian efektivitas terapi nonfarmakologis terhadap
obat yang berlebihan akan berdampak bagi kualitas tidur lansia.
kesehatan lansia. Pemakaian obat-obatan
inipun bila tidak disertai dengan perbaikan HASIL PENELITIAN
pola makan , pola tidur serta penyelesaian Penelusuran literatur dilakukan
penyebab psikologis, maka obat-obatan hanya terhadap artikel penelitian yang berhubungan
dapat mengatasi gangguan yang bersifat dengan terapi
sementara dan tidak menyembuhkan. Dengan nonfarmakologis terhadap kualitas tidur lansia.
demikian diperlukan terapi nonfarmakologis Dari hasil penelusuran literatur sebanyak 9
yang efektif dan aman untuk meningkatkan buah artikel hasil penelitian diperoleh berbagai
kualitas tidur lansia. macam alternatif pilihan terapi
nonfarmakologis yang berpengaruh terhadap
METODE PENELITIAN peningkatan kualitas tidur lansia. Hasil
Metode penelitian yang digunakan penelitian tersebut yaitu terapi tawa,
dalam kajian literatur ini adalah dengan 2 artikel senam lansia, 2 artikel terapi dengan
mengumpulkan dan menganalisa artikel- aroma lavender, terapi relaksasi benson, terapi
artikel penelitian mengenai terapi musik klasik mozart, terapi musik jawa, terapi
nonfarmakologis terhadap kualitas tidur lansia. murotal Al-quran.
Artikel dikumpulkan dari databased elektronik Dari artikel-artikel tersebut
melalui internet yaitu google menunjukkan hasil bahwa semua terapi
farmakologis memiliki dampak atau
berpengaruh signifikan terhadap kualitas tidur
lansia. Lansia yang diberikan terapi tersebut
mengalami peningkatan kualitas tidur yang
signifikan. Namun demikian, dalam artikel-
artikel tersebut belum ada artikel yang meneliti
perbandingan antara terapi yang satu dengan
yang lainnya. Pemilihan terapi non
farmakologis dapat disesuaikan dengan
keadaan dan ketersediaan fasiltas yang ada.
Tabel 1 : Hasil Penelitian Lain Terkait Terapi Nonfarmakologis Untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pada
Lansia
Peneliti, Judul, dan Desain Hasil Penelitian
Tahun Penelitian
Ananta Erfrandau, Desain penelitian randomized Kualitas tidur diukur dengan mengunakan
Murtaqib, Nur Widayati; pretest-posttest design Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
Pengaruh Terapi Tawa dan data dianalisis dengan t-test, Uji
terhadap Kualitas Tidur pada Wilcoxon dan Uji Mann Whitney didapatkan
Unit Pelayanan Tekni Panti hasil perbedaan yang signifikan dari kualitas
Sosial Lanjut Usia (UPT tidur kelompok lansia yang diberi perlakuan.
PSLU) Kabupaten
Jember; 2017
Erna Silvia Budi Anggarwati, Desain penelitian dengan Kualitas tidur diukur dengan mengunakan
Kuntarti; pendekatan cross sectional Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Peningkatan Kualitas Tidur Data dianalisis dengan uji t-independen
Lansia Wanita Melalui dengan hasil menunjukkan ada perbedaan
Kerutinan Melakukan skor PSQI lansia wanita yang
Senam Lansia, 2016 melakukan senam lansia dan yang tidak
melakukan senam lansia
Jefry Mahardika, Joni Desain penelitian dengan Data dianalisis dengan menggunakan
Haryanto, Abu Bakar; pendekatan cross sectional Spearman Rank Correlation didapatkan
Hubungan Keteraturan hasil bahwa lansia yang rutin mengikuti
27
Mengikuti Senam Lansia dan senam lansia dapat meningkatkan kebutuhan
Kabutuhan Tidur Lansia di tidur lansia, artinya ada hubungan antara
UOT PSLU senam lansia dengan kebutuhan tidur lansia
Pasuruan di Babat Lamongan;
2015
Dian Sari, David Leonard; Desain penelitian dengan Data dianalisis dengan Uji T-test didapatkan
Pengaruh Aromaterapi preeksperimental menggunakan hasil dari 100 % lansia yang mengalami
Lavender terhadap Kualitas rancangan one group pretest- kualitas tidur buruk, setelah diberikan
Tidur Lansia di Wisma Cinta posttest design aromaterapi kualitas tidur menjadi
Kasih; 2017 meningkat, berarti ada pengaruh
pemberian aromaterapi lavender dengan
kualitas tidur lansia
Dini Sukmalara; Penerapan Desain penelitian Hasil penelitian diperoleh bahwa setelah
Evidence Practice eksperimental semu dengan diberikan perlakuan aromaterapi lavender
Aromaterapi Bunga rancangan one group pretest – terjadi peningkatan kualitas tidur pada lansia,
Lavender Pada Lansia postetest design artinya aromaterapi bunga lavender
Dengan Insomnia di Sasana memberikan pengaruh yang signifikan
Tresna Wredha (STW) Karya terhadap kualitas tidur lansia
Bakti Cibubur
Tahun 2017; 2017
Handono Fatkhur Rahman, Desain penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
Ririn Handayani, Baitus eksperimental semu dengan pengaruh terapi relaksasi benson terhadap
Sholahah; Pengaruh Terapi nonrandomized control group kualitas tidur lansia pada kelompok
Relaksasi Benson terhadap pretest-posttest design intervensi
Kualitas Tidur Lansia di UPT
Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Bondowoso;
2019
Andrian Riska Sahanantya, Desain penelitian adalah Hasil penelitian menunjukkan ada penagruh
Yunie Armiyati, Syamsul eksperimental semu dengan one terapi musik klasik mozart terhadap kualitas
Arif; Pengaruh Terapi Musik group pretest-posttest design tidur pada pasien stroke di Pantiwilasa
Klasik Mozart terhadap Citarum Semarang
Kualitas Tidur pada Pasien
Stroke di Rumah Sakit Panti
Wilasa
Citarum Semarang; 2014
Nidaul Muflikah; Upaya Desain penelitian dengan Hasil penelitian diperoleh bahwa terapi
Meningkatkan Kualitas Tidur menggunakan studi kasus musik jawa dapat meningkatkan kualitas
Melalui Terapi Musik Jawa tidur lansia
Pada Asuhan Keperawatan
Gerontik;
2019
Nia Wahyu Marlina; Desain penelitian Hasil uji Wilcoxon Matched Pairs
Efektivitas Terapi Murotal eksperimental semu dengan diperoleh bahwa murottal Al-Quran efektif
Al-Quran Secara Audio pretest-posttest with control untuk meningkatkan kualitas tidur pada
Visual terhadap Kualitas group design lansia
Tidur Lansia dengan
Imsomnia di Panti Wredha
Budhi Dharma Umbulharjo
Yogyakarta; 2019
27
an Alternat Sleep Aromaterap
Popu if dan and i untuk
ler Tradisio Hozpitaliz Kesehatan,
ation . Kebugaran,
Peng nal,
Cinah dan
obata volume Informatio kecantikan.
n 7. n System. Yogyakarta:
Prakt Jakarta: 9. Darmojo, ANDI
is: PT Boedhi, dan 14. Luo.J. Zhu
Pera Bhuana Martono, G, Zhao
wata Ilmu. Hadi. Buku Q/,Meng H/,
Ajar Zhen H,et al.
n
Geriatri Prevalen
3. Arysita,Pu Sleep (Ilmu and risk
tu (2013). Quality Kesehatan factors of
Angka and The Usia Lanjut) poor Sleep/
Kejadian Sleep Edisi 2. Quality
2000. Balai among
Serta Electroe
Penerbit Chinese
Faktor- nchepha FKUI. Elderly in
Faktor logram. Jakarta. an Urban
Yang 1283- 10. Hidayat, A. Comunity :
Mempen 1291. (2008). Result from
garuhi 7. Buysse, Pengantar Shanghai,
Ganggua D.J.,et al Kebutuhan Anging
Dasar Study . Plos
n Tidur (1989).
Manusia: ONE 2013; 8
(Insomni The Aplikasi, (11): e81261
a) Pada Pittsburg Konsep 15. Mau,
Lansia Di h Sleep dan (2012).Pen
Panti Quality Proses garuhpener
Sosial Index Keperawat apanrelaks
Tresna (PSQI): A an. Jakarta: asib
Salemba ensonterha
Werdha new
Medika. dapganggu
Seraya Instrumen 11. Hidayat, antidur
Denpasa t for Alimul A. (insomnia
r Bali. Psychiatri (2010). padalansia
Journal c Metode di UPT
Studies. Practicea Penelitian PantiPenya
Kesehatan ntunanLanj
4. Azizah, L. nd
Paradigma utUsia Budi
M. (2011). Research
Kuantitatif. AgungKupa
Keperawat , Jakarta: ng).
anlanjutusi
Pittsburg Health Stikesmarana
a.
h: Elsevier Books. thaKupang.
Yogyakarta
Scientific 12. Ibrahim, A. 16. Modjod, D.
: grahailmu.
Publishers (2013). 2007.
5. Bandiyah,
Sejahtera Insomnia
S. (2009). Ireland
di Usia Experience
Lanjut Ltd.
Senja:Dim ,
Usia dan 8. Caple & ensi Manageme
Keperaw Grose. Psikoreligi nt
atan (2011). Pada Strategies,
Gerontik. Sleep
Yogyakart Lanjut
and Usia.
a: Nuha Hozpitaliz
Medika. Jakarta.FKU
ation. I
6. Baker et Evidence- 13. Koensoemar
all Basec diyah.(2009)
(2013). Care A-Z
Sheet.
28
and M.T.N. saraf ROM
Outcome 1995.
merupa terhada
s in Sleep
ESRD Satisfactio kan p
Patients n of Older tujuan kekuata
Undergoi Adult perawat n otot
ng Living in
the an pada
Hemodial Communit suportif pasien
ysis y and dini stroke
[Tesis].Ma Related
melalui karena
hidol Factors
University. [Tesis]. terapi setiap
17. Nugroho, Case fisik. respond
Wahjudi. Western R en
(2008). Reserve
Keperaw University, a n g e mengal
atan Frances. Of Mo ami
Gerontik 21. Rohmawati tion m pening
& , Z. (2012).
Korelasi
erupa katan
Geriatrik
Edisi Antara k a n skala
3.EGC:Jak Frekuensi pergera kekuata
arta. Senam kan n otot
18. Nursalam. Lansia
(2016). Dengan persend setelah
Metodolo Kualitas ian dilakuk
gi Tidur Pada sesuai annya
Penelitian Lanjut Usia
dengan Range
Ilmu Di Panti
Keperaw Sosial gerakan Of
atan Edisi Tresna yang Motion
4.Jakarta: Werdha memun mengge
Salemba Unit Budi
Medika. Luhur gkinkan nggam
19. Oscar Yogyakarta terjadin bola.
primadi,Pu Tahun ya
satInforma 2012.
Skripsi
kontrak KESIMPULAN
sidan data
Kemenkes Dipublikas si dan DAN SARAN
,2013) ikan. pergera L
dalambulle Program kan otot atihan
tin Studi Ilmu
kesehatan Keperawat baik ROM
Lansia an secara mengg
20. Ouellet, Yogyakarta pasif engga
.
maupu m bola
d stabil
n aktif memili
inida dan
(Winstei ki
patse keadaa
n et al., pengar
g e r a n
2016). uh
dilakuk pasien
Hal ini terhada
an di sudah
menunj p
tempat memba
ukkan kelentu
tidur ik.
terdapa ran otot
setelah Mempe
t pada
kondisi rbaiki
pengaru tangan
nya fungsi
h antara kanan
29
dan kan
kiri aktifita
yang s fisik
mender supaya
ita tidak
stroke. terjadi
Respon penuru
den nan
dianjur kekuat
kan an otot,
lebih salah
aktif satu
dalam contoh
melaku nya
https://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo
Published online May 31, 2019
30
Pengaruh Range of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot...
adalah menggenggam bola. Diharapkan Benjamin, E. J., Berry, J. D., Borden, W. B.,
keluarga responden untuk tetap memotivasi … Turner, M. B. (2012). Heart Disease
responden untuk tetap melakukan ROM and S t r o k e S t a t i s t i c s — 2 0 1 3 U
secara mandiri. p d a t e . Circulation. 127(1).
htt ps://doi.org/
DAFTAR PUSTAKA 10.1161/cir.0b013e31828124ad
Belagaje, S. R. (2017). Stroke Rehabilitation. J unae dy, I . ( 2009 ) . Stroke, Waspadai
Continuum Lifelong Learning in Ancamanya. Yogyakarta: Andi Publisher.
Neurology. 23(1): 238-253. Retrieved National Stroke Association. (2010). Hope: A
f r o m h tt p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 1 2 1 stroke Recovery Guide. National Stroke
2 / CON.0000000000000423 Association.
Chaidir, R., & Zuardi, I. M. (2014). Penggaruh Tseng, C. N., Chen, C. C. H., Wu, S. C., & Lin, L.
Latihan Range Of Motion pa A. (2007). Effects of a range-of-motion
d a Ekstremitas Atas dengan Bola Karet exercise programme. Journa
Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke l o f Advanced Nursing. 57(2): 181–
Non Hemoragi di Ruang Rawat Stroke 191. Retrieved from
RSSN Bukittinggi Tahun 2012. Jurnal https://doi.org/10.1111/ j.1365-
Ilmu Kesehatan Afiyah. 1(1): 2-6. 2648.2006.04078.x
Farida, I., & Amalia, N. (2009). Mengantisipasi Winstein, C. J., Stein, J., Arena, R., Bates, B.,
Stroke. Yogyakarta: Buku Biru. Cherney, L. R., Cramer, S. C., …
Filantip, A. (2015). Pengaruh Latihan ROM Zorowid,
Aktif Terhadap Kelenturan Sendi R. D. (2016). Guidelines for Adult Stroke
Ekstremitas Bawah dan Gerakan Rehabilitation and Recovery: A
Motorik pada Lansia di Unit Pelayanan Guideline for Healthcare Professionals
Sosial Wening Wardoyo Ungaran. from the American Heart
Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Association/American Stroke
Retrieved from Association. Stroke. 47(6): e98- e169.
https://lib.unnes.ac.id/23401/ Retrieved from https://doi.org/
Go, A. S., Mozaffarian, D., Roger, V. L., 10.1161/STR.0000000000000098
Wiwit. (2010). Stroke dan Penanganannya.
Yogyakarta: Kata Hati.
117 Susanti, dkk