Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


Di Ruang Gardena RSD dr. SOEBANDI JEMBER

NAMA : Selvia Fajriyatin Nikmah


NIM : 21101090

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
CKD (Chronic Kidney Disease)

1.1 Pengertian
1.1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah salah satu organ penting tubuh yang berfungsi untuk menyaring
darah. Organ yang berbentuk menyerupai kacang ini terletak di sepanjang dinding
otot bagian belakang (otot posterior rongga perut).Pada umumnya, ginjal berukuran
sekepalan tangan dan dilengkapi dengan sepasang ureter, sebuah kandung kemih dan
uretra. (Suwitra, 2016).

Manusia mempunyai sepasang ginjal yang bagian kirinya terletak sedikit lebih
tinggi dibandingkan ginjal kanan. Hal ini dikarenakan adanya organ hati yang
mendesak ginjal bagian kanan. Ginjal juga dilindungi oleh tulang rusuk dan otot
punggung. Sementara itu, jaringan adiposa (jaringan lemak) mengelilingi ginjal dan
berperan sebagai bantalan pelindung ginjal. (Suwitra, 2016).
Anatomi ginjal dibagi menjadi tiga bagian, mulai dari bagian yang paling luar
hingga ke dalam, yaitu korteks ginjal, medula ginjal, dan pelvis ginjal. Bagian terluar
dari ginjal disebut dengan korteks. Korteks ginjal umumnya dikelilingi oleh kapsul
renal dan lapisan lemak yang berfungsi untuk melindungi struktur dalam organ dari
kerusakan. Medula adalah jaringan ginjal yang halus. Bagian dari ginjal ini terdiri dari
lengkung Henle serta piramida renal, yaitu struktur kecil yang berisi nefron dan
tubulus. Tubulus inilah yang nantinya berfungsi mengangkut cairan yang masuk dan
mengeluarkan urine dari ginjal. Pelvis ginjal adalah ruang berbentuk corong dan
terletak di bagian paling dalam dari renal. Bagian dari ginjal yang satu ini berfungsi
sebagai jalur untuk cairan dalam perjalanan ke kandung kemih. (Suwitra, 2016).
1.1.2 Pengertian CKD
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal
dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga
terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2001).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2001).

1.2 Etiologi
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis.
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
5. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal.
8. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital
pada leher kandung kemih dan uretra.
9. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis
kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%.
Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan
lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi
dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo,
2006).

1.3 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. (Suwitra, 2016).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan 3 produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
• Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik..
• Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
• Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Penyakit ginjal kronis dibagi kedalam 5 derajat yaitu :
• derajat 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
• derajat 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
• derajat 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
• derajat 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2
• derajat 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin (ml/menit)=(140-umur) x berat
badan (kg) 72 x creatini serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
(cholina trisa, 2020)

1.4 Manifestasi Klinis


Penyakit ginjal kronis tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda terjadinya
penurunan fungsi secara spesifik, tetapi gejala yang muncul mulai terjadi pada saat
fungsi nefron mulai menurun secara berkelanjutan. Penyakit ginjal kronis dapat
mengakibatkan terganggunya fungsi organ tubuh lainnya. Penurunan fungsi ginjal
yang tidak dilakukan penatalaksanaan secara baik dapat berakibat buruk dan
menyebabkan kematian (cholina trisa, 2020). Tanda gejala umum yang sering muncul
dapat meliputi :
a. Hematuria
b. Albuminuria
c. Urin keruh
d. Nyeri saat BAK (Disuria)
e. Merasa sulit saat berkemih
f. Ditemukan pasir/batu dalam urin
g. Terjadi penambahan/pengurangan produksi urin secara signifikan
h. Nokturia
i. Nyeri pinggang atau perut
j. Pergelangan kaki, kelopak mata, wajah oedem
k. Peningkatan tekanan darah
Penurunan kemampuan ginjal melakukan fungsi yang terus berlanjut ke
stadium akhir (GFR <25%) dapat menimbulkan gejala uremia yaitu :
1) BAK dimalam hari
2) Nafsu makan berkurang, merasa mual muntah
3) Tubuh terasa lelah
4) Anemia
5) Gatal-gatal pada kulit
6) Hipertensi
7) Terasa sesak saat bernapas
8) Edema pergelangan kaki dan kelopak mata
Gejala yang terjadi pada pasien sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal, keadaan
ini dapat mengganggu fungsi organ tubuh lainnya :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
2. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
3. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
4. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
5. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
6. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
7. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
8. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal,kandung kemih dan prostat.
9. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
10. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
11. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
12. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
13. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
14. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
15. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya
Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio
urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolic (Suwitra, 2016).

1.6 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi (cholina trisa, 2020) Antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

1.7 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi
tiga yaitu:
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya edema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialisis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CPAD (Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
b. Hemodialisis
Dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV 23
23 fistule (menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen
(langsung pada daerah jantung atau vaskularisasi ke jantung).
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal (Arif Muttaqin, 2011).

1.8 Konsep Keperawatan


1. Pengkajian umum
a. Biodata: Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat
b. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
c. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
d. Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
e. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
2. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum: Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan
sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital: Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi
dispnea, nadi meningkat dan reguler.
c. Antropometri: Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
d. Kepala: Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau
ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah
kotor.
e. Leher dan tenggorok: Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran
tiroid pada leher.
f. Dada: Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar
suara tambahan pada paru (ronkhi basah), terdapat pembesaran
jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen: Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor
jelek, perut buncit.
h. Genital: Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas: Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit: Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

1.9 Diagnosa Keperawatan


1. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (D.0023)
2. Risiko perfusi renal tidak efektif b.d disfungsi ginjal (D.0017)
3. Retensi urin berhubungan dengan disfungsi neurologis (D.0050)
4. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload (D.0008)
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
7. Gangguan integritas kulit b.d kekurangan atau kelebihan volume cairan
(D.0129)
8. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)
9. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi (D.0005)

Diagnosa Standar luaran keperawatan Standar intervensi


No
Keperawatan Indonesia keperawatan indonesia
1 Hypervolemia Setelah dilakukan tindakan Pemantauan cairan
(D.0023) b.d keperawatan keseimbangan cairan (l.03121) :
kelebihan asupan meningkat dengan indikator : 1. Monitor frekuensi
cairan d.d edema, Keseimbangan cairan kekuatan nadi
intake lebih banyak Indikator S.A S.T 2. Monitor tekanan
dari output Asupan cairan 3 5 darah
Haluaran urin 3 5 3. Monitor jumlah,
warna dan berat
Keterangan : jenis urine
1 : menurun 4. Monitor intake dan
2 : cukup menurun output cairan
3 : sedang 5. Monitor hasil
4 : cukup meningkat pemeriksaan serum
5 : meningkat 6. Dokumentasikan
hasil pemantauan
7. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
2 Risiko perfusi renal Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan
tidak efektif keperawatan perfusi renal meningkat (I.03098) :
(D.0017) b.d dengan indikator : 1. Monitor hasil
penyakit ginjal d.d Perfusi renal pemeriksaan
hipertensi Indikator S.A S.T laboratorium
2. Catat intake dan
output dan hitung
Jumlah 3 5 balance cairan 24
urine(menigkat) jam
Kadar kreatinin 3 5 3. Berikan asupan
plasma(membaik) cairan sesuai
Keterangan : kebutuhan
1 : menurun 4. Kolaborasi
2 : cukup menurun pemberian diuretic,
3 : sedang jika perlu
4 : cukup meningkat
5 : meningkat
Keterangan :
1: Memburuk
2 : cukup memburuk
3 : sedang
4 : cukup membaik
5 : membaik
3 Retensi urin Tujuan : Kateterisasi urine
(D.0050) Setelah dilakukan tindakan (I.04148)
keperawatan selama 1 x 24 jam, 1. Periksa kondisi
eliminasi urine meningkat pasien (distensi
dapat teratasi dengan Kriteria Hasil : kandung kemih,
Eliminasi urine inkontinensia urin,
Indikator S.A S.T reflex berkemih)
Disuria 3 5 2. Siapkan peralatan
Nokturia 3 5 bahan dan ruang
tindakan
3. Siapkan pasien
Keterangan :
4. Pasang sarung
1 : meningkat
tangan
2 : cukup meningkat
5. Bersihkan daerah
3 : sedang
perineal atau
4 : cukup menurun
preposium dengan
5 : menurun NaCl
6. Lakukan insersi
kateter urine dengan
menerapkan prinsip
aseptic
7. Sambungan kateter
dengan urin bag
8. Isi balon dengan
NaCl
9. Fiksasi kateter di
paha
10. Berikan label
pemasangan
11. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemasangan kateter
12. Anjurkan menarik
napas saat insersi
selang kateter
4 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
jantung (D.0008) keperawatan curah jantung meningkat (I.02075)
b.d perubahan dengan indikator : 1. Identifikasi tanda dan
afterload d.d Curah jantung gejala primer
tekanan darah Indikator S.A S.T penurunan curah
meningkat, CRT Distensi vena 3 5 jantung
>3detik jugularis (menurun) 2. Monitor tekanan
Tekanan darah 3 5 darah
(membaik) 3. Monitor aritmia
Keterangan : 4. Posisikan semi fowler
1 : meningkat 5. Berikan diet jantung
2 : cukup meningkat yang sesuai
3 : sedang 6. Anjurkan berhenti
4 : cukup menurun merokok
5 : menurun 7. Kolaborasi pemberian
Keterangan : antiaritmia, jika perlu
1 : memburuk
2 : cukup memburuk
3 : sedang
4 : cukup membaik
5 : membaik
5 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
(D.0077) b.d agen keperawatan tingkat nyeri menurun (I.08238) :
pencedera fisiologis dengan indikator : 1. Identifikasi
d.d tampak Tingkat nyeri lokasi, intensitas,
meringis, frekuensi Indikator S.A S.T kualitas,
nadi meningkat Keluhan nyeri 3 5 frekuensi nyeri
Meringis 3 5 2. Identifikasi skala
nyeri
Keterangan : 3. Fasilitasi istirahat
1 : meningkat dan tidur
2 : cukup meningkat 4. Jelaskan penyebab,
3 : sedang periode, pemicu
4 : cukup menurun nyeri
5 : menurun 5. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energy
(D.0056) b.d keperawatan toleransi aktivitas (I.05178)
kelemahan d.d meningkat dengan indikator : 1. Identifikasi
frekuensi jantung Toleransi aktivitas gangguan fungsi
meningkat >20% Indikator S.A S.T tubuh yang
dari kondisi mengakibatkan
intirahat kelelahan
2. Sediakan
Frekuensi nadi 3 5 lingkungan nyaman
Saturasi 3 5 dan rendah stimulus
oksigen 3. Anjurkan tirah
baring
Keterangan :
4. Kolaborasi dengan
1 : menurun
ahli gizi tentang
2 : cukup menurun
cara meningkatkan
3 : sedang
asupan makanan
4 : cukup meningkat
5 : meningkat
7 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas
kulit (D.0129) b.d keperawatan integritas kulit dan kulit
kelebihan volume jaringan meningkat dengan indikator : 1. Identifikasi
cairan d.d Integritas kulit dan jaringan penyebab
kerusakan lapisan Indikator S.A S.T gangguan integritas
kulit Kerusakan 3 5 kulit
jaringan 2. Ubah posisi tiap 2
Kerusakan 3 5 jam jika tirah
lapisan kulit baring
Keterangan : 3. Anjurkan
1 : meningkat menggunakan
2 : cukup meningkat pelembab
3 : sedang 4. Anjurkan minum
4 : cukup menurun air yang cukup
5 : menurun 5. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
8 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
(D.0019) b.d keperawatan Stat (I.03119)
ketidakmampuan membaik dengan indikator : 1. Identifikasi
mencerna makanan Fungsi gasterointestinal kebutuhan kalori
d.d bising usus Indikator S.A S.T dan jenis nutrient
hiperaktif 2. Berikan makanan
mual 3 5 TKTP
muntah 3 5 3. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
Keterangan : 4. Kolaborasi
1 : meningkat/memburuk pemberian medikasi
2 : cukup meningkat/cukup memburuk sebelum makan
3 : sedang (mis. Pereda nyeri,
4 : cukup menurun/cukup membaik antiemetic)
5 : menurun/membaik
9 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
efektif (D.0005) b.d keperawatan pola napas membaik (I.01014)
hambatan upaya dengan indikator : 1. Monitor pola
napas d.d pola Pola napas napas
napas abnormal Indikator S.A S.T 2. Monitor saturasi
Frekuensi 3 5 oksigen
napas 3. Auskultasi bunyi
Kedalaman 3 5 napas
napas 4. Monitor nilai AGD
Keterangan : 5. Dokumentasikan
1 : memburuk hasil pemantauan
2 : cukup memburuk 6. Informasikan hasil
3 : sedang pemantauan
4 : cukup membaik
5 : membaik
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, K. S. (2011). buku ajar asuhan keperawatan gangguan sistem


perkemihan. jakarta: salemba medika.

cholina trisa, s. N. (2020). manajemen komplikasi pasien hemodialisa.


yogyakarta: CV BUDI UTAMA.

Julianti, E. (2014). Laporan Pendahuluan Ruang Perawatan Umum RSPAD Gatot


Subroto: Chronic Kidney Disease. Jakarta: Pendidikan Profesi Ners
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Smeltzer, S. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Sudoyo. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Suwitra K (2016). Penyakit ginjal kronik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai