Anda di halaman 1dari 65

PELATIHAN DIALISIS BAGI PERAWAT

DI RUMAH SAKIT DAN KLINIK KHUSUS DIALISIS

ASUHAN KEPERAWATAN PRE HEMODIALISIS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN SESAK

PENYUSUN KELOMPOK 1A

Addy Budi P, S.Kep., Ns.

Annies Alfie Azila, S.Kep., Ns.

Fifi Andriyani, Amd.Kep.

Tri Susanti, Amd.Kep.

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SOETOMO

PERIODE MARET – AGUSTUS


TAHUN 2023

A. Laporan Pendahuluan Sesak pada Penyakit Ginjal Kronis yang menjalani

Hemodialisis

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

1 KONSEP TEORI

1.1 DEFINISI

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi

beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang

ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat memerlukan

terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. (Suwitra,

2014)

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu spektrum proses-proses patofiologik

yang berbeda-beda serta berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal dan penurunan progresif

laju filtrasi glomerolus (LFG). (Jameson dan Loscalz, 2013)

Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal

untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) . (Nuari dan Widayati, 2017).

Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa Chronic Kidney Disease (CKD)

merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan

tubuh gagal mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, pada

suatu derajat diperlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
1.2 ETIOLOGI

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju

filtrasiglomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).

Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013 :

1) Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik

ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis

pada arteri renalis yang besar,dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh

darah.

2) Gangguan imunologis seperti glomerulonephritis.

3) Infeksi : dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal

dari kontaminasi tinja pada trakus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal

melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari trakus urinarius

bagian bawah melalui ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan

irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.

4) Gangguan metabolic : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat

sehingga terjadi penebalan membrane kapiler di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi

endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-at

proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane

glomerulus.

5) Gangguan tubulus primer : terjaadinyanefrotoksis akibat analgesic atau logam berat.

6) Obstruksi trakus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat dan konstriksi uretra.

7) Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi

keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam

ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital

(hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

Menurut Sudoyo, et al.,(2012) klasifikasi penyakit gagal ginjal atas dasar diagnosis

etiologi antara lain :

1) Penyakit ginjal diabetes (diabetes tipe 1 dan 2)

2) Penyakit ginjal non diabetes : penyakit glomerular (autoimun, infeksi sistemik, obat,

neoplasa), penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,


mikroangiopati),penyakit tubulointestinal (pyelonefritis kronis, batu, obstruksi,

keracunan obat), dan penyakit kistik.

3) Penyakit pada transplantasi : rejeksi kronik, keracunan obat (siklosporin), penyakit

recurrent

1.3 KLASIFIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Menurut Sudoyo, et al.,(2013) klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)

didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis

etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung

dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

(140-umur) x berat badan


LFG (ml/mnt/1,73m²) =
72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) atas Dasar Derajat Penyakit

Deraja Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m²)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) Atas Dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe Mayor

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,

diabetes obat, neoplasia) Penyakit vaskular (penyakit pembuluh

darah besar, hipertensi, mikroanglopati) Penyakit

tubulointerstisial (plenonefritis kronik, batu, obstruksi,

keracunan obat) Penyakit kistik (ginjal polistik)

Penyakit pada Rejeksi kronik Keracunan obat (sikiosporin/takrolimus)


transplantasi Penyakit recurrent (glomerular) Transplant glomerulopathy

1.4 MANIFESTASI KLINIS

1) Kardiovaskuler

 Hipertensi, gagal jantung kongentif, udema pulmoner, perikarditis

 Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital

 Friction rub perikardial, pembesaran vena leher

2) Dermatologi

 Warna kulit abu abu mengkilat, kering bersisik

 Pruritus, ekimosis

 Kuku tipis dan rapuh

 Rambut tipis dan kasar

3) Pulmoner

 Krekels, sputum kental dan liat

 Pernafasan kusmaul

4) Gastrointesnial

 Anoreksia mual, muntah, cegukan

 Nafas berbau ammonia

 Ulserasi dan pendarahan mulut

 Konstipasi dan diare

 Pendarahan saluran cerna

5) Neurologi

 Tidak mampu konsentrasi

 Kelemahan dan keletihan

 Konfusi/perubahan tingkat kesadaran

 Disorientasi

 Kejang, rasa panas pada telapak kaki

 Perubahan perilaku
6) Muskuloskeletal

 Kram otot, kekuatan otot hilang

 Kelemahan pada tungkai

 Fraktur tulang, foot drop

7) Reproduktif: amenorea, atrofi testekuler

Menurut Smeltzer & Bare (2013) tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis

dikarenakan gangguan yang bersifat sistemik, kerusakan ginjal akan menyebabkan

gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Tanda dan gejalanya antara lain :

1) Pitting edema dan edema periorbital

2) Kulit kering dan pruritus

3) Sesak nafas dan takipnea, pernafasan kusmaul

4) Ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amoniak, diare, mual dan muntah

5) Kelemahan atau keletihan

6) Kram otot, kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang

7) Penurunan libido

8) Anemi dan trombositopenia

1.5 PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung penyakit yang mendasarinya. Selama

proses terjadinya penyakit ini akan terjadi pengurangan massa ginjal yang dapat

mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural dan fungsional nefron (Suharyanto &

Madjid, 2013). Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan

kapiler dan aliran darah glomerulus yang menyebabkan proteinuria, yang berakibat

terjadinya maladaptasi berupa sklerosis nefron sehingga terjadi penurunan fungsi nefron

yang progresif. Adanya aktivitas renin angiotensin aldosteron yang ikut memberikan

kontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerisis dan progresifitas tersebut. Beberapa hal yang

dianggap turut berpengaruh dalam progresifitas antara lain albuminuria, hipertensi,

hiperglikemia dan dislipidemia (Sudoyo, et al., 2012).

Pada stadium dini keadaan LFG masih normal atau malah meningkat tetapi secara

perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Pada pasien dengan LFG 60% belum terjadi keluhan

(asimptomatik) tetapi telah terjadi peningkatan kreatinin serum dan urea. Pada kondisi

LFG di bawah 30% mulai terjadi keluhan nocturia, badan lemah, nafsu makan kurang dan

berat badan menurun. Gejala uremia juga akan terjadi karena gangguan reabsorpsi pada

ginjal dan timbul gejala seperti anemia, hipertensi, pruritus. Pasien juga mengalami

gangguan keseimbangan elektrolit antara lain kalium dan natrium. Ketika kerusakan

ginjal semakin berlanjut atau LFG di bawah 15% maka akan terjadi komplilasi yang lebih

serius sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis dan transplantasi ginjal

(Sudoyo, et al., 2012).


1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Urine

a) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)

b) Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,

lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah,

Hb, mioglobin, porifin.

c) Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan

ginjal berat).

d) Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, dan

rasio urine/serum sering 1:1.

e) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.

f) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi

natrium.

g) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan

glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

2) Darah

a) BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.

b) Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 - 8 gr/dl.

c) SDM menurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik, pH kurang

dari 7, 2.

d) Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat, Kalsium

menurun dan Protein (albumin) menurun.


3) Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.

4) Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.

5) Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada

saluran perkemihan bagian atas.

6) Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria

dan peningkatan tumor selektif.

7) Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,

masa.

8) EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Haryono, 2013)

1.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD Mutakin, 2013 dibagi tiga yaitu:

1) Konservatif

a) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin

b) Observasi balance cairan

c) Observasi adanya edema

d) Batasi cairan yang masuk

2) Dialisis

a) Peritoneal dialysis

Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan dialysis yang

bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CPAD

(Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).

b) Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vendengan

menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui daerah

femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule

(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada daerah

jantung atau vaskularisasi ke jantung).

3) Operasi

a) Pengambilan batu

b) Transplantasi ginjal

Menurut Reeves, Roux, Lockhart, 2012 penatalaksanaan CKD sebagai berikut

1. Pengaturan diet

 Diet protein dan fospat

Batasi asupan protein dan fospat

 Diet kalium

Tindakan yang harus dilakukan adalah tidak memberikan makanan atau obat-

obatan yang tinggi akan kandungan kalium. Ekspektoran, kalium sitrat dan

makanan seperti

sup, pisang dan jus buah murni adalah beberapa contoh makanan atau obat-

obatan yang mengandung amonium klorida dan kalium klorida.

 Diet natrium dan cairan

Jumlah natrium yang diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari (1 hingga 2

gram natrium), namun asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara

individu untuk setiap pasien agar tercapai keseimbangan hidrasi yang baik.

Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin selama 24 jam + 500
ml menggambarkan kehilangan cairan yang tidak disadari. Kebutuhan cairan

yang diperbolahkan pada pasien anefrik 800ml/hari dan pasien dialysis

diberikan cairan yang mencukupi untuk memungkinkan kenaikan berat badan

2 sampai 3 pon (sekitar 0,9 kg sampai 1,3 kg) selama pengobatan. Pemberian

asupan natrium dan cairan pada pasien GGK harus diatur sedemikian rupa

untuk mencapai keseimbangan cairan.

2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk

terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat

yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.

3. Dialisis.

4. Transplantasi ginjal

1.8 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah
(Prabowo, 2014)) :

1) Penyakit Tulang. Penurunan kadar kalsium secara langsung akan mengakibatkan

dekalsifikasimatriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh dan jika berlangsung

lama akan menyebabkan fraktur pathologis.

2) Penyakit Kardiovaskuler. Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak

secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lifid, intoleransi glukosa, dan kelainan

hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).

3) Anemia. Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian

hormonal (endokrin). Sekresi eritropoeitin yang mengalami defiensi di ginjal akan

mengakibatkan penurunan hemoglobin.

4) Disfungsi seksual. Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering
mengalami penurunan dan terjadi impoten pada pria. Pada wanita dapat terjadi

hiperprolaktinemia.

2 KONSEP HEMODIALISIS

2.1 Pengertian

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari

hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir

atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang

atau permanen. Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang

toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan

Madjid, 2019).

Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah

buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau

pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat. Penderita

gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak

menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi

hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak

dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner &

Suddarth, 2016 ).

2.2 Tujuan

Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya

adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain),
menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya

dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien

yang menderita penurunan fungsi ginjal serta menggantikan fungsi ginjal

sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2019).

Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam cairan yang melalui

membran semipermeabel sesuai dengan gradien konsentrasi elektrokimia. Tujuan

utama Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana cairan ekstra dan intrasel

yang sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal. Dialisis dilakukan dengan

memindahkan beberapa zat terlarut seperti urea dari darah ke dialisat. dan dengan

memindahkan zat terlarut lain seperti bikarbonat dari dialisat ke dalam darah.

Konsentrasi zat terlarut dan berat molekul merupakan penentu utama laju difusi.

Molekul kecil, seperti urea, cepat berdifusi, sedangkan molekul yang susunan yang

kompleks serta molekul besar, seperti fosfat, β2- microglobulin, dan albumin, dan

zat terlarut yang terikat protein seperti p- cresol, lebih lambat berdifusi. Disamping

difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-pori) di membran dengan bantuan

proses konveksi yang ditentukan oleh gradien tekanan hidrostatik dan osmotik –

sebuah proses yang dinamakan ultrafiltrasi (Cahyaning, 2019).

Ultrafiltrasi saat berlangsung, tidak ada perubahan dalam konsentrasi zat

terlarut, tujuan utama dari ultrafiltrasi ini adalah untuk membuang kelebihan cairan

tubuh total. Sesi tiap dialisis, status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan

dialisis dapat disesuaikan dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat

dilakukan dengan menyatukan komponen peresepan dialisis yang terpisah namun

berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan cairan dan zat

terlarut yang diinginkan. Dialisis ditujukan untuk menghilangkan komplek gejala

(symptoms) yang dikenal sebagai sindrom uremi (uremic syndrome), walaupun sulit
membuktikan bahwa disfungsi sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab dari

akumulasi zat terlarut tertentu pada kasus uremia (Lindley, 2018).

2.3 Prinsip yang mendasari kerja hemodialisis

Aliran darah pada hemodialisis yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen

dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan

kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan

lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus

selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan

melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya.

Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui

membrane semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2016).

Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis,

ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi

dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat

dengan konsentrasi yang lebih rendah (Lavey, 2018). Cairan dialisat tersusun dari

semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan

cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat

dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari

daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih

rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan

tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan

negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan

memfasilitasi pengeluaran air (Elizabeth, et all, 2018).

2.4 Akses sirkulasi darah pasien


Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula dan femoralis,

fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat

dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk pemakaian sementara. Kateter

femoralis dapat dimasukkan ke dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian

segera dan sementara (Barnett & Pinikaha, 2017).

Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya dilakukan

pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambung

(anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to side (dihubungkan antara

ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6

minggu menjadi matang sebelum siap digunakan (Brruner & Suddart, 2018). Waktu

ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dan segmenvena

fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar

dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan ke dalam pembuluh darah agar cukup

banyak aliran darah yang akan mengalir melalui dializer. Segmen vena fistula

digunakan untuk memasukkan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis (Barnett

& Pinikaha, 2017).

Tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh darah

arteri atau vena dari materia gore-tex (heterograf) pada saat menyediakan lumen

sebagai tempat penusukan jarum dialisis. Ttandur dibuat bila pembuluh darah pasien

sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula (Brunner & Suddart, 2018).

2.5 Penatalaksanaan pasien yang menjalani hemodialisis

Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya

memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit

ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan kesejahteraan

kehidupan pasien yang gagal ginjal (Anita, 2016).


Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap

dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk

terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2

gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis tinggi.

Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan,

karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak

dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan

jumlah urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-

120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi

natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk

minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan

terjadi kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit

Dalam Indonesia, 2016).

Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal.

Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,

antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar

kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa

menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus

dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2018).

2.7 Komplikasi

Komplikasi terapi dialisis mencakup beberapa hal seperti hipotensi, emboli

udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan dialisis, dan pruritus. Masing – masing

dari point tersebut (hipotensi, emboli udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan

dialisis, dan pruritus) disebabkan oleh beberapa faktor. Hipotensi terjadi selama
terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan. Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena

pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisis natrium, penyakit jantung,

aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan berat cairan. Emboli udara

terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien (Hudak & Gallo, 2019 ).

Nyeri dada dapat terjadi karena PCO₂ menurun bersamaan dengan terjadinya

sirkulasi darah diluar tubuh, sedangkan gangguan keseimbangan dialisis terjadi

karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi

ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.

Pruritus terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme

meninggalkan kulit (Smelzer, 2018)

Terapi hemodialisis juga dapat mengakibatkan komplikasi sindrom

disekuilibirum, reaksi dializer, aritmia, temponade jantung, perdarahan intrakranial,

kejang, hemolisis, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialisis dan

hipoksemia, namun komplikasi tersebut jarang terjadi. (Brunner & Suddarth, 2018).

3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Biodata: Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th)

meskipun dapat juga terjadi pada usia muda, dapat terjadi pada semua jenis

kelamin tetapi 70 % pada pria.

2. Keluhan utama: Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan

(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum),

gatal pada kulit.

3. Riwayat penyakit:
 Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, reaksi anafilaksis, renjatan

kardiogenik.

 Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah

jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic

Hyperplasia, prostatektomi.

 Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM)

4. Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas

cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.

5. Pemeriksaan Fisik :

a. Pernafasan (B 1 : Breathing):

Gejala : Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa

sputum, kental dan banyak.

Tanda : Takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi napas, batuk produktif

dengan / tanpa sputum

b. Kardiovaskular (B 2 : Blood)

Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada atau angina

dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.

Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki,

telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi

ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,

kuning, kecendrungan perdarahan.


c. Persyarafan (B 3 : Brain)

Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma

d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)

Gejala : Penurunan frekuensi urine, warna urine kuning tua dan pekat, tidak

dapat kencing, oliguria (kencing sedikit kurang dari 400 cc/hari),

anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi.

Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau

anuria

e. Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Anoreksia, nausea, vomiting, faktor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan

diare

f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat

malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit,

fraktur tulang, defisit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, sendi

keterbatasan gerak sendi.

6. Pola aktivitas sehari-hari

 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Pada pasien gagal ginjal kronik

terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya

pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan

persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak

mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu

perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien


 Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada

rongga mulut, intake minum yang kurang dan mudah lelah. Keadaan tersebut

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat

mempengaruhi status kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat

(oedema) penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual

muntah, bau mulut (amonia), penggunaan diuretik, gangguan status mental,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan

tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.

 Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.

 Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas

menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara

maksimal, kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

 Pola hubungan dan peran : Kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu

bekerja, mempertahankan fungsi peran).

 Pola sensori dan kognitif : Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung

mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap

adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien

mengalami disorientasi/ tidak.

 Pola persepsi dan konsep diri : Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh

akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.

Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan

menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada

keluarga (self esteem).

 Pola seksual dan reproduksi : Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh

darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual,


gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses

ejakulasi serta orgasme, penurunan libido, amenorea, infertilitas.

 Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping : Lamanya waktu

perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak

berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan

menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah

tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu

menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress,

perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas,

takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

 Pola tata nilai dan kepercayaan : Adanya perubahan status kesehatan dan

penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien

dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien

3.2 DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi (D.0003)

2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (D.0022)

3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin (D.0009)

4. Nausea b.d gangguan biokimiawi (uremia) (D.0076)

5. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)

6. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019)

7. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan (D.0056)

8. Risiko hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler (D.0034)

9. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif (pemasangan HD cath ) (D.0142)

10. Risiko penurunan curah jantung (D.0011)

11. Risiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037)


3.3 RENCANA KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI

1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan A. Manajemen Asam Basa : Asidosis Metabolik (I.03096)
pertukaran gas keperawatan selama x jam Observasi
(D.0003) diharapkan pertukaran gas  Identifikasi penyebab terjadinya asidosis metabolic (mis. diabetes
Etiologi : (L.01003) meningkat dengan mellitus, GGA, GGK, diare berat, alkoholisme, kelaparan,
kriteria hasil : overdosis salisilat, fistula pankreas)
 Ketidakseimbangan  Monitor pola napas (frekuensi dan kedalaman)
ventilasi – perfusi  Tingkat kesadaran meningkat  Monitor intake dan output cairan
 Dispnea menurun  Monitor dampak susunan saraf pusat (mis. sakit kepala, gelisah,
Gejala dan Tanda  Bunyi nafas tambahan defisit mental, kejang, koma)
Mayor : menurun  Monitor dampak sirkulasi pernapasan (mis. hipotensi, hipoksia,
Subyektif :  Pusing menurun aritmia, kusmaull)
 Dispnea  Penglihatan kabur menurun  Monitor dampak saluran pencernaan (mis. nafsu makan menurun,
Obyektif :  Diaforesis menurun mual, muntah)
 PCO2 meningkat/  Gelisah menurun  Monitor hasil analisa gas darah
menurun  Napas cuping hidung menurun Terapeutik
 PO2 menurun  PCO2 membaik  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Takikardia  PO2 membaik  Berikan posisi semi fowler untuk memfasilitasi ventilasi yang
 pH arteri  Takikardia membaik adekuat
meningkat/  pH arteri membaik  Pertahankan akses intravena
menurun  sianosis membaik  Pertahankan hidrasi sesuai dengan kebutuhan
 Bunyi napas  pola napas membaik  Berikan oksigen, sesuai indikasi
tambahan  warna kulit membaik Edukasi
 Jelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya asidosis metabolik
Gejala dan Tanda Kolaborasi
Minor :  Kolaborasi pemberian bikarbonat, jika perlu
Subyektif : B. Terapi oksigen (I.01026)
 Pusing Observasi
 Penglihatan kabur  Monitor kecepatan aliran oksigen
Obyektif :  Monitor posisi alat terapi oksigen
 Sianosis  Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
 Diaforesis diberikan cukup
 Gelisah  Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas
 Napas cuping darah ), jika perlu
hidung  Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
 Pola napas  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
abnormal  Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
(cepat/lambat,  Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
regular/irregular,  Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
dalam/dangkal) Terapeutik
 Warna kulit
abnormal (mis.  Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
pucat, kebiruan)
 Berikan oksigen tambahan, jika perlu
 Kesadaran
 Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
menurun
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi
pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur

2 Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan A. Manajemen hipervolemia (I.03114)


(D.0022) keperawatan selama x jam Observasi
Etiologi : diharapkan kesimbangan cairan - Periksa tanda dan gejala hipervolemia
(03020) meningkat dengan - Identifikasi penyebab hipervolemia
 Kelebihan asupan - Monitor status hemodinamik, tekanan darah, MAP, CVP, PAP,
kriteria hasil :
cairan PCWP, CI, jika tersedia
Gejala dan Tanda  Asupan cairan meningkat - Monitor intake dan output cairan
Mayor  Haluaran urin meningkat - Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium, BUN,
Subyektif :  Kelembaban membrane
mukosa meningkat hematokrit, berat jenis urine)
 Ortopnea  Asupan makanan meningkat - Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma ( mis. kadar
 Dispnea  Edema menurun protein dan albumin meningkat )
 Paroxysmal  Dehidrasi menurun - Monitor kecepatan infus secara ketat
nocturnal dyspnea  Asites menurun - Monitor efek samping diuretik ( mis. hipotensi ortostatik,
(PND)  Konfusi menurun hypovolemia, hypokalemia, hiponatremia )
Obyektif :  Tekanan darah membaik Terapeutik
 Edema anasarka  Denyut nadi radial membaik  Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
dan/atau edema  Tekanan arteri rata-rata  Batasi asupan cairan dan garam
perifer membaik  Tinggikan kepala tempat tidur 30-40⁰
 Berat badan  Membrane mukosa membaik Edukasi
meningkat dalam  Mata cekung membaik  Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 ml/kg/jam dalam 6
waktu singkat  Turgor kulit membaik jam
 Jugular Venous  Berat badan membaik  Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
Pressure (JVP)  Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
dan/atau Central  Ajarkan cara membatasi cairan
Venous Pressure Kolaborasi
(CVP) meningkat  Kolaborasi pemberian diuretik
 Refleks  Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
hepatojugular  Kolaborasi pemberian nnmzs’tooyfj34;.4 (CRRT), jika perlu
positif B. Pemantauan cairan (I.03121)
Gejala dan Tanda Observasi
Minor  Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Subyektif :  Monitor frekuensi nafas
 (tidak tersedia)  Monitor tekanan darah
Obyektif :  Monitor berat badan
 Distensi vena  Monitor waktu pengisian kapiler
jugularis  Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Terdengar suara  Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
napas tambahan  Monitor kadar albumin dan protein total
 Hepatomegali  Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum,
 Kadar Hb/Ht turun hematokrit, natrium, kalium, BUN)
 Oliguria  Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
 Intake lebih banyak meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
dari output (balans nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
cairan positif) volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah,
 Kongesti paru konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun dalam waktu
singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis. Dispnea, edema
perifer, edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, reflek
hepatojogular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan (mis.
prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar,
aferesis, obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3 Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan tindakan A. Transfusi Darah (I.02089)
Efektif (D.0009) keperawatan selama x jam Observasi
Etiologi : diharapkan perfusi perifer  Identifikasi rencana transfusi
(L.02011) meningkat dengan  Monitor tanda-tanda vital sebelum, selama dan setelah transfusi
 Penurunan (tekanan darah, suhu, nadi, dan frekuensi napas)
kriteria hasil :
konsentrasi  Monitor tanda kelebihan cairan (mis. dispnea, takikardia, sianosis,
hemoglobin  Denyut nadi perifer tekanan darah meningkat, sakit kepala, konvulsi)
Gejala dan Tanda meningkat  Monitor reaksi transfusi
Mayor  Penyembuhan luka Terapeutik
Subyektif : meningkat  Lakukan pengecekan ganda (double check) pada label darah
 (tidak tersedia)  Sensasi meningkat (golongan darah, rhesus, tanggal kadaluwarsa, nomor seri,
Obyektif :  Warna kulit pucat menurun jumlah, dan identitas pasien)
 Edema perifer menurun  Pasang akses intravena, jika belum terpasang
 Pengisian kapiler  Nyeri ekstremitas menurun  Periksa kepatenan akses intravena, flebitis dan tanda infeksi local
>3 detik  Parastesia menurun  Berikan Nacl 0,9% 50-100 ml sebelum transfusi dilakukan
 Nadi perifer  Kelemahan otot menurun  Atur kecepatan, aliran transfusi sesuai produk darah 10-15
menurun atau tidak  Kram otot ml/KgBB dalam 2-4 jam
teraba  Bruit fernoralis menurun  Berikan transfusi dalam waktu maksimal 4 jam
 Akral teraba dingin  Nekrosis menurun  Hentikan transfusi jika terdapat reaksi transfusi
 Warna kulit pucat  Pengisian kapiler membaik Edukasi
 Turgor kulit  Akral membaik  Jelaskan tujuan dan prosedur transfusi
menurun  Turgor kulit membaik  Jelaskan tanda dan gejala reaksi transfusi yang perlu dilaporkan
Tanda dan Gejala  Tekanan darah sistolik (mis. gatal, pusing, sesak napas, dan/atau nyeri dada).
Minor membaik B. Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Subyektif :  Tekanan darah diastolik Observasi
 Parastesia membaik  Periksa sirkulasi perifer(mis. nadi perifer, edema, pengisian
 Nyeri ekstremitas  Tekanan arteri rata-rata kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index)
(klaudasi membaik  Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes,
intermitten)  Indeks ankle-brachial perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
Obyektif : membaik  Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
 Edema Terapeutik
 Penyembuhan luka  Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
lambat keterbatasan perfusi
 Indeks ankle-  Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada
brachial <0,90 keterbatasan perfusi
 Bruit femoral  Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang
cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur
 Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
 Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis. melkering
pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)

4 Nausea (D.0076) Setelah dilakukan tindakan A. Manajemen Mual ( 1.03117)


Etiologi : keperawatan selama x jam
Observasi
diharapkan Nausea (L.08065)
 Gangguan
menurun dengan kriteria hasil :
biokimia  Identifikasi pengalaman mual
 Identifikasi isyarat nonverbal ketidak nyamanan (mis. Bayi, anak-
(Uremia )  Nafsu makan menurun
anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
Gejala dan Tanda  Keluhan mual menurun
 Identifikasi dampak mual terhadapkualitas hidup (mis. Nafsu
Mayor  Perasaan ingin muntah
makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
Subyektif : menurun
 Identifikasi faktor penyebab mual (mis. Pengobatan dan prosedur)
 Mengeluh mual  Perasaan asam di mulut
 Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada
 Merasa ingin menurun
kehamilan)
muntah  Diaforesis menurun
 Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
 Tidak berminat  Frekuwensi menelan menurun
 Monitor asupan nutrisi dan kalori
makan  Pucat membaik
Objektif : -  Takikardia membaik
Terapeutik
Tanda dan Gejala
Minor  Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis. Bau tak sedap,
Subyektif : suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
 Merasa asam di  Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
mulut
 Berikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
 Sensasi panas /  Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak
dingin berwarna, jika perlu
 Sering menelan
Objektif : Edukasi
 Saliva meningkat
 Pucat  Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup

 Diaforesis  Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang

 Takikardi mual

 Pupil dilatasi  Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak


 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi
mual (mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik,
akupresur)

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu


B. Manajement Muntah (I. 03118)

Observasi

 Identifikasi karakteristik muntah


 Periksa volume muntah
 Identifikasi riwayat diet
 Identifikasi faktor penyebab muntah
 Identifikasi kerusakan esophagus dan faring posterior jika muntah
terlalu lama
 Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh
 Monitor keseimbangan cairan elektrolit

Terapeutik

 Kontrol faktor lingkungan penyebab muntah


 Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab muntah
 Atur posisi untuk mencegah aspirasi
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Bersihkan mulut dan hidung
 Berikan dukungan fisik saat muntah
 Barikan cairan yang tidak mengandung karbonasi minimal 30
menit setelah muntah

Edukasi

 Anjurkan membawa kantong plastic untuk menampung muntah


 Anjurkan memperbanyak istirahat
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengelola
muntah.

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

5 Nyeri akut (D.0077 )Tingkat Nyeri (L.08066) Manejemen nyeri (1.08238)


Etiologi: Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1x4 jam
 Agen pencedera maka tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
fisologis (mis. dengan criteria hasil : intensitasnyeri
Inflamsi,  Identifikasi skala nyeri
leukemia,  Keluhan nyeri menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
neoplasma)  Meringis menurun  Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Agen pencedera  Sikap protektif menurun Terapeutik
kimiawi (mis.  Gelisah menurun
bahan kimia  Kesulitan tidur menurun  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
iritan)  Muntah menurun  Control lingkungan yang terberat rasa nyeri
 Agen pencedera  Fasilitasi istirahat dan tidur
fisik (mis. Abses,  Mual menurun Edukasi
amputasi,  Frekuensi nadi membaik
terpotong,  Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Pola nafas membaik
terbakar)  Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
Gejala dan tanda
mayor  Pemberian analgesic jika diperlukan
Subjektif :

 Mengeluh nyeri

Objektif :

 Tampak meringis
 Bersikap protektif
 Gelisah
 Frekuensi nadi
meningkat
 Sulit tidur

Gejala dan tanda


minor
Subjektif :

 Tidak tersedia
Objektif :

 Tekanan darah
meningkat
 Pola nafas
berubah
 Nafsu makan
berubah
 Proses berfikir
terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri
sendiri\
 Diaphoresis

6 Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi  Manajemen Hipovolemia (I.03116)


keperawatan selama … jam OBSERVASI
(D.0034)
diharapkan status cairan membaik - Periksa tanda dan gejala hipovolemi
Etiologi: (L.03028) dengan kriteria hasil: - Monitor intake dan output cairan
- Kekuatan nadi meningkat - Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
 Kehilangan cairan
- Output urine meningkat - Monitor frekuensi nafas
secara aktif
- Membrane mukosa lembab - Monitor tekanan darah
 Gangguan absorbs
meningkat - Monitor elastisitas atau turgor kulit
cairan - Ortopnea menurun - Monitor kadar albumin dan protein total
 Usia lanjut - Dispnea menurun TERAPEUTIK
 Kelebihan berat - Edema anasarka menurun - Hitung kebutuhan cairan
badan - Rasa haus menurun - Berikan posisi trendelenburg
 Statis - Frekuensi nadi membaik - Berikan asupan cairan oral
hipermetabolik - Tekanan darah membaik - Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
 Kegagalan - Turgor kulit membaik EDUKASI
mekanisme - Intake cairan membaik - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
regulasi - Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
 Evaporasi - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Kekurangan - Informasikan hasil pemantauan
intake cairan KOLABORASI
 Efek agen - Kolaborasi pemberian cairan isotonis dan hipotonis
farmakologis - Kolaborasi pemberian cairan koloid
- Kolaborasi pemberian produk darah

 Pemantauan cairan (I.03121)


OBSERVASI

- Monitor frekuensi dan kekuatan nadi


- Monitor frekuensi nafas
- Monitor berat badan
- Monitor waktu pengisian kapiler
- Monitor elastisitas dan turgor kulit
- Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urin
- Monitor tanda tanda hipovolemia (misal frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, berat
badan menurun )
TERAPEUTIK

- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien


- Dokumentasi hasil pemantauan
EDUKASI

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


7 Risiko infeksi Setelah dilakukan suhan  Pencegahan infeksi (I.14539)
keperawatan selama … jam OBSERVASI
(D.0142)
diharapkan tingkat infeksi
Etiologi: ( L.14137) menurun dengan - Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
criteria hasil: TERAPEUTIK
 Penyakit kornis
(misal DM)  Kebersihan tangan - Batasi jumlah pengunjung
 Efek prosedur menungkat - Berikan perawatan kulit pada area odema
invasive  Kebersihan badan meningkat - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
 Malnutrisi  Nafsu makan meningkat pasien
 Peningkatan  Demam menurun - Pertahankan teknik aspetik pada pasien beresiko tinggi
paparan organism EDUKASI
pathogen  Kemerahan menurun
lingkungan  Nyeri menurun - Jelaskan tandan dan gejala infeksi

 Ketidakadekuatan  Bengkak menurun - Ajarkan cara mencuci tangan yang bnar

pertahanan tubuh  Periode menggigil menurun - Ajarkan etika batuk

primer dan  Kadar sel darah putih - Ajarkan cara memriksa kondisi luka atau luka operasi
sekunder membaik - Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi

 Kultur darah membaik - Anjurkan meningkatkan asupan cairan


KOLABORASI

- Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P (2013). KMB I Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori Dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

Doengoes E, Marilynn, dkk.(2012). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien.Edisi 3. Jakarta: EGC

Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV Trans Info Media.

Nahas, Meguid El & Adeera levin. 2010. Chronic Kidney Disease: a practical Guide to
Understanding and Management. USA: Oxford University Press.

Prabowo, E., Pranata, A.E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta Nuha Medika.

Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. (2013).Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa : Stiyono, J.
Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer & bare (2014) keperawatan medikal bedah. Brunner & suddarth, Jakarta : EGC

Smeltzer & bare (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddarth, Edisi 8.
Jakarta:EGC

Sudoyo, A.W., Setiyohadi,B., Alwi, I., Simadibrata, K,M., Setiati, S. (2019). Buku Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.

Suharyanto & Madjid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

TIM Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

DYSPNEA

1. Pengertian
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas
yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada
penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan
dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan
Wilson, 2006).
Sesak nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

2. Etiologi
a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla
spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuskular yang terjadi pada
pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin menyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada
gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
e. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa
kondisi lain yang menyebabkan gagal nafas.

3. Manifestasi Klinik
a. Batuk dan produksi skutum

Batuk adalah engeluaran udara secara paksa yang tiba – tiba dan biasanya tidak
disadari dengan suara yang mudah dikenali.

b. Dada berat
Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya dada berat
diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat berbagai alasan lain
untuk dada berat. Dada berat diartikan sevagai perasaan yang bera dibagian dada.
Rata – rata orang juga mendeskripsikannya seperti ada seseorang yang memegang
jantungnya.
c. Mengi
Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul ktika udara
mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah tanda seseorang mengalami
kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas terdengar sat ekspirasi, namun bisa juga
terdengar saat inspirasi. Mengi umumnya muncul ketika saluran napas menyempit
atau adanya hambatan pada saluran napas yang besar atau pada seseorag yang
mengalami gangguan pita suara.
d. napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan.
4. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas
yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-
paru kembali ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat
karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru
dapat mengarah ke gagal nafas akut (Brunner & Sudarth, 2001).
5. PATHWWAY DYPSNEA

Depresi sistem saraf kelainan neurolofis efusi pleura trauma

Pusat primer kecelakaan

Ventilasi tidak adekuat gangguan medula penumpukan cairan cidera kepala

Pernapasan dangkal gangguan ventilasi ekspansi paru kesadaran

Obstruksi jalan napas

Dyspnea

Pola nafas tidak efektif Gangguan pertukaran gas Kelebihan volume Gangguan perfusi
berhubungan dengan cairan b.d. edema jaringan b.d.
b.d. penurunan ekspansi
abnormalitas ventilasi- penurunan curah
pulmo
perfusi sekunder terhadap jantung.
hipoventilasi
6. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernapasan
- Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
- Menggunakan otot aksesori pernapasan
- Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
- Papiledema
- Penurunan haluaran urine
II. Pemeriksaan fisik :
a. System pernafasaan :
      Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
      Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan tertinggal
      Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
      Auskultasi ; suara abnormal (wheezing dan ronchi)
b. System Kardiovaskuler :
      Inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah trauma
      Palpasi ; bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
      Suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradok
c. System neurologis
      Inpeksi ; gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
      Palpasi ; kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak
      Bagaimana tingkat kesadaran yang dialamu dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale
d. Pemeriksaan sekunder
1.         Aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
- Takikardi
- Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2.         Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus, gagal nafas
Tanda :
- Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
- Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
-       Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
-       Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
- Friksi ; dicurigai Perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel
-        Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.

3.         Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
4.         Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja ,
keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
5.         Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6.         Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7.         Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8.         Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
- Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral)
- Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung,
leher.
- Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
-         Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia

9. Pernafasan:
Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10. Interkasi social
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
- Kesulitan istirahat dengan tenang
- Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
- Menarik diri
III. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
c. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
d. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung.
IV. Intervensi
a.         Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan
yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
1. Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
2. Adanya penurunan dispneu
3. Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
2. Kaji tanda vital dan tingkat kesadaran setiap jam dan prn
3. Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg
4. Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
5. Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2
atau kecendurungan penurunan PaO2
6. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
7. Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat
untuk mengoptimalkan pernapasan
8. Berikan dorongan untuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk memegang dada
selama batuk
9. Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
10. Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat
dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau
lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi
sulit untuk diatasi.
b.         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran
gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
1. Bunyi paru bersih
2. Warna kulit normal
3. Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
1. Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
2. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan
tingkat kesadaran pada dokter.
3. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam
PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
4. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau
PEEP.
5. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
6. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau
penyimpangan
7. Pantau irama jantung
8. Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
9. Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
10. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
c.    Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
1. TTV normal
2. Balance cairan dalam batas normal
3. Tidak terjadi edema
Intervensi :
1. Timbang BB tiap hari
2.   Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
3. Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
4. Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
5. Monitor parameter hemodinamik
6. Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit
d.        Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan
1. Status hemodinamik dalam bata normal
2. TTV normal
Intervensi :
a) Kaji tingkat kesadaran
b) Kaji penurunan perfusi jaringan
c) Kaji status hemodinamik
d) Kaji irama EKG
e) Kaji sistem gastrointestinal

V. Evaluasi
a. Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
b. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
c. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang
d. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
e. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat
badan, menyatakan perasaan sejahtera
f. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat,
mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital
stabil.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
c. Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
d. EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tangga 18 Juli 2023
Biodata:
Nama : Tn. S
Usia : 22 tahun
Tanggal lahir : 17 September 2000
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dsn. Sekeng, Sumenep, Madura
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama:
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
PasienPasien CKD stage V HD regular Senin Kamis, efusi pericard, ALO, anemia.
Pasien merupakan pasien rujukan dari RS Sumenep. Pasien telah menjalani
Hemodialisa 1 kali di RSUD dr. Soetomo pda tanggal 16 Juli 2023. Pasien datang ke
ruang Hemodialisa dengan sesak nafas.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terkaji
4. Genogram
Keterangan genogram:
Laki-laki
Perempuan
Klien
Meninggal
Cerai
Garis pernikahan
Garis keturunan

b. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi umum
Kondisi umum tampak lemas, konjungtiva anemis, TD 190/100 mmHg, Nadi
104x/menit reguler, RR 32x/menit, Suhu 36,5oC.
2. Breathing
RR 32 x/menit, SpO2 96-97% dengan O2 Non Rebrething mask 15 lpm.
3. Blood
TD 190/100 mmHg, Nadi 104x/menit regular.
4. Brain
GCS E4V5M6, pasien sadar penuh dan terorientasi baik, konjungtiva anemis
5. Bladder
Pasien kencing spontan. Produksi urine rata-rata kurang dari 100 cc per hari
6. Bowel
Pasien tidak dapat melakukna timbang berat badan.
7. Bone
Kulit dan mukosa tampak pucat, terdapat oedema ekstremitas pada kaki kanan dan
kiri.
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 17 Juli 2023
Hemoglobin 7,2 g/dL
Hematokrit 21,3 %
Leukosit 13,63
Trombosit 281 103/µL
Eritrosit 2,55
BUN 85,0 mg/dL
Kreatinin 13,8 mg/dL
Asam urat 6,8 mg/dL
Kalsium 8,6 mg/dL
Natrium 134 mmol/l
Kalium 5,60 mmol/l
Clorida 91,0 mmol/l
SGOT 44 U/L
SGPT 64 U/L
pH 7,26
PCO2 46 mmHg
PO2 112 mmHg
HCO3 20,8 mmo/l
Asidosis metabolik terkompensasi sebagian
2. Analisa Data
No. Data Penyebab Masalah
1. DS: PGK st V Pola nafas tidak
Pasien mengatakan sesak efektif
Retensi Natrium

DO: Oedema
TD 190/100 mmHg, Nadi 104x/menit
Peningkatan curah
regular, RR 32 x/menit, SpO2 96-97% jantung
dengan O2 Non Rebrething mask 15
lpm. Suplai O2 jaringan
turun

Sesak nafas
Pola nafas tidak
efektif
2. DS: PGK st V Gangguan pertukaran
Pasien mengatakan sesak gas
Gangguan
DO: keseimbangan asam
TD 190/100 mmHg, Nadi 104x/menit basah
regular, RR 32 x/menit, SpO2 96-97%
Asidosis metabolik
dengan O2 Non Rebrething mask 15
lpm. Gangguan pertukaran
gas
pH : 7,26
PCO : 246 mmHg
PO2 : 112 mmHg
HCO3 : 20,8 mmo/l
3. DS: PGK st V Kelebihan volume
Pasien mengatakan bengkak pada kaki cairan
Retensi Natrium
kanan dan kiri.
DO: Oedema
Terdapat oedema pada ekstremitas
Kelebihan volume
bawah kanan dan kiri.
cairan

4. DS: PGK st V Ketidakefektifan


Pasien mengatakan lemas dan gampang perfusi perifer
Penurunan fungsi
lelah eritropoetin
DO:
Eritrosit menurun
TD 190/100 mmHg, Nadi 104x/menit
regular, RR 32 x/menit, SpO2 96-97% Anemia
dengan O2 Non Rebrething mask 15
lpm, konjungtiva anemis, pucat, Hb 7,2 Suplai O2 ke jaringan
g/dL menurun
Ketidakefektifan
Perfusi jaringan

3. Diagnosa Keperawatan:
a. D.0005 Pola nafas tidak efektif
b. D.0003 Gangguan pertukaran gas
c. D.0022 Hipervolemia
d.

4. Rencana Tindakan Keperawatan

No Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
D.0019 Diagnosa Keperawatan: Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Defisit nutrisi asuhan keperawatan (I.03119)
Definisi: selama 1x24 jam, Observasi
Asupan nurisi tidak cukup untuk maka status nutrisi 1. Monitor asupan
memenuhi kebutuhan metabolisme membaik dengan makanan
Berhubungan dengan (penyebab): kriteria hasil: 2. Monitor berat
Peningkatan kebutuhan metabolism 1. Pasien mampu badan
Dibuktikan dengan gejala dan menghabiskan 3. Identifikasi status
tanda Mayor: satu porsi makan nutrisi
Subjektif: 2. Nafsu makan 4. Monitor hasil
a. Pasien lemas, mual dan tidak nafsu meningkat pemeriksaan
makan 3. IMT meningkat laboratorium
Objektif: 4. Frekuensi makan Terapeutik
a. Makan tidak teratur dan tidak meningkat 5. Fasilitasi
adekuat menjadi 3 kali menentukan
Gejala dan tanda minor: sehari pedoman diet
a. Penurunan IMT 6. Berikan suplemen
b. Penurunan berat badan makanan bila
c. Penurunan albumin perlu
d. Penurunan transferrin Edukasi
e. Penurunan prealbumin 7. Anjurkan diet
f. Peningkatan CRP yang
diprogramkan
Kolaborasi
8. Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan
9. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan jika
perlu
D.0009 Diagnosa Keperawatan: Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
Perfusi perifer tidak efektif asuhan keperawatan (I.02079)
Definisi: selama 1x24 jam, Observasi
Penurunan sirkulasi darah pada level maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi
kapiler yang dapat mengganggu meningkat dengan perifer
metabolism tubuh kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor
Berhubungan dengan (penyebab): 1. Konjungtiva resiko
Kurang terpapar infomasi tentang menjadi tidak Terapeutik
proses penyakit anemis 3. Lakukan
Dibuktikan dengan gejala dan pengukuran
tanda Mayor: tekanan darah
Subjektif: pada ekstremitas
a. Pasien lemas, mual dan tidak nafsu dengan
makan keterbatasan
Objektif: perfusi
a. Konjungtiva anemis Edukasi
b. TD 125/94 mmHg 4. Ajarkan program
c. Kulit tampak kering dan bersisik diet untuk
memperbaiki
sirkulasi
5. Anjurkan
melakukan
perawatan kulit
yang tepat
5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
No. Hari/Tanggal Implementasi Hari/Tanggal Evaluasi (Catatan
Dx Perkembangan)
1 10 April Manajemen Nutrisi 10 April Subjektif:
2023 Observasi 2023 Pasien mengatakan
1. Memonitor asupan makanan mual berkurang dan
Hasil: Pasien mampu dapat makan lebih
menghabiskan 3 kali sehari banyak
¾ porsi makan dengan jenis Objektif:
makanan 1. Pasien mampu
Kalori 990 kkal (+ 11 menghabiskan 3 kali
sendok makan nasi per sehari ¾ porsi
porsi) makan dengan jenis
Protein 39,6 gr (2 potong makanan
sedang daging ayam) 2. Berat badan naik
2. Memonitor berat badan menjadi 33,5 kg
Hasil: Berat badan naik 3. IMT 14,8
menjadi 33,5 kg Analisa:
3. Mengidentifikasi status Masalah teratasi
nutrisi sebagian
Hasil: Dengan peningkatan Planning:
berat badan menjadi 33,5 Intervensi dilanjutkan
kg IMT menjadi 14,8
(klasifikasi Underweight)
Berdasarkan derajat
malnutrisi, masuk dalam
kategori malnutrisi sedang.
4. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Hasil:
Albumin 2,7 g/dL
Transferin 100 mg/dL
CRP 15 mg/L
Pre Albumin 8 mg/dL
Berdasarkan hasil laborat
tersebut, pasien mengalami
infeksi yang ditandai
dengan naiknya kadar CRP.
Terapeutik
5. Memfasilitasi menentukan
pedoman diet
Hasil: Diet yang dilakukan
adalah diet tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Memberikan suplemen
makanan bila perlu
Hasil: Berdasarkan IMT,
pasien dalam klasifikasi
underweight, sehingga
perlu diberikan suplemen
makanan yang
mengandung: zat besi,
albumin
Edukasi
7. Menganjurkan diet yang
diprogramkan
Hasil: Diet yang dilakukan
adalah diet tinggi kalori dan
tinggi protein
Kolaborasi
8. Mengkolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
Hasil: Pasien tidak lagi
muntah setelah diberikan
anti emetic sebelum makan
9. Mengkolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan jika
perlu
Hasil: kebutuhan Kalori 990
kkal (+ 11 sendok makan
nasi per porsi)
Protein 39.6 gr (2 potong
sedang daging ayam)
Saran: dapat diberikan Intra
Dialysis Parenteral
Nutrition (IDPN) yang
cocok diberikan pada pasien
hipoalbumin
2 10 April Perawatan Sirkulasi Subjektif:
2023 Observasi Pasien mengatakan
1. Memeriksa sirkulasi perifer tidak lemas
Hasil: CRT< 3 detik Objektif:
2. Mengidentifikasi faktor 1. Konjungtiva tidak
resiko anemis
Hasil: nutrisi tidak edekuat, 2. TD 120/80
usia 71 tahun 3. Nadi 85
Terapeutik 4. Kulit elastis
3. Melakukan pengukuran 5. Akral hangat
tekanan darah pada Analisa:
ekstremitas dengan Masalah teratasi
keterbatasan perfusi sebagian
Hasil: dilakukan observasi Planning:
tekanan darah seara berkala Intervensi dilanjutkan
Edukasi
4. Mengajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
Hasil: Melakukan diet
tinggi kalori dan tinggi
protein
5. Menganjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
Hasil: memakai minyak
zaitun di kulit agar kulit
kering dan bersisik
berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Menteri Kesehatan RI. 2019. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


HK.01.07/Menkes/393/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Malnutrisi pada Dewasa. Jakarta: Kemenkes RI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawata Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Triawanti, dkk. 2018. Kapita Selekta Malnutrisi. Banjarmasin: Sari Mulia.

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai