PENYUSUN KELOMPOK 1A
Hemodialisis
LAPORAN PENDAHULUAN
1 KONSEP TEORI
1.1 DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. (Suwitra,
2014)
yang berbeda-beda serta berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal dan penurunan progresif
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) . (Nuari dan Widayati, 2017).
Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
suatu derajat diperlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
1.2 ETIOLOGI
filtrasiglomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
1) Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik
ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar,dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh
darah.
3) Infeksi : dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal
dari kontaminasi tinja pada trakus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal
melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari trakus urinarius
sehingga terjadi penebalan membrane kapiler di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi
endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-at
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane
glomerulus.
6) Obstruksi trakus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat dan konstriksi uretra.
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam
ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital
Menurut Sudoyo, et al.,(2012) klasifikasi penyakit gagal ginjal atas dasar diagnosis
2) Penyakit ginjal non diabetes : penyakit glomerular (autoimun, infeksi sistemik, obat,
recurrent
didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis
etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung
Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) atas Dasar Derajat Penyakit
Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) Atas Dasar Diagnosis Etiologi
1) Kardiovaskuler
2) Dermatologi
Pruritus, ekimosis
3) Pulmoner
Pernafasan kusmaul
4) Gastrointesnial
5) Neurologi
Disorientasi
Perubahan perilaku
6) Muskuloskeletal
Menurut Smeltzer & Bare (2013) tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Tanda dan gejalanya antara lain :
4) Ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amoniak, diare, mual dan muntah
7) Penurunan libido
proses terjadinya penyakit ini akan terjadi pengurangan massa ginjal yang dapat
Madjid, 2013). Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus yang menyebabkan proteinuria, yang berakibat
terjadinya maladaptasi berupa sklerosis nefron sehingga terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif. Adanya aktivitas renin angiotensin aldosteron yang ikut memberikan
kontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerisis dan progresifitas tersebut. Beberapa hal yang
Pada stadium dini keadaan LFG masih normal atau malah meningkat tetapi secara
perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Pada pasien dengan LFG 60% belum terjadi keluhan
(asimptomatik) tetapi telah terjadi peningkatan kreatinin serum dan urea. Pada kondisi
LFG di bawah 30% mulai terjadi keluhan nocturia, badan lemah, nafsu makan kurang dan
berat badan menurun. Gejala uremia juga akan terjadi karena gangguan reabsorpsi pada
ginjal dan timbul gejala seperti anemia, hipertensi, pruritus. Pasien juga mengalami
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain kalium dan natrium. Ketika kerusakan
ginjal semakin berlanjut atau LFG di bawah 15% maka akan terjadi komplilasi yang lebih
serius sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis dan transplantasi ginjal
1) Urine
a) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
b) Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah,
c) Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
f) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi
natrium.
2) Darah
dari 7, 2.
5) Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
6) Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
masa.
1.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD Mutakin, 2013 dibagi tiga yaitu:
1) Konservatif
2) Dialisis
a) Peritoneal dialysis
bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CPAD
b) Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vendengan
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada daerah
3) Operasi
a) Pengambilan batu
b) Transplantasi ginjal
1. Pengaturan diet
Diet kalium
Tindakan yang harus dilakukan adalah tidak memberikan makanan atau obat-
obatan yang tinggi akan kandungan kalium. Ekspektoran, kalium sitrat dan
makanan seperti
sup, pisang dan jus buah murni adalah beberapa contoh makanan atau obat-
gram natrium), namun asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara
individu untuk setiap pasien agar tercapai keseimbangan hidrasi yang baik.
Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin selama 24 jam + 500
ml menggambarkan kehilangan cairan yang tidak disadari. Kebutuhan cairan
2 sampai 3 pon (sekitar 0,9 kg sampai 1,3 kg) selama pengobatan. Pemberian
asupan natrium dan cairan pada pasien GGK harus diatur sedemikian rupa
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat
yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis.
4. Transplantasi ginjal
1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah
(Prabowo, 2014)) :
dekalsifikasimatriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh dan jika berlangsung
secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lifid, intoleransi glukosa, dan kelainan
3) Anemia. Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
4) Disfungsi seksual. Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering
mengalami penurunan dan terjadi impoten pada pria. Pada wanita dapat terjadi
hiperprolaktinemia.
2 KONSEP HEMODIALISIS
2.1 Pengertian
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir
atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang
atau permanen. Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan
Madjid, 2019).
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner &
Suddarth, 2016 ).
2.2 Tujuan
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain),
menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien
sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2019).
utama Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana cairan ekstra dan intrasel
yang sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal. Dialisis dilakukan dengan
memindahkan beberapa zat terlarut seperti urea dari darah ke dialisat. dan dengan
memindahkan zat terlarut lain seperti bikarbonat dari dialisat ke dalam darah.
Konsentrasi zat terlarut dan berat molekul merupakan penentu utama laju difusi.
Molekul kecil, seperti urea, cepat berdifusi, sedangkan molekul yang susunan yang
kompleks serta molekul besar, seperti fosfat, β2- microglobulin, dan albumin, dan
zat terlarut yang terikat protein seperti p- cresol, lebih lambat berdifusi. Disamping
difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-pori) di membran dengan bantuan
proses konveksi yang ditentukan oleh gradien tekanan hidrostatik dan osmotik –
terlarut, tujuan utama dari ultrafiltrasi ini adalah untuk membuang kelebihan cairan
tubuh total. Sesi tiap dialisis, status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan
dialisis dapat disesuaikan dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat
berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan cairan dan zat
(symptoms) yang dikenal sebagai sindrom uremi (uremic syndrome), walaupun sulit
membuktikan bahwa disfungsi sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab dari
Aliran darah pada hemodialisis yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan
lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus
selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan
Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah (Lavey, 2018). Cairan dialisat tersusun dari
semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan
cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat
daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih
tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan
negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan
fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat
(anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to side (dihubungkan antara
ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6
minggu menjadi matang sebelum siap digunakan (Brruner & Suddart, 2018). Waktu
ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dan segmenvena
fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar
dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan ke dalam pembuluh darah agar cukup
banyak aliran darah yang akan mengalir melalui dializer. Segmen vena fistula
digunakan untuk memasukkan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis (Barnett
arteri atau vena dari materia gore-tex (heterograf) pada saat menyediakan lumen
sebagai tempat penusukan jarum dialisis. Ttandur dibuat bila pembuluh darah pasien
sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula (Brunner & Suddart, 2018).
dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk
gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis tinggi.
karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak
jumlah urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-
120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi
natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk
minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan
terjadi kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal.
kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa
menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus
2.7 Komplikasi
udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan dialisis, dan pruritus. Masing – masing
dari point tersebut (hipotensi, emboli udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan
dialisis, dan pruritus) disebabkan oleh beberapa faktor. Hipotensi terjadi selama
terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan. Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena
terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien (Hudak & Gallo, 2019 ).
Nyeri dada dapat terjadi karena PCO₂ menurun bersamaan dengan terjadinya
karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi
ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
hipoksemia, namun komplikasi tersebut jarang terjadi. (Brunner & Suddarth, 2018).
1. Biodata: Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th)
meskipun dapat juga terjadi pada usia muda, dapat terjadi pada semua jenis
2. Keluhan utama: Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum),
3. Riwayat penyakit:
Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, reaksi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
Hyperplasia, prostatektomi.
4. Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas
5. Pemeriksaan Fisik :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing):
b. Kardiovaskular (B 2 : Blood)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada atau angina
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki,
Gejala : Penurunan frekuensi urine, warna urine kuning tua dan pekat, tidak
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria
diare
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defisit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, sendi
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Pada pasien gagal ginjal kronik
terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu
rongga mulut, intake minum yang kurang dan mudah lelah. Keadaan tersebut
(oedema) penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual
Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas
Pola sensori dan kognitif : Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap
adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien
Pola persepsi dan konsep diri : Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh
Pola seksual dan reproduksi : Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh
perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas,
Pola tata nilai dan kepercayaan : Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien
1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan A. Manajemen Asam Basa : Asidosis Metabolik (I.03096)
pertukaran gas keperawatan selama x jam Observasi
(D.0003) diharapkan pertukaran gas Identifikasi penyebab terjadinya asidosis metabolic (mis. diabetes
Etiologi : (L.01003) meningkat dengan mellitus, GGA, GGK, diare berat, alkoholisme, kelaparan,
kriteria hasil : overdosis salisilat, fistula pankreas)
Ketidakseimbangan Monitor pola napas (frekuensi dan kedalaman)
ventilasi – perfusi Tingkat kesadaran meningkat Monitor intake dan output cairan
Dispnea menurun Monitor dampak susunan saraf pusat (mis. sakit kepala, gelisah,
Gejala dan Tanda Bunyi nafas tambahan defisit mental, kejang, koma)
Mayor : menurun Monitor dampak sirkulasi pernapasan (mis. hipotensi, hipoksia,
Subyektif : Pusing menurun aritmia, kusmaull)
Dispnea Penglihatan kabur menurun Monitor dampak saluran pencernaan (mis. nafsu makan menurun,
Obyektif : Diaforesis menurun mual, muntah)
PCO2 meningkat/ Gelisah menurun Monitor hasil analisa gas darah
menurun Napas cuping hidung menurun Terapeutik
PO2 menurun PCO2 membaik Pertahankan kepatenan jalan napas
Takikardia PO2 membaik Berikan posisi semi fowler untuk memfasilitasi ventilasi yang
pH arteri Takikardia membaik adekuat
meningkat/ pH arteri membaik Pertahankan akses intravena
menurun sianosis membaik Pertahankan hidrasi sesuai dengan kebutuhan
Bunyi napas pola napas membaik Berikan oksigen, sesuai indikasi
tambahan warna kulit membaik Edukasi
Jelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya asidosis metabolik
Gejala dan Tanda Kolaborasi
Minor : Kolaborasi pemberian bikarbonat, jika perlu
Subyektif : B. Terapi oksigen (I.01026)
Pusing Observasi
Penglihatan kabur Monitor kecepatan aliran oksigen
Obyektif : Monitor posisi alat terapi oksigen
Sianosis Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
Diaforesis diberikan cukup
Gelisah Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas
Napas cuping darah ), jika perlu
hidung Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Pola napas Monitor tanda-tanda hipoventilasi
abnormal Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
(cepat/lambat, Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
regular/irregular, Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
dalam/dangkal) Terapeutik
Warna kulit
abnormal (mis. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan nafas
pucat, kebiruan)
Berikan oksigen tambahan, jika perlu
Kesadaran
Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
menurun
Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi
pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
Takikardi mual
Kolaborasi
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Mengeluh nyeri
Objektif :
Tampak meringis
Bersikap protektif
Gelisah
Frekuensi nadi
meningkat
Sulit tidur
Tidak tersedia
Objektif :
Tekanan darah
meningkat
Pola nafas
berubah
Nafsu makan
berubah
Proses berfikir
terganggu
Menarik diri
Berfokus pada diri
sendiri\
Diaphoresis
primer dan Kadar sel darah putih - Ajarkan cara memriksa kondisi luka atau luka operasi
sekunder membaik - Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
Andra, S.W., & Yessie, M.P (2013). KMB I Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori Dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV Trans Info Media.
Nahas, Meguid El & Adeera levin. 2010. Chronic Kidney Disease: a practical Guide to
Understanding and Management. USA: Oxford University Press.
Prabowo, E., Pranata, A.E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta Nuha Medika.
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. (2013).Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa : Stiyono, J.
Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer & bare (2014) keperawatan medikal bedah. Brunner & suddarth, Jakarta : EGC
Smeltzer & bare (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddarth, Edisi 8.
Jakarta:EGC
Sudoyo, A.W., Setiyohadi,B., Alwi, I., Simadibrata, K,M., Setiati, S. (2019). Buku Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.
Suharyanto & Madjid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
TIM Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
DYSPNEA
1. Pengertian
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas
yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada
penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan
dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan
Wilson, 2006).
Sesak nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)
2. Etiologi
a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla
spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuskular yang terjadi pada
pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin menyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada
gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
e. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa
kondisi lain yang menyebabkan gagal nafas.
3. Manifestasi Klinik
a. Batuk dan produksi skutum
Batuk adalah engeluaran udara secara paksa yang tiba – tiba dan biasanya tidak
disadari dengan suara yang mudah dikenali.
b. Dada berat
Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya dada berat
diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat berbagai alasan lain
untuk dada berat. Dada berat diartikan sevagai perasaan yang bera dibagian dada.
Rata – rata orang juga mendeskripsikannya seperti ada seseorang yang memegang
jantungnya.
c. Mengi
Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul ktika udara
mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah tanda seseorang mengalami
kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas terdengar sat ekspirasi, namun bisa juga
terdengar saat inspirasi. Mengi umumnya muncul ketika saluran napas menyempit
atau adanya hambatan pada saluran napas yang besar atau pada seseorag yang
mengalami gangguan pita suara.
d. napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan.
4. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas
yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-
paru kembali ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat
karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru
dapat mengarah ke gagal nafas akut (Brunner & Sudarth, 2001).
5. PATHWWAY DYPSNEA
Dyspnea
Pola nafas tidak efektif Gangguan pertukaran gas Kelebihan volume Gangguan perfusi
berhubungan dengan cairan b.d. edema jaringan b.d.
b.d. penurunan ekspansi
abnormalitas ventilasi- penurunan curah
pulmo
perfusi sekunder terhadap jantung.
hipoventilasi
6. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernapasan
- Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
- Menggunakan otot aksesori pernapasan
- Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
- Papiledema
- Penurunan haluaran urine
II. Pemeriksaan fisik :
a. System pernafasaan :
Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan tertinggal
Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
Auskultasi ; suara abnormal (wheezing dan ronchi)
b. System Kardiovaskuler :
Inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah trauma
Palpasi ; bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
Suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradok
c. System neurologis
Inpeksi ; gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
Palpasi ; kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialamu dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale
d. Pemeriksaan sekunder
1. Aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
- Takikardi
- Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus, gagal nafas
Tanda :
- Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
- Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
- Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
- Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
- Friksi ; dicurigai Perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel
- Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
4. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja ,
keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6. Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
- Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral)
- Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung,
leher.
- Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
- Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10. Interkasi social
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
- Kesulitan istirahat dengan tenang
- Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
- Menarik diri
III. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
c. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
d. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung.
IV. Intervensi
a. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan
yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
1. Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
2. Adanya penurunan dispneu
3. Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
2. Kaji tanda vital dan tingkat kesadaran setiap jam dan prn
3. Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg
4. Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
5. Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2
atau kecendurungan penurunan PaO2
6. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
7. Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat
untuk mengoptimalkan pernapasan
8. Berikan dorongan untuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk memegang dada
selama batuk
9. Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
10. Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat
dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau
lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi
sulit untuk diatasi.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran
gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
1. Bunyi paru bersih
2. Warna kulit normal
3. Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
1. Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
2. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan
tingkat kesadaran pada dokter.
3. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam
PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
4. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau
PEEP.
5. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
6. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau
penyimpangan
7. Pantau irama jantung
8. Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
9. Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
10. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
c. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
1. TTV normal
2. Balance cairan dalam batas normal
3. Tidak terjadi edema
Intervensi :
1. Timbang BB tiap hari
2. Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
3. Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
4. Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
5. Monitor parameter hemodinamik
6. Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit
d. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan
1. Status hemodinamik dalam bata normal
2. TTV normal
Intervensi :
a) Kaji tingkat kesadaran
b) Kaji penurunan perfusi jaringan
c) Kaji status hemodinamik
d) Kaji irama EKG
e) Kaji sistem gastrointestinal
V. Evaluasi
a. Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
b. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
c. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang
d. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
e. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat
badan, menyatakan perasaan sejahtera
f. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat,
mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital
stabil.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
c. Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
d. EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tangga 18 Juli 2023
Biodata:
Nama : Tn. S
Usia : 22 tahun
Tanggal lahir : 17 September 2000
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dsn. Sekeng, Sumenep, Madura
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama:
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
PasienPasien CKD stage V HD regular Senin Kamis, efusi pericard, ALO, anemia.
Pasien merupakan pasien rujukan dari RS Sumenep. Pasien telah menjalani
Hemodialisa 1 kali di RSUD dr. Soetomo pda tanggal 16 Juli 2023. Pasien datang ke
ruang Hemodialisa dengan sesak nafas.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terkaji
4. Genogram
Keterangan genogram:
Laki-laki
Perempuan
Klien
Meninggal
Cerai
Garis pernikahan
Garis keturunan
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi umum
Kondisi umum tampak lemas, konjungtiva anemis, TD 190/100 mmHg, Nadi
104x/menit reguler, RR 32x/menit, Suhu 36,5oC.
2. Breathing
RR 32 x/menit, SpO2 96-97% dengan O2 Non Rebrething mask 15 lpm.
3. Blood
TD 190/100 mmHg, Nadi 104x/menit regular.
4. Brain
GCS E4V5M6, pasien sadar penuh dan terorientasi baik, konjungtiva anemis
5. Bladder
Pasien kencing spontan. Produksi urine rata-rata kurang dari 100 cc per hari
6. Bowel
Pasien tidak dapat melakukna timbang berat badan.
7. Bone
Kulit dan mukosa tampak pucat, terdapat oedema ekstremitas pada kaki kanan dan
kiri.
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 17 Juli 2023
Hemoglobin 7,2 g/dL
Hematokrit 21,3 %
Leukosit 13,63
Trombosit 281 103/µL
Eritrosit 2,55
BUN 85,0 mg/dL
Kreatinin 13,8 mg/dL
Asam urat 6,8 mg/dL
Kalsium 8,6 mg/dL
Natrium 134 mmol/l
Kalium 5,60 mmol/l
Clorida 91,0 mmol/l
SGOT 44 U/L
SGPT 64 U/L
pH 7,26
PCO2 46 mmHg
PO2 112 mmHg
HCO3 20,8 mmo/l
Asidosis metabolik terkompensasi sebagian
2. Analisa Data
No. Data Penyebab Masalah
1. DS: PGK st V Pola nafas tidak
Pasien mengatakan sesak efektif
Retensi Natrium
DO: Oedema
TD 190/100 mmHg, Nadi 104x/menit
Peningkatan curah
regular, RR 32 x/menit, SpO2 96-97% jantung
dengan O2 Non Rebrething mask 15
lpm. Suplai O2 jaringan
turun
Sesak nafas
Pola nafas tidak
efektif
2. DS: PGK st V Gangguan pertukaran
Pasien mengatakan sesak gas
Gangguan
DO: keseimbangan asam
TD 190/100 mmHg, Nadi 104x/menit basah
regular, RR 32 x/menit, SpO2 96-97%
Asidosis metabolik
dengan O2 Non Rebrething mask 15
lpm. Gangguan pertukaran
gas
pH : 7,26
PCO : 246 mmHg
PO2 : 112 mmHg
HCO3 : 20,8 mmo/l
3. DS: PGK st V Kelebihan volume
Pasien mengatakan bengkak pada kaki cairan
Retensi Natrium
kanan dan kiri.
DO: Oedema
Terdapat oedema pada ekstremitas
Kelebihan volume
bawah kanan dan kiri.
cairan
3. Diagnosa Keperawatan:
a. D.0005 Pola nafas tidak efektif
b. D.0003 Gangguan pertukaran gas
c. D.0022 Hipervolemia
d.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawata Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC