Anda di halaman 1dari 30

Translated from Indonesian to English - www.onlinedoctranslator.

com

REPORT OF UNDERSTANDING CHRONIC KIDNEY DISEASE(CKD)

MEDICAL SURGICAL NURSING STATION

by:
Lisa Aprilia Obay, S.Kep
NIM. 2123111030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB. 1 KONSEP TEORI PENNYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi

Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis


cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan
homeostatik dengan mengatur volume cairan, menyeimbangkan osmotik, asam
basa, ekskresi sisa metabolisme, sistem pengaturan hormonal dan metabolisme.
Ginjal terletak di bagian dinding posterior abdomen terutama di daerah lumbal
dan di sebelah kanan dan kiri dari tulang belakang. Ginjal memiliki ukuran kurang
lebih 6 sampai 7,5 cm dengan ketebalan sekitar 1,5 sampai 2,5 cm. Ginjal
memiliki bentuk seperti biji kacang dengan sisi dalam atau hileum menghadap ke
tulang punggung sedangkan sisi luar dari ginjal berbentuk cembung. Ginjal terdiri
dari dua bagian yaitu bagian kanan dan kiri. Kedua ginjal terletak diantara
vertebra T12 sampai L3. Ginjal kanan terletak sedikit di bawah dibandingkan
dengan ginjal kiri yang bertujuan untuk memberikan tempat lobus hepatis dexter
yang besar. Bagian ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, hal ini
dikarenakan hati pada ginjal kanan menduduki banyak ruang (Evelyn, 2017).
Pada ginjal secaraanatomis terjadi menjadi tiga bagian yaitu kulit (korteks),
sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis). Korteks
terdapat bagian yang merekam untuk melaksanakan video yang disebut nefron.
Pada tempat darah banyak mengandung kapiler darah yang tersusun bergumpal-
gumpal disebut glomerolus. Medula terdiri beberapa badan berbentuk kerucut
yang disebut piramid renal dengan menghadap korteks dan puncaknya (apeks/
papila renis) mengarah ke bagian dalam ginjal. Rongga renalis merupakan ujung
kateter yang berpangkal di ginjal berbentuk corong lebar. Sebelum bercabang
dengan jaringan ginjal, pelvis ginjal atau tiga disebut kaliks mayor yang masing-
masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menuju ke
papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urin yang terus keluar dari
paipila. Dari kaliks minor urin masuk ke kalik mayor, ke perlvis renis, ke ureter
hingga di tampung dalam kandung kemih (Nauri dan Widayati, 2017).
Struktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron ginjal yang
merupakan satuan fungsional yang terdapat ± 1.000.000 nefron dalam setiap
ginjal. Setiap nefron mulai membentuk sebagai berkas kapiler (Badan
Malpighi/Glomerulus) yang erat tertanam di ujung atas yang lebar pada
unineferus. Tubulus ada yang berkelok dan ada yang lurus. Bagian pertama
tubulus berkelok-kelok dan kelokan pertama disebut tubulus proksimal, dan
sebelum itu terdapat sebuah simpai yang disebut simpai henle. Kemudian tubulus
tersebut berkelok lagi yaitu kelokan kedua yang disebut tubulus distal, yang
bergabung dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi kortek dan medula,
dan berakhir di puncak salah satu piramid ginjal.
Ginjal memiliki fungsi penting yang terdiri dari fungsi ekskresi dan non
ekskresi. Fungsi ginjal sebagai ekskresi yaitu mengatur keseimbangan asam basa
cairan tubuh, bergantung pada apa yang dimakan. campuran makanan
menghasilkan urin yang agak asam, pH kurang dari 6, ini disebabkan oleh hasil
akhir metabolisme protein. Ketika banyak makan sayur-sayuran, air seni akan
bersifat basa. pH urin bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal mensekresi urin sesuai
dengan perubahan pH darah. Sedangkan fungsi non ekskresi ginjal terdapat pada
fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal mensekresi hormon renin yang
mempunyai peranan penting dalam mengatur tekanan darah (sistem renin
angiotensin aldesteron); membentuk eritropoiesis; memiliki peran penting untuk
pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
1.2 Definisi

Penyakit ginjal kronis (CKD) yang biasa disebut dengan penyakit ginjal
kronik didefinisikan sebagai penurunan progresif fungsi ginjal atau gangguan
yang terjadi pada ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Penyakit kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration
Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan. Penyakit
ginjal awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat berjalan
progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit itu bisa dan kemungkinan ditanggulangi
untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika diketahui lebih dari
(Kemenkes, 2017). Penyakit kronis merupakan sindrom yang didefinisikan
sebagai perubahan pada struktur dan fungsi ginjal yang berakibat pada derajat
kesehatan individu. Kelainan struktural yang dapat terjadi meliputi kista, tumor,
atrofi dan malformasi yang dapat dibuktikan melalui gambaran rontgen. Kelainan
tersebut berakibat pada terganggunya fungsi ginjal dan bermanifestasi menjadi
peningkatan tekanan darah, edema, perubahan output urin, dan penurunan kualitas
berkemih (Romagnani dkk., 2017).
Gagal ginjal kronik dapat didefinisikan sebagai kerusakan yang terjadi pada
ginjal dimana tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia atau retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Gagal ginjal kronis yang terjadi
secara progresif dan lambat, biasanya berlangsung selama beberapa bulan atau
tahun dan tidak dapat disembuhkan dan harus menjalani pengobatan seumur hidup
(Departemen Kesehatan, 2017).

1.3 Etiologi

Menurut (Kemenkes, 2017), penyakit gagal faktor kronik dapat terjadi


karena beberapa hal contohnya seperti diabetes mellitus, hipertensi,
glomerulonefritis kronik, nefritis intersisial kronis, penyakit ginjal polikistik,
obstruksi saluran kemih, obesitas, dan ada juga yang tidak diketahui penyebabnya
( Kemenkes, 2017). Penyakit gagal ginjal merupakan keadaan klinis kerusakan
ginjal yang bersifat progresif dan tidak dapat diubah karena berbagai penyebab
diantaranya:
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial seperti pielonefritis kronik dan refluks
nefropati.

2. Penyakit seperti peradangan glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis


maligna, dan stenosis arteriarenalis.

4. Gangguan bawaan dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,dan


asidosis tubulus ginjal.

5. Penyakit metabolik seperti diabetes militus dan asam urat


6. Nefropati toksik seperti analgetik

7. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus


eritematosussistemik,poliarteritisnodosa, dan seklerosis sistemik progresif.

8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari
batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal dan traktus urinarius bagian
bawah yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali leher
kongenital vesika urinaria dan uretra

1.4 Klasifikasi

Penyakit gagal ginjal dapat dibagi menjadi 5 stadium berdasarkan derajat


penurunan laju filtrasiglomerulus, yaitu:
1. Stadium 1: Kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal:
GFR > 90ml/menit/1,73 m2
2. Stadium 2: Kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan:
GFR 60 – 89 ml/menit/1,73 m2
3. Stadium 3: Kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal sedang: GFR
30 – 59ml/menit/1,73 m2
4. Stadium 4: Kerusakan ginjal dengan Penurunan fungsi ginjal berat: GFR
15 – 29ml/menit/1,73 m2
5. Stadium 5: Gagal ginjal: GFR < 15 ml/menit/1,73m2 atau sudah menjalani
dialisis (Rahmawati, 2017).
Berikut adalah rumus cara menghitung GFR:

- GFR laki laki = (140 - umur) x kgBB / (72 x kreatinin serum)

- GFR perempuan = (140 - umur) x kgBB x 0,85 / (72 x kreatinin


serum)

1.5 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit gagal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit


yang diakibatkannya. Tetapi dalam proses perkembangan terjadinya suatu
penyakit hampir sama. Pengurangan masa ginjal yang mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai kompensasi yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan faktor pertumbuhan
(Sudoyono., dkk, 2015). Hal tersebut mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, dan berlanjut pada proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Sehingga proses ini akhirnya diikuti dengan adanya
penurunan fungsi nefron yang progresif.
Penurunan fungsi nefron yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin. Sehingga pada kedaan laju filtrasi glomerulus (LFG) sebesar 60%
pasien belum merasakan keluhan (asimtomatik). Sedangkan pada LFG sebesar
30% mulai terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan dan
penurunan berat badan. Pada akhirnya ketika LFG dalam keadaan kurang dari
30% maka pasien akan mengalami anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme (fosfor dan kalsium). Pasien dengan gagal kronik juga akan mudah
terkena infeksi seperti saluran kemih dan saluran infeksi (Sudoyono.,dkk, 2015).
Gagal ginjal ditandai dengan adanya kerusakan dan penurunannya nefron
dengan kehilangan fungsi ginjal yang progresif sehingga nefron sisa yang sehat
akan mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa akan
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, serta mengalami hipertrofi. Dengan
Semakin Berkurangnya kerja dari nefron-nefron akan membentuk jaringan parut
dan aliran darah yang semakin berkurang. Jika jumlah nefron yang tidak befungsi
semakin meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urin dengan baik. Pada
tahap ini glomerulus akan menjadi kaku dan plasma darah tidak dapat disaring
dengan mudah melalui tubulus sehingga akan terjadi kelebihan cairan dengan
retensi udara dan natrium. Pada pasien gagal ginjal kronik dapat terjadi edema di
ektremitas seperti kelopak mata dan kaki (Aisara, 2018).
1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang muncul pada penyakit gagal ginjal kronik memiliki
perbedaan tergantung pada organ yang dipengaruhi (Aru.,dkk, 2015). Manifestasi
klinis penyakit gagal ginjal kronik dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem tubuh
sebagai berikut:
1. Manifestasi kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema, edema
periorbital, friction rub pericardial, tambahan vena leher, gagal jantung
kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial.
2. Gejala pada sistem integumen: gatal-gatal hebat (pruritus),warna kulit
abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini, kulit kering, bersisik,ecimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Gejala gastrointestinal: hirup berbau amonia, ulserasi dan perdarahan
pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran
saliva, haus, rasa logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu
dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare,
perdarahan dari saluran gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kekacauan
mental, ketidakmampuan, kedutan otot dan kejang
5. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan

6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum

7. Pasien secara bertahap akan lebih banyak; karakter pernafasan menjadi


Kussmaul dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan
mioklonik) atau kedutan otot.

1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan USG : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks


ginjal, kepadatan parenki ginjal, sistem anatomi pelviokalises, uereter
proksimal, kandung kemih, serta prostat
2. Biopsi ginjal: Pemeriksaan biopsi ginjal ini menggunakan jarum untuk
mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal dengan bantuan anestesi
lokal dan memeriksa jaringan di bawah mikroskop. Biopsi ginjal bisa
digunakan untuk mendiagnosis renungan
3. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Blood Urea Nitrogen (BUN) : Nilai normal : 20-30


mg/dL

b. Kreatinin serum : Nilai normal Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dL,


Perempuan 0,5- 1,1 mg/dL
c. Glomerulustingkat filtrasi(GFR): Nilai GFR normal pada laki-
lakiantara 97

– 137 mL/menit per 1,73 m2 dan pada perempuan antara 88 – 128


mL/menit per 1,73 m2

d. Tes urine: untuk mengetahui adanya protein dan darah dalam urine
yang menandakan bahwa terjadi penurunan fungsi ginjal

e. Mikroalbuminuria: keadaan dimana terdapatnya albumin dalam urin


sebesar 30 – 300 mg/24 jam. Keadaan ini dapat memberikan tanda
awal dari penyakit ginjal. Kadar albumin normal dalam darah antara
3,5 – 4,5 mg/dL
f. Kalium : Nilai K normal = 3,5 – 5 meq/L

g. Natrium (Na) : Nilai natrium normal = 136 – 146 meq/L

h. Kalsium (Ca) : Nilai normal kalsium total plasma/serum: 8,8 – 10,2


mg/dl
i. Fosfat : Nilai normal fosfat plasma/serum normal: 2,5 – 4,5 mg/dl

j. Magnesium : Nilai magnesium serum normal: 0,6 – 1,1 mmol/L


1.8 Penatalaksanaan

1. Terapi animasi

Terapi ini bertujuan untuk mencegah gangguan fungsi ginjal secara


progresif, memperbaiki metabolisme secara optimal, mengatasi keluhan
akibat toksin azotemia dan menjaga keseimbangan cairan elektrolit
(Nuari, 2017). Berikut ini hal yang dapat dilakukan dengan terapi
animasi yaitu:
a. Protein makanan
Diet rendah protein dianjurkan untuk penderita gagal ginjal
kronik untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia.
Pembatasanasupan protein dalam makanan dapat menyebabkan
timbulnya gejala anoreksia, mual, dan muntah. Asupan protein
rendah dapat mengurangi beban ekskresi ginjal sehingga
menurunkan terjadinya hiperfiltrasi glomerulus, intraglomerulus,
dan cedera sekunder pada asupan nefron. Jumlah protein yang
diperbolehkan untuk di konsumsi yaitu <0,6 g protein/kg/hari
dengan LFG <10 ml/menit.
b. Diet Kalium
Diet kalium pada pasien gagal ginjal kronik dapat dilakukan
dengan cara diet rendah kalium dan tidak mengkonsumsi obat-
obatan yang banyak mengandung kalium. Jumlah yang diizinkan
dalam diet kalium ini adalah 40-80 mEq/hari selain itu disarankan
untuk mengkonsumsi makanan yang kalium seperti sup, pisang,
dan jus buah murni.
c. kalori diet
kebutuhanjumlah kalori pada pasien gagal ginjal kronik harus
memadai untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif,
memelihara status nutrisi, dan status gizi. Untuk penderita gagal
ginjalkronik untuk usia kurang dari 60 tahun dengan LFG <25
ml/menit dan tidak menjalani dialisis yaitu 35 kkal/kg/hari .
sedangkan untuk usia lebih dari 60 tahun yaitu 30-35 kkal/kg/hari.
d. kebutuhan cairan
Dalam memberikan cairan pada pasien gagal ginjal kronik
membutuhkan regulasi hati-hati. Hal ini jika asupan yang kurang
dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi dan pemburukan fungsi
ginjal. Sedangkan asupan cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem dan intoksikasi
cairan. Pada pasien dialisis cairan yang dibutuhkan untuk
penambahan berat badan yaitu 0,9 – 1,3 kg2.
2. Ketika terapi animasi tidak bisa memperbaiki keadaan pasien maka
dapat dilakukan dengan menggunakan terapi berupa:
a. Hemodialisis
Hemodialisis (cuci darah) merupakan proses pembuangan
sampah berlebih pada darah yang bertujuan untuk mengambil
zat-zat nitrogen yang beracun dalam tubuh dan mengeluarkan
udara yang berlebihan. Hemodialisis ini menggunakan cara
dengan mengalirkan darah ke dalam tabung ginjal buatan
(dialyzer) yang terdiri dari 2 komparten yaitu komparten darah
dan komparten dialisat yang berfungsi untuk membuang sisa-
sisa metabolisme berupa air, natrium, hidrogen, kalium, urea,
kreatini dan zat-zat lain . Terapi hemodialisis membutuhkan
waktu 12-15 jam setiap minggunya. dilakukan sebanyak 3 kali
dalam seminggu selama 3-4 jam (Nuari, 2017).
b. Dialisis peritoneum
Dialisis peritoneal (cuci darah lewat perut) merupakan prosedur
lain yang digunakan untuk membuang produk limbah dan
mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam tubuh. Keuntungan
menggunakan dialisis peritoneal yaitu efisiensi waktu atau
dapat dilakukan sendiri di rumah tanpa membutuhkan mesin
hemodialisis, peralatan yang digunakan hanya berupa kantong
cairan dialisat, dan dapat mengurangi beban kerja jantung dan
tekanan di dalam pembuluh darah. Akan tetapi Dialisis
peritoneal juga memiliki risiko pada penderita yang
menjalaninya yaitu peningkatan berat badan . hal ini karena
cairan dialisat mengandung gula yang disebut dengan dekstrosa
yang. Terserapnya cairan ini dalam tubuh yang berlegihan maka
dapat menyebabkan tubuh kelebihan kalori dan mengalami
peningkatan berat badan (Nuari, 2017).
c. Transplanasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pengobatan yang dilakukan
pada pasien gagal ginjal kronis stadium akhir. Namun
transplantasi sulit dilakukan karena ditentukan oleh
ketersediaan ketersediaan. Sehingga hal ini dapat membatasi
transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih oleh
penderita (Nuari, 2017).
1.9 Jalur

penyakit infeksi tubulointerstinal Nefropati toksik Gang. Jaringan ikat

penyakit peradangan Nefropati obstruktif Gang. bawaan dan keturunan

Penyakit vaskular Penyakit Ginjal Kronik penyakit metabolik

Kelemahan/imobilitas Edema perifer Disfungsi ginjal Kekurangan volume cairan

Kurangnya informasi
Dispnea saat/setelah
aktivitas

Manajemen penyakit
kronis dan program diet risiko perfusi ginjal
Intoleransi aktiitas pucat Turgor kulit menurun
Hepatomegali tidak efektif

Busung
Defisit pengetahuan
Oliguri

risiko perfusi perifer


tidak efektif
Hipervolemia

BB meningkat penyakit ginjal


Akral dingin
BAB. 2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi serta data dasr
klien. Pengkajian dilakukan saat klien masuk instansi layanan kesehatan. Data
yang diperoleh dapat berguna untuk proses 2000 selanjutnya.
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien yang didapatkan secara langsung
dari pasien atau keluarga sehingga klien membutuhkan pertolongan. Pada
pasien gagal ginjal mengalami keluhan seperti badan lemah, mual ,muntah,
anoreksia, mulut terasa kering, bau bau (ureum), dan gatal pada kulit (Rini,
2016).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien gagal ginjal biasanya terjadi penurunan frekuensi urin yang
ditandai dengan edema. Selain itu karena berdampak pada proses
metabolisme, maka akan terjadi anoreksia bahkan mual sehingga berisiko
mengalami gangguan nutrisi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien gagal kronis biasanya memiliki riwayat penyakit seperti
glomerulonefritis, hipertensi, dan penyakit diabetes yang pernah diderita
(Rini, 2016).
e. Kebiasaan/pola hidup/gaya hidup:
Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya memiliki kebiasaan yang jarang
mengganggu kesehatan terutama organ ginjalnya.
Pengkajian 200000 pola gordon :

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Dengan gagal ginjal biasanya perubahan yang terjadi persepsi dan
kebiasaan hidup sehat karena Klien tidak mengetahui tentang dampak
dari gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan lebih cenderung tidak mematuhi
prosedurpengobatan sudah merasa putus asa terhadap sakit yang
dirasakan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien gagal ginjal kronik akan terjadi peningkatan berat badan
(edema), anoreksia, mual dan muntah, serta mudah lelah. Hal tersebut
yang dapat menyebabkan klien mengalami gangguan nutrisi
3. Eliminasi pola
Klien gagal ginjal kronik pola eliminasi mengalami penurunan
frekuensi urin, oliguria, dan terjadi perubahan warna urin menjadi
pekat, merah, dan coklat
4. Pola aktivitas dan latihan
Pada klien gagal kronik akan mudah mengalami kelelahan, penurunan
rentang gerak, dan malaise yang dapat menyebabkan klien tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari secara maksimal
5. Pola tidur dan istirahat
Pada klien gagal ginjal mengalami ansietas dan sehingga pola tidurklien
akan terganggu
6. Pola kognitif dan perseptual
Pada klien gagal ginjal kronik yang ditandai dengan gejala yang parah
akan mengalami penurunan kesadaran. Akan tetapi tidak mengganggu
proses penglihatannya
7. Pola persepsi diri
Adanya perubahan fungsi tubuh, lama perawatan, serta biaya
pengobatan yang tidak sedikit dapat mengakibatkan penderita gagal
ginjal mengalami gangguan peran dan ideal diri
8. Pola peran dan hubungan
Pada klien gagal ginjal kronik umumnya sering mengalami gangguan
peran. Hal ini disebabkan karena klien tidak dapat memastikan
kenyamanan dengan selama sakit yang dideritanya.

9. Pola seksualitas dan reproduksi


Pada klien gagal ginjal kronik tidak dapat menjalankan hubungan
seksual dengan baik. Hal ini dikarenakan klien tidak dapat menjalani
aktivitas sehari- hari yang terlalu berat.
10. Pola toleransi koping stres
Lamanya proses perawatan dan pengobatan yang dijalani, klien gagal
ginjal kronik dapat menimbulkan reaksi psikologis yang negatif seperti
kecemasan, gelisah, marah, dan selalu penyakit yang dideritanya.
Sehingga klien tidak mampu menggunakanmekanisme koping yang
konstruktif atau adaptif.

Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum:
Klien gagal ginjal kronik datang ke rumah sakit dengan beberapa
kondisi seperti komposmentis atau somnolen. Klien gagal ginjal
biasanya ditandai dengan gejala lelah, mual, muntah serta terdapat
pembengkakan terutama pada bagian tangan, kaki, dan wajah (Rini,
2016).
2. Tanda-tanda vital
Pada klien gagal ginjal didapatkan adanya perubahan pada RR yang
meningkat dan tekanan darah dari hipertensi ringan berat sesuai
dengan kondisi yang dirasakan oleh klien.
Pemeriksaan Head To Toe (Data fokus)
a. Kepala
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit
kepala kering.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya benjolan
abnormal dibagian kepala.
b. mata
Inspeksi : perhatikan adanya edema periorbita, eksoftalmus (mata
menonjol), anemis, fokus pada mata dan perhatikan sebaran alis
mata tebal atau tipis,

Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan abnormal
pada kedua mata.
c. telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak ada nyeri dan benjolan yang tidak normal pada
telinga.
d. sembunyi
Inspeksi : kebersihan terjaga tidak terdapat kotoran pada bagian
luar ataupun dalam telinga.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung.
e. mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan
lidah klien bersih. Pada pasien gagal kronik yaitu stomatitis dan
mulut seperti bau amonia.
Palpasi : tidak ada masalah.
f. Leher
Inspeksi : leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembengkakanpada kelenjar tiroid dan vena
jugularis.
g. Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum
bentuk dada tidak ada masalah, pergerakan nafas normal, krepitasi
dan tampilan saat dilakukan perkusi (bunyi perkusi sonor). pada
pemeriksaan jantung meliputi bunyi jantung, irama jantung dan
bising jantung.
h. perut
Inspeksi: keadaan kulit, bentuk perut, gerakan dinding dan keadaan
umbilikus serta adanya massa atau pembengkakan. Pada kasus yang
gagal biasanya kulit mengkilap dan tegang yang menahan cairan
atau asites, distensi kandung kemih dan ginjal.
Palpasi: nyeri otot, nyeri tekan pada bagian perut terasa tergantung
dengan perlukaan pada lambung, massa, keadaan hati, lien, ginjal,
pemeriksaan asites dan ketok ginjal.

Perkusi: tanda tandaorgan, adanya udara dan cairan bebas,


memungkinkan batas dan tanda hati.
Auskultasi : Bising dan peristaltik usus, bunyi gerakan cairan, dan
Bising pembuluh darah.
i. Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah mengenai bentuk,ukuran,
kesimetrisan otot, kontraktur, tremor, tonus, kekuatan otot, kelainan
pada ekstremitas, deformitas, massa, fraktur, mobilitas atau rentang
gerak sendi serta gaya berjalan pada pasien dengan gagal ginjal
kronis.
j. Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warna kulit
normal. Selain itu kaji cacat kulit dan turgor kulit. Pada kasus gagal
ginjalkronik umumnya tekstur kulit tampak kasar atau kering.
Penurunan turgor kulit pada gagal ginjal merupakan indikasi
terjadinya dehidrasi, edema, indikasi retensi, dan cairan.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian maka diagnosa yang mungkin muncul pada klien
Gagal Ginjal Kronis adalah (TIM Pokja SDKI, 2017):
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
2. Perfusi perifer tidak efektif dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
kreatinin dan serum BUN
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, lesu dan anemia
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit, perawatan, dan pengobatan.
2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Tid Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi
ak. Keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan selama Manajemen
3x24 jam, keseimbangan cairan membaik dengan kriteria
HipervolemiaI.03114Observasi
hasil:
1. Periksa tanda gejala
Keseimbangan cairan L.05020
hipervolemia (edema, JVP.CVP
meningkat, dan suara napas
bantuan
2. Pantau TTV
3. Monitor tanda hemokonsentrasi
(kadar natrium, BUN,
hematokrit, dan berat jenis urine)
4. Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma (kadar
protein dan albumin meningkat)
Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap hari
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur
30-40
pendidikan
4. Anjurkan melaporkan jika
BBbertambah >1kg dalam
sehari-hari
Kolaborasi
1. Kolaborasi
kehilangankalium akibat
diuretik
2. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 Perawatan Integritas Kulit
kulit jam, diharapkan integritas kulit/jaringan membaik dengan I.11353Observasi
kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab gangguan
Integrasi kulit dan jaringan L.14125 integritas kulit (mis. Perubahan
skala sirkulasi, perubahan status
Indikator Keterangan skala
Awal akhir nutrisi, penurunan kelembapan,
kerusakan lapisan 2 5 1.Memburuk suhu lingkungan ekstrem,
kulit penurunanmobilitas)
Terapeutik
nyeri 2 5 2. cukup 1. Gunakan produk berbahan
suhu hangat 2 5 buruk petroleum atau minyak pada
Kemerahan 2 5 3. Sedang kulit kering
4. Cukup 2. produk berbahan dasar alkohol
membaik pada kulit kering
5. Membaik pendidikan
1. Anjurkan menggunakan
solusi

3. Aktivitas yang tidak Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam, Manajemen energi I.05178
toleran
diharapkan toleransi terhadap aktivitas pasien Observasi
meningkat dengan kriteria hasil: 1. Observasi adanya danpasien
Perawatan diri: aktivitas sehari-hari (ADL) L.11103 dalam melakukan aktifitas
skala
Indikator Keterangan skala 2. Kaji adanya faktor
Awal akhir
yangmenyebabkan
Kemudahan dalam 3 5 1. Menurun
kelelahan
melakukan aktivitas 2. Cukup
3. Pantau pola tidur dan waktu tidur
hidup harian menurun
atau istirahat pasien
(Activiteis of Daily 3. Sedang
Terapeutik
1. Dekatkan barang- barang yang
dibutuhkan pasien
ADL hidup) 4. Cukup Terapi aktivitas
meningkat 1. Bantu pasien
5. Meningkat untukIdentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
2. Bantu untuk Identifikasi aktivitas
yang diinginkan
3. Libatkan keluarga dalam
membantu aktivitas pasien
pendidikan
1. Anjurkan keluarga
untukmemberi
penguatan positif

skala
Indikator Keterangan skala
Awal akhir
4. Defisit pengetahuan Setelah melakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam, pendidikan Kesehatan
diharapkan tingkat pengetahuan meningkat dengan kriteria I.12383Observasi
hasil: 1. Identifikasi kesiapan
Tingkat Pengetahuan L.12111 dan kemampuan
menerimainformasi
2. Identifikasi faktor-faktor yang
dapat meningkkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku
Kemampuan 2 5 1. Menurun hidup bersih dan sehat
menjelaskan 2. Cukup Terapeutik
pengetahuantentang menurun 1. Sediakan bahan dan
topik 3. Sedang mediapendidikan
4. Cukup kesehatan
Kemampuan 2 5 2. Jadwalkan pendidikan
meningkat
menggambarkan kesehatansesuai
5. Meningkat
pengalaman kesepakatan
sebelumnya yang 3. Berikan kesempatan untuk
sesuai bertanya
dengan topik pendidikan
1. Jelaskan faktor resiko yang
dapatmempengaruhi kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Aisara, S., S. Azmi., dan M. Yanni. 2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang

Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Jilid 7(1): 42-

50.

Evelyn, CE 2017. Anatomi dan Fisiologi untuk Medis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Informasi. 2017. Siatuasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. Situasi Penyakit gagal kronis kronis. 2017.

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/inf odatin%20ginjal

%202017.pdf. [Diakses pada tanggal 03 Oktober 2021].

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Rawat ginjal anda dengan

CERDIK.http://www.depkes.go.id/article/view/18030900001/rawat-ginjal-andadengan-

cerdik.html.

Nuari, NA, and D. Widayati. 2017. Disorders of the Urinary System and Nursing Management. Yogyakarta:

CV Budi Utama.

Pranandari, R., and W. Supadmi. 2015. Risk Factors for Chronic Kidney Failure in the Hemodialysis Unit

of Wates Hospital Kulon Progo. Vol 11(2): 316-320.

Rahmawati, F. 2017. Laboratory Aspects of Chronic Kidney Failure. Wijaya Kusuma Medical Scientific

Journal. Vol 6(1): 14-22.

Sudoyono AW., Bambang S, et al. 2015. Textbook of Internal Medicine. Volume 1. Edition V. Jakarta :

Interna Publishing.

Syaifuddin. 2011. ANATOMY OF PHYSIOLOGY Competency-Based Curriculum for Nursing and

Midwifery. Edition 4. Jakarta: EGC.


Verdiansah. 2016. Examination of Kidney Function. CKD-237. Vol 43(2): 148-154.

Anda mungkin juga menyukai