Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR HEMODIALISIS DAN CHRONIC KIDNEY DISEASE

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh :
Ari Maolana Rahmatilah
224291517053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang
ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan
elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bayhakki, 2013).
Chronic Kidney Disease adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel
dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
metabolik, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau azotemia (Wijaya dan Putri,
2017).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Chronic Kidney
Disease adalah suatu keadaan klinis yang terjadi penurunan fungsi ginjal dengan ditandai
terjadinya penurunan GFR selama >3 bulan yg bersifat progresif dan irreversibel, ginjal
tidakdapat mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia.

B. ETIOLOGI
1. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar, dengan kontriks iskleratik progresif pada pembuluh darah
hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu kondisi yang disebabkan oleh
hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan oleh penebalan, hilangnya elastisitas
sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal
ginjal.
2. Gangguan imunologis: Seperti glomerulone fritis & SLEc. Infeksi : Dapat disebabkan
oleh beberapa jenis bakteri terutama
3. Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara asceden dari traktus
urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan
irreversibel ginjal yang disebut plenlonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di ginjal dan
berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefripati amiliodosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat protein emia abnormal pada dinding pembuluh darah
secara serius merusak membran glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
6. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dankontriksi uretra.
7. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ
lain,serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia renalis) serta
adanya asidosis

C. PATOFISIOLOGI
pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulusdan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yangmeningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾dari nefron–nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri danhaus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguritimbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal
bilakira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renalyang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebihrendah itu. (Long,
1996)Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnyadiekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
danmempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampahmaka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelahdialisis. (Brunner &
Suddarth, 2001).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu :
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal) ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood
Ureum Nitrogen (BUN)normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak
(Glomerulo filtrationRate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum
Nitrogenmulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)Timbul apabila 90% massa nefron telah
hancur, nilai glomerulo filtrationrate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit
atau kurang.Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen
meningkatsangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992)
D. PATHWAY
E. KLASIFIKASI

Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu berdasarkan derajat penyakit dan
berdasarkan etiologi. Klasifikasi berdasarkan derajat penyakit didasarkan pada LFG yang
dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – umur) x berat badan (kg)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Kockroft-Gault tidak berlaku pada umur dibawah 18 tahun atau diatas 80 tahun, berat
badan dibawah 40 kg atau diatas 100 kg, Wanita hamil, pasien penderita Acute Kidney Injury
(AKI), kerusakan otot yang luas (crush syndrome, tetraparesis) atau ada anggota tubuh yang
tidak lengkap
Derajat CKD berdasarkan LFG
Stadium Deskripsi LFG (ml/menit/1,73m2)
I Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90
meningkat
II Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG 60 – 89
ringan
III Penurunan LFG sedang 30 – 59
IV Penurunan LFG berat 15 – 29
V Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Klasifikasi berdasarkan etiologi


Penyakit Tipe mayor
Penyakit ginjal diabetes Diabetes type 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes - Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi
sistemik, obat neoplasia)
- Penyakit vascular (renal artery disase, hipertensi,
mikroangiopati)
- Penyakit tubulointersitital (pieloneftiris kronis.
Obstruksi, keracunan obat)
- Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi - Rejeksi kronik
- Keracunan obat
- Penyakit glomerular
- Transplant glomerulopathy

F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguanyang bersifat
sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasimemiliki fungsi yang banyak
sehingga kerusakan kronis secara fisiologisginjal akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan sirkulasi dan vasomotor (Prabowo & Pranata, 2014).
Menurut Long dalam Rendy & Margareth (2012),tanda dan gejala GGK sebagai berikut :
1. Gejala dini : letargi, sakit kepala, kelelaham fisik dan mental, BB berkurang, mudah
tersinggung dan depresi.
2. Gejala lebih lanjut Anoreksia, nausea, vomiting, nafas dangkal/sesak saat ada
kegiatanmaupun tidak, edema disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapimungkin
juga sangat parah.
Sedangkan menurut Robinson (2013), tanda dan gejala pada gagal ginjal kronis meliputi :
1. Ginjal dan Gastrointestinal Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi,
mulut kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudianterjadi
penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat.Dampak dari peningkatan
kalium adalah peningkatan iritabilitas ototdan akhirnya otot mengalami kelemahan.
Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik.
Tanda palingkhas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasiyang
tinggi.
2. Kardiovaskuler Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic
perikarditis,efusi perikardial (kemungkinan terjadi tamponade jantung), gagal jantung,
edema periorbital dan edema perifer.
3. Sistem Respirasi Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lungdan sesak nafas.
4. Gastrointestinal Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada
mukosagastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi dankemungkinan
juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, doudenalulseratif, lesi pada intestinum/kolon,
kolitis, dan pankreatitis. Kejadiansekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea
dan vomitting.
5. Integumen Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp.Selain itu
biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petekie, dan timbunan urea pada
kulit
6. Neurologi Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal, pada
lengan dan kaki. Selain iu, juga adanya kram pada otot danrefleks kedutan, daya memori
menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil
EEG menunjukkanadanya perubahan metabolik ensefalopati.
7. Endokrin Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorea dan gangguansiklus
menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi
aldosteron dan kerusakan metabolismekarbohidrat.
8. Hematopoetic Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,trombositopenia
(dampak dialisis) dan kerusakan platelet. Biasanyamasalah yang serius pada sistem
hematologi ditunjukkan denganadanya perdarahan (purpura, ekimosis, petekie).
9. Muskuloskeletal Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi pada tulang, fraktur
patologis, kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk hasil yang lebih akurat, pemeriksaan fungsi ginjal adalah dengan analisa Creatinin
Clearence. Menurut Prabowo & Pranata (2014), pemeriksaan penunjang lainnya adalah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia) 1.Laboratorium darah :Pemeriksaan utama (BUN,
Kreatinin), elektrolit (Na, K, Ca,Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit),
protein,antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin). Pemeriksaan kadar elektrolit
dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk
kinerja ginjal.
2. Pemeriksaan Urin Warna, pH, Berat Jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein,sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT
3. Pemeriksaan EKG Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis,aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
4. Pemeriksaan USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,kandung kemih serta
prostate. Pada klien gagal ginjal, hasilmenunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut
pada ginjal.
5. Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography,
RenalAretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaanrontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.

H. PENATALAKSANAAN
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dikembalikan, maka tujuan
penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkanfungsi ginjal yang ada dan mempertahankan
keseimbangan secara maksimaluntuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit
yang kompleks,gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius
sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien(Prabowo &
Pranata, 2014). Menurut Robinson (2013), beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan yaitu :
1. Perawatan kulit yang baik
Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol untuk mengurangi rasa
gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yangmengandung gliserin karena akan
mengakibatkan kulit semakin kering.
2. Jaga kebersihan oral
Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut, kurangi konsumsigula untuk
mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
3. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dengananjuran diet tinggi
kalori, rendah protein (20-40 gr/hari), rendahnatrium dan kalium. Menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dariuremia, menyebabkan penurunan uremia, dan perbaikan
gejala.Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam
4. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis
ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan
cairane. Pantau adanya hiperkalemia Hiperkalemia ditunjukkan dengan adanya
kejang/kram pada lengandan abdomen dan diarea, dan dapat dipantau melalui ECG.
Hindarimasukan kalium yang besar (<60 mmol/hari). Hiperkalemia diatasi dengan
dialisis
5. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian antasida (kalsiumkarbonat)
6. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Periksa ada/tidaknya distensi vena jugularis dan crackles padaauskultasi paru-paru.
Pantau keringan berlebih pada aksila, lidah yang kering, hipertensi dan edema perifer.
Cairan hidrasi yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24
jam.
7. Kontrol tekanan darah
Upayakan dalam kondisi normal, yang dapat dicegah denganmengontrol volume
intravaskuler dan obat-obatan anti-hipertensi.
8. Pantau terjadinya komplikasi pada tulang dan sendi
9. Mencegah obstruksi jalan nafas
Latih klien nafas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinyakegagalan nafas
akibat obstruksik.Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan
10. Observasi tanda perdarahamPantau kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemberian heparin
selama proses dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan
11. Observasi adanya gejala neurologisLaporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala,
kesadarandelirium, kejang otot. Berikan diazepam/fenitoin jika dijumpai kejang.
12. Atasi komplikasi dan penyakitSebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan
komplikasi, makaharus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium,diuretik, preparat
inotropik (igitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis jika perlu. Kondisi asidosis metabolik
dapat diatasi dengan pemberiannartrium bikarbonat atau dialisis
13. Laporkan segera jika mucul tanda-tanda perikarditis (friction rub &nyeri dada)
14. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjalq.Transfusi darah
15. Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi
hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi sertadiberi obat yang dapat
menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia, suplemen besi, agen
pengikat fosfat, suplemenkalsium, furosemid (membantu berkemih)

KONSEP HEMODIALISA

A. DEFINISI
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialis adalah memisah dari
yang lain, maka hemodialisa adalah pemisahan komponen darah dari zat metabolisme dan zat
yang dibutuhkan oleh tubuhdengan menggunakan ginjal pengganti (dialyzer) dan dialisat
melalui membran semi permeabel.Hemodialisa-dialisis merupakan suatu proses dimana
solute dan air mengadakan difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dan
kompartemen cair menuju kompartemen lain (Prince & Wilson, 2005). Prosesini digunakan
untuk mengeluarkan cairan dan elektrolit limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut.
B. TUJUAN
1. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia)
2. Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
3. Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi.

C. INDIKASI
1. Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik yang tidak berhasil dengan terapi konservatif.
2. Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi ginjal.
3. Dialisis pre operatif.

D. INDIKASI ABSOLUTE HEMODIALISA


1. Ureum lebih dari 200 mg%
2. Kreatinin lebih dari 8 mg%
3. Kelebihan voleme cairan coverload.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit/hiperkalemia
5. Gangguan asam basa (asidosis) pH < 7,2
6. Klinis uremia dengan kesadaran menurun meskipun ureum darah < 200mg%
7. Keracunan obat dan kesalahan transfuse
8. Tes Clearen Creatinin (CCT) < 10 ml/menit
9. Perikarditis
10. Uremic lung
11. Enselopati
12. Hipertensi Berat

E. PRINSIP HEMODIALISA
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan oleh suatu membran
(selaput tipis) yang disebut membrane semi permeabel.Membrane dapat dilalui oleh air dan
zat tertentu (zat sampah) sesuai dengan besar molekulnya. Proses ini disebut dialisis yaitu
pemisahan air dan zattertentu dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat atau
sebaliknya dari kompartemen dialisat ke kompartemen darah, melalui membrane semi
permeabe

F. MEKANISME PERPINDAHAN
Mekanisme perpindahan ditentukan oleh 3 proses, yaitu:
1. Difusi
Berpindahnya suatu zat (solute) karena tenaga yang ditimbulkan olehkeadaan kadar zat
(konsentrasi) di dalam darah dan dializat yaitu makint inggi kadar zat dalam darah makin
banyak yang dipindahkan ke dializat.Kecepatan perpindahan darah dipengaruhi oleh:
Konsentrasi, Berat molekul, QB dan QD, Luas permukaan membran, Permeabilitas
membrane,
2. Osmosis
Perpindahan air oleh karena kimiawi, yaitu karena perbedaan osmolalitasdarah dan
dialisat.
3. Ultrafiltrasi
Berpindahnya air dan zat melalui membran semi permeabel akibat tekanan hidrostatik
yang bekerja pada membrane atau perbedaan tekanan hidrostatik di dalam kompartemen
darah dan kompartemen dialisat.Perpindahan dan kecepatan ini dipengaruhi oleh :1)TMP
(trans membrane pressure)2)Luas permukaan membran3)KUF (koefisien Ultra
Filtrasi4)QB dan QD
G. KOMPONEN UTAMA HEMODIALISA
Komponen utama hemodialisa terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1. Sirkulasi darah
Adalah sirkulasi yang memberikan darah dari tubuh melalui jarum ataukanula arteri
dengan bantuan pompa darah (blood pump) ke kompartemen darah dengan kecepatan
aliran darah QB kemudian darah dikembalikan kedalam tubuh melalui jarum/kanula
vena. Sirkulasi darah ada 2 bagian besar, yaitu:1)Saluran arteri (arteri line) atau in let set
yaitu: saluran sirkulasi darah sebelum dializer yang berwarna merah (ABL) 2)Saluran
vena ( vena line) atauout let set yaitu: saluran sirkulasi darahsesudah dialyzer yang
berwarna biru (AVL)
2. Sirkulasi cairan dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk proses hemodialisa, berada dalam
kompartemen dialisat, bersebrangan dengan kompartemen darahdengan bantuan pompa
dialisat, ada 2 jenis dialisat yaitu: a.Asetat (acetat) b.Bikarbonat (bicarbonate)
3. Dializer (Gb)
Dializer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sampah hasil metabolism
tubuh atau zat toksik lainnya dari dalam tubuh. Dializer merupakan suatu kotak atau
tabung tertutup yang dibagi atas 2 ruanganatau kompartemen oleh suatu membran
(selaput tipis) semi permeabel yaitu kompartemen dialisat dan kompartemen darah dan
mempunyai 4 jalan masuk/keluar, 2 buah berhubungan dengan kompartemen darah dan 2
buah lagi berhubungan dengan kompartemen dialisat.

H. HEPARINISASI
Pemberian antikoagulan pada sirkulasi HD, merupakan pemberian/mengedarkan suatu
antikoagulan, dimana hal ini heparin di injeksi ke dalam sirkulasi dalam tubuh maupun
sirkulasi luar tubuh (sistemik atauekstrakorporeal) pada waktu proses hemodialisa. Tujuan
heparisasi adalahmencegah pembekuan darah di dalam kedua sirkulasi terutama pada
dialyzer AVBL, jarum punksi (avfistula/kanula).Dosis heparin:
1. Dosis awal/dosis pemulaDosis yang diberikan 25 unit-100 unit/kg (2500 unit)
dimasukkan padaawal hemodialisa.
2. Dosis lanjutanDosis yang diberikan 500-2000 unit/jam (1250 unit/jam diberikan sebelum
hemodialisa berakhir, heparin sudah harus di stop)

I. AKSES FASKULER
1. Permanen: AV fistula
2. Sementara : femoral
3. Long HD 1)HD pertama kali: 3 jam 2)HD kedua: 4 jam 3)HD rutin: 4-5 jam

J. PERAWATAN PASIEN
1. Pre hemodialisa
a. Persiapan alat
Mesin HD, Listrik, Air ( reserve asmosis), Cairan dializat, Dialisa seta Hallow fiker
(GB)
b. Blood line ABL, VBL, Fistula sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan, Infus set/blood
set
c. Persiapan alat : NaCl 0,9% 2 flash (2000cc), Kupet steril: 1 spuit 20cc, 5cc, 1cc, duk,
gaas steril 3 buah, handscoon steriAlat-alat lain:-Gunting-Plaster -Klem-Timbangan-
Desinfektan, alcohol dan betadin-Antikoagulasi + heparin-Tempat sampah medis dan
non medis
d. Persiapan pasien1)Perjanjian HD-Persiapan mental-Anamnesa kesehatan umum
pasien-Pemeriksaan fisik: timbang BB, posisi pasien, observasi vitalsign
2. Intra Hemodialisa
a. Monitor penderita: KU pasien, Observasi TTV
b. Monitor mesin HD: QB ( kecepatan aliran HD), conductivity, TMP,Venoeus
pressure, UFG, UFR, ultrafiltrasi, heforinisasi, kecepatanaliran dializat, kecepatan
aliran darah, temperature.
c. Sirkulasi darah: Sambungan sirkulasi darah, gelombang darah,kecepatan aliran darah,
bekuan darah, kebocoran darah.
3. Post Hemodialisa
a. Darah dimasukkan di dorong dengan NaCl 0,9%
b. Tekan luka bekas tusukan dengan gaas betadine
c. Perhatikan KU pasien
d. Mengukur TTV
e. Menimbang BB

K. KOMPLIKASI
1. Hipotensi
Angka terjadinya komplikasi ini sekitar 15–30% dari pasien yangmenjalankan
hemodialisa. Keadaan yang biasa menyebabkan hipotensimenurut Clarkson et al (2010)
antara lain kecepatan ultrafiltrasi yangtinggi, diabetes mellitus, amyloidosis, medikasi
(beta bloker, alpha bloker, nitrat, calcium channel blocker), proses pencernaan makanan
selamadialisis.
2. Emboli Udara
dapat terjadi bila udara memasuki sitem vaskuler pasienc.Nyeri dadadapat terjadi bila
tekanan CO2 menurun bersama dengan terjadinyasirkulasi darah di luar tubuhd.Kram
ototKram otot terjadi sekitar 20% dalam terapi dialisis. Keram otot ini berhubungan
dengan kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi dan rendahnya konsentrasi sodium diasilat
yang dapat mengindikasi terkadinya keram yang menjadikan penyebab terjadinya
kontraksi akut volume ekstraseluler (Clarkson et al., 2010). Selain itu kram mungkin
adalah reflek dari perubahan elektrolit yang berpindah ke otot membran (O’Callaghan,
2006)
3. Dialysis Disequilibrium Syndrome
Terjadi pada saat hemodialisis pertama kali atau pada awal dimulainyaterapi
hemodialisis. Sindrom ini merupakan akibat dari perubahan osmotik pada otak,
khususnya pada dinding urea plasma. (O’Callaghan, 2006).Sindrom ini berhubungan
dengan sekumpulan gejala yang mencakup mual dan muntah, kegelisahan, sakit kepala,
dan kelelahan selama dilakukannya hemodialisa atau setelah dilakukannya hemodialisa.
Dialysis Disequilibrium biasanya dilihat pada situasi dimana pada awal
konsentrasilarutan sangat tinggi dan alirannya menalami kemunduran kecepatan
(Clarkson et al., 2010).
4. Hipoglikemia
Disebabkan oleh pengurangan level potassium yang terlalu sering.
5. Perdarahan
Terjadi karena kerusakan fungsi platelet di daerah uremik dan adanya perubahan
permeabilitas kapiler serta anemia. Dari beberapa hal tersebut dapat meningkatkan
hilangnya di saluran pencernaan karena gastritis atau angiodysplasia, lesi yang
berhubungan dengan gagal ginjal. Pada awal dilakukannya hemodialis, dilaporkan bahwa
adanya sebagian kerusakan yang disebabkan disfungsi platelet dan permeabilitas kapiler.
Pasien yang menjalani hemodialisis mempunyai resiko tinggi untuk terkena perdarahan
karena terpapar heparin secara berulang ulang (Clarkson et al., 2010).
6. Hipoksemia
Merupakan reflek dari hipoventilasi yang menyebabkan perpindahan dari bikarbonat atau
penutupan pulmo sehingga mengakibatkan perubahanvasomotor dan terjadi aktifasi
subtansi pada membran dialisis(O’Callaghan, 2006).
7. Gatal Gatal
Terjadi setelah proses hemodialisis dilakukan mungkin terjadi karenaadanya reflek gatal
pada gagal ginjal kronik, eksaserbasi dari pelepasanhistamin menyebabkan adanya reaksi
alergi ringan pada membran dialisis.Jarang terjadi dengan terpaparnya darah pada
membran dialisis dapatmeyebabkakan respon alergi yang general (O’Callaghan, 2006)

Penanganan komplikasi HD :

1. Hipotensi
meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudianmembandingkan antara BB pre HD
dengan post HD terakhir untuk menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan
2. Emboli udara: penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam otot – otot HD tidak
boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan sebelumalat dipasang pada pasien maka
alat dibilas dulu dengan NaCl 0,9%sekaligus untuk mendorong udara keluar, udara harus
dikeluarkan dari alatdan tidak boleh masuk ke dalam vaskuler pasien karena
dapatmenimbulkan emboli.
3. Kram otot: bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi lemas, pasien
dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa lemasdengan cepat setelah dipijat.
4. Nyeri dada: nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam tubuhlambat
penanganannya dengan menurunkan QB
5. Mual muntah: pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang dapat membantu
merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien.

L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan
a. .Pre Hemodialisa
• Pola nafas tidak efektif • Perubahan nutrisi kurang dari
• Perubahan perfusi jaringan kebutuhan
perifer • Kerusakan integritas kulit
• Kelebihan volume cairan • Ansietas
• Resiko penurunan curah
jantung
b. Intra Hemodialisa
• Kekurangan volume cairan • Intolerabsi aktivitas
• Resiko syok hipovolemik • Ansietas
• Nyeri akut
c. Post Hemodialisa
• Resiko terjadinya pendarahan
• Resiko tinggi infeksi
2. Tujuan, kriteria hasil, dan intervensi keperawatan
a. Pre Hemodialisa
• Diagnosa :Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret,edema, sekunder pada
paru akibat GGK.
• Tujuan:setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil :
- Frekuensi nafas efektif RR = 16-20 x/menit
- Pasien tidak mengeluh sesak
- Pasien tidak mengeluh nyeri dadaI
• Intervensi:
- Beri posisi semifowler / posisi yang nyaman R/: meningkatkan ekspansi paru
danmemudahkan pernafasan
- Kaji pola nafas, auskultasi kedalaman pernafasanR/: untuk mengetahui
kebutuhan
- Kolaborasi dalam pemberian oksigenR/: untuk mengetahui kebutuhan oksigen
pasien secara adekuat
- Kolaborasi dalam pemberian oksigentambahan sesuai kebutuhanR/:
meningkatkan sediaan oksigen pasienuntuk kebutuhan miocard untuk
memperbaiki kontraktilitas, menurunkan iskemia dan kadar asam laktat
b. Intra Hemodialisa
• Diagnosa : Resiko tinggi syok hipovolemik b/d prosesultrafiltrasi berlebihan
• Tujuan: Setekah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami
syok hipovolemik
• Kriteria Hasil:
- Volume darah dalam tubuh kembali normal
- Keadaan pasien compos mentis
- Keadaan umum pasien baik
- TTV dalam batas normal (S= 36-37,4oC TD=120/80 mmHg, RR=16-20
x/mnt, nadi=60-100x/mnt)
• Intervensi:
- Observasi KU pasienR/: Pasien syok tidak menunjukkan KU yang lemah
- Observasi TTV pasien tiap jamR/: Penurunan TD dan nadi
menunjukkanadanya syok
- Monitor nilai UFG & QB pada mesin HDR/ : nilai UFG menunjukkan
banyaknya cairan yang telah ditarik dari tubuh dan nilai QB merupakan
kecepatan penarikan cairan
- Berikan KIE pada pasien dan keluarga tentangtanda-tanda syok hipovolemik
yaitu penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi R/ : KIE dapat membuat
pasien dan keluargalebih waspada dan bisa melaporkan pada petugas apabila
tanda syok muncul
- Kolaborasi pemberian cairan intravena (IVFD)R/: mengganti kekurangan
cairan danmeneimbangkan cairan vaskuler
c. Post Hemodialisa
• Diagnosa: Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebih
• Tujuan:Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pendarahan tindak
lanjut
• Kriteria Hasil:
- Tidak ada tanda-tanda perdarahan
• Intervensi:
- Observasi daerah luka penusukanR/: Untuk mengetahui terjadinya
pendarahansecara dini
- Observasi TTV pasienR/ : penurunan tekanan darah yang drastis
dapatmenunjukkan terjadinya perdarahan
- Lakukan fiksasi/penekanan pada tempat penusukan dengan gaas berisi
betadineR/: Mencegah pengeluaran darah

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (2003). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (2010). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan ProsesKeperawatan) Jilid 3.
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni PendidikanKeperawatan
Prabowo, Eko P. Dan Pranata, Eka A.. (2014). Asuhan Keperawatan SistemPperkemihan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses- proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Rendy, M. Clevo dan Margareth, TH.. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal BedahPenyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2003). Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai