Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ATHRIRITS GOUT (ASAM URAT) PADA LANSIA


DI PUSKESMAS PUTRI AYU
KOTA JAMBI

DISUSUN OLEH :
Nama : Henni Ramadhani Safitri
Nim : G1B223032
Kelompok :2

PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. Lisa Anita Sari , M.N.S
Ns. Yulia Indah Permata Sari, S.Kep.,M.Kep.

PEMBIMBING KLINIK :
Ns. Ana,S.Kep

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU


KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI
NERS UNIVERSITAS JAMBI
2024
KONSEP LANSIA

A. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia

a. Pengertian Lansia Menurut World Health Organisation (WHO), lansia

adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki

tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan

lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau

proses penuaan (Aspiani, 2014).

b. Lanisa menurut hawari adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan

seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi

stress fisiologis . kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya

kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual

(Muhith , 2016)

c. Menurut Kemenkes Ri, lanjut usia atau yang disingkat lansia adalah

seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih (Festi, 2018)

2. Batasan usia lanjut

Menurut organisasi Kesehatan Dunia WHO (World Health

Organazation) ada empat tahap yakni:

a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun


c. Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

3. Perubahan- perubahan fisik yang Terjadi pada Lansia

1) Perubahan fisik

a) Sel
Jumlah lebih sedikit, ukuran lebih besar, mekanisme perbaikan terganggu,
menurunya proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah dan hati.
b) Sistem persyarafan
Lambat dalam respons dan waktu untuk bereaksi, mengecilnya syaraf

panca indera, kurang sensitive terhadap sentuhan, hubungan

persyarafan menurun.

c) Sistem pendengaran

Presbiakusis/ gangguan pendengaran, hilang kemampuan pendengaran

pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada yang

tinggi dan tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, terjadi pengumpulan

seruma dapat mengeras.

d) Sistem penglihatan

Spingter pupil timbul sclerosis,hilang respon terhadap sinar, kornea

lebih berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa, hilangnya daya

akomodasi, menurunnya daya membedakan warna biru dan hijua

pada skala, menurunya lapngan pandang, menurunnya elastisitas

dinding aorta, katub jantung menebal dan menjadi kak,


kemampuan jantung memompa darah menurun ±1% pertahun,

kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat.

e) Sistem pengaturan suhu tubuh

Temperature tubuh menurun secara fisiologis, keterbatasan reflek

menggigit dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak

sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

f) Sistem respirasi

Menurunya kekuatan otot pernapasan dan aktivitas dari silia-silia paru-

paru kehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar, menurunya

O2 pada arteri menjadi 75 mmHg, menurunya batuk.

g) Sistem gastrointestinal

Terjadi penurunan selera makan rasa haus, asupan makanan dan kalori,

mudah terjadi konstipasi dan gangguan pencernaan lainnya, terjadi

penurunan produksi saliva, karies gigi, gerak peristaltic usus,

pertambahan waktu pengosongan lambung, asam lambung menurun

dan fungsi absrobsi melemah.

h) Sistem genitourinaria

Ginjal mengecil aliran darah keginjal menurun, fungsi menurun, fungsi

tubulus berkurang, otot kandung kemih menjadi menurun, vesika

urinaria susah dikosongkan, perbesaran prostat, atrofi vulva.

i) Sistem endokrin
Produksi hormon menurun fungsi paratiroid dan sekresi tidak berubah,

menurunya aktivitas tiroid, menurunya produksi aldesteron,

menurunya sekresi hormone kelamin.


4. Sistem integumen

Kulit mengerut/ keriput, permukaan kulit kasar dan

bersisik, respons terhadap trauma menurun, kulit

kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu,

elastisitas kulit berkurang, pertumbuhan kuku lebih

lambat, kuku menjadi keras dan seperti bertanduk,

kelenjar keringat berkurang.

5. Sistem musculoskeletal

tulang kehilangan cairan dan makin rapuh, tafosis,

tubuh menjadi lebih pendek, persendian membesar

dan menjadi kaku, tendon mengerut dan menajdi

sclerosis, atrofi serabut otot

(Wahjudi Nugroho, 2000 dalam Mujahidullah 2012)


LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK
ARTRITISGOUT (ASAM URAT)
A. DEFINISI
Gout Arthritis merupakan gangguan metabolik yang ditandai
dengan artritis inflamasi akut yang dipicu oleh kristalisasi asam urat
dalam sendi. Gout Arthritis merupakan kelainan tulang metabolik
dimana metabolisme purin (protein) diubah dan produk penggantinya,
asam urat terakumulasi. Gout terjadi sebagai respon terhadap produksi
berlebihan atau ekskresi asam urat yang kurang, menyebabkan
tingginya kadar asam uratdalam darah (hiperurisemia) dan pada cairan
tubuh lainnya,termasuk cairan synovial (Febrianti, Kadang and Hikam,
2022). Penyakit Gout Arthritis berhubungan erat dengan gangguan
metabolisme purin yang memicu peningkatan kadar asam urat dalam
darah (hiperurisemia), yaitu jika kadar asam urat dalam darah lebih
dari 7,5 mg/dl (Salmiyati and Asnindari, 2020).
Kadar Asam Urat yang tinggi dalam darah, dalam jangka waktu
lama dapat menyebabkan pembentukan kristal urat yang biasanya
terkonsentrasi pada sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal ini lama
kelamaan menumpuk dan merusak jaringan yang pada akhirnya
menimbulkan rasa nyeri dan peradangan. Adapun sendi yang sering
terkena penumpukan asam urat ini antara lain pangkal ibu jari kaki,
lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan dan siku. Gout Arthritis
penyakit yang sangat mengganggu. Penderita arthritis gout akan
merasa nyeri, sendi-sendi sakit saat digerakkan, bengkak, jari-jari
tangan terasa kaku jika digerakkan, dan sebagainya, sehingga
membuat mereka tidak mampu bekerja dan beraktivitas. Pada kasus
penyakit arthritis gout yang parah, seseorang bisa mengalami
benjolan-benjolan aneh yang timbul disekujur tubuh (Marlinda and
Putri, 2019).
B. ETIOLOGI
Berdasarkan pendapat Hendrayanti (2021) penyebab atau etiologi
terjadinya gout arthritis adalah :
1) Produksi Asam Urat yang Berlebihan
Meningkatnya produksi asam urat disebabkan oleh meningkatnya laju
biosintesa purin yang berasal dari asam amino dalam proses pembentukan
inti sel seperti DNA dan RNA. Meningkatnya kadar asam urat di dalam
tubuh dapat disebabkan oleh konsumsi makanan yang banyak mengandung
protein dan asam nukleat atau yang biasa disebut dengan purin yang
terkandung di dalam makanan seperti seafood, jeroan, kacang-kacangan,
melinjo dan makanan lainnya. Proses pemecahan purin yang terjadi secara
cepat saat berolahraga juga dapat menyebabkan kadar asam urat di dalam
tubuh meningkat, selain itu penyakit kelainan darah juha dapat
menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam tubuh (Hendrayanti,
2021).
2) Pembuangan Asam Urat di Dalam Tubuh Berkurang Jumlah asam urat
dapat meningkat jika proses pembuangannya mengalami masalah. Salah
satu yang dapat menjadi penghambat proses pembuangan asam urat adalah
gangguan fungsi ginjal dimana 90% penderita gout arthritis memiliki
masalah pada ginjal yang mempengaruhi proses pembuangan asam urat
menjadi tidak maksimal. Orang yang memiliki masalah ginjal hanya dapat
membuang asam urat lebih sedikit dari seharusnya yaitu hanya sebanyak
40% dari jumlah asam urat yang ada di dalam tubuh. Normalnya
pembuangan asam urat akan bertambah jika kadar asam urat di dalam tubuh
meningkat karena banyaknya asupan purin di dalam tubuh, tetapi jika orang
dengan masalah pada ginjalnya akan mengalami gangguan proses
metabolisme salah satunya adalah proses pemecahan purin yang dapat
menyebabkan kadar asam urat di dalam tubuh meningkat. Pada tubuh
manusia dapat ditemukan enzim urokinase yang berperan dalam proses
oksidasi asam urat menjadi alotinin yang mudah untuk dikeluarkan dari
tubuh, jika terjadi masalah atau gangguan terhadap enzim tersebut maka
proses pembuangan atau pengurangan asam urat di dalam tubuh juga dapat
berkurang (Hendrayanti, 2021).

Etiologi lain yang dapat menyebabkan asam urat di dalam tubuh


mengalami peningkatan menurut Fitriana (2015) dan Khanna, dkk
(2012) adalah:
a) Genetik atau keturunan.
b) Konsumsi makanan tinggi protein dan purin yang berlebihan.
c) Mengkonsumi alkohol dalam jangka panjang.
d) Adanya masalah kesehatan aatau penyakit yang dapat menghambat
proses pembuangan asam urat di dalam tubuh.
e) Mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat mempengaruhi
enzim urokinase dalam proses pembuangan asam urat di dalam tubuh.
f) Kondisi tubuh yang mengalami stress, obesitas, hipertensi dan cedera
ekstremitas. (Hendrayanti, 2021).

C. Tanda Dan Gejala


Manifestasi klinik gout terdiri dari hiperurisemia tanpa gejala klinis,
gout arthritis akut, interkritikal gout, dan gout menahun (kronis). Keempat
stadium ini merupakan stadium klasik dan didapat deposisi yang progresif
kristal urat (Fanny, 2020).
1) Hiperurisemia tanpa Gejala Klinis Hiperurisemia tanpa gejala klinis
ditandai dengan kadar asam urat serum >6.8 mg/dl, yang berarti telah
melewati batas solubilitasnya di serum. Periode ini dapat berlangsung
cukup lama dan sebagian dapat berubah menjadi gout arthritis (Fanny,
2020).
2) Stadium Gout Arthritis Akut Radang sendi pada stadium ini sangat akut
dan yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa
gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak
dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama
berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa
demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering pada MTP-
1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat
terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut dan siku. Pada
serangan akut yang tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang dalam
beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu2. Faktor pencetus serangan akut
antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stres,
tindakan operasi, pemakaian obat diuretik atau penurunan dan peningkatan
asam urat. Penurunan asam urat darah secara mendadak dengan alopurinol
atau obat urikosurik dapat menimbulkan kekambuhan (Fanny, 2020).
3) Stadium Interkritikal Ketika serangan akut menetap dalam beberapa jam
sampai beberapa hari diikuti dengan pemberian kolkisin atau NSAID,
pasien memasuki fase remisi. Periode ini ditandai dengan tidak adanya
gejala. Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi
periode interkritik. asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan
tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat.
Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut, walaupun
tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun,
atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Apabila tanpa penanganan
yang baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar, maka dapat timbul
serangan akut lebih sering yang dapat mengenai beberapa sendi dan
biasanya lebih berat. Manajemen yang tidak baik, maka keadaan interkritik
akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan pembentukan tofus
(Fanny, 2020).
4) Stadium Gout Arthritis Kronis Gout arthritis menahun biasanya disertai
tofus yang banyak dan terdapat poliartikular. Tofus dapat menyebabkan
kerusakan dan deformitas pada sendi. Erosi tulang juga dapat terjadi karena
pertumbuhan tofus meluas ke tulang. Tofus ini sering pecah dan sulit
sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Pada
tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun hasilnya kurang
memuaskan. Lokasi tofus yang paling sering pada MTP-1, olekranon,
tendon achilles, jari tangan dan cuping telinga. Pada stadium ini kadang-
kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun
(Fanny, 2020).

D. Klasifikasi
Menurut penelitian Zarin Noor (2017), asam urat dibedakan menjadi 2
kategori, yaitu:
1. Asam Urat (Gout) Primer
Penyakit asam urat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.
Pada penyakit gout primer ini, 99% penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik). Namun, kombinasi faktor genetik dan hormonal diyakini
menjadi penyebab kerusakan metabolisme. Akibatnya produksi asam urat
pun meningkat. Asam urat ini juga bisa disebabkan oleh kurangnya
ekskresi asam urat dalamtubuh.
2. Asam Urat (Gout) Sekunder
Penyakit asam urat yang disebabkan oleh komplikasi dengan
penyakit lain (hipertensi dan aterosklerosis). Penyebab asam urat sekunder
antara lain peningkatan produksi asam urat karena nutrisi, yaitu
mengonsumsi makanan dengan kadar purin tinggi. Purin merupakan salah
satu senyawa organik dasar yang merupakan asam nukleat (asam inti sel)
dan termasuk dalam golongan asam amino unsur pembentuk protein.
E. PATOFISIOLOGI
Beberapa penyebab yang dapat menjadi pencetus terjadinya
gout arthritis adalah faktor genetik, konsumsi makanan tinggi purin
yang dapat menyebabkan meningkatnya produksi asam urat dan
adanya penyakit tertentu serta kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan
yang dapat menyebabkan sekresi asam urat menurun sehingga hal-hal
tersebut dapat menimbulkan gangguan metabolisme yang dapat
menjadi penyebab terjadinya hiperurisemia yang dapat menyebabkan
adanya penumpukan kristal monoatrium pada sendi dimana
penumpukan ini dapat terakumulasi di dalam ginjal sehingga dapat
menyebabkan nefropati gout, selain itu penumpukan kristal asam urat
di dalam tubuh dapat menimbulkan demam sebagai respon inflamasi
yang menyebabkan timbulnya diagnosis keperawatan hipertermi,
peningkatan suhu tubuh juga dapat menyebabkann tofus mengendap
pada bagian perifer tubuh yang menyebabkan perubahan bentuk tubuh
terutama tulang sendi hingga deformitas dan timbulnya diagnosis
keperawatan gangguan konsep diri.
Tofus yang mengendap di perifer juga dapat menyebabkan
pembentukan tukas pada sendi sehingga tofus mengering dan menjadi
penghambat gerak tubuh sehingga menyebabkan timbulnya diagnosis
keperawatan gangguan mobilitas fisik, selain itu endapan tofus di
perifer juga dapat menimbulkan edema sehingga terjadi penipisan kulit
dan menimbulkan diagnosis keperawatan kerusakan integritas kulit.
Penimbunan kristal monoatrium pada sendi juga dapat
menyebabkan terjadinya gout sehingga pelepasan kimia sel seperti
bradykinin, histamin dan prostaglandin terjadi akibat respon dari
hipotalamus dan dapat menimbulkan rasa nyeri yang dapat menggangu
proses istirahat sehingga dapat menyebabkan timbulnya diagnosis
keperawatan gangguan pola tidur, selain itu gout juga dapat
menyebabkan peningkatan sirkulasi pada daerah tubuh atau sendi yang
mengalami inflamasi sehingga menimbulkan rasa panas dan eritema
pada kulit yang berakibat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah
kapiler yang dapat memicu timbulnya diagnosis keperawatan nyeri
akut. Kemudian gout juga dapat meningkatkan permeabilitas kapiler
yang menyebabkan cairan akan terakumulasi ke dalam jaringan
interstisial dan menimbulkan edema yang menekan jaringan pada sensi
dan mengakibatkan adanya gangguan perfusi jaringan yang
menyebabkan terganggunya proses transportasi elektrolit di dalam
tubuh dan gangguan potensial aksi yang dapat menjadi penyebab
terjadinya kesemutan pada ekstremitas sehingga menimbulkan
diagnosis keperawatan gangguan rasa nyaman (Rica, 2021).
F. PATHWAY
Menurut Rica (2021) berikut gambaran WOC gout arthritis :
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Ditemukan kadar asam urat meningkat dalam darah (> 6 mg%)
b. Pemeriksaan kadar asam urat yang enzimatik.
c. Didapatkan leukositosis ringan
d. LED meninggi sedikit
e. Pemeriksaan urin
f. Ditemukan kadar asam urat tinggi (500 mg % / liter per 24 jam)
2. Pemeriksaan Cairan Tofi
Melihat respon dari gejala-gejala pada sendi terhadap pemberian
Cholasin. Cholasin adalah obat yang menghambat aktifitas fagositik dari
leukosit sehingga memberikan perubahan sehingga memberikan
perubahan yang dramatis dan cepat meredakan gejala-gejala.

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Hendrayanti (2021) penatalaksanaan untuk gout arthritis dapat
dilakukan secara farmakologi dan non farmakolog dimana penatalaksanaan
tersebut yaitu :
1) Farmakologi atau menggunakan obat-obatan kimia yang diresepkan oleh dokter
seperti :
a) Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang dapat mengurangi nyeri
sendi karena inflamasi.
b) Kortikosteroid, yang berperan sebagai anti radang dan mengurangi reaksi
imun tubuh terhadap ransangan inflamasi.
c) Imunosupresif, yang dapat mengurangi reaksi imun tubuh. Tetapi
imunosupresif jarang dipilih sebagai pengobatan utama dalam gout arthritis
karena memiliki efek samping yang cukup berat seperti dapat menyebabkan
kanker dan bersifat toksik bagi ginjal dan hati.
d) Suplemen tinggi antioksidan yang bisa didapatkan dari vitamin dan mineral
yang terkandung di dalam buah dan sayuran yang berfungsi untuk mengobati
asam urat.
e) Allopurinol adalah pengobatan atau terapi yang paling banyak dipilih untuk
mengurangi produkasi asam urat dengan mekanisme kerjanya yaitu
menghambat xanthine oksidase sehingga dapat mencegah meningkatnya
kadar asam urat.
2) Nonfarmakologi atau tanpa menggunakan obat-obatan kimia sebagai
pengobatan gout arthritis seperti :
a) Menjaga dan meningkatkan pola hidup sehat seperti mengkonsumsi
makanan yang memiliki kandungan sedikit purin dan rutin berolahraga.
b) Melakukan pengobatan menggunakan bahan herbal atau obat tradisional
untuk mengurangi inflamasi, rasa nyeri, membersihkan darah dari toksik
atau racun yang didapatkan dari konsumsi makanan tinggu purin,
meluruhkan kemih sehingga pengeluaran urine menjadi lebih banyak dan
asam urat yang dikeluarkan oleh tubuh juga menjadi lebih banyak sehingga
dapat menurunkan kadar asam urat yang ada di dalam tubuh.

I. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat gout arthritis menurut
Kusambarwati (2019) dan Susanto (2018) adalah :
1) Terjadinya kerusakan sendi akibat kadar asam urat yang terlalu tinggi di
dalam tubuh sehingga terjadi penumpukan asam urat pada sendi yang berubah
menjadi kristal dan dapat mengganggu sendi dimana sendi yang tertimbun
oleh kristal asam urat dapat menjadi penyebab jari tangan ataupun kaki terasa
kaku jika digerakkan dan bentuknya menjadi bengkok tidak beraturan hingga
menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
2) Terjadi deformitas atau kelainan bentuk pada anggota tubuh yang sendinya
terkena gout arthritis.
3) Urolithiasis atau terbentuknya batu pada saluran kemih karena penumpukan
kristal asam urat di dalam saluran kemih.
4) Nefropati atau kerusakan ginjal karena penumpukan kristal asam urat pada
intertisial ginjal.
5) Dapat terjadi hipertensi karena kadar asam urat yang berlebihan di dalam
tubuh dapat menstimulus aktifnya sistem angiotensin yang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah.
6) Terjadinya masalah pada parenkim ginjal dan terbentuknya batu ginjal akibat
penumpukan kristal asam urat di dalam jaringan interstisial ginjal, tubula
pengumpul, pelvis ginjal, dan ureter dengan berbagai macam ukuran mulai
dari seperti butiran pasir hingga seperti struktur masif yang memenuhi ruang
ginjal sehingga dapat menyumbat dan menghambat aliran urine dan dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut.
Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Pasien Dengan Asam Urat

1. Pengkajian

Pengkajian Pengkajian dapat diartikan sebagai pemikiran dasar dari


sebuah proses keperawatan yang memiliki tujuan mengumpulkan data
terkait pasien sehingga pasien diidentifikasi, dikenali masalah-masalahnya,
diketahui gangguan pada kebutuhannya baik fisik, mental, sosial ataupun
lingkungannya (Sinulingga, 2019).
Berikut pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan gout
arthritis di Ruang IGD menurut Susanto (2018) serta menurut Moni dan
Aty (2019) :
a. Anamnesis
Anamnesa yang ditanyakan kepada pasien biasanya terkait :
1) Identitas
Mencakup nama lengkap, jenis kelamin, alamat, agama,
suku, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, asuransi
kesehatan, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosis
medis pasien.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien gout arthritis akan mengalami
keluhan nyeri sendi sehingga dilakukan pengkajian nyeri secara
subyektif menggunakan metode OPQRSTUV yaitu onset atau
waktu munculnya nyeri dirasakan sejak kapan, provoking incident
atau faktor presipitasi penyebab nyeri dimana pada pasien gout
arthritis dapat disebabkan oleh kelainan pada metabolisme purin
yag ditandai dengan terjadinya hiperurisemia, lalu quality of pain
atau kualitas nyeri dimana umumnya nyeri yang dirasakan pasien
gout arthritis terasa menusuk, kemudian ada region, radiation, relief
atau lokasi nyeri yang dirasakan dimana pada pasien gout arthritis
nyeri bisanya terjadi di sendi, selanjutnya ada severity (scale) of
pain atau skala nyeri yang dirasakan yaitu antara skala 1-8 dari
skala pengukuran 1-10, selanjutnya ada time atau waktu yaitu
berapa lama durasi nyeri terjadi, kapan dan apakah nyeri terasa
semakin buruk waktu tertentu, selanjutnya ada understanding atau
persepsi pasien terkait nyeri yang dirasakannya dan yang terakhir
adalah values atau harapan pasien terhadap nyeri yang dialaminya.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data terkait keluhan semenjak awal muncul
hingga gejala yang dirasakan dan bagaimana perkembangan gejala
yang dirasakan menjadi lebih parah dari sebelumnya serta riwayat
penggunaan obat analgesik.
4) Riwayat Penyakit Terdahulu
Pengkajian terkait penyakit yang pernah dialami
sebelumnya, apakah pasien pernah dirawat karena masalah yang
sama, kemudian apakah pasien pernah mengkonsumsi alkohol yang
berlebihan dan apakah pasien merokok.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pertanyaan tentang apakah anggota keluarga pasien lainnya
pernah mengalami keluhan yang sama dengan yang pasien alami.
6) Riwayat Psikososial
Pengkajian terkait kondisi emosi pasien atau responnya
terhadap keadaanya dan bagaimana peran pasien dalam keluarga
dan masyarakat. Respons yang dapat ditemukan pada pasien gout
arthritis pada umumnya adalah rasa cemas akibat adanya nyeri yang
menghambat pergerakannya dan adanya ketidaktahuan pasien
terkait pengobatan dari gout.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Airway
Dilakukan pengkajian kepatenan jalan napas pasien apakah
terdapat sumbatan di jalan napas pasien yang dapat menghambat
proses pernapasan.
2) Breathing
Pemeriksaan frekuensi respirasi dilakukan pada pengkajian
breathing untuk mengetahui apakah pasien mengalami sesak napas
atau tidak, selain itu dikaji juga terkait adanya retraksi dinding dada
saat inspirasi, terdapat penggunaan otot bantu napas dan adanya
pernapasan cuping hidung.
3) Circulation
Biasanya pada pengkajian sirkulasi akan diperiksa lama waktu
Capillary Refill Time (CRT) atau waktu pengisian kembali pembuluh
darah kapiler, normalnya CRT akan kembali dalam kurang dari 3
detik. Kemudian dilakukan pengukuran frekuensi nadi dan saturasi
oksigen di dalam tubuh.
4) Disability
Kesadaran pasien menjadi perhatian pada pengkajian ini, untuk
menilai tingkat kesadaran pasien dilakukan pemeriksaan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu skala neurologi
yang berfungsi untuk menilai apakah pasien sadar dan bisa merespon
instruksi atau tidak.
Interpretasi glasgow coma scale sendiri yaitu skor 14-15
menandakan kesadaran pasien adalah composmentis atau sadar
penuh, skor 12-13 menandakan kesadaran pasien adalah apatis, skor
10-11 menandakan kesadaran pasien adalah somnolen, skor 7-9
menandakan kesadaran pasien adalah delirium, skor 4-6 menandakan
kesadaran pasien adalah soporo coma dan skor 1-3 menandakan
kesadaran pasien adalah coma atau tidak sadar.
5) Exposure & Environment
Pengkajian exposure merupakan pengkajian kondisi kulit
pasien apakah terdapat luka atau jejas pada kulit pasien dan apakah
suhu pasien tubuh tinggi. Selain itu, dikaju juga terkait environment
atau lingkungan pasien apakah sudah aman atau belum.
6) Full Set of Vital Sign
Full set of vital sign adalah pengkajian lengkap tanda-tanda
vital pasien meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
respirasi dan suhu tubuh.
7) Give Comfort
Untuk meningkatkan kenyamanan pasien atau mengurangi
keluhan, maka tindakan atau intervensi apa yang akan diberikan
kepada pasien merupakan pengkajian give comfort atau memberikan
rasa nyaman kepada pasien.
8) B1 (Breathing)
Dari pengkajian inspeksi biasanya ditemukan pergerakan
rongga dada simetris, tidak sesak napas, tidak terdapat penggunaan
otot bantu pernapasan. Dari pengkajian palpasi biasanya ditemukan
taktil fremitus seimbang antara kanan dan kiri. Dari pengkajian
perkusi biasanya ditemukan suara resonan pada seluruh bagian
lapang paru. Dan dari pengkajian auskultasi biasanya ditemukan
suara napas melemah pada bagian yang sakit dan terdengar suara
ronchi atau mengi.
9) B2 (Blood)
Biasanya didapatkan data pengisian kapiler atau CRT
(Capillary Refill Time) terjadi dalam kurang dari 1 detik, kemudian
ditemukan pasien mengalami keringat dingin dan pusing.
10) B3 (Brain)
Biasanya didapatkan data kesadaran composmentis, terdapat
sianosis, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis dan biasanya JVP
masih dalam batas normal.
11) B4 (Bladder)
Pengeluaran urine biasanya masih berada dalam batas normal
dan tidak terjadi gangguan atau masalah pada sistem perkemihan,
tetapi jika gout mengalami komplikasi ke ginjal, batu asam urat atau
gagal ginjal kronis maka dapat menyebabkan terjadinya penurunan
fungsi pada sistem ini perkemihan. Pada pengkajian ini dilakukan
pengkajian terkait frekuensi, kepekatan, warna, bau dan jumlah urine.
12) B5 (Bowel)
Biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada proses
eliminasi pada pasie gout arthritis tetapi tetap harus dilakukan
pengkajian terkait eliminasi pasien meliputi frekuensi, konsistensi,
warna dan bau feses.
13) B6 (Bone)
Pengkajian ini berfokus pada bagian ektremitas tubuh pasien
seperti apakah pasien mengalami kelemahan otot, berapa kekuatan
otot pasien dan apakah di ekstremitas terdapat luka atau robekan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pencatatan tentang hasil
keputusan klinis terhadap pasien, keluarga dan masyarakat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan baik aktual maupun potensial/risiko.
Rumusan diagnosis keperawatan adalah bagaimana diagnosis keperawatan
ini digunakan sebagai proses pemecahan masalah keperawatan (Hidayat,
2021).
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul :

1. Nyeri Akut b/d Agen Pencedera fisiologis - Inflamasi (D.0077)


2. Nyeri kronis b/d kondisi muskuloskeletal kronis (D.0078)
3. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Nyeri dan kekakuan sendi (D.0054)
4. Defisit perawatan diri b/d Gangguan Muskuluskletal (D.0109)

3. Rencana asuhan keperawatan

Rencana (intervensi) keperawatan merupakan catatan tentang

rencana keperawatan terhadap diagnosis keperawatan yang telah

ditentukan. Catatan ini dilakukan untuk menanggulangi masalah dengan

cara mencegah, mengurangi dan menghilangkan riwayat masalah. Selain

itu, catatan ini bertujuan untuk konsulidasi organisasi informasi


pasienterhadap rencana tindakan yang dilakukan kepada pasien, juga

sebagai alat komunikasi pasien dan perawatan atau anggota tim kesehatan

lainnya (Hidayat, 2021).


Table 2.1 Rencana keperawatan

NO Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Intervensi (SIKI)


Hasil (SLKI)
1 Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Luaran: Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.
fisiologis - Inflamasi (D.0077) menurun (L.08066) 08238)

 Keluhan nyeri  Identifikasi lokai,


menurun karakteristik,durasi
 Meringis, sikap ,frekuensi,kualitas,
protektif, dan intensitas nyeri
gelisah menurun  Identifikasi skala
 Kesulitan tidur nyeri
menurun  Identifikasi respon
 Anoreksia nyeri non verbal
menurun  Identifikasi faktor
 Mual muntah yang memperberat
menurun dan memperingan
 Frekuensi nadi nyeri
dan tekanan darah  Identifikasi
membaik pengetahuan dan
 Nafsu makan dan keyakinan tentang
pola tidur nyeri
membaik  Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
 Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
 Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
 Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

2 . Nyeri kronis b/d kondisi Luaran: Tingkat Nyeri


muskuloskeletal kronis (D.0078) menurun (L.08066) Intervensi
Keperawatan:
 Keluhan nyeri
menurun a. Manajemen Nyeri
 Merigis menurun (I.08238)
 Sikap protektif
menurun  Identifikasi
 Gelisah dan lokasi,
kesulitan tidur karakteristik,
menurun durasi,
 Anoreksia, mual, frekuensi,
muntah menurun kualitas,
 Ketegangan otot intensitas nyeri
dan pupil dilatasi  Identifikasi
menurun skala nyeri
 Pola napas dan  Identifikasi
tekanan darah respon nyeri
membaik non verbal
 Identifikasi
faktor yang
memperberat
dan
memperingan
nyeri
 Identifikasi
pengetahuan
dan keyakinan
tentang nyeri
 Identifikasi
pengaruh
budaya
terhadap respon
nyeri
 Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
 Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
 Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
 Berikan teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS,
hypnosis,
akupresur,
terapi musik,
biofeedback,
terapi pijat,
aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi
istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan
jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri
 Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
 Anjurkan
memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

b. Perawatan
Kenyamanan (I.08245)

 Identifikasi
gejala yang
tidak
menyenangkan
 Identifikasi
pemahaman
tentang kondisi,
situasi dan
perasaannya
 Identifikasi
masalah
emosional dan
spiritual
 Berikan posiis
yang nyaman
 Berikan
kompres dingin
atau hangat
 Ciptakan
lingkungan
yang nyaman
 Berikan
pemijatan
 Berikan terapi
akupresur
 Berikan terapi
hipnotis
 Dukung
keluarga dan
pengasuh
terlibat dalam
terapi
 Diskusikan
mengenai
situasi dan
pilihan terapi
 Jelaskna
mnegenai
kondisi dan
pilihan terapi/
pengobatan
 Ajarkan terapi
relaksasi
 Ajarkan latihan
pernafasan
 Ajarkan tehnik
distraksi dan
imajinasi
terbimbing
 Kolaborsi
pemberian
analgesic,
antipruritis,
anthihistamin,
jika perlu

3
Gangguan Mobilitas Fisik b/d Nyeri dan Luaran: Mobilitas Fisik Dukungan Ambulasi
kekakuan sendi (D.0054) meningkat (L.05042) (I.06171)
 Pergerakan  Identifikasi
ekstremitas adanya nyeri
meningkat atau keluhan
 Kekuatan Otot fisik lainnya
Meningkat  Identifikasi
 Rentang Gerak toleransi fisik
(ROM) meningkat melakukan
 Gerakan tidak ambulasi
terkoordinasi  Monitor
menurun frekuensi
 Gerakan Terbatas jantung dan
menurun tekanan darah
 Kelemahan Fisik sebelum
Menurun memulai
ambulasi
 Monitor kondisi
umum selama
melakukan
ambulasi
 Fasilitasi
aktivitas
ambulasi
dengan alat
bantu Seperti
tongkat, dan
kruk.
 Fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik,
jika perlu
 Libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
 Jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi
 Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
Seperti berjalan
dari tempat
tidur ke kursi
roda, berjalan
dari tempat
tidur ke kamar
mandi, sesuai
toleransi.

4
Defisit perawatan diri b/d Gangguan Luaran: Perawatan Diri Dukungan Perawatan
Muskuluskletal (D.0109) Meningkat (L.11103) Diri (I.11348)

 Kemampuan  Identifikasi
mandi meningkat kebiasaan
 Kemampuan aktivitas
menggunakan perawatan diri
pakaian sesuai usia
meningkat  Monitor tingkat
 Kemampuan kemandirian
makan meningkat  Identifikasi
 Kemampuan ke kebutuhan alat
toilet (BAB/BAK bantu
Meningkat) kebersihan diri,
 Verbalisasi berpakaian,
keinginan berhias, dan
melakukan makan
perawatan diri  Sediakan
meningkat lingkungan
 Minat melakukan yang teraupetik
perawatan diri  Siapkan
meningkat keperluan
 Mempertahankan pribadi
kebersihan diri  Dampingi
meningat dalam
melakukan
perawatan diri
sampai mandiri
 Fasilitasi untuk
menerima
keadaan
ketergantungan
 Jadwalkan
rutinitas
perawatan diri
 Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara
konsisten sesuai
kemampuan
4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan catatan tentang tindakan

yang diberikan perawat ke pasien. Dokumentasi ini mencatat semua

pelaksanan rencana keperawatan, pemenuhan kriteria hasil dan tindakan

keperawatan baik mandiri maupun kolaboratif. Tindakan mandiri

merupakan tindakan yang dilakukan perawat secara mandiridan bukan

pesanana tim kesehatan lain. Sedangkan tindakan kolaboratif

merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dari hasil kolaborasi

dengan tim kesehatan lain (Hidayat, 2021).

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan catatan tentang kemajuan atau

perkembangan pasien terhadap tujuan dari rencana keperawatan. Tujuan

catatan ini untuk menilai efektifitas perawatan serta

mengkomunikasikan status perkembangan pasien dari hasil tindakan

keperawatan (Hidayat, 2021)


DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Muhith, 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta. CV


2. Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans
Info Media.
3. Festi, pipit. (2018). Lanjut Usia Perspektif dam Masalah ( dede Nasrullah (ed.)).
UMSurabaya Publishing.
4. Hidayat, A. A. (2021) Dokumentasi Keperawatan; Aplikasi Praktik Klinik. I.
Edited by N. A. Aziz. Health Books Publishing.
5. Mujahidullah Khalid. (2012). Keperawatn Gerontik. Jogjakarta : Pustaka Pelajar
6. Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing.
7. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
8. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
9. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
10. WHO (World Health Organization) 2016. Tentang Populasi Lansia.

Anda mungkin juga menyukai