A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik (GGK)
adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung
≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate
(GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa
disertai kerusakan ginjal. Dimana yang mendasari etiologi yaitu kerusakan
massa ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nephrons ke
arah suatu kemunduran nilai dari GFR. Tahapan penyakit gagal ginjal
kronis berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu (National
Kidney Foundation, 2015).
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ
ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja
sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga
keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium
didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang
secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali
tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia
kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronis (Price & Wilson, 2007). Menurut Brunner & Suddarth
(2010), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah).
The Renal Association (2013) mengklasifikasikan gagal ginjal
kronis sebagai berikut:
a. Stadium 1: fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, abnormalitas
struktur atau cirri genetic menunjukkan adanya penyakit ginjak (GFR
>90 mL/min/1.73 m2).
b. Stadium 2: penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain (seperti
pada stadium 1) menunjukkan adanya penyakit ginjal (GFR 60-89
mL/min/1.73 m2).
c. Stadium 3: penurunan sedang fungsi ginjal (GFR 30-59 mL/min/1.73
m2).
d. Stadium 4: penurunan fungsi ginjal berat (GFR 15-29 mL/min/1.73
m2).
e. Stadium 5: gagal ginjal terminal (GFR <15 mL/min/1.73 m2)
Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak menunjukkan tanda-
tanda kerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang abnormal atau
urin yang abnormal. Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi
ginjal yang dimiliki oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi
oleh dokter. Semakin parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan
semakin kecil (National Kidney Foundation, 2015).
2. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney
Foundation, 2015). Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh
Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan
etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes
melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Sudoyo, dkk
2009).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit
ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum
memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus.
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit
dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis
sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain
seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma
multipel, atau amiloidosis (Roesli, 2008).
b. Diabetes melitus
Menurut Soegondo (2008) diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator,
karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi.
Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien
tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan,
sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar
glukosa darahnya.
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik≥ 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat
antihipertensi (Mansjoer, 2008).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi
cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista.
Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua
ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan
genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering
didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit
ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena
sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata
kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga
istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit
ginjal polikistik dewasa (Arikunto, dkk 2010).
3. Manifestasi Klinik
Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, oleh karena itu pasien akan memperlihatkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan
tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari adalah usia pasien.
Berikut merupakan tanda dan gejala gagal ginjal kronis (Brunner &
Suddarth, 2010):
a. Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi, pitting
edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub
pericardial, serta pembesaran vena leher.
b. Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat,
kulit kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta
rambut tipis dan kasar.
c. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat,
napas dangkal seta pernapasan kussmaul.
d. Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia,
ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah,
konstipasi dan diare, serta perdarahan dari saluran GI.
e. Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan,
konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada
telapak kaki, serta perubahan perilaku.
f. Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot
hilang, fraktur tulang serta foot drop.
g. Reproduktif yaitu yang ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler.
4. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare
(2010) antara lain adalah :
1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata
bolisme, dan masukan diit berlebih.
2) Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
rennin angiotensin aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6) Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
Kerusakan
integritas
kulit
Penurunan curah
Ketidakefektifan
jantung
Pola Nafas
Anoreksia, Ketidakseimbangan
mual muntah nutrisi:kurang dari
kebutuhan tubuh
A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
Riwayat keluarga yang memiliki penyakit gagal ginjal kronik.
b. Pola Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat penyakit sebelumnya,
persepsi pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi
anggota keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari-hari,
jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi, jenis makanan
dan minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun /
tidak, jenis makanan yang disukai, penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama
sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari,
konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul
keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah
aktifitas, kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
(Brunner & Suddart, 2010)
c. Pemeriksaan Fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan
yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia,
etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat
memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat
penurunan faal ginjal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia (D.0022) berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi (gagal ginjal kronis)
b. Nausea (D.0076) berhubungan dengan gangguan biokimiawi (uremia)
c. Nyeri akut (D.0077) berbuhungan dengan agen pencedera fisiologis
d. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan
hiperglikemia
e. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hambatan
upaya nafas
f. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
g. Gangguan integritas kulit (D.0129) berhubungan dengan kekurangan/
kelebihan volume cairan
3. Perencanaan Keperawatan
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai
setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai :
a) Berhasil : Perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan
b) Tercapai sebagian : Pasien menunjukan prilaku baik tetapi tidak
sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c) Belum tercapai : Pasien tidak mampu sama sekali menunjukan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :
S (Subjektif) :data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali
pada klien yang afasia.
O (Objektif) :data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik,
tindakan keperawatan, atau akibat pengobatan.
A (Analisis) : masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif. Karena
status klien selalu berubah yang mengakibatkan informasi/data
perlu pembaharuan, proses analisis/assessment bersifat
diinamis. Oleh karena itu sering memerlukan pengkajian ulang
untuk menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.
P (Planning) : perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang
(hasil modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses ini berdasarkan
kriteria tujaun yang spesifik dan periode yang telah ditentukan.
I (Intervensi) : tindakan keperawatan yang digunakan untuk memecahkan
atau menghilangkan masalah klien. Karena status klien selalu
berubah, intervensi harus dimodifikasi atau diubah sesuai
rencana yang telah ditetapkan.
E (Evaluasi) : penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan analisis
respons klien terhadap intervensi yang berfokus pada kriteria
evaluasi tidak tercapai, harus dicari alternatif intervensi yang
memungkinkan kriteria tujuan tercapai.
R (Revisi) :tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan terutama diagnosis
dan tujuan jika ada indikasi perubahan intervensi atau pengobatan
klien. Revisi proses asuhan keperawatan ini untuk mencapai
tujuan yang diharapkan dalam kerangka waktu yang telah
ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, dkk. (2010). Tindakan Penanganan Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: Bumi
Aksara.
National Kidney Foundation. 2015. About chronic Kidney Disease. Diakses dari
https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd. diunduh pada 5
Desember 2017.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2007). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. volume 1. Jakarta : EGC.Roesli, 2008
Smeltzer, Suzane C, and Brenda G. Bare. (2010). Brunner and Suddarth: Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Sudoyo, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publising.