1.1 Pengertian
1.1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah salah satu organ penting tubuh yang berfungsi untuk menyaring
darah. Organ yang berbentuk menyerupai kacang ini terletak di sepanjang dinding
otot bagian belakang (otot posterior rongga perut).Pada umumnya, ginjal berukuran
sekepalan tangan dan dilengkapi dengan sepasang ureter, sebuah kandung kemih dan
uretra. (Suwitra, 2016).
Manusia mempunyai sepasang ginjal yang bagian kirinya terletak sedikit lebih
tinggi dibandingkan ginjal kanan. Hal ini dikarenakan adanya organ hati yang
mendesak ginjal bagian kanan. Ginjal juga dilindungi oleh tulang rusuk dan otot
punggung. Sementara itu, jaringan adiposa (jaringan lemak) mengelilingi ginjal dan
berperan sebagai bantalan pelindung ginjal. (Suwitra, 2016).
Anatomi ginjal dibagi menjadi tiga bagian, mulai dari bagian yang paling luar
hingga ke dalam, yaitu korteks ginjal, medula ginjal, dan pelvis ginjal. Bagian terluar
dari ginjal disebut dengan korteks. Korteks ginjal umumnya dikelilingi oleh kapsul
renal dan lapisan lemak yang berfungsi untuk melindungi struktur dalam organ dari
kerusakan. Medula adalah jaringan ginjal yang halus. Bagian dari ginjal ini terdiri dari
lengkung Henle serta piramida renal, yaitu struktur kecil yang berisi nefron dan
tubulus. Tubulus inilah yang nantinya berfungsi mengangkut cairan yang masuk dan
mengeluarkan urine dari ginjal. Pelvis ginjal adalah ruang berbentuk corong dan
terletak di bagian paling dalam dari renal. Bagian dari ginjal yang satu ini berfungsi
sebagai jalur untuk cairan dalam perjalanan ke kandung kemih. (Suwitra, 2016).
1.1.2 Pengertian CKD
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal
dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga
terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2001).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2001).
1.2 Etiologi
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis.
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
5. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal.
8. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital
pada leher kandung kemih dan uretra.
9. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis
kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%.
Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan
lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi
dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo,
2006).
1.3 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. (Suwitra, 2016).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan 3 produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
• Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik..
• Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
• Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Penyakit ginjal kronis dibagi kedalam 5 derajat yaitu :
• derajat 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
• derajat 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
• derajat 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
• derajat 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2
• derajat 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin (ml/menit)=(140-umur) x berat
badan (kg) 72 x creatini serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
(cholina trisa, 2020)
1.6 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi (cholina trisa, 2020) Antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
Sudoyo. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Suwitra K (2016). Penyakit ginjal kronik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.