Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DI RUANGAN HEMODIALISA RSU AVISENA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktk Pendidikan profesi


Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi

Disusun Oleh :

Isyeu Sintia

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN CKD

(Chronic Kidney Disease)

A. Konsep teori penyakit


1. Definisi
Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel. Pada gagal ginja kronik, ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga
menyebabkan penyakit gagal ginjal stadium akhir (Terry & Aurora,
2013)

2. Anatomi dan fisiologi


Berikut ini adalah struktur dan anatomi ginjal menurut Benny
(20016): Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama
didaerah lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus
lapisan lemak yang tebal dibelakang pritonium. Kedudukan ginjal dapat
diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebra torakalis.
terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Dan ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri karena tertekan oleh hati.
Setiap ginjal panjangnya antara 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6
cm dan tebalnya antara 1,5 sampai 2,5 cm, pada orang dewasa
berat ginjal antara 140 sampai 150 gram. Bentuk ginjal seperti
kacang dan sisi dalamnya atau hilus menghadap ketulang belakang,
serta sisi luarnya berbentuk cembung. Pembuluh darah ginjal
semuanya masuk dan keluar melalui hilus. Diatas setiap ginjal
menjulang kelenjar suprarenal.

Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dan jaringan fibrus yang


membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus serta
didalamnya terdapat setruktur-setruktur ginjal. Setruktur ginjal
warnanya ungu tua dan terdiri dari bagian kapiler disebelah luar, dan
medulla disebelah dalam. Bagian medulla tersusun atas 15 sampai
16 bagian yang berbentuk piramid, yang disebut sebagai piramid
ginjal. Puncaknya mengarah ke hilus dan berakhir di kalies, kalies
akan menghubungkan dengan pelvis ginjal.

Setruktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang


merupakan satuan fungsional ginjal, dan diperkirakan ada 1.000.000
nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai membentuk sebagai
berkas kapiler (Badan Malpighi / Glomerulus) yang erat tertanam
dalam ujung atas yang lebar pada unineferus. Tubulus ada yang
berkelok dan ada yang lurus. Bagian pertama tubulus berkelok-kelok
dan kelokan pertama disebut tubulus proksimal, dan sesudah itu
terdapat sebuah simpai yang disebut simpai henle. Kemudian tubulus
tersebut berkelok lagi yaitu kelokan kedua yang disebut tubulus distal,
yang bergabung dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi
kortek dan medulla, dan berakhir dipuncak salah satu piramid ginjal.
Selain tubulus urineferus, setruktur ginjal juga berisi pembuluh darah
yaitu arteri renalis yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke
ginjal dan bercabang-cabang di ginjal dan membentuk arteriola aferen
(arteriola aferentes), serta masing-masing membentuk simpul didalam salah
satu glomerulus. Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriola eferen
(arteriola eferentes), yang bercabang-cabang membentuk jaring kapiler
disekeliling tubulus uriniferus. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi
untuk membentuk vena renalis, yang membawa darah kevena kava inferior.
Maka darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler,
yang bertujuan agar darah lebih lama disekeliling tubulus urineferus, karena
fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut.

3. Etiologi
Adapun beberapa faktor yang menpengaruhi kejadian CKD menurut
(Mona, 2017) yaitu :
1) Infeksi misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih),
glomerulonefritis (penyakit peradangan). Pielonefritis adalah proses
infeksi peradangan yang biasanya mulai di renal pelvis, saluran ginjal
yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter) dan parencyma
ginjal atau jaringan ginjal. Glomerulonefritis disebabkan oleh salah
satu dari banyak penyakit yang merusak baik glomerulus maupun
tubulus. Pada tahap penyakit berikutnya keseluruhan kemampuan
penyaringan ginjal sangat berkurang.
2) Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis Disebabkan karena
terjadinya kerusakan vaskulararisasi di ginjal oleh adanya peningkatan
tekanan darah akut dan kronik.
3) Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif Disebabkan oleh
kompleks imun dalam sirkulasi yang ada dalam membrane basalis
glomerulus dan menimbulkan kerusakan (Price, 2008). Penyakit
peradangan kronik dimana sistem imun dalam tubuh menyerang
jaringan sehat, sehingga menimbulkan gejala diberbagai organ.
4) Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista
multiple, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun akan
mengganggu dalam menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan, semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi
ginjal sehingga ginjal akan menjadi rusak.
5) Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis. Penyebab terjadinya ini dimana
kondisi genetik yang ditandai dengan adanya kelainan dalam proses
metabolisme dalam tubuhakibat defisiensi hormon dan enzim. Proses
metabolisme ialah proses memecahkan karbohidrat protein, dan lemak
dalam makanan untuk menghasilkan energi.
6) Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
Penyebab penyakit yang dapat dicagah bersifat refersibel, sehingga
penggunaan berbagai prosedur diagnostik.
7) Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
8) Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis, Merupakan
penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh
presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih.

4. Patofisiologi
Menurut Benny (2016) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan
kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens
subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam
untuk pemeriksaaan kliren kreatinin.
Menurunya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri
klirens kreatinin, sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu,
kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya
dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein
dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid. Penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan dan natrium. Retensi
cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu untuk
mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit seharihari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering
tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal
jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan
asam organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga
menyebabkan produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai
sesak napas, angina dan keletian. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat
memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin
sendiri adalah subtansi normal yang 16 diproduksi oleh ginjal untuk
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Benny (2016) adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun.
Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon
secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya
kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun,
seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan
sering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan
komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan
fungsi ginjal juga berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein
dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara
signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah
cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi
kondisi ini.
5. Komplikasi
(Bayu, 2015), Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD
akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Benny
(2016) antara lain adalah :
1) Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata
bolisme, dan masukan diit berlebih.
2) Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6) Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

6. Manifestasi klinik
Pasien dengan CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,
maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan
tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan
kondisi lain yang mendasari. (Menurut benny, 2016) tanda gejala diantaranya
adalah :
1) Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih
2) Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
3) Gastrointestinal seperti
a. anoreksia atau kehilangan nafsu makan,
b. mual sampai dengan terjadinya muntah.
4) Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5) Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan
dangkal, kusmol, sampai terjadinya edema pulmonal.
6) Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium
dan pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi
kolekalsi feron.
7) Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri
sampai pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan
kematian.

7. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Urin
1. Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine
tidak ada (anuria).
2. Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen
kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin,
dan porfirin.
3. Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
4. Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1
b. Ureum : adanya peningkatan
c. Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemi
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolic

2) Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
e. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi
lain.

3) Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.

4) USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat.

5) Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
B. Konsep proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan menurut wijaya dan putri (2013),
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Data Demografi :
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan
oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-
obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan
dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang
terlalu lama dan lingkungan. Yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan
yang tidak sehat.
b. Riwayat kesehatan dahulu Kemungkinan
Riwayat sakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat DM, hipertensi pada keluarga dapat beresiko
menrunnya sakit DM maupun hipertensi terhadap anggota keluarga
lain
d. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya keluhan penurunan aktivitas fisik, sesak nafas, odema pada
perifer.
e. Pola-pola fungsional
1. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan
BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual,
muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
2. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output
dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi
konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak
singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
3. Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak
lemah, serta pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya
adalah aktifitas dibantu.
4. Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat
kantung mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
5. Pola persepsi dan koknitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya
adalah penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak
dapat berkomunikasi dengan jelas.
6. Integritas Ego
Ansietas, ketakutan, emosi kesal, misal : perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
f. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran : umumnya keadaan umum Lemah, aktifitas dibantu,
terjadi penurunan sensifitas nyeri. tingkat kesadaran pasien
bervariasi dari compos mentis sampai coma.
2) Vital sign : karna kondisi ginjal yg tidak dapat mengatasi
keseimbangan cairan, kebanyakan klien CKD akan mengalami
tekanan darah naik, respirasi rate mungking meningkat, nadi
meningkat dan reguler.
3) Kepala dan leher : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan
4) Mata : simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, mata
anemis
5) Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
6) Hidung : simetris, kebersihan baik, tidak ada lesi
7) Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi
8) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak
ada, nyeri telan.
9) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
10)Abdomen : Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor
jelek, perut buncit.
11)Ekstrimitas : Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu,
terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 2
detik.
12)Genital : Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
13)Kulit : Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Analisis data/ Pathway

Zat toksik Vaskuler Infeksi Obstruksi Saluran kemih

Tertimbun ginjal Retinasi urin Batu besar & kasar


Reaksi antigen antibodi Arterio skerosis

Menekan syaraf perifer Iritasi/cedera jaringan


Suplay darah ginjal

Nyeri pinggang
Hematuria
GFR turun
Anemia

GGK

Retensi Na Sekresi eitropoitis turun


Sekresi protein terganggu

Total CES naik


Sindrom uremia Prodiksi HB turun

Total kapiler naik


Sulplai nutrisi dalam darah turun
Ggn Kesim asam basa Urokrom terhimbun dikulit perpospatemia

Volume interstisial Gg nutrisi


pruritis
Prod asam lambung naik
Perubahan warna kulit
Oksihemoglobin turun
Edema (kelebihan vlme cairan)
Kerusakan integritas kulit

Iritasi lambung Suplai O2, kasar turun


Pre load naik
Beban jantung naik

Hipertrovi ventrikel kiiri


Resiko infeksi Resiko perdarahan
Intoleransi aktivitas
Payah jantung kiri
Gastritis
Hematemesei Melana
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Mual,muntah Anemia COP turun Bendungan atrium kiri naik

Ketidak seaimbangan Keletihan Tekanan vena pulmunalis


nutrisi kurang dari keb
tubuh

Kapiler paru naik

Suplai O2 keotak turun


Suplai O2, jaringan turun Edema paru
Aliran darah ginjal turun

Syncope (kehilangan
kesadaran) Gangguan pertukaran gas
RAA turun
Metabolsm anaerob

Retensi Na dan H2O


Asam laktat naik

Fatigue Nyeri sendi

Nyeri
3. Diagnosa keperawatan

No Diagnosa
1 Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah
jantung, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat
2 Nyeri akut
3 Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet
berlebih dan retansi cairan serta natrium
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan merubahan
membrane mukosa mulut
5 Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b.d perlemahan aliran
darah keseluruh tubuh
6 Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah
7 Kerusakan integritas kulit b.d pruritas, gangguan status metabolic
Sekunder

4. Intervensi keperawatan

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Gangguan pertukaran gas b.d
NOC NIC
kongesti paru, penurunan
curah jantung, penurunan
 Respiratory status : gas exchange Airway management
perifer yang mengakibatkan
asidosis laktat
 Respiratory status : ventilation - Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift at
jaw thrust bila perlu
 Vital sign status - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ve

Kriteria hasil - Identifikasi pasien perlunya pemasangan al


jalan nafas buatan
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi - Pasang mayo bila perlu
dan oksigenasi yang adekuat
 Memelihara kebersihan paru-paru dan - Lakukan pisioterapi dada jika perlu
bebas dari tanda-tanda distres pernafasan
 Mendemostrasikan batuk efektif dan suara - Keluarkan secret dengan batuk atau suctio
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan suptum, - Auskultasi suara nafas catat adanya suara
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada tambahan
pusred lips)
 Tanda-tanda vital dalam rentang yang normal - Lakukan suction pada mayo

- Berikan bronkodilator bila perlu

- Berikan pelembab udara


- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
- Monitor respirasi dan status O2 Respiratory
monitoring
- Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
- Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
- Monitor suara nafas, seperti dengkur

- Monitor pola nafas : bradipnea, takipenia,


kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
- Catat lokasi trakea
- Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoktisis)
- Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
- Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
nafas utama
- Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
Nyeri akut
2 NOC NIC

 Pain level, Pain Management

 Pain control, - Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif


termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Comfort level, kualitas dan faktor presipitasi

Kriteria hasil - Observasi reaksi nonverbal dari


ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan teknik - Gunakan teknik komunikasi terapetik untuk
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mengetahui pengalaman nyeri pasien
mencari bantuan) - Kaji kultur yang memepengaruhi respon nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
frekuensim dan tanda nyeri) lain tentang ketidakefektifan, kontrol nyeri masa
lampau
 Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti sushu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
- Kurangi faktor respirasi nyeri

- Pilih dan lakukan penanganan nyeri


(farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi

- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasi dengan dokter jika ada kleluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang
managemen nyeri
Analgesic adminitrasion

- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan


derajat nyeri sebelum pemberian obat
- Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
- Cek riwayat alergi

- Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi


dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
bertanya nyeri
- Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesduah
pemberian analgesik pertama kali
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
- Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

Kelebihan volume cairan b.d


3 NOC NIC
penurunan haluaran urine, diet
berlebih dan retansi cairan
 Electrolit and acid base balance Fuid management
serta natrium
 Flud balance - Timbang popok/pembalut jika diperlukan
 Hydration - Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat
Kriteria hasil
- Pasang urin kateter jika diperlukan
 Terbebas dari edema, efusi, anaskara
- Monitor hasil Hb yang sesuai dengan
 Bunyi nafas bersih, tidak ada retensicairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin)
dypsnea/ortopneu
- Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
 Terbebas dari distensi vena juguralis, reflek
hepatojugular (+) MAP, PAP, PCWP

 Memelihara tekanan vena sentral, tekanan - Monitor vital sign


kapiler paru, output jantung dan vital sign
dalam batas normal - Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
(cracels, CVP, edema, distensi vena leher,
 Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau asites)
kebingungan
 Menjelaskan indikator kelebihan cairan - Kaji lokasi dan luas edema

- Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung


intake kalori
- Monitor status nutrisi

- Kolaborasi pemberian diuretik sesuai intruksi


Fuid monitoring

- Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan


dan eliminasi
- Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidak seimbangan cairan (hipertermia), terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi, disfungsi hati, dll)
- Monitor berat badan

- Monitor serum dan elektrolit urine

- Monitor BP, HR dan RR

- Monitor parameter hemodinamik infasif

- Catat secara akutar intake dan output

- Monitor adanya distensi leher, rincgi, eodem


perifer dan penambahan BB
- Monitor tanda dan gejala edem
Ketidakseimbangan nutrisi
4 NOC NIC
kurang dari kebutuhan tubuh
b.d anoreksia, mual dan
 Nutritional status : Nutrition management
muntah, pembatasan diet, dan
 Nutritional status : food and fuid - Kaji adanya alergi makanan
merubahan membrane
mukosa mulut  Intake - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
 Nutritional status : nutrient intake
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Weight control
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
Kriteria hasil atau vitamin C
- Berikan substansi gula
 Adanya peningkatan BB sesuai dengan
tujuan
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
 BB ideal sesuai dengan tinggi badan serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih (sudah di
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi konsultasikan dengan ahli gizi)

 Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi - Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
harian makanan
 Menunjukan peningkatan fungsi - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
pencegahan dari menelan
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
berarti
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang diutuhkan
Nutrion monitoring

- BB pasien dalam batas normal


- Monitor adanya penurunan BB

- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biosa


dilakukan
- Monitor interaksi anak dan orang tua selama
makan

- Monitor lingkungan selama makan

- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak


selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

- Monitor turgor kulit

- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah


patah
- Monitor mual dan muntah

- Monitor kadar albumi, total protei,Hb, dan kadar


Ht

- Monitor pertumbuhan dan perkembangan

- Monitor pucat, kemerahn, dan kekeringan


jaringan konjungvita
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

Ketidak efektifan perfusi


5 NOC NIC
jaringan perifer b.d
perlemahan aliran darah
 Circulation status Peripheral sensation management (menejmenen
keseluruh tubuh
sensasi perifer)
 Tissue perfusion cerebral
- Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Kriteria hasil :
- Monitor adanya paretese
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang
ditandai dengan : - Intruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
jika ada isi atau laterasi
 Tekanan systole dan dyastole dalam
rentang yang diharapkan - Gunakan sarung tangan untuk proteksi
 Tidak ada ortostarik hipertensi
- Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
 Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) - Monitor kemampuan BAB

Mendemonstrasikan kemampuan kognitif - Kolaborasi pemberian analgetik


yang ditandai dengan :
 Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai - Monitor adanya tromboplebitis
dengan kemampuan
 Menunjukan perhatian, konsentrasi dan - Diskusikan mengenai penyebab perubahan
orientasi sensasi
 Memproses informasi

 Membuat keputusan dengan benar


Menunjukan fungsi sensori motoricarnial yang
utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada
gerakan-gerakan involunter
Intoleransi aktivitas b.d
6 NOC NIC
keletihan, anemia, retensi,
produk sampah
 Energy consevartion Activity therapy

 Activity tolerance - Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik


dalam merencanakan program terapi yanag
 Self care : ADls tepat
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
Kriteria hasil
yang mampu dilakukan
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa - Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
disertai peningkatan tekanan darah, nadi sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
dan RR sosial
 Mampu melakukan aktivitas sehari-hari - Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
(Adls) secara mandiri sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Tanda-tanda vital normal
- Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
 Energy psikomotor
seperti kursi roda, krek
 Level kelemahan - Bantu untuk mengidentivikasi aktivitas yang
disukai
 Mampu berpindah : dengan atau tanpa
bantuan alat - Bantu klien untuk membuat jadwal diwaktu luang
 Status kardiopulmunari adekuat
- Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
 Sirkulasi status baik
beraktivitas
- Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
 Status respirasi: pertukaran gas dan
beraktifitas
ventilasi adekuat
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
- Monitor respo fisik, emosi, social dan spirituual
Kerusakan integritas kulit b.d
7 NOC Nic
pruritas, gangguan status
metabolic sekunder
 Tissue integrity : skin and mucous  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
yang benar
 Wound healing : primary and secondary
 Jaga kulit agar tetep bersih dan kering
intention
Kriteria hasil  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
dua jam sekali
 Perfusi jaringan normal  Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Oleskan lotion atau minyakbaby oil pada daerah
 Ketebalan dan tekstur jaringan normal yang tertekan
 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Menunjukan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
 Monitor status nutrisi pasien
cedera berulang
 Menunjukan terjadinya proses penyembuhan
 Memandikan pasien dengan sabun dan air
luka
hangat

 Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman


luka, jaringan neurotik, tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
 Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan
luka

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian


diet TKTP (tinggi kalori protein)
 Cegan kontaminasi fases dan urin

 Lakukan teknik perawatan luka dengan steril

 Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada


luka

 Hindari kerutan pada tempat tidur


C. DATAR PUSTAKA
- Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S

Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002.

- Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995

Prinsip – Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 – 267 Carpenitto,Lj.

2001, Diagnosa Keperawatan. Ed 6. EGC. Jakarta.

- Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC

jilid 2, 2015

Anda mungkin juga menyukai