Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG ISTIRAHAT DAN TIDUR DI RUMAH

SAKIT ISLAM LUMAJANG

Disusun oleh :
Ahmad Nurul Fahruzi
(14201.09.17002)

PROFESI NERS
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN-PROBOLINGGO
2021
I. Anatomi

II. Fisiologi
Otak melaksanakan semua fungsi yang disadari. Otak bertanggung jawab
terhadap pengalaman-pengalaman berbagai macam sensasi atau rangsangan
terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang
menuruti kemauan (disadari), dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai
macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional,
intelegensia, berkomunikasi, sifat atau kepribadian dan ramalan.
1. Otak besar (serebrum)
Otak besar merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia.
Otak besar mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental,
yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensia), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terdiri atas Lobus Oksipitalis
sebagai pusat penglihatan, Lobus temporalis yang berfungsi sebagai pusat
pendengaran, dan Lobus frontalis yang berfungsi sebagai pusat
kepribadian dan pusat komunikasi.
2. Otak kecil (serebelum)
Otak kecil (serebelum) mempunyai fungsi utama dalam koordinasi
terhadap otot dan tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada
rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang
normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berfungsi
mengkoordinasikan gerakan yang halus dan luwes.
3. Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah
berfungsi penting pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau
kedudukan tubuh.
4. Otak depan (diensefalon)
Otak depan terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi
menerima semua rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipothalamus yag
berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap
bangun, dan penumbuhan sikap agresif.
5. Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum
tulang belakang
III. Definisi
Istirahat dan tidur memiliki makna yang berbeda pada setiap individu.
Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang, rilex, tanpa tekanan
emosional dan bebas dari perasaan gelisah. Dalam arti lain istirahat berarti
tidak melakukan aktifitas sama sekali. Sedangkan tidur merupakan suatu
keadaan tidak sadarkan diri dimana presepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun/hilang dan dapat dibangunkan kembali dengan indra
atau rangsangan yang cukup (Guiton, dalam buku Haswita, 2017).
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh
semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang
cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan
tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina
tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal. Pola tidur yang baik dan
teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan
Tidur merupakan keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang
ditandai dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan
ambang respon terhadap stimulus eksternal di bandingkan dengan keadaan
terjaga
Kebutuhan tidur yang cukup, ditentukan selain oleh jumlah faktor jam
tidur (kuantitas tidur), juga oleh kedalaman tidur (kualitas tidur). Kebutuhan
waktu tidur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada kebiasaan
yang dibawa selama perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas
pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain sebagainya. Kebutuhan tidur pada
dewasa 6-9 jam untuk menjaga kesehatan, usia lanjut 5-8 jam untuk menjaga
kondisi fisik karena usia yang semakin tua mengakibatkan sebagian anggota
tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya
penurunan kesehatan dibutuhkan energi yang cukup dengan pola tidur yang
sesuai.
Gangguan pola tidur merupakan gangguan yang terjadi pada kualitas dan
kuantitas waktu tidur seseorang akibat faktor eksternal (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016)
IV. Etiologi
Adapun penyebab yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
gangguan pola tidur (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) yaitu:
1) Hambatan lingkungan yang terdiri dari:
a) Kelembaban lingkungan sekitar
b) Suhu lingkungan
c) Pencahayaan
d) Kebisingan
e) Bau yang tidak sedap
2) Kurang kontrol tidur
3) Kurang privasi
4) Restraint fisik
5) Ketiadaan teman tidur
6) Tidak familiar dengan peralatan tidur
V. Manifestasi klinis
Pasien yang mengalami gangguan pola tidur akan biasanya menunjukkan gejala
dan tanda mayor maupun minor seperti berikut : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
1. Gejala dan tanda mayor
a) Secara subjektif pasien mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga,
mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, dan mengeluh
istirahat tidak cukup.
b) Secara objektif tidak tersedia gejala mayor dari gangguan pola tidur.
2. Gejala dan tanda minor
a) Secara subjektif pasien mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
b) Secara objektif yaitu adanya kehitaman di daerah sekitar mata,
konjungtiva pasien tampak merah, wajah pasien tampak mengantuk
(Wahit Iqbal Mubarak et al., 2015).
VI. Patofisiologi
Beberapa faktor penting yang terlibat dalam patofisiologi insomnia adalah
gangguan irama sirkardian siklus bangun – tidur, irama suhu tubuh,
keinginan waktu tidur dan waktu terjaga. Bila dibandingkan dengan orang
normal, pasien sleep-onset insomnia memiliki suhu inti tubuh minimum
lebih lambat yaitu pada jam 3:00 vs 07:00. Pada beberapa penelitian
dilaporkan bahwa keluhan yang dirasakan pasien insomnia bukanlah
disebabkan oleh adanya gangguan selama mereka tidur malam atau karena
sleep deprivation, akan tetapi lebih disebabkan oleh karena waktu terjaga
somatik dan kognitifnya selama 24 jam. Input sensori dan proses informasi
pada pasien insomnia tetap berlangsung saat mereka tidur dan
mempengaruhi inisiasi tidur dan konsolidasi. Pasien insomnia memiliki
tingkat metabolisme yang lebih tinggi dan aktivitas elektroensefalografi
yang lebih tinggi frekuensinya selama tidur. Gangguan adaptasi dan
gangguan fungsi kepercayaan pasien (seperti khawatir yang berlebihan
tentang konsekuensi insomnia yang diderita dan pikiran tidak realistik
tentang gangguan tidurnya) serta kondisi terjaga (arousal) tingkat kortikal
turut terlibat dalam kejadian insomnia.
VII. Alur masalah KDM

stress Pemakaian obat Lingkungan

Gangguan frekuensi tidur Mempengaruhi Proses tidur Lingkungan yang tidak nyaman

Frekuensi tidur menurun Frekuensi tidur menurun Hilangnya ketenangan

insomnia

Menurunnya konsentrasi

Ketidakpuasan tidur
Perasaan tidak nyaman

Resiko cedera Gangguan pola tidur

Gangguan rasa aman dan nyaman


VIII. Pemeriksaan penunjang
Peralatan seperti elektroensefalogram (EEG), yang mengukur aktivitas
listrik dalam korteks serebral, elektromiogram (EMG) yang mengukur
tonus otot dan elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan mata,
memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur Kajian laboratorium
tentang tidur sering kali digunakan untuk mendiagnosa gangguan tidur,
termasuk menggunakan polisomnogram (PSG) dimalam hari dan Multiple
Sleep Latency Test (MSLT). PSG melibatkan penggunaan EEG, EMG,
dan EOG untuk memantau tahapan tidur dan bangun selama tidur malam.
MSLT memberi informasi objektif tentang tidur dan aspek-aspek terpilih
dari struktur tidur dengan mengukur seberapa cepat individu tertidur
selama empat kesempatan tidur siang sepanjang hari. Episode REM awitan
tidur juga dicatat karena abnormalitas ini berhubungan dengan beberapa
gangguan tidur.
IX. Penatalaksanaan
Insomnia adalah merupakan suatu gejala, bukan merupakan suatu
diagnosis, maka terapi yang diberikan adalah secara simtomatik.
Walaupun insomnia merupakan suatu gejala, namun gejala ini bisa
menjadi sangat mengganggu aktivitas dan produktivias penderita, terutama
penderita dengan usia produktif. Oleh karena itu, penderita berhak
mendapatkan terapi yang sewajarnya. Pendekatan terapi pada penderita
insomnia ini bisa dengan farmakologi atau non-farmakologi, berdasarkan
berat dan perjalanan gejala insomnia itu sendiri.
Farmakologi
Meresepkan obat-obatan untuk penderita dengan insomnia harus
berdasarkan tingkat keparahan gejala di siang hari, dan sering diberikan
pada penderita dengan insomnia jangka pendek supaya tidak berlanjut ke
insomnia kronis. Terdapat beberapa pertimbangan dalam memberikan
pengobatan insomnia :
a) Memiliki 10 efek samping yang minimal
b) Mempunyai onset yang cepat dalam mempersingkat proses memulai
tidur
c) lama kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari. Obat tidur
hanya digunakan dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 2-4 minggu

Non-farmakologi
Terapi tanpa obat-obatan medis bisa diterapkan pada insomnia tipe primer
maupun sekunder. Banyak peneliti menyarankan terapi tanpa
medikamentosa pada penderita insomnia karena tidak memberikan efek
samping dan juga memberi kebebasan kepada dokter dan penderita untuk
menerapkan terapi sesuai keadaan penderita. Terapi tipe ini sangat
memerlukan kepatuhan dan kerjasama penderita dalam mengikuti segala
nasehat yang diberikan oleh dokter. Terdapat beberapa pilihan yang bisa
diterapkan seperti yang dibahas di bawah ini :
a) Stimulus Conrol
Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset
tidur dengan tempat tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat dapat
dipercepat. Malah dalam suatu studi menyatakan bahwa jumlah tidur
pada penderita insomnia dapat meningkat 30-40 menit. Metode ini
sangat tergantung kepada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri
dalam menjalankan metode ini, seperti : Hanya berada ditempat tidur
apabila penderita benar-benar kelelahan atau tiba waktu tidur Hanya
gunakan tempat tidur untuk tidur atau berhungan sexual. Membaca,
menonton TV, membuat kerja tidak boleh dilakukan di tempat tidur
Tinggalkan tempat tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk
kembali jika penderita sudah merasa ingin tidur kembali Bangun pada
waktu yang telah ditetapkan setiap pagi Hindari tidur di siang hari.
b) Sleep Restriction
Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur
hanya waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini
dilakukan dengan alasan, berada di tempat tidur terlalu lama bisa
menyebabkan kualitas tidur terganggu dan terbangun saat tidur. Metode
ini memerlukan waktu yang lebih pendek untuk diterapkan pada
penderita berbanding metode lain, namun sangat susah untuk
memastikan penderita patuh terhadap instruksi yang diberikan. Protocol
sleep restriction seperti di bawah : Hitung rata-rata total waktu tidur
pada penderita. Data didapatkan melalui catatan waktu dan jumlah tidur
yang dibuat penderita sekurang-kurangnya 2 minggu Batasi jam tidur
berdasarkan perhitungan jumlah waktu tidur Estimasi tidur yang efisien
setiap minggu dengan menggunakan. rumus (jumlah jam tidur/jumlah
waktu di tempat tidur x 100) Tingkatkan jam tidur 15-20 menit jika
efisiensi tidurr > 90%, sebaliknya kurangi 15-20 menit jika < 80%, atau
pertahankan jumlah jam tidur jika efisiensi tidur 80-90% Setiap minggu
sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang dilakukan Jangan
tidur kurang dari 5 jam Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak
melebihi 1 jam Pada usia lanjut, jumlah jam tidur dikurangi hanya
apabila efisiensi tidur kurang dari 75%
c) Sleep Hygiene
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup
dan lingkungan penderita dalam rangka meningkatakan kualitas tidur
penderita itu sendiri. Sleep hygiene yang tidak baik sering
menyebabkan insomnia tipe primer. Pada suatu studi mendapatkan,
seseorang dengan kualitas buruk biasanya mempunyai kebiasan sleep
hygiene yang buruk. Penelitian lain menyatakan, seseorang dengan
sleep hygiene yang baik, bangun di pagi hari dalam suasana yang lebih
bersemangat dan ceria. Terkadang, penderita sering memikirkan dan
membawa masalah-masalah ditempat kerja, ekonomi, hubungan
kekeluargaan dan lain-lain ke tempat tidur, sehingga mengganggu tidur
mereka. Terdapat beberapa hal yang perlu dihindari dan dilakukan
penderita untuk menerapkan sleep hygiene yang baik, seperti dibawah :
Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk nikotin sebelum
tidur Meminimumkan suasana bising, pencahayaan yang terlalu terang,
suhu ruangan yang terlalu dingin atau panas Pastikan kamar tidur
mempunyai ventilasi yang baik Menggunakan bantal dan kasur yang
nyaman dengan penderita Hindarimakanan dalam jumlah yang banyak
sebelum tidur Elakkan membawa pikiran yang bisa mengganggu tidur
sewaktu di tempat tidur Lakukan senam secara teratur (3-4x/minggu),
dan hindari melakukan aktivitas yang berat sebelum tidur.
d) Cognitive Therapy
Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk
mengubah pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab
dan akibat insomnia. Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika
hendak tidur dan ketakutan yang berlebihan terhadap kondisi mereka
yang sulit tidur. untuk mengatasi hal itu, mereka lebih sering tidur di
siang hari dengan tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang tidak
efisien di malam hari. Namun itu salah, malah memperburuk status
insomnia mereka. Pada studi yang terbaru, menyatakan cognitive
therapy dapat mengurangi onset tidur sehingga 54%. Pada studi lainnya
menyatakan, metode ini sangat bermanfaat pada penderita insomnia
usia lanjut, dan mempunyai efektifitas yang sama dengan pengobatan
dengan medikamentosa.
X. Komplikasi
Beberapa komplikasi gangguan tidur, antara lain:
a) Lemas dan mengantuk
b) Mudah marah
c) Sulit berkonsentrasi saat beraktivitas
XI. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Ier
et.all dalam buku Rohmah, 2016) tahap-tahap pengkajianya antara lain :
a) Riwayat Keperawatan
1) Kebiasaan pola tidur bangun, apakah ada perubahan pada: waktu
tidur, jumlah jam tidur, kualitas tidur, apakah mengalami
kesulitan tidur, sering bangun pada saat tidur, apakah
maengalami mimpi yang mengancam.
2) Dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari: apakah merasa
segar saat bangun,apa yang terjadi jika kurang tidur.
3) Adakah alat bantu tidur: apa yang anda lakukan sebelum tidur,
apakah menggunakan obat-obatan untuk tidur.
4) Gangguan tidur atau faktor-faktor kontribusi: jenis gangguan
tidur, kapan masalah itu terjadi.
b) Pemeriksaan fisik
1) Observasi penampilan wajah, prilaku, dan tingkat energi pasien.
2) Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan
kongjungtiva merah.
3) Prilaku: eritabel , kurang perhatian, pergerakan lambat, bicara
lambat, postur tubuh tidak stabil, tangan tremor, sering menguap,
mata tampak lengket, menarik diri, bingung dan kurang
koordinasi.
c) Riwayat tidur Pengkajian riwayat tidur secara umum dilakukan
segera setelah klien memasuki fasilitas perawatan. Ini
memungkinkan perawat menghubungkan kebutuhan klien dengan
hal-hal yang ia sukai kedalam rencana perawatan. Riwayat tidur ini
meliputi :
1) Pola tidur yang biasa
2) Ritual sebelum tidur
3) Penggunaan Obat-obat tidur atau obat lainya
4) Lingkungan tidur
5) Perubahan terkini pada pola tidur
d) Catatan tidur Catatan tidur sangatlah bermanfaat, khususnya untuk
klien yang memiliki masalah tidur, sebab catatan ini berisi berbagai
informasi penting terkait pola tidur klien. Catatan tidur dapat
mencakup keseluruhan atau sebagian dari informasi berikut :
1) Jumlah jam tidur per hari
2) Aktifitas yang dilakukan 2-3 Jam sebelum tidur (jenis durasi)
3) Ritual Sebelum Tidur (Minum Air)
4) Waktu (a) Pergi tidur, (b) Mencoba Tidur, (c) tertidur, (d)
terjaga dimalam hari dan durasinya, serta (e) bangun tidur dipagi
hari.
5) Adanya masalah yang klien yakini dapat mempengaruhi
tidurnya
6) Faktor yang klien yakini memberi pengaruh yang positif
maupun negatif.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa : Gangguan pola tidur
A. Gejela dan tanda mayor
Subjektif :
1) Mengeluh sulit tidur
2) Mengeluh sering terjaga
3) Mengeluh tidak puas tidur
4) Mengeluh pola tidur berubah
5) Mengeluh istirahat tidak cukup
Obektif : -
B. Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
Objektif : -
Kondisi klinis terkait :
a) Nyeri / kolik
b) Hipertiroidisme
c) Kecemasan
d) Penyakit paru obstruktif kronis
e) Kehamilan
f) Periode pasca partum
g) Kondisi pasca operasi
3. Intervensi keperawatan
1. Observasi
Identifikasi pola aktivitas tidur
Identifikasi factor tidur
2. Terapeutik
Modifikasi lingkungan (mis, pencahayaan, kebisingan, suhu, matras
dan tempat tidur
Batasi waktu tidur siang, jika perlu
Fasilitasi menghilangkan stess sebelum tidur
Tetapkan jadwal tidur
3. Edukasi
Jelaskan pentinnya tidur cukup saat tidur
Anjurkan menghindari makanan atau minumanyang mengganggu
tidur
DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2016) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik , Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik , Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik , Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Ghadafi Muammar (2015) TATALAKSANA INSOMNIA DENGAN
FARMAKOLOGI ATAU NON-FARMAKOLOGI. Bagian SMF Ilmu
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar. Denpansar
Suhartini (2019) Pemenuhan Istirahat – Tidur Pasien melalui Tehnik Relaksasi
Progresif di Rumah Sakit Umum Daerah Bima. Rumah Sakit Umum Daerah
Bima, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. http://jkp.poltekkes-
mataram.ac.id/ diakses pada tanggal 01 Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai