Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (CKD)

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

RUANG INTERNE

PEMBIMBING AKADEMIK:
Ns. NURHUSNA, S.KEP., M.KEP

PEMBIMBING KLINIS :
Ns. MADINATUL MUNAWAROH, S.KEP
Ns. HELFINA, S.KEP

Disusun Oleh :
HENNI RAMADHANI SAFITRI (G1B223032)
KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
A. KONSEP DASAR GAGAL GINJAL KRONIK

1. Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) gagal ginjal kronik adalah suatu


keadaan dimana ginjal mengalami penurunan fungsi ginjal. Pada penyakit
kronis, fungsi ginjal kedua ginjal dalam tubuh harus rusak, sehingga tidak
dapat menyaring atau memproses elektrolit tubuh sendiri, tidak dapat
menjaga keseimbangan cairan tubuh dan bahan kimia tubuh, serta tidak
dapat berfungsi dalam kondisi terbaik produksi urin. Penyakit Gagal
Ginjal Kronik adalah sindrom yang ditandai dengan kehilangan fungsi
ginjal secara progresif dan irrevesibel, pada saat ini jumlah peristiwa
penyakit gagal ginjal kronik semakin tinggi. (Faruq 2020)
Penyakit Ginjal Kronis / Chronic Kidney Disease (CKD)
didefinisikan sebagai kerusakan fungsi ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural maupun fungsional ginjal dengan atau
tanpa disertai penurunan laju filtrasi glomerulus (Glomerulus Filtration
Rate (GFR) dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-
tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah,
urin atau kelainan radiologis (Smeltzer & Bare, 2020).
Penyakit Ginjal Kronis / End-Stage Renal Disease (ESRD) atau
Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) merupakan tahap akhir dari
perjalanan penyakit ginjal kronis (PGK). Gagal ginjal kronis adalah suatu
keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga toksin, cairan,
dan elektrolit terakumulasi di dalam tubuh yang pada keadaan normal
diekskresikan oleh ginjal. Akumulasi toksin, cairan, dan elektrolit ini
menyebabkan sindrom uremik yang dapat menyebabkan kematian kecuali
jika toksin dikeluarkan dengan terapi pengganti ginjal (Renal
Replacement Therapy) menggunakan dialysis atau transplantasi ginjal
(Bargman dan Skorecki, 2020).
2. Etiologi
CKD yang berasal dari diabetik nefropati, penyakit hipertensi, infeksi
ginjal atau glomerulonefritis, penyakit ginjal bawaan atau polisiklik,
ataupun penyakit lainnya. Hipertensi dan diabetes melitus merupakan dua
penyebab terbesar dari penyakit ginjal tahap akhir, sedangkan yang lainnya
adalah penyakit infeksi (glomerulonefritis, pyelonefritis), penyakit vascular
sistemik (hipertensi renovaskular intrarenal), nefrosklerosis,
hiperparatiroidisme, dan penyakit saluran kencing. Berikut etiologi dalam
CKD (Zuliani dkk, 2021) :
a) Infeksi
Misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih), glomerulonefritis
(penyakit peradangan). Pielonefritis merupakan proses infeksi peradangan
yang biasanya mulai di renal pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke
saluran kencing (ureter) serta parencyma ginjal atau jaringan ginjal.
Glomerulonefritis disebabkan oleh salah satu dari banyak penyakit yang
merusak baik glomerulus maupun tubulus. Pada tahap penyakit berikutnya
keseluruhan kemampuan penyaringan ginjal sangat berkurang.

b) Penyakit vaskular hipertensi


Misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria
renalis Disebabkan oleh terjadinya kerusakan vaskulararisasi di ginjal oleh
adanya peningkatan tekanan darah akut dan kronik.
c) Gangguan jaringan ikat
Misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif Disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang ada
dalam membran basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Penyakit
peradangan kronik dimana sistem imun dalam tubu menyerang jaringan
sehat, sehingga menimbulkan gejala diberbagai organ.
d) Gangguan kongenital dan herediter
Misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal. Penyakit ginjal
polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral, dan berekspansi yang
lambat akan mengganggu dalam menghancurkan parenkim ginjal normal
akibat penekanan, semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan
fungsi ginjal sehingga ginjal akan menjadi rusak.
e)Penyakit metabolik
Misalnya DM (Diabetes Mellitus), hiperparatiroidisme, amiloidosis.
Penyebab terjadinya dimana kondisi genetik yang ditandai dengan adanya
kelainan dalam proses metabolisme dalam tubuh akibat defisiensi hormon
serta enzim. Proses metabolisme merupakan proses memecahkan
karbohidrat protein, dan lemak dalam makanan untuk menghasilkan energi.
f) Nefropati toksik
Misalnya penyalah gunaan analgesik, nefropati timbal. Penyebab penyakit
yang dapat dicegah bersifat refersibel, sehingga penggunaan berbagai
prosedur diagnostik.

g) Nefropati obstruktif
Misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
h) Batu saluran kencing menyebabkan hidrolityasis adalah penyebab gagal
ginjal pada benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut
dalam urin pada saluran kemih.
3. Klasifikasi

Berdasarkan National Kidney Foundation Kidney Dissease Outcomes


Quality Initiative (NKF/KDOQI) merekomendasikan pembagian CKD
(Chronic Kidney Dissease) berdasarkan stadium dari tingkat penurunan
LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persiten
dan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) yang masih normal (>90 ml/menit/1,73
m2).
2. Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persiten dan LFG (Laju
Filtrasi Glomerulus) antara 60 sampai 89 ml/menit/1,73 m2. Stadium 3 :
kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) antara 30 sampai 59
ml/menit/1,73 m2.
3. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus)
antara 15 sampai 29 ml/menit/1,73 m2.
4. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus)
antara <15 ml/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal terminal.

4. Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD)


Menurut Hamzah dkk, (2021), manifestasi klinik pada pasien CKD
dibedakan menjadi dua tahap yaitu pada stadium awal dan stadium akhir :
a. Manifestasi klinis pada stadium awal
Kelemahan, mual, kehilangan gairah, perubahan urinasi, edema,
hematuria, urin berwarna lebih gelap, hipertensi, kulit yang berwarna abu-
abu.

b. Manifestasi klinis pada stadium akhir

1) Manifestasi umum
kehilangan gairah, kelelahan, edema, hipertensi, fetor uremik.
2) Sistem respirasi
Sesak, edema paru, krekels, kusmaul, efusi pleura, depresi refleks batuk,
nyeri pleuritik, napas pendek, takipnea, sputum kental, pneumonitis uremik.
Penurunan ekskresi H+ terjadi karena ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
mensekresi NH3 (amonia) dan menyerap HCO3 (natrium bikarbonat), serta
penurunan ekskresi asam-asam organik dan fosfat. Asidosis berkontribusi
terhadap anoreksia, kelelahan, dan mual pada pasien uremik. Pernapasan
kusmaul adalah napas berat dan dalam, gejala yang jelas dari asidosis yang
disebabkan oleh kebutuhan meningkatkan ekskresi karbon dioksida untuk
mengurangi asidosis.

3) Sistem kardiovaskuler
Edema periorbital, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), hipertensi, friction
rub pericardial, aterosklerosis, distensi vena jugularis, gagal jantung,
gangguan irama jantung, iskemia pada otot jantung, perikarditis uremia, dan
hipertrofi ventrikel kiri, hiperkalemia, hiperlipidemia, tamponade
perikardial.
4) Sistem integument
Pruritus, purpura, kuku tipis dan rapuh, kulit berwarna abu-abu mengkilat,
kulit kering, ekimosis, rambut tipis dan kasar, terjadi hiperpigmentasi dan
pucat, lesi pada kulit.
5) Sistem pencernaan
Anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, perdarahan pada mulut dan
saluran cerna.
6) Sistem musculoskeletal
Fraktur tulang, nyeri tulang, kekuatan otot menurun, kram otot, gangguan
tumbuh kembang pada anak, footdrop.
7) Sistem persarafan
Kejang, penurunan tingkat kesadaran, ketidakmampuan berkonsentrasi,
perubahan perilaku, stroke, ensefalopati, neuropati otonom dan perifer,
disorientasi, kelemahan, dan kelelahan.
8) Sistem reproduksi
Amenorea, atrofi testis, penurunan libido, infertilitas.
9) Sistem hematologi

Anemia, trombositopenia.
4. WOC dan Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan

metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius,

Gangguan Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin)

dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR menurun.

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa

nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume

filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan

penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk

berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut

menjadi lebih besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis

osmotic disertai poliuri dan haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul

disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien

menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas

dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal

telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih

rendah itu. (Barbara C Long).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)
5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang
tidakbersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
venadengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis
dilakukanmelalui daerah femoralis namun untuk mempermudah
makadilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal

Penatalaksanaan menurut sumber lain:

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan

elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011):

1) Dialisis

Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal

yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis

memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan

natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan


perdarahan dan membantu penyembuhan luka
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode

terpi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu

membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan

apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga

tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu

dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :

a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)

Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan


menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada
proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin
dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus
untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan
kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di
rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah

dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi,

darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring

oleh mesin dialisis.

2) Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi

dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat

adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan

darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila

terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi

intake kalim, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.


3) Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,

kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.

Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya

ada infusiensi coroner.

4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada

permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan,

jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat

juga mengatasi asidosis.

5) Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator

dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus

hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

6) Transplantasi ginjal

Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal

kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.

b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar
luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada
diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2
yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik
pada gagal ginjal.

7. Komplikasi
Menurut Prabowo (2014) komplikasi yang dapat timbul dari penyakit
gagal ginjal kronik adalah :
a. Penyakit tulang : Penyakit tulang dapat terjadi karena retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
b. Penyakit kardiovaskuler : Ginjal yang rusak akan gagal mengatur tekanan
darah. Ini karena aldosteron (hormon pengatur tekanan darah) jadi bekerja
terlalu keras menyuplai darah ke ginjal. Jantung terbebani karena
memompa semakin banyak darah, tekanan darah tinggi membuat arteri
tersumbat dan akhirnya berhenti berfungsi.tekanan darah tinggi dapat
menimbulkan masalah jantung serius.
c. Anemia : Anemia muncul akibat tubuh kekurangan entrokosit, sehingga
sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk membentuk darah
lama kelamaan juga akan semakin berkurang.
d. Disfungsi seksual : Pada klien gagal ginjal kronik, terutama kaum pria
kadang merasa cepat lelah sehingga minat dalam melakukan hubungan
seksual menjadi kurang.
Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Pada Klien Dengan

Masalah CKD

1. Pengkajian
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampirsama

dengan klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih

menekankan pada support system untuk mempertahankan kondisi

keseimbangan dalam tubuh. Dengan tidak optimalnya atau gagalnya

fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi

dalam batas ambang kewajaran. Tetapi jika kondisi ini berlanjut (kronis),

maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan

gangguan sistem tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan

pada klien dengan gagal ginjal kronik (Prabowo, 2014) :

a. Biodata

Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal kronik,

namun pada laki-laki lebih beresiko tinggi terkait dengan pekerjaan

dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut

dari insidensi gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri.

b. Riwayat Kesehatan Keluhan Utama

Keluhan sangat bervariasi, terlebih terdapat penyakit sekunder yang

menyertai. Keluhan bisa berupa output urin menurun (oliguria)

sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada

system sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual, muntah, fatigue, napas

bau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh menurunnya fungsi

ginjal sehingga berakibat terjadi penumpukan (akumulasi) zat sisa

metabolisme dalam tubuh.


c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya mengalami

penurunan output urin, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas

karena komplikasi dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan

fisiologi kulit, nafas bau urea. Pada kondisi yang sudah memburuk

seperti pada gagal ginjal tahap akhir yang diperlukan terapi

hemodialisa atau transplantasi ginjal, pasien sering didapati

mengalami perubahan dalam segi psikologinya seperti depresi,

cemas merasa tidak berdaya, putus asa.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Kemungkinan adanya riwayat penyakit Diabetes Mellitus (DM),

nefrosklerosis, hipertensi, gagal ginjal akut yang tidak tertangani

dengan baik, obstruksi atau infeksi urinarius, penyalahgunaan

analgetik.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Gagal ginjal kronik bukan merupakan merupakan penyakit menular

dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berpengaruh

pada penyakit ini. Namun penyakit Diabetes Mellitus dan hipertensi

memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronik

karena penyakit tersebut bersifat herediter.

f. Riwayat psikososial

Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien memiliki koping

adaptif. Namun biasanya, perubahan psikososial dapat terjadi ketika

klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani


proses dialisis. Rutinnya tindakan terapi dialisis ini juga dapat

mengganggu psikososial pasien yaitu pasien dapat merasakan

keputusasaan dan ketidakberdayaan akibat ketergantungan pada alat

dialisis. Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang

dikeluarkan selama proses pengobatan sehingga klien mengalami

kecemasan.

g. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola pemeliharaan–pemeliharaan

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mempunyai

persepsi yang kurang baik terhadap kesehatannya dan biasanya

pasien mengalami nyeri bersifat hilang timbul, lemah, mual, dan

terdapat odem.

2. Pola aktivitas latihan

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami

gangguan aktivitas karena adanya kelemahan otot.

3. Pola nutrisi metabolik

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami

gangguan pada pola nutrisi, yaitu mual, muntah, anoreksia, yang

disertai penurunan berat badan.

4. Pola eliminasi

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami

gangguan eliminasi, misalnya oliguria, diare atau konstipasi, dan

perut kembung.

5. Pola tidur–istirahat

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami gangguan


pola tidur, sulit tidur dan kadang sering terbangun di malam hari.

6. Pola kognitif–perseptual

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik memiliki

komunikasi yang baik dengan orang lain, pendengaran dan

penglihatan baik, dan tidak menggunakan alat bantu.

7. Pola toleransi-koping stress


Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik, dapat menerima
keadaan penyakitnya.
8. Persepsi diri atau konsep diri
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik tidak mengalami
gangguan konsep diri.
9. Pola seksual–reproduksi

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami

gangguan ini sehubungan dengan kelemahan tubuh.

10. Pola hubungan dan peran

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik, memiliki

komunikasi yang baik dengan keluarga, perawat, dokter, dan

lingkungan sekitar.

11. Pola nilai dan keyakinan

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik tidak mengalami

gangguan dalam pola nilai dan keyakinan.

h. Pemeriksaan Fisik

1. Kondisi umum dan tanda-tanda vital

Kondisi klien gagal ginjal kronik biasanya lemah, tingkat

kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan

tanda-tanda vital sering didapatkan Respirasi Rate (RR)

meningkat
(takipnea), hipertensi atau hipotensi sesuai dengan kondisi

fluktuatif.

2. Pemeriksaan fisik

a. Kulit, rambut dan kuku

Inspeksi : warna kulit, jaringan parut, lesi,dan vaskularisasi.

Amati adanya pruritus, dan abnormalitas lainnya.

Palpasi : palpasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor,

tekstur, edema, dan massa.

b. Kepala

Inspeksi : kesimetrisan muka. Tengkorak, kulit kepala (lesi,

massa).

Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke

bawah dari tengah tengah garis kepala ke samping.

Untuk mengetahui adanya bentuk kepala

pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan

akar rambut.

c. Mata

Inspeksi : kelopak mata, perhatikan bentuk dan

kesimetrisannya. Amati daerah orbital ada tidaknya

edema, kemerahan atau jaringan lunak dibawah

bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera (untuk

mengetahui adanya anemis atau tidak) dengan

menarik/membuka kelopak mata. Perhatikan


warna, edema, dan lesi. Inspeksi kornea

(kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri

disamping klien dengan menggunkan sinar cahaya

tidak langsung. Inspeksi pupil, iris.

Palpasi : ada tidaknya pembengkakan pada orbital dan

kelenjar lakrimal.

d. Hidung

Inspeksi : kesimetrisan bentuk, adanya deformitas atau lesi

dan cairan yang keluar.

Palpasi : batang dan jaringan lunak hidung adanya nyeri,

massa, penyimpangan bentuk.

e. Telinga

Inspeksi : amati kesimetrisan bentuk, dan letak telinga,

warna,dan lesi.

Palpasi : kartilago telinga untuk mengetahui jaringan

lunak, tulang telinga ada nyeri atau tidak.

f. Mulut dan faring

Inspeksi : warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan

kongenital, kebersihan mulut, faring.

g. Leher

Inspeksi : bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya

pembengkakan, jaringan parut atau massa.

Palpasi : kelenjar limfa/kelenjar getah bening, kelenjar

tiroid.
h. Thorak dan tulang belakang

Inspeksi : kelainan bentuk thorak, kelainan bentuk tulang

belakang, pada wanita (inspeksi payudara: bentuk

dan ukuran).

Palpasi : ada tidaknya krepitus pada kusta, pada wanita

(palpasi payudara: massa).

i. Paru posterior, lateral, interior

Inspeksi : kesimetrisan paru, ada tidaknya lesi.

Palpasi : dengan meminta pasien menyebutkan angka

misal 7777. Bandingkan paru kanan dan kiri.

Pengembangan paru dengan meletakkan kedua ibu

jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien

bernapas panjang.

Perkusi : dari puncak paru kebawah (supraskapularis/3-4 jari

dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara

perkusi: sonor/hipersonor/redup.

Auskultasi: bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikular,

bronchovesikular, bronchial, tracheal: suara

abnormal : wheezing, ronchi, krekels.

j. Jantung dan pembuluh darah

Inspeksi : titik impuls maksimal, denyutan apical

Palpasi : area aorta pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah

jari-jari ke intercostae 3, dan 4 kiri daerah

trikuspidalis, dan mitralpada interkosta 5 kiri.


Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm kegaris

midklavikula kiri.

Perkusi : untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah,

kanan-kiri).

Auskultasi : bunyi jantung I dan II untuk mengetahui adanya

bunyi jantung tambahan.

k. Abdomen

Inspeksi : ada tidaknya pembesaran, datar, cekung,

kebersihan umbilikus.

Palpasi : epigastrium, lien, hepar, ginjal.

Perkusi : 4 kuadran (timpani,hipertimpani, pekak).

Auskultasi :4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1

menit, bising usus).

l. Genetalia

Inspeksi :inspeksi anus (kebersihan, lesi, massa,

perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touch

(khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran

prostat), perdarahan, cairan, dan bau.

Palpasi : skrotum dan testis sudah turun atau

belum.
m. Ekstremitas

Inspeksi : inspeksi kesimetrisan, lesi,massa.


Palpasi : tonus otot, kekuatan otot.
Kaji sirkulasi : akral hangat/dingin,
warna, Capillary Refill
Time
(CRT). Kaji kemampuan
pergerakan sendi.
Kaji reflek fisiologis : bisep, trisep,
patela, arcilles. Kaji reflek
patologis : reflek plantar.

2. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang muncul pada klien dengan gagal ginjal

kronik yaitu:

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi, perubahan membrane alveolus-kapiler.

2) Ketidakefektifan pola napas b/d ansietas, hiperventilasi, keletihan,

nyeri, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru dan

sindrom hipoventilasi.

3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran

arter/vena, penurunan konsentrasi hemoglobin.

4) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,

kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan cairan

5) Defisit nutrisi berhubungan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient,

ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (keengganan

untuk makan)

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2, kelemahan.

(Nurarif & Kusuma, 2015, Tim Pokja SDKI, 2017)


Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Tujuan Dan Kriteria Hasil (SLKI) Keperawatan
(SIKI)
1 (D.0003) Gangguan L.01003 Pertukaran Gas I.01014 Pemantauan Respirasi
pertukaran gas berhubungan Ekspektasi: meningkat Observasi
dengan ketidakseimbangan Kriteria hasil Monitor frekuensi, irama kedalaman dan
ventilasiperfusi, perubahan 1. Tingkat kesadaran meningkat upaya napas
membrane alveolus-kapiler. 2. Dispnea menurun Monitor pola napas (seperti bradipnea,
Data Mayor : 3. Bunyi napas tambahan menurun takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
DS : 4. Pusing menurun Stokes, Biot, ataksik)
1. Dispnea 5. Penglihatan kabur menurun Monitor kemampuan batuk efektif
DO : 6. Diaforesis menurun Monitor adanya produksi sputum
1. PCO2 meningkat/menurun 7. Gelisah menurun Monitor adanya sumbatan jalan napas
2. PO2 menurun 8. Napas cuping hidung menurun Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
3. Takikardi 9. PCO2 membaik Auskultasi bunyi napas
4. pH arteri 10. PO2 membaik Monitor saturasi oksigen
meningkat/menurun 11. Takikardia membaik Monitor nilai AGD
5. Bunyi napas tambahan 12. pH arteri membaik Monitor hasil x-ray toraks
13. Sianosis membaik Terapeutik
14. Pola napas membaik Atur interval pemantauan respirasi sesuai
Data 15. Warna kulit membaik kondisi pasien
Minor DS Dokumentasikan hasil pemantauan
: Edukasi
1. Pusing Jelaskan tujuan dan prosedur
2. Penglihatan kabur pemantauan
DO : Informasikan hasil pemantauan, jika
1. Sianosis perlu
2. Diaforesis Kolaborasi
3. Gelisah Kolaborasi penentuan dosis oksigen
4. Napas cuping hidung Kolaborasi penggunaan oksigen saat
5. Pola napas abnormal aktivitas dan/atau tidur
(cepat/lambat,
reguler/irreguler,dalam/dangkal
)
6. Warna kulit
abnormal (pucat,
kebiruan)
7. Kesadaran menurun
2. Ketidakefektifan pola napas Respiratory status : Ventilation Airway Management
b/d ansietas, hiperventilasi, - Respiratory status : Airway patency 1. Buka jalan napas, guanakan teknik chin

keletihan, nyeri, obesitas, - Vital sign lift atau jaw thrust bila perlu
posisi tubuh yang Status Kriteria 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Hasil :
menghambat ekspansi paru - Mendemonstrasikan batuk efektif dan ventilasi
dan sindrom hipoventilasi suara napas yang bersih, tidak ada sianosis 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan

dan dyspneu (mampu mengeluarkan alat jalan napas buatan


sputum, mampu bernapas dengan mudah, 4. Pasang mayo bila perlu

tidak ada pursed lips) 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

 Menunjukkan jalan napas yang paten 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau

(klien tidak merasa tercekik, irama napas, suction

frekuensi pernapasan dalam rentang 7. Auskultasi suara napas, catat adanya

normal, tidak ada suara napas abnormal) suara tambahan

 Tanda Tanda vital dalam rentang normal 8. Lakukan suction pada mayo

(tekanan darah, nadi, pernapasan) 9. Berikan bronkodilator bila perlu


10. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
3. (D.0009) Perfusi perifer tidak L.02011 Perfusi Perifer Ekspektasi: I.02079 Perawatan Sirkulasi
efektif berhubungan dengan meningkat Kriteria hasil: Observasi
penurunan aliran arter/vena, 1. Denyut nadi perifer meningkat 2.1 Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer,
penurunan konsentrasi edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle
hemoglobin. 2. Penyembuhan luka meningkat brachial index)
Data Mayor 3. Sensasi meningkat Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
DS : 4. Warna kulit pucat menurun ( mis. Diabetes, perokok, orang tua hipertensi
DO : 5. Edema perifer menurun dan kadar kolestrol tinggi)
1. CRT > 3 detik 6. Nyeri ekstremitas menurun Monitor panans, kemerahan, nyeri atau
2. Nadi perifer menurun/tidak 7. Parastesia menurun bengkak pada ekstermitas
teraba 3. Akral teraba dingin 8. Kelemahan otot menurun Teraupetik
4. Warna kulit pucat 9. Kram otot menurun Hindari pemasangan infus atau pengambilan
5. Turgot kulit 10. Bruit femoralis menurun darah di daerah keterbatasan perfusi
menurun Data Minor 11. Nekrosis menurun Hindari pengukuran tekanan darah
DS : 12. Pengisian kapiler membaik pada ekstermitas dengan keterbatasan
1. Parastesia 13. Akral membaik perfusi Hindari penekanan dan
2. Nyeri ekstremitas 14. Turgor kulit membaik
pemasangan
DO : 15. Tekanan darah sistolik membaik
tourniquet pada area yang cidera
1. Edema 16. Tekanan darah diastolik membaik
Lakukan pencegahan infeksi
2. Penyembuhan luka lama 17. Tekanan arteri rata-rata membaik Lakukan perawatan kaki dan kuku
3. Bruit femoralis 18. Indeks ankle-brachial membaik
Edukasi
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolah raga rutin
Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah, antikoagulan,dan penurun kolestrol, jika
perlu
Anjurkan minum obat pengontrl tekanan darah
secara teratur
Anjurkan menggunakan obat penyekat beta
2.15 Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi ( mis. Rendah lemak
jenuh, minyak ikam omega 3)
4. (D.0022) L.03020 Keseimbangan Cairan I.03114 Manajemen
Hipervolemi Ekspektasi: meningkat Hipervolemia Observasi
a berhubungan dengan Kriteria hasil: 3.1 Periksa tanda dan gejala hipervolemia
gangguan mekanisme 1. Asupan cairan meningkat (mis. Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
regulasi, kelebihan asupan 2. Haluaran urin meningkat meningkat, refleks hepatojugular positif, suara
cairan, kelebihan asupan 3. Kelembaban membran mukosa npas tambahan) 3.2 Identifikasi penyebab
cairan. meningkat hipervolemia
Data Mayor 4. Asupan makanan meningkat 3.3 Monitor status hemodinamik (mis.
DS : 5. Edema menurun frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP,
1. Ortopnea 6. Dehidrasi menurun PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia
2. Dispnea
3. Paroxymal nocturnal 7. Asites menurun Monitor intake dan output cairan
dyspnea 8. Konfusi menurun Monitor tanda hemokonsentrasi
(PND 9. Tekanan darah membaik (mis. kadar natrium, BUN, hematokrit,
) DO : 10. Denyut nadi radial membaik berat jenis urine)
1. Edema anasarka dan/atau 11. Tekanan arteri rata-rata membaik Monitor tanda peningkatan tekanan
edema perifer 12. Membran mukosa membaik onkotik plasma (mis. kadar protein dan
2. Berat badan meningkat 13. Mata cekung membaik albumin meningkat)
dalam waktu singkat 14. Turgor kulit membaik Monitor keceptan infus secara ketat
3. Jugular venous pressure 15. Berat badan membaik Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi
(JVP) dan/atau Central ortostatik, hipovolemia, hipokalemia,
Venous Pressure (CVP) hiponatremia)

meningkat Terapeutik

4. Refleks hepatojugular Timbang berat badan setiap hari pada

positif Data Minor waktu yang sama


Batasi asupan cairan dan garam
DS : -
Tinggikan kepala tempat tidur 30- 40°
DO :
Edukasi
1. Distensi vena jugularis
2. Terdengar suara napas Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5

tambahan mL/kg/jam dalam 6 jam

3. Hepatomegali Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1


4. Kadar Hb/Ht menurun kg dalam sehar
5. Oliguria Ajarkan cara mengukur dan mencatat
6. Intake lebih banyak asupan dan haluaran cairan
daripada output (balans cairan Ajarkan cara membatasi cairan
positif) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretic
Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik

5. (D.0019) Defisit nutrisi I.03030 Status Nutrisi Ekspektasi: I.03119 Manajemen


berhubungan ketidakmampuan membaik Kriteria hasil: Nutrisi Observasi
mengabsorbsi nutrient, 1. Porsi makanan yang dihabiskan Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan mencerna meningkat Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
makanan, factor psikologis 2. Kekuatan otot pengunyah meningkat Identifikasi makanan yang disukai
(keengganan untuk makan). 3. Kekuatan otot menelan meningkat Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
Data Mayor 4. Serum albumin meningkat nutrient 4.5 Monitor asupan makanan
DS : - 5. Verbalisasi keinginan untuk Monitor berat badan
DO : meningkatkan nutrisi meningkat Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
1. Berat badan menurun 6. Pengetahuan tentang pilihan makanan Teraupetik
minimal 10% dibawah rentang Lakukaoral hygiene sebelum makan, jika
ideal yang sehat meningkat perlu 4.9 Fasilitasi menentukan pedooman diet
Data Minor 7. Pengetahuan tentang pilihan minuman (mis. Piramida makanan)
DS : yang sehat meningkat Sajikan makanan secara menarik dan
1. Cepat kenyang setelah 8. Pengetahuan tentang standar asupan suhu yang sesuai
makan nutrisi yang tepat meningkat Berikan makanantinggi serat untuk
2. Kram/nyeri abdomen 9. Penyiapan dan penyimpanan makanan mencegah konstipasi
3. Nafsu makan menurun yang aman meningkat Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
DO : 10. Penyiapan dan penyimpanan minuman protein
1. Bising usus hiperaktif yang aman meningkat Berikan makanan rendah protein
2. Otot pengunyah lemah 11. Sikap terhadap makanan/minuman Edukasi
3. Otot menelan lemah sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
4. Membran mukosa pucat 12. Perasaan cepat kenyang menurun Anjurkan diet yang diprogramkan
5. Sariawan 13. Nyeri abdomen menurun Kolaborasi
6. Serum albumin turun 14. Sariawan menurun Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
7. Rambut rontok berlebihan 15. Rambut rontok menurun makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika
8. Diare 16. Diare menurun perlu 4.17 Kolaborasi dengan ahli gizi
17. Berat badan membaik menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
18. Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik
yang dibutuhkan, jika perlu
19. Frekuensi makan membaik
20. Nafsu makan membaik
21. Bising usus membaik
22. Tebal lipatan kulit trisep membaik
23. Membran mukosa membaik
6. (D.0056) Intoleransi aktivitas L.05047 Toleransi I.05178 Manajemen Energi Observasi
berhubungan dengan Aktivitas Ekspektasi: Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
ketidakseimbangan antara meningkat Kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
suplai dan kebutuhan O2, 1. Frekuensi nadi meningkat Monitor kelelahan fisik dan emosional
kelemahan.. 2. Saturasi oksigen meningkat Monitor pola dan jam tidur
Data Mayor : 3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
DS : - sehari-hari meningkat selama melakukan aktivitas
DO : 4. Kecepatan berjalan meningkat Terapeutik
1. Frekuensi jantung 5. Jarak berjalan meningkat Sediakan lingkungan nyaman dan rendah

meningkat >20% dari kondisi 6. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)

istirahat 7. Kekuatan tubuh bagian bawah Lakukan latihan rentang gerak pasin

Data meningkat dan/atau aktif

Minor DS 8. Toleransi dalam menaiki tangga Berikan aktivitas distraksi yang


: meningkat menenangkan 5.8 Fasilitasi duduk di sisi
1. Dispnea saat/setelah 9. Keluhan lelah tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
10. Dipsnea saat aktivitas menurun atau
beraktivitas
2. Merasa tidak nyaman Berjalan
setelah beraktivitas 11. Dipsnea setelah aktivitas menurun Edukasi
3. Merasa lemah 12. Perasaan lemah menurun 5.9 Anjurkan tirah baring
DO : 13. Aritmia saat beraktivitas menurun 5.10 Anjurkan melakukkan aktivitas secara
1. Tekanan darah berubah 14. Aritmia setelah beraktivitas menurun Bertahap
>20% dari kondisi istirahat 15. Sianosis menurun 5.11 Anjurkan menghubungi perawat jika
2. Gambaran EKG 16. Warna kulit membaik tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
menunjukkan aritmia 17. Tekanan darah membaik 5.12 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
saat/setelah aktivitas 18. Frekuensi napas membaik Kelelahan
3. Sianosis 19. EKG Iskemia membaik Kolaborasi
5.13 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
3. Implementasi

Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam mencapai


tujuan yang sudah ditetapkan melalui penerapan rencana asuhan keperawatan
dalam bentuk intervensi. Pada tahap ini perawat harus memiliki kemampuan
dalam berkomunikasi yang efektif, mampu menciptakan hubungan saling
percaya dan saling bantu, observasi sistematis, mampu memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan dalam advokasi dan evaluasi (Asmadi,
2008). Implementasi adalah tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Tindakan ini mncangkup tindakan mandiri dan kolaborasi
(Tarwoto & Wartonah, 2011).

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini


sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien (Perry & Potter, 2013). Hal yang perlu diingat bahwa
evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat melakukan
kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat membuat keputusan-
keputusan klinis dan secara terus-menerus mengarah kembali ke asuhan
keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien menyelesaikan
masalah kesehatan actual, mencegah terjadinya masalah risiko, dan
mempertahankan status kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan
keefektifan asuhan keperawatan yang diberikan.
Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP untuk
mengevaluasi hasil intervensi yang dilakukan. Poin S merujuk pada respon
subjektif pasien setelah diberikan intervensi. Poin O melihat pada respon
objektif yang dapat diukur pada pasien setelah dilakukannya intervensi. Poin
A adalah analisis perawat terhadap intervensi yang dilakukan. Poin P adalah
perencanaan terkait tindakan selanjutnya sesuai analisis yang telah dilakukan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan
Hemodialisa di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma Thesis Univesitas
Andalas
Faruq Mh, Purwanti Os, Purnama Ap. Efek Relaksasi Benson Dalam
Menurunkan Kecemasan Pasien Yang Menjalani Hemodialisa. J Ilm
Keperawatan Sai Betik, [Internet]. 2020;16(1):24–9. Available From:
Https://Publikasiilmiah.Ums.Ac.Id/Bitstream/Handle/11617

Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2011). Askep Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika

Nurarif & Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta. Mediaction
Jogja.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

Smeltzer, C Suzanne & Bare, G Brenda. (2020). Buku Ajar Keperawatan


Medikal- Bedah Brunner & Suddarth. Ed.8. Vol.2. Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare. (2015). Textbook of Medical Surgical Nursing volume


1). Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.
Smeltzer & Bare. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1).
Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.

Wijaya&Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori


dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika. Cetakan Pertama
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (CKD)

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

RUANG INTERNE

PEMBIMBING AKADEMIK:
Ns. NURHUSNA, S.KEP., M.KEP

PEMBIMBING KLINIS :
Ns. MADINATUL MUNAWAROH, S.KEP
Ns. HELFINA, S.KEP

Disusun Oleh :
HENNI RAMADHANI SAFITRI (G1B223032)
KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023

Anda mungkin juga menyukai