Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS DENGAN PENDEKATAN PELAYANAN KEDOKTERAN

KELUARGA PADA PASIEN ARTRITIS GOUT

Pembimbing :

Dr. dr. Djap Hadi Susanto, M.Kes

Disusun oleh:

Riska Devi Limbong

112019226

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 17 OKTOBER - 24 DESEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Tugas ini telah menjadi tantangan sekaligus
kepuasan tersendiri bagi penulis untuk mengimplimentasikan ilmu yang telah diperoleh pada
rotasi stase ini. Sangat disadari bahwa dengan adanya bantuan, dukungan, dan doa dari begitu
banyak pihak sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Komunitas. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung hingga terselesaikan tugas akhir ini. Melalui kesempatan ini juga
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Dr. dr. Djap Hadi
Susanto, M.Kes selaku pembimbing dan mentor yang telah memberikan informasi, kritikan,
dan saran yang membangun untuk dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih banyak kekurangan karena
kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu dengan kerendahan hati saya
mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca guna
perkembangan saya untuk dapat menjadi lebih baik. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membacanya.

Jakarta, Desember 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Artritis gout merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan, merupakan penyakit
pada radang sendi yang disebabkan oleh penumpukan kristal monosodium urat pada sekitar
sendi. Monosodium urat ini berasal dari metabolisme purin. Gout bermanifestasi sebagai
bengkak dan nyeri satu sendi, yang paling sering di sendi besar jempol kaki, namun dapat
mempengaruhi sendi-sendi yang lain dan dapat menjadi semakin parah.1

Prevalensi gout tertinggi di dunia telah dilaporkan di negara-negara Oseanik, terutama


pada kelompok etnis tertentu, seperti Aborigin Taiwan dan Maori, yang prevalensinya
melebihi 10%. Data epidemiologi menunjukkan bahwa tingkat kejadian dan prevalensi gout
telah meningkat pesat sejak beberapa tahun terakhir. Di Amerika Serikat (AS), dan Eropa
prevalensi gout telah meningkat berkali-kali lipat sejak dua puluh tahun terakhir. Menurut
hasil Riskesdas prevalensi asam urat di Indonesia tahun 2018 kejadian asam urat sebesar
7,3% dan juga didapatkan data bahwa di Jawa Tengah prevalensi penderita asam urat kira -
kira sekitar 2,6 - 47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi. Sebanyak 29% diantaranya
melakukan pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat bebas pereda
nyeri.2,3

Kejadian artritis gout lebih banyak pada pria sebelum usia 30 tahun dibandingkan
wanita. Namun angka ini menjadi sama setelah usia 60 tahun. Risiko artritis gout pada wanita
meningkat setelah menopause, kemudian risiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan
penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan
artritis gout jarang pada wanita muda. Pertambahan usia merupakan faktor risiko penting
pada pria dan wanita. Faktor risiko lain yang mempengaruhi artritis gout yaitu penggunaan
obat diuretik, berat badan lebih sampai obesitas, konsumsi alkohol dan makanan atau
minuman mengandung purin.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Artritis gout atau yang disebut juga sebagai artritis pirai, merupakan penyakit dimana
terjadi deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di
dalam cairan ekstraseluler, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangannya melalui
ginjal yang menurun atau akibat peningkatan asupan makanan tinggi purin, gout ditandai
dengan serangan berulang dari artritis (peradangan sendi) yang akut, kadang disertai
pembentukan kristal natrium urat besar yang dinamakan tophus, deformitas atau (kerusakan
sendi) secara kronis, dan cedera pada ginjal.1,5

Epidemiologi

Jenis arthritis inflamasi yang paling umum yang terjadi adalah gout. Prevalensi gout
tertinggi di dunia telah dilaporkan di negara-negara Oseanik, terutama pada kelompok etnis
tertentu, seperti Aborigin Taiwan dan Maori, yang prevalensinya melebihi 10%. Data
epidemiologi menunjukkan bahwa tingkat kejadian dan prevalensi gout telah meningkat
pesat sejak beberapa tahun terakhir. Di Amerika Serikat (AS), dan Eropa prevalensi gout
telah meningkat berkali-kali lipat sejak dua puluh tahun terakhir.2 Menurut hasil Riskesdas
prevalensi asam urat di Indonesia tahun 2018 kejadian asam urat sebesar 7,3% dan juga
didapatkan data bahwa di Jawa Tengah prevalensi penderita asam urat kira - kira sekitar 2,6
- 47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi. Sebanyak 29% diantaranya melakukan
pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat bebas pereda nyeri.3

Etiologi

Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi, obesitas,
konsumsi purin dan alkohol.6 Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama
antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Pertambahan usia merupakan faktor risiko
penting pada pria dan wanita. Prevalensi artritis gout pada pria meningkat dengan
bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75 dan 84 tahun.6
Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada wanita, yang
meningkatkan risiko mereka terserang artritis gout. Wanita mengalami peningkatan risiko
artritis gout setelah menopause, kemudian risiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan
penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan
artritis gout jarang pada wanita muda.6
Penggunaan obat diuretik merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
perkembangan artritis gout. Obat diuretik dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam
urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya
diresepkan untuk kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien usia
lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai pirazinamid, etambutol, dan
niasin.6
Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan dengan risiko artritis
gout. Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Dengan adanya resistensi insulin
akan mengakibatkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin
tubuh meningkat. Peningkatan konsentrasi adenosin mengakibatkan terjadinya retensi
sodium, asam urat dan air oleh ginjal.6
Konsumsi tinggi alkohol dan konsumsi daging serta makanan laut (terutama kerang
dan beberapa ikan laut lain), sayuran yang mengandung banyak purin, kacang-kacangan,
meningkatkan risiko artritis gout. Mekanisme biologi yang menjelaskan hubungan antara
konsumsi alkohol dengan risiko terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat
proses pemecahan adenosin trifosfat dan produksi asam urat. Metabolisme etanol menjadi
acetyl CoA menjadi adenin nukleotida meningkatkan terbentuknya adenosin monofosfat yang
merupakan prekursor pembentuk asam urat. Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat
pada darah yang menghambat eksresi asam urat. Alasan lain yang menjelaskan hubungan
alkohol dengan artritis gout adalah alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga
mengakibatkan over produksi asam urat dalam tubuh. Asam urat merupakan produk akhir dari
metabolisme purin.6

Patofisiologi

Patofisiologi pada artritis gout dibagi menjadi dua yaitu produksi kristal urat dan
respon inflamasi pada gout.6 Gout artritis merupakan gangguan metabolisme yang timbul
karena gangguan pada jalur produksi kristal urat. Purin di dalam tubuh diubah menjadi
hipoksantin yang kemudian diubah menjadi asam urat oleh aksi oksidase hipoksantin. Pada
mamalia, asam urat diubah menjadi allantoin dengan aksi enzim bernama uricase yang siap
diekskresikan oleh ginjal. Mekanisme yang mendasari gout artritis adalah peningkatan
kadarasam urat serum atau penurunan ekskresi ginjal. Ekskresi asam urat sangat ditentukan
oleh reabsorpsi dan sekresi ginjal. Peningkatan pembentukan dan penurunan ekskresi
menyebabkan peningkatan konsentrasi serum asam urat yang kemudian diubah menjadi
kristal monosodium urat.6
Respon inflamasi pada artritis gout adalah ketika kristal monosodium urat berbentuk
jarum yang diidentifikasi dan dicerna oleh monosit dan neutrofil. Pelepasan interleukin-1 dan
sitokin lain memulai respons inflamasi yang kemudian memicu serangan gout akut. Neutrofil
dengan kristal yang tertelan akan tertutup dan dikemas rapat satu sama lain. Akibatnya,
berkembang menjadi kematian sel mengikuti pola unik yang disebut tophaceous gout.
Inflammosome yang terdiri dari multi struktur molekul merupakan pro- sitokin yang
mengaktifkan interleukin-1 yang memicu respon inflamasi. Mediator lain yang terlibat dalam
peradangan termasuk faktor nekrosis jaringan alfa dan interleukin-6. Inhibitor interleukin 1
memblokir pelepasan interleukin-1 dan dengan demikian membantu mengurangi respon
inflamasi.6

Klasifikasi

Terdapat 3 klasifikasi gout arthritis berdasarkan manifestasi klinik:


1. Gout Artritis Stadium Akut
Serangan gout akut ditandai dengan radang yang timbul sangat cepat dalam waktu
singkat, nyeri sendi yang menyiksa, nyeri tekan yang luar biasa untuk disentuh, eritema
dan pembengkakan artikular/periartikular, teraba hangat, disertai gejala sistemik berupa
demam, menggigil dan merasa Lelah. Lokasi yang sering terkena yaitu
metatarsophalangeal pertama sendi (paling sering terkena), lutut, pergelangan kaki, kaki
tengah dan, lebih jarang, pergelangan tangan, siku dan bursae (misalnya olecranon dan
bursa pra-patela). Keterlibatan ekstremitas bawah dan monoartikular sering terjadi pada
awal perjalanan penyakit, dan presentasi oligo dan poliartikular jarang terjadi.

Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin,
kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik dan lain-lain. TFP (Task
Force Panel) merekomendasikan penatalaksanaan awal arthritis gout pada stadium akut
yaitu dengan farmakoterapi dalam 24 jam pertama serangan. Pilihan regimen terapi
merekomendasikan pemberian monoterapi sebagai terapi awal antara lain NSAIDs,
kortikosteroid oral atau kolkisin oral. Kombinasi terapi diberikan berdasarkan tingkat
keparahan sakitnya, jumlah sendi yang terserang atau keterlibatan 1-2 sendi besar.
Allopurinol tidak diberikan saat serangan akut arthritis gout. Namun, jika pasien telah
mendapatkan allopurinol secara regular ketika serangan akut muncul, sebaiknya
dilanjutkan dalam dosis yang sama. Untuk pasien yang perlu memulai allopurinol, tunggu
setindaknya 2 minggu sampai serangan akut teratasi untuk memulai terapi.7,8
2. Gout Artritis Stadium Interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritikal
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut,
namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses
peradangan masih terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan.7
3. Gout Artritis Stadium Kronik
Gout kronis biasanya berkembang setelah bertahun-tahun serangan akut berulang; namun,
kadang-kadang dapat berkembang lebih cepat, selama beberapa tahun, dengan serangan
yang relatif sedikit. Stadium ini biasanya terjadi pada mereka yang mengobati dirinya
sendiri (self medicine). Tofi gout adalah massa nodular kristal MSU dan jaringan
inflamasi, dan tampak sebagai endapan subkutan keras berwarna putih hingga kuning
dengan konsistensi yang sering kali heterogen, umumnya di ujung jari, kaki, dan di bursa
olekranon dan prapatela. Gout tophaceous muncul dengan keluhan nyeri sendi kronis,
kekakuan dan nyeri tekan, dengan episode gout akut yang tumpang tindih. Stadium ini
umumnya terdapat pada pasien yang mampu mengobati dirinya sendiri (self medication).
Sehingga dalam waktu lama tidak mau berobat secara teratur pada dokter. Artritis gout
menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi gout ini dapat
menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta dapat menimbulkan deformitas.
Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal
menahun.7,8

Diagnosis

Artritis gout terjadi akibat peningkatan kadar asam urat serum atau hiperurisemia yang
berlangsung kronik sehingga terjadi deposisi kristal MSU di persendian. Perjalanan alamiah
gout terdiri dari tiga fase, yaitu: a) hiperurisemia tanpa gejala klinis, b) artritis gout akut
diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal), dan c) artritis gout kronis.
Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat serum > 6.8 mg/dl, yang
berarti telah melewati batas solubilitasnya di serum. Periode ini dapat berlangsung cukup lama
dan sebagian dapat berubah menjadi artritis gout.5
Serangan artritis gout akut yang pertama paling sering mengenai sendi
metatarsophalangeal (MTP) 1 yaitu sekitar 80−90 % kasus, yang secara klasik disebut
podagra. Onset serangan tiba-tiba, sendi yang terkena mengalami eritema, hangat, bengkak
dan nyeri. Serangan artritis akut kedua dapat dialami dalam 6 bulan sampai dengan 2 tahun
setelah serangan pertama. Serangan akut kedua dan seterusnya dapat mengenai lebih dari
satu persendian, dapat melibatkan tungkai atas, durasi serangan lebih lama, interval antar
serangan lebih pendek dan lebih berat. Serangan artritis akut yang tidak terobati dengan baik
akan mengakibatkan artritis gout kronis yang ditandai dengan inflamasi ringan pada sendi
disertai destruksi kronis pada sendi-sendi yang mengalami serangan artritis akut. Pada
pemeriksaan fisik akan dijumpai deformitas sendi dan tofus pada jaringan (kristal MSU
dikelilingi sel mononuclear dan sel raksasa).5
Diagnosis artritis gout dilakukan sesuai dengan kriteria dari The American College of
Rheumatology (ACR) yaitu terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau tofus dan/atau bila
ditemukan 6 dari 12 kriteria yaitu, Inflamasi maksimum pada hari pertama, serangan akut
lebih dari satu kali, artritis monoartikuler, sendi yang terkena berwarna kemerahan,
pembengkakan dan nyeri pada sendi metatarsofalangeal, serangan pada sendi
metatarsofalangeal unilateral, adanya tofus, hiperurisemia, pada foto sinar-X tampak
pembengkakan sendi asimetris dan kista subkortikal tanpa erosi, dan kultur bakteri cairan
sendi negatif.
Kriteria diagnosis artritis gout akut dapat menggunakan kriteria menurut American
College of Rheumatology (ACR)/European League against Rheumatism (EULAR) :

7
Gambar 1. Langkah–langkah kriteria ACR/EULAR Tahun 20155
Tabel 1. Kriteria gout dari ACR/EULAR 20155

Pemeriksaan Penunjang yang dianjurkan


1. Diagnosis Laboratorium
Diagnosis gout berdasarkan hiperurisemia adalah kesalahpahaman umum di kalangan
non-rheumatologis. Hiperuriseamia biasanya asimtomatik dan tidak memerlukan
diagnosis gout. Meskipun hiperurisemia adalah ciri khas gout perlu dicatat bahwa selama
serangan gout, Serum Urin Acid (SUA) mungkin turun ke normal. Hiperurisemia adalah
penanda lemah untuk diagnosis asam urat dan penyakit ini
mungkin masih dapat didiagnosis bahkan dengan kadar serum normal. Batasan serum
asam urat untuk laki-laki yaitu 7.0 mg/dL, dan 6.0 mg/dL untuk wanita. Gold standard
diagnosis adalah identifikasi kristal Monosodium Urat (MSU) dalam aspirasi cairan
sinovial menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi. Kristal MSU ditemukan dalam
cairan sinovial di semua tahap penyakit; selama serangan, pada periode interkritis atau
pada gout kronis. Pada gout akut, jumlah leukositik cairan sinovial dapat melebihi
50.000 sel / mL dalam beberapa kasus kebanyakan polimorf. Perhatian harus diberikan
untuk menyingkirkan artritis septik pada kasus gout, karena keduanya mungkin ada pada
sendi yang sama. Jadi, kultur dan sensitivitas bersama dengan pewarnaan gram sangat
penting untuk memastikan diagnosis. Analisis jumlah asam urat dalam urin selama 24
jam berguna untuk menilai etiologi hiperurisemia pada pasien gout. Asam urat urin lebih
dari 800 mg / 24 jam menunjukkan bahwa pasien tersebut mengalami peningkatan
produksi asam urat, sehingga mengeluarkan asam urat dalam jumlah besar. Tes fungsi
ginjal harus dilakukan secara teratur untuk pasien tersebut karena risiko tinggi
pembentukan batu.9
2. Diagnosis Radiologis
Pentingnya radiologis pada artritis gout tidak bisa dijadikan standar. Ini sangat penting
untuk diagnosis dan tindak lanjut dalam praktik klinis. Juga, potensinya sebagai ukuran
hasil dalam uji klinis sedang berkembang. Akhir-akhir ini perkembangan di bidang
teknologi sangat mempengaruhi stadium, bahkan jenis nomenklatur asam urat.9
• Radiografi Konvensional (CR)
Ini adalah metode yang paling banyak digunakan dalam praktik klinis, namun pada
tahap awal penyakit ini tidak terlalu membantu. Perubahan radiografi mungkin
terlewat minimal 10 tahun setelah serangan gout pertama. Selama tahap awal gout,
gambaran radiografi biasanya normal atau mungkin menunjukkan pembengkakan
jaringan lunak asimetris di dekat sendi yang terkena, tetapi lesi awal yang halus
seperti erosi kecil dan tofi sulit dideteksi.8 Pada gout kronis, gambaran radiografi
utama adalah:
a. Tophi yang padat jaringan lunak artikular atau periarticular nodul
b. Endapan MSU di bagian tulang rawan
c. Penyempitan celah sendi pada penyakit lanjut
d. Erosi tulang merupakan karakteristik. Mereka adalah lesi intraartikular atau
juxtarticular berbatas tegas. Mereka dihasilkan dari pertumbuhan tophi ke dalam
tulang, oleh karena itu biasanya terlihat di dekat tophi.
e. Osteopenia periartikular biasanya tidak ada dan tulang yang berkembang biak
dapat dilihat sebagian besar sebagai spikula yang tidak teratur
f. Endapan MSU yang terkalsifikasi dapat menembus tulang pada kasus yang parah9
• USG
Indikasi utama untuk menggunakan USG pada artritis yang diinduksi oleh kristal. Ini
termasuk deteksi efusi sendi dan sinovitis, membedakan antara sinovitis aktif dan
tidak aktif, mempelajari tulang rawan, menggambarkan kontur tulang untuk erosi dan
osteofit, evaluasi tendon, evaluasi deposisi kristal, pelaksanaan prosedur yang
dipandu USG (diagnostik dan /atau terapeutik), memantau evolusi penyakit serta
membantu untuk diagnosis banding. Pada gout USG sebagai fitur yang dapat berupa
nonspesifik atau spesifik. Fitur nonspesifik meliputi: Cairan sinovial, proliferasi dan
hipervaskularisasi synovial, dan erosi tulang.9
Gambaran USG khusus pada gout:
1. Tulang rawan artikular ‘‘double contour Sign” (DCS): sangat spesifik untuk gout.
Ini didefinisikan sebagai pita hiperechoic abnormal di atas margin superfisial dari
tulang rawan artikular hialin, tidak bergantung pada sudut insonasi dan yang
mungkin tidak teratur atau teratur, kontinu atau intermiten dan dapat dibedakan
dari tanda antarmuka tulang rawan. DCS terjadi pada flare-up akut pada sendi
yang tidak terlibat secara klinis, dan pada pasien dengan hiperurisemia
asimtomatik. DCS dapat menghilang ketika level SUA diturunkan menjadi 6 mg
/ dl selama 7 bulan atau lebih.

2. Deposit MSU (Tophi dan Agregat): Sebuah tophus adalah agregasi terbatas, tidak
homogen, hiperechoic, dan / atau hipoechoic (yang mungkin atau mungkin tidak
menghasilkan bayangan akustik posterior), yang mungkin dikelilingi oleh tepi
anechoic kecil. Agregat adalah fokus hyperechoic heterogen yang
mempertahankan tingkat reflektifitasnya yang tinggi bahkan ketika pengaturan
penguatan diminimalkan atau sudut insonasi diubah dan yang terkadang dapat
menghasilkan bayangan akustik posterior. Tophi juga telah dijelaskan dalam
USG sebagai '' gumpalan gula basah '' dengan bentuk oval atau tidak teratur. Tofi
intra-artikular dan intrabursal telah didefinisikan sebagai agregat hiperechoic
heterogen (relatif terhadap lemak subdermal) dengan batas yang tidak jelas
dengan atau tanpa area dengan bayangan akustik dalam relung sinovial atau
bursae, masing-masing. Doppler USG dapat membedakan antara tophi aktif /
panas dan tophi tidak aktif / dingin berdasarkan sinyal dopplernya.9
Tatalaksana

Gout Akut
Serangan gout akut harus mendapat penanganan secepat mungkin. Pasien harus diedukasi
dengan baik untuk dapat mengenali gejala dini dan penanganan awal serangan gout akut.
Pilihan obat untuk penanganan awal harus mempertimbangkan ada tidaknya kontraindikasi
obat, serta pengalaman pasien dengan obat-obat sebelumnya. Rekomendasi obat untuk
serangan gout akut yang onsetnya <12 jam adalah kolkisin dengan dosis awal 1 mg diikuti 1
jam kemudian 0.5 mg. Terapi pilihan lain diantaranya OAINS, kortikosteroid oral dan/atau
bila dibutuhkan aspirasi sendi diikuti injeksi kortikosteroid. Kolkisin dan OAINS tidak boleh
diberikan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal berat dan juga tidak boleh
diberikan pada pasien yang mendapat terapi penghambat P- glikoprotein dan/atau CYP3A4
seperti siklosporin atau klaritromisin.5
Obat penurun asam urat seperti allopurinol tidak disarankan memulai terapinya pada saat
serangan gout akut namun, pada pasien yang sudah dalam terapi rutin obat penurun asam
urat, terapi tetap dilanjutkan. Obat penurun asam urat dianjurkan dimulai 2 minggu setelah
serangan akut reda. Terdapat studi yang menunjukkan tidak adanya peningkatan kekambuhan
pada pemberian allopurinol saat serangan akut, tetapi hasil penelitian tersebut belum dapat
digeneralisasi mengingat besar sampelnya yang kecil dan hanya menggunakan alopurinol.
Indikasi memulai terapi penurun asam urat pada pasien gout adalah pasien dengan serangan
gout ≥2 kali serangan, pasien serangan gout pertama kali dengan kadar asam urat serum ≥ 8
atau usia <40 tahun.5

Fase Interkritikal dan Gout Kronis


Fase interkritikal merupakan periode bebas gejala diantara dua serangan gout akut. Pasien
yang pernah mengalami serangan akut serta memiliki faktor risiko perlu mendapatkan
penanganan sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap kekambuhan gout dan terjadinya
gout kronis. Pasien gout fase interkritikal dan gout kronis memerlukan terapi penurun kadar
asam urat dan terapi profilaksis untuk mencegah serangan akut.5

Terapi penurun kadar asam urat dibagi dua kelompok, yaitu: kelompok inhibitor xantin
oksidase (allopurinol dan febuxostat) dan kelompok urikosurik (probenecid). Allopurinol
adalah obat pilihan pertama untuk menurunkan kadar asam urat, diberikan mulai dosis 100
mg/hari dan dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimal 900 mg/hari (jika
fungsi ginjal baik). Apabila dosis yang diberikan melebihi 300 mg/hari, maka pemberian obat
harus terbagi. Jika terjadi toksisitas akibat allopurinol, salah satu pilihan adalah terapi
urikosurik dengan probenecid 1−2 gr/hari.5
Probenecid dapat diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal normal, namun
dikontraindikasikan pada pasien dengan urolitiasis atau ekskresi asam urat urin ≥800
mg/24jam. Pilihan lain adalah febuxostat, yang merupakan inhibitor xantin oksidase non
purin dengan dosis 80−120 mg/hari. Kombinasi inhibitor xantin oksidase dengan obat
urikosurik atau peglotikase dapat diberikan pada pasien gout kronis dengan toϐi yang banyak
dan/atau kualitas hidup buruk yang tidak dapat mencapai target kadar asam urat serum
dengan pemberian dosis maksimal obat penurun asam urat tunggal. Target terapi penurun
asam urat adalah kadar asam urat serum.5

Gambar 2. Jenis-jenis obat penurun asam urat5

Rekomendasi Pengelolaan Gout Pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal


Pasien gout dengan gangguan fungsi ginjal dosis obat penurun kadar asam urat serum
(misalnya: probenecid dan allopurinol) harus memperhatikan bersihan kreatinin. Pasien
dengan gangguan fungsi ginjal berat dan mengalami serangan gout akut dapat diberikan
kortikosteroid oral dan injeksi intraartikuler. Bila nyeri masih belum teratasi dapat
ditambahkan analgesia golongan opioid. Allopurinol dan metabolitnya mempunyai waktu
paruh yang panjang. Pada gangguan fungsi ginjal dosis alopurinol disesuaikan dengan bersihan
kreatinin. Febuxostat dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dan tidak
membutuhkan penyesuaian dosis apabila bersihan kreatinin >30 ml/ menit. Pemberian
kolkisin tidak memerlukan penyesuain dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang
memiliki bersihan kreatinin >60 ml/min/1.73 m2. Sedangkan pada pasien yang memiliki
bersihan kreatinin 30─60 ml/ min/1.73m2dosis yang diberikan dibatasi 0.5 mg, pasien dengan
bersihan kreatinin 10─30 ml/min/1.73m2dosis dibatasi 0.5 mg setiap 2─3 hari, dan pemberian
kolkisin perlu dihindari pada pasien dengan bersihan kreatinin <10 ml/min/1.73m2.5

Gambar 3. Rekomendasi pengelolaan gout pada pasien gangguan


fungsi ginjal5

Perubahan Gaya Hidup


Diet
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gout diantaranya
faktor genetik, berat badan berlebih (overweight), konsumsi obat-obatan tertentu (contoh:
diuretik), gangguan fungsi ginjal, dan gaya hidup yang tidak sehat (seperti: minum alkohol
dan minuman berpemanis). Hindari makanan yang mengandung tinggi purin dengan nilai
biologik yang tinggi seperti hati, ampela, ginjal, jeroan, dan ekstrak ragi. Makanan yang
harus dibatasi konsumsinya antara lain daging sapi, babi, makanan laut tinggi purin (sardine,
kelompok shellish seperti lobster, tiram, kerang, udang, kepiting, tiram, skalop). Alkohol
dalam bentuk bir, wiski dan fortiied wine meningkatkan risiko serangan gout.
Demikian pula dengan fruktosa yang ditemukan dalam corn syrup, pemanis pada minuman
ringan dan jus buah juga dapat meningkatkan kadar asam urat serum. Sementara konsumsi
vitamin C, dairy product rendah lemak seperti susu dan yogurt rendah lemak, cherry dan
kopi menurunkan risiko serangan gout.5

Pengaturan diet juga disarankan untuk menjaga berat tubuh yang ideal. Diet yang ketat
dan tinggi protein sebaiknya dihindari. Selain pengaturan makanan, konsumsi air yang cukup
juga menurunkan risiko serangan gout. Asupan air minum >2 liter per hari disarankan pada
keadaan gout dengan urolithiasis. Sedangkan saat terjadi serangan gout direkomendasikan
untuk meningkatkan asupan air minum minimal 8 – 16 gelas per hari. Keadaan dehidrasi
merupakan pemicu potensial terjadinya serangan gout akut.

Latihan Fisik
Latihan fisik dilakukan secara rutin 3−5 kali seminggu selama 30−60 menit. Olahraga
meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan sendi, dan ketahanan kardiovaskular.
Olahraga bertujuan untuk menjaga berat badan ideal dan menghindari terjadinya gangguan
metabolisme yang menjadi komorbid gout. Namun, latihan yang berlebihan dapat berisiko
menyebabkan trauma sendi.5

Gambar 3. Rekomendasi perubahan gaya hidup pada pasien gout5


Komplikasi

Komplikasi dari artritis gout meliputi severe degenerative arthritis, infeksi sekunder,
batu ginjal, gangguan ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan
yang berperan dalam proses inflamasi akut juga berperan pada proses inflamasi kronis
sehingga menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang. Kristal
monosodium urat dapat mengaktifkan kondrosit untuk mengeluarkan IL-1,
merangsang sintesis nitric oxide dan matriks metaloproteinase yang nantinya
menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal monosodium urat mengaktivasi osteoblas
sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolik yang nantinya
berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.4
Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan risiko terjadinya batu ginjal.
Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin memilki pH rendah yang
mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut. Terdapat tiga hal yang signifikan
kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita dengan uric acid nephrolithiasis yaitu
hiperurikosuria (disebabkan karena peningkatan kandungan asam urat dalam urin),
rendahnya pH (yang mana menurunkan kelarutan asam urat), dan rendahnya volume urin
(menyebabkan peningkatan konsentrasi asam urat pada urin).4

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk gout artritis yaitu dengan mengidentifikasi
faktor risiko dan modifikasi gaya hidup. Peningkatan asupan kopi, minuman ringan, dan
fruktosa meningkatkan risiko asam urat. Rekomendasi diet yang tepat dengan modifikasi
gaya hidup dapat membantu mencegah asam urat. Langkah-langkah perlindungan untuk
asam urat termasuk penurunan konsumsi makanan protein hewani, minum lebih banyak
cairan dan meningkatkan Ph urin. Konsumsi sayuran, buah-buahan, biji-bijian, produk
dairy yang rendah lemak, suplemen vitamin C dengan penurunan berat badan dan olahraga
juga dapat mengurangi risiko asam urat.11

Prognosis
Artritis gout sering dikaitkan dengan morbiditas yang cukup besar, dengan episode
serangan akut yang sering menyebabkan penderita cacat. Namun, artritis gout yang diterapi
lebih dini dan benar akan membawa prognosis yang baik jika kepatuhan penderita terhadap
pengobatan juga baik. Artritis gout sering terkait dengan beberapa penyakit yang berbahaya
dengan angka mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi, kolesterol, penyakit ginjal,
dan obesitas. Penyakit-penyakit ini bisa muncul sebagai komplikasi maupun komorbid
dengan kejadian artritis gout. Dengan terapi yang dini, artritis gout dapat dikontrol dengan
baik.4
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Pemeriksaan : 09-12-2022

Anamnesis : Autoanamnesis

3.1 Identitas Pasien

Nama Penderita : Ny. SN

Usia : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Taman Duta Mas, Jakarta Barat

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Terakhir : SMA

3.2 Anamnesis

Bengkak pada jempol kaki kanan sejak 3 hari yang lalu.

Keluhan Tambahan

Rasa panas, nyeri, dan kemerahan pada kaki kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Perempuan 55 tahun dengan keluhan nyeri dan bengkak pada kaki kanan sejak 3
hari yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk yang terjadi terus-menerus sejak
3 hari yang lalu. Nyeri terjadi pada ibu jari kaki kanan dan menjalar sampai telapak
kaki dan punggung kaki. Kadang kala disertai kaku pada jari-jari kaki. Nyeri dirasakan
semakin bertambah berat dengan adanya aktivitas fisik dan bertahan dalam beberapa
jam kemudian membaik dengan mengkonsumsi obat antinyeri. Keluhan dapat
memberat hingga sulit berjalan. Keluhan lain berupa demam, nyeri kepala, batuk, sesak
nafas, nyeri dada, mual muntah dan nyeri ulu hati disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat asam urat kurang lebih 4 tahun yang lalu. Pasien
menyangkal adanya riwayat penyakit lain seperti hipertensi, jantung, DM dan riwayat
alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang mengeluh penyakit yang sama dengan pasien.


Riwayat Pengobatan

Pasien mengonsumsi obat celecoxib untuk rasa nyerinya. Pasien pernah


mengonsumsi obat dokter berupa allopurinol 3 bulan yang lalu.
Riwayat Pribadi dan Sosial

• Olahraga : Jalan pagi setiap hari, selama kurang lebih 30 menit.


• Pola Jajan : Ny. SN jarang membeli makanan di luar, hampir setiap hari
mengkonsumsi makanan masakan rumah.
• Pola Makan : 3 sampai 4 kali dalam sehari dan meminum susu 1 kali sehari.
Tidak ada pantangan makanan. Hanya jika asam urat dirasa kambuh pasien
mengurangi konsumsi jeroan, daging merah, dan melinjo.
• Pola Rekreasi : Pasien sering berkumpul dengan keluarga besar ataupun
melakukan rekreasi ke luar kota berpegian menemui sanak saudara satu bulan
sekali.
• Merokok & Alkohol : tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Fisik

• Keadaan Umum : Sakit Sedang


• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda-tanda Vital
• Tekanan Darah : 130/80 mmHg
• Nadi : 80x/menit (regular, kuat angkat)
• Pernapasan : 21x/menit (regular, abdomino thorakalis)
• Suhu : 36,6 ºC

• Status Gizi : BB 53 kg, TB 153 cm, IMT 22,64 kg/m2(normal)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium: asam urat 8,1 mg/dL (pada bulan November 2022)


Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan: Aspirasi cairan synovial metatarsophalangeal
kanan, X-ray sendi metacarpal dextra, USG metatarsophalangeal kanan.
3.5 Pendekatan Holistik

1. Aspek Klinis

Artritis gout akut

2. Aspek Personal

Tilikan : 5

Pasien menyadari penyakitnya dan faktor-faktor yang berhubungan dengan


penyakitnya naum tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya.

3. Aspek Faktor Risiko Internal

• Genetik : keluarga dalam keadaan sehat dan tidak ada yang mengalami hal
serupa
• Kondisi Biologis : IMT normal
• Perilaku/ gaya hidup : Menu makanan lauk yang sering disajikan di rumah Ny.
SN adalah seafood seperti ikan, serta daging merah seperti babi.
• Kondisi Psikologis: Pasien tidak ada masalah dengann kondisi psikologis.

4. Aspek Faktor Risiko Eksternal


• Ekonomi : keuangan pasien baik, pasien dapat memeriksakan kesehatannya
• Lingkungan sosial: hubungan sosial pasien dengan tetangga baik, tidak ada
masalah
• Lingkungan budaya: budaya yang diterapkan pasien baik
• Lingkungan fisik: lingkungan tempat tinggal agak padat penduduk, rumah
tinggalpasien bersih dan baik

• Lingkungan kimia: paparan bahan kimia tidak ada

5. Derajat Fungsional:
Derajat fungsional pada pasien ini adalah 2. Mampu melakukan pekerjaan ringan
sehari-hari di dalam dan luar rumah.
Penatalaksanaan Awal dan Edukasi

Health Promotion
Meningkatkan derajat kesehatan perorangan, mengurangi peranan penyebab dan derajat
risiko, dan meningkatkan lingkungan yang sehat secara orptimal. Tindakan ini dilakukan
pada seseorang yang sehat. Sasaran untuk keluarga Ny. SN:

• Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit artritis gout yang
tidak bisa sembuh total tetapi dapat dikontrol dengan tindakan pencegahan,
mengenai faktor yang mempengaruhi, serta komplikasi penyakit ini.

• Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang makanan dan minuman
yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya artritis gout.

• Memberikan edukasi pada keluarga pasien untuk memberi motivasi kepada pasien
misalnya memberi dorongan untuk tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan
yang menjadi faktor risiko.
• Menganjurkan pasien dan keluargnya menerapkan pola diet yang baik.
• Menerapkan pola tidur yag baik, yaitu sekitar 7-8 jam per hari.

Spesific Protection

Tindakan untuk mencegah penyakit, menghentikan proses interaksi penyakit, tetapi sudah
terarah pada penyakit tertentu (faktor risiko). Sasaran untuk keluarga Ny.SN:

• Anak dan cucu pasien dianjurkan untuk menghindari atau mengurangi porsi
konsumsi makanan yang mengandung purin seperti kacang-kacangan, emping
melinjo, tempe tahu, kangkung, bayam, daging merah, dan sebagainya untuk
melindungi dan mencegah timbulnya artritis gout oleh karena adanya faktor
keturunan.

• Minum banyak air, hindari alkohol, mengatur pola makan untuk menjaga berat badan
tetap ideal dan melakukan olahraga rutin.

• Melakukan pengecekan darah untuk mengetahui kadar asam urat secara rutin untuk
memberi alarm pada tubuh sebagai pencegahan dan terus meningkatkan pembatasan
konsumsi makanan dan meningkatkan gaya hidup sehat.
Early Diagnosis and Promp Treatment

Merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin dan melakukan


penatalaksanaan segera dengan terapi yang tepat. Tindakan ini bertujuan untuk
mendeteksi, mencegah meluasnya penyakit, dan menghentikan proses penyakit sejak
dini. Sasaran untuk keluarga Ny.SN:

• Jika anggota keluarga Ny. SN ada yang mengalami keluhan nyeri pada ibu jari kaki
yang terjadi secara tiba-tiba, bahkan disertai bengkak, merah dan kaku, diharapkan
segera melakukan pemeriksaan ke layanan kesehatan terdekat baik puskesmas
maupun rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan awal dengan
tepat sehingga nyeri tidak bertambah berat.

• Segera berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan begitu ada gejala walau sedikit.

• Konsultasi ke dokter dan konsumsi obat nyeri jika keluhan nyeri dirasakan.

Disability Limitation
Disability Limitation: Tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada pasien
dengan penyakit yang telah lanjut, mencegah penyakit menjadi lebih berat,
menyembuhkan psaien, serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan
timbul. Sasaran untuk Ny.SN:

• Mengontrol penyakit artritis gout yang sedang diderita pasien sehingga tidak
semakin berat dan menimbulkan komplikasi.

• Pemeriksaan aspirasi cairan sendi untuk identifikasi Kristal Monosodium Urat


(MSU) dan kultur cairan sendi untuk membedakan artritisnya.

• Pasien diharapkan melakukan pemeriksaan rontgen untuk melihat kelainan baik


pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi. Bila tidak kunjung
membaik dapat melakukan MRI namun biayanya lebih mahal.

• Pemeriksaan urin untuk melihat gangguan pada ginjal baik infeksi pada ginjal
maupun batu ginjal, ataupun pemeriksaan ureum kreatinin untuk mengetahui
fungsi ginjal.

• Mematuhi anjuran dokter untuk melakukan pengobatan dan kontrol teratur.


Rehabilitation

Rehabilitation : Sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu yang sudah


sembuh atau terkontrol dalam usaha memulihkan fungsinya serta program rehabilitasi,
untuk mengembalikan pasien ke masyarakat dan berfungsi sebaik mungkin agar mereka
dapat hidup danbekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain. Sasaran
untuk Ny.SN:

• Kontrol secara rutin ke fasilitas layanan kesehatan untuk dilakukan pemantauan


pengobatan dan melihat perkembangan penyakit.

• Membatasi aktivitas fisik yang memerlukan gerakan ekstra.

Prognosis

Ad vitam : Ad bonam

Ad functional: Dubia ad bonam

Ad sanationam: Dubia ad bonam


Pendekatan Holistik
Profil Keluarga

Ny. SN memiliki 3 orang anak. Saat ini Ny. SN tinggal bersama suami dan cucunya..

Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah


Hubungan
Jenis Pekerjaan Keadaan
No Nama dengan Umur Agama Imunisasi
Kelamin Kesehatan
Paisen

1. Ny. SN Pasien Perempuan 55 IRT Kristen Sakit Lengkap

2. Tn. M Suami Laki-laki 58 Wiraswasta Kristen Sehat Lengkap

3. Tn. JO Cucu Laki-laki 26 Mahasiswa Kristen Sehat Lengkap

Genogram

a. Bentuk Keluarga

Bentuk keluarga ini adalah Extended Family yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri dan
cucu.
b. Hubungan Anggota Keluarga

Ny. SN merupakan istri dari Tn. M dan Ny. SN adalah nenek dari Tn. JO. Hubungan antar
anggota baik, mereka sering berkumpul, dan komunikasi antar keluarga terjalin dengan
baik, tidak ada individu yang dominan.

Keadaan Umum Keluarga

Status Gizi

Bb Tb IMT
(kg) (cm)
(kg/m2)

Ny. SN 53 153 22.64 Normal

Tn. M 59 162 22.48 Normal

Tn. JO 62 168 21.96 Normal

Pemeriksaan Fisik Keluarga

Tekanan HR RR Suhu
(x/menit) (ºC)
Darah (x/menit)

(mmHg)

Ny. SN 130/80 80 21 36,5

Tn. M 130/90 80 20 36,6

Tn. JO 120/80 74 20 36,6


Riwayat Biologis Keluarga
• Keadaan kesehatan sekarang : Baik
• Kebersihan perorangan : Baik
• Penyakit yang sedang diderita (oleh anggota keluarga) : Tidak ada
• Penyakit keturunan : Tidak ada
• Penyakit kronis/menular : Tidak ada
• Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
• Pola makan : Sehari 3-4 kali, makanan bervariasi
• Pola istirahat : 5-6 jam perhari.
• Jumlah anggota keluarga : 3 orang

Psikologis Keluarga
• Kebiasaan buruk : Tidak ada
• Pengambilan keputusan : Keluarga (semua keputusan diambil secara mufakat dengan
melibatkan seluruh anggota keluarga yang ada)
• Ketergantungan obat : Tidak ada
• Tempat mencari pelayanan kesehatan : Rumah sakit (jarak dari rumah ke RS sekitar 5
km)
• Pola rekreasi : Baik

Spiritual Keluarga
• Ketaatan ibadah : Baik
• Keyakinan tentang kesehatan : Baik

Keadaan Sosial Keluarga


• Tingkat pendidikan : Menengah
• Hubungan antar anggota keluarga : Baik
• Hubungan dengan orang lain : Baik
• Kegiatan organisasi sosial : Baik
• Keadaan ekonomi : Baik

Kultural Keluarga
• Adat yang berpengaruh : Tidak ada
• Lain-lain : Tidak ada
Identifikasi keadaan rumah/lingkungan (Berisiko/tidak)
• Daerah pemukiman : Tidak padat penduduk
• Jenis bangunan : Permanen
• Status kepemilikan rumah : Milik sendiri
• Luas rumah : 7 m x 10 m
• Luas halaman rumah : 7 m x 5 m
• Lantai rumah : Keramik
• Dinding rumah : Beton
• Kebersihan rumah : Baik
• Ventilasi udara : Baik
• Penerangan listrik : 2.200 watt
• Dapur : Ada
• Jamban keluarga : Ada
• Ketersediaan air bersih : Ada (PDAM)
• Sumber air minum : Air galon
• Sumber pencemaran air : Tidak ada
• Sistem pembuangan air limbah : Ada
• Pemanfaatan perkarangan : Ada
• Tempat pembuangan sampah : Ada, di dalam rumah dan di luar rumah (petugas
kebersihan mengambil sampah setiap hari)
• Sanitasi lingkungan : Baik
• Keadaan udara/polusi di luar rumah : Minimal (rumah berada didalam kompleks dan
jauh dari jalan raya)

Penilaian Perilaku Kesehatan


• Jenis tempat berobat : Rumah Sakit
• Asuransi/Jaminan Kesehatan : BPJS
Pola Konsumsi Keluarga

Keluarga Ny. SN memiliki kebiasaan makan tiga hingga empat kali dalam sehari dengan menu
makanan sehari-hari yang bervariasi. Menu makanan yang biasa disajikan di rumah Ny. SN
terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang di masak sendiri. Lauk yang paling sering dikonsumsi
adalah seafood berupa ikan, serta dagin merah seperti ayam dan babi. Konsumsi buah-buahan
sehari sekali, mengonsumsi buah-buahan seperti papaya, semangka, jeruk, dan pisang.
Keluarga Ny. SN suka membeli makanan dari luar jika lauk sudah habis, seminggu sekali.

Menu Pagi Menu Siang Menu Malam Cemilan

Hari ke 1 Nasi - kuah ikan Nasi - kuah Nasi - ikan Wafer


tongkol - tumis ikan tongkol - patin bakar -
kangkong - tempe tumis kangkong tumis buncis -
goreng - tumis bayam - tempe goring
bakwan jagung

Hari ke 2 Nasi - ikan patin Nasi - ayam Nasi - ayam Kentang


goreng - sayur bening goreng tepung khas thailand - goreng,
- bakwan sayur - sayur sop - sayur sop kerupuk
bakwan sayur emping

Hari ke 3 Nasi - kuah ikan Nasi - kuah ikan Nasi - ikan lais Roti gembong
jelawat - tumis oyong - jelawat -tumis goreng - tumis
tahu goreng kacang panjang kacang
- tempe bacem panjang -
tempe bacem

Hari ke 4 Nasi - ikan lais goreng Nasi - ayam Nasi - ayam Pisang goreng
- tumis buncis - kecap - capcay kecap - capcay
bakwan jagung - bakwan sayur

Hari ke 5 Nasi - babi rica - daun Nasi - babi rica - Nasi - babi Salad buah
singkong tumbuk - daun singkong goreng -
lalapan sayur tumbuk - tempe lalapan sayur
goreng

Hari ke 6 Nasi - ikan nila pepes - Nasi - ikan nila Nasi - udang Kacang -
tumis bayam - bakwan kacangan, molen
goreng - terong goreng, tumis
jagung pisang
goreng - tempe toge
tahu goreng
Hari ke 7 Nasi - ayam rica -sayur Nasi - ayam Nasi - ayam martabak
sop - tahu goreng rica - sayur sop goreng - manis
- tahu goreng lalapan -
tempe bacem

Pola Dukungan Keluarga


a. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga
Pasien memiliki suami, anak, serta cucu yang mendukung pasien untuk mengubah
pola hidup. Selain itu jarak dari rumah ke fasilitas kesehatan tidak jauh dan biaya
pengobatan ditanggung oleh BPJS atau terkadang membayar mandiri.

b. Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga


Di antara yang merupakan faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam
keluarga tersebut adalah kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien karena di anggap merupakan penyakit biasa saja dan menganggap
dengan minum obat saja akan sembuh sehingga kadang lupa untuk mengontrol asam
urat dan diet rendah purin dan dari diri pasien sendiri karena masih belum dapat
mengubah pola makan dan malas kontrol ke dokter.

Fungsi Fisiologis (Skor APGRAR)


Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan
oleh Rosan, Guyman dan Leyton dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga, antara lain:
• Adaptation : Tingkat kepuasaan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
• Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
• Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota keluarga.
• Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi
emosional yang berlangsung.
• Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi
waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0

Total Skor
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita


No. Pertanyaan Penilaian
Hampir Kadang Hampir
Selalu Kadang Tidak
(2) (1) Pernah
(0)

1. Adaptation (Adaptasi)
Saya puas bahwa saya dapat
kembali kepada keluarga saya, √

bila saya menghadapi masalah

2. Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan cara-cara
keluarga saya membahas serta √

membagi masalah dengan saya

3. Growth (Pertumbuhan)
Saya puas bahwa keluarga
saya menerima dan

mendukung keinginan saya
melaksanakan kegiatan dan
ataupun arah hidup yang baru
4. Affection (Kasih Sayang)
Saya puas dengan cara-cara
keluarga saya menyatakan √

rasa kasih sayang dan


menanggapi emosi

5. Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan cara √
keluarga saya membagi waktu
bersama

Total skor 9

Dari tabel APGRAR diatas total Skor adalah 9 yang menunjukkan Fungsi keluarga sehat.

Fungsi Patologis (SCREEM)


Aspek sumber daya patologis

• Sosial

Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara, partisipasi
mereka dalam masyarakat dan lingkungan setempat sangat baik. Keluarga pasien
berinteraksi baik dengan tetangga disekitar rumahnya.
• Cultural

Kepuasan dan kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari sehari-hari
baik dalam keluarga maupun di lingkungan. Keluarga pasien sehari-hari
berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia.
• Religius

Pemahaman dan penerapan terhadap ajaran agama sangat baik. Ny. SN dan seluruh
keluarganya setiap malam sebelum tidur dan pagi hari sebelum melaksanakan aktivitas
selalu berdoa bersama. Selain itu Ny. SN dan seluruh keluarganya rajin mengikuti
ibadah setiap hari Minggu.
• Ekonomi

Ekonomi keluarga ini tergolong cukup, seluruh kebutuhan primer dan kebutuhan
sekunder sudah dapat terpenuhi, namun tetap menerapkan skala prioritas untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
• Edukasi

Pendidikan anggota keluarga sudah cukup baik. Ny. SN memiliki pendidikan terakhir
SMA. Suami Ny. SN pendidikan terakhir SMA dan cucu Ny. SN tamat SMA dan
sedang melanjutkan studi S1.

• Medikasi
Pembiayaan pelayanan kesehatan sudah cukup baik. Pasien dan keluarganya biasanya
menggunakan BPJS atau membayar sendiri.
BAB IV
ANALISA KASUS

Perempuan 55 tahun dengan keluhan bengkak dan nyeri pada ibu jari kaki kanan
seperti tertusuk-tusuk yang terjadi sejak 3 hari yang lalu, disertai rasa panas, dan kemerahan.
Faktor pencetus terjadinya artritis gout adalah pola makan yang kurang sehat.

Identifikasi Faktor Risiko

Faktor Perilaku
Perilaku Ny. SN dan keluarga sehari-sehari kurang lebih sama, sehingga Ny. SN, suami
dan cucu memiliki IMT normal. Meskipun Ny. SN memiliki IMT normal, namun pola
makannya kurang baik karena di rumah sering mengkonsumsi makanan tinggi purin. Saat ini
pasien sudah mulai memperbaiki pola makan, dan mengurangi makanan tinggi purin seperti
seafood, daging merah, serta mengurangi konsumsi cemilan yang tinggi purin yaitu kacang-
kacangan dan emping melinjo. Pasien juga mengaku mulai memperbanyak konsumsi sayur-
sayuran dan buah-buahan, minum air yang banyak, serta rutin mengonsumsi suplemen vitamin
C sejak pandemi covid-19.

Aktivitas sehari-hari Ny. SN termasuk aktivitas sedang, yaitu memilki tempat hunian
sewa. Pasien rutin berolahraga, yaitu rutin jalan pagi selama 30 menit. Pasien juga jarang untuk
kontrol ke puskesmas terdekat. Suami Ny. SN dan cucunya juga menerapkan pola hidup sehat
dengan dengan rutin berolahraga.

Perilaku pasien yang sering mengonsumsi makanan tinggi purin menyebabkan


terjadinya hiperurisemia yang akhirnya menyebabkan artritis gout yang diderita pasien. Pasien
disarankan untuk selalu menjaga pola makan dengan mengurangi konsumsi makanan tinggi
purin tersebut untuk mencegah kekambuhan. Selain itu juga dianjurkan kepada keluarga pasien
agar mengurangi menghidangkan makanan yang tinggi purin sebagai faktor risiko terjadinya
artritis gout.

Faktor Lingkungan

Lingkungan rumah Ny. SN terlihat bersih. Berdasarkan luasnya, tempat tinggal nya
termasuk baik dan layak huni karena cukup besar untuk dihuni oleh 3 orang. Rumah Ny. SN
terdiri dari 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 gudang, 1 ruang tamu, 1 ruang santai, 1 dapur
bersih, 1 dapur kotor, 1 ruang makan, dan pekarangan. Jumlah ventilasi dan jendela cukup
dan berfungsi baik sehingga sirkulasi udara ditempat tinggalnya cukup baik.
Ventilasi yang ada di tempat tinggal bertujuan agar kelembapan ruangan tidak naik
karena proses penguapan cairan dari kulit, mengingat kelembapan akan menjadi media yang
baik untuk bakteri-bakteri patogen. Ventilasi juga bertujuan membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri terutama bakteri patogen.
Lingkungan tempat tinggal Ny. SN juga sedikit padat penduduk. Pencahayaan tempat
tinggal sudah cukup baik, karena setiap ruangan sudah terdapat lampu yang dapat menyala dan
cahaya matahari yang dapat masuk dengan baik ke dalam rumah. Cahaya matahari yang masuk
dapat membantu membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Kamar mandi juga
merupakan milik pribadi sehingga kebersihan lebih baik dan mengurangi risiko terjadinya
penularan penyakit. Tempat tinggal Ny. SN juga selama ini tidak pernah mengalami banjir,
tidak dekat pabrik. Untuk pembuangan sampah, setiap hari terdapat tukang sampah yang
mengambil sampah-sampah. Air minum yang digunakan juga berasal dari air galon baru.
Sedangkan air untuk kebutuhan sehari-hari sudah menggunakan air PAM. Selain itu, kebersihan
tempat tinggal juga cukup baik karena selalu dibersihkan setiap hari. Kebersihan rumah juga
harus terjaga karena tempat tinggal yang kotor tentu sangat tidak nyaman untuk dihuni dan
dapat menjadi tempat berkembang biak kuman penyakit.

Dari beberapa hal tersebut, dapat dikatakan bahwa lingkungan fisik tempat tinggal Ny.
SN dapat dikatakan baik dan sudah memenuhi syarat rumah sehat. Hal ini karena lingkungan
rumah sudah memenuhi syarat rumah yang sehat yakni telah memiliki ventilasi udara yang
cukup pada setiap ruangan, pengoptimalan sinar matahari yang masuk kedalam ruangan, luas
bangunan rumah yang cukup untuk penghuni di dalamnya, pencahayaan rumah yang cukup,
dan kebersihan rumah terjaga. Keadaan lingkungan sosial bisa terbilang baik, hal ini dapat
dilihat dari hubungan antara pasien dengan tetangga maupun keluarganya yang sangat
harmonis.

Faktor Pelayanan Kesehatan


Jarak antara tempat tinggal Ny. SN dan puskesmas berkisar 3 km. Jarak yang dekat dan
kemudahan akses menuju puskesmas sangat membantu untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan tersebut. Pasien sendiri jarang kontrol ke dokter karena malas. Pengetahuan pasien
terhadap penyakitnya cukup sehingga pasien paham untuk mencari bantuan medis ketika
merasa penyakitnya dirasa semakin memberat. Status ekonomi pasien juga dikatakan cukup
mampu sehingga tentunya cukup mudah dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Faktor Genetik
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita artritis gout merupakan faktor risiko
bagi keluarga pasien untuk menderita gout artritis meskipun faktor genetik bukanlah faktor
penyebab utama. Cucu Ny. SN serta anak Ny. SN juga harus waspada karena memiliki risiko
untuk menderita gout artritis yang lebih tinggi dari seseorang yang tidak ada riwayat keluarga
dengan artritis gout, sehingga dibutuhkan tindak pencegahan agar tidak menderita artritis gout,
dengan menerapkan pola hidup sehat, terutama mengurangi makanan yang tinggi purin secara
berlebihan.

Anjuran untuk Pasien dan Anggota Keluarga

Ny. SN yang menderita gout artritis dianjurkan untuk rutin kontrol ke fasilitas kesehatan
untuk melihat perkembangan penyakit yang diderita. Selain itu, pasien juga dianjurkan untuk
konsisten menjaga asupan makanan tinggi purin, untuk mencegah kekambuhan ataupun
keparahan dari gout artritis. Ny. SN juga diharapkan terus rutin berolahraga setidaknya 3-4 kali
dalam seminggu selama 30 menit dan rutin mengkonsumsi obat yang diberikan dokter. Jika
terjadi kekambuhan atau keluhan dirasakan memberat, pasien diharapkan segera mencari
bantuan ke fasilitas kesehatan terdekat.

Keluarga pasien juga berisiko menderita gout artritis di kemudian hari dikarenakan oleh
adanya faktor keturunan, dianjurkan untuk hidup sehat sedini mungkin secara teratur dan hidup
dengan pola makan yang sehat dengan mengurangi konsumsi makanan tinggi purin dan rutin
berolahraga.
BAB V
KESIMPULAN

Teori Blum mengatakan kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur, yaitu
genetik, perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan, dimana unsur-unsur tersebut saling
berinteraksi dan saling terkait satu sama lain, juga mengacu pada kemampuan mengetahui,
mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan kesehatan individu.

Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa pasien menderita penyakit artritis gout.
Faktor pencetus terjadinya artritis gout pada pasien yaitu pasien sering mengonsumsi makanan
yang mengandung purin. Selain itu pasien juga jarang untuk pergi ke fasilitas kesehatan untuk
kontrol. Pasien dianjurkan untuk sudah mulai menerapkan pola hidup sehat, mengurangi
makanan tinggi purin, dan rutin berolahraga.

Dari hasil anamnesia kondisi kesehatan keluarga pasien yaitu istri dan cucu pasien
berada dalam kondisi sehat. Meskipun demikian perlu jadi perhatian bagi cucu pasien untuk
kemungkinan menderita gout artritis dikemudian hari, mengingat adanya faktor genetik pada
gout artritis. Maka itu, unsur perilaku pada keluarga ini memiliki peranan yang sangat besar
untuk mencegah ataupun mengontrol penyakit gout artritis.

Dari gambar rumah pasien, didapatkan bahwa tempat tinggal pasien sudah memenuhi
kriteria rumah sehat. Jarak antara tempat tinggal Ny. SN dan fasilitas kesehatan juga dekat dan
mudah diakses.

Maka terbukti bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur-unsur yang
disebutkan di Teori Blum. Sebagai seorang dokter keluarga yang bekerja di puskesmas,
sebaiknya dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi perorangan untuk
memperbaiki pola hidup pasien, serta menerapkan prinsip kedokteran keluarga yaitu
komperehensif (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif).
Lampiran

Gambar 1. Jalan di depan rumah

Gambar 2. Tempat pembuangan sampah

Gambar 3. Tampak depan rumah


Gambar 4. Ruang Tamu

Gambar 5. Kamar Tidur

Gambar 6. Kamar mandi


Gambar 7. Tempat Mencuci pakaian dan jemuran

Gambar 8. Ruang makan dan Dapur


Daftar Pustaka

1. Zahara R. Artritis gout metakarpal dengan perilaku makan tinggi purin diperberat oleh
aktifitas mekanik pada kepala keluarga dengan posisi menggenggam statis. Jurnal medula unila.
2013. 1(3); h.67-76.
2. Dehlin M, Jacobsson L, Roddy E. Global epidemiology of gout: prevalence, incidence,
treatment patterns and risk factors. Nature Reviews Rheumatology. 2020 Jul;16(7):380- 90.
3. Anggraini T, Anggraini DI. Penatalaksanaan Artritis Gout dan Hipertensi pada Lansia 70
Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga. Jurnal Medula. 2016 Aug 1;5(2):108-13.
4. Widyanto FW. Artritis gout dan perkembangannya. Saitika medical jurnal ilmu kesehatan
dan kedokteran keluarga. 2014.10(2); h.145-5.
5. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Pedoman diagnosis dan pengelolaan gout. Jakarta;
2018.
6. Kanwal K, etc. A systematic review on the prevalence, pathophysiology, diagnosis,
management and treatment of gout (2007-2018). Journal GSC Biological and Pharmaceutical
Sciences. 2018. 5(1); p. 50-55.
7. Sholihah FM. Diagnosis and treatment gout arthritis. Jurnal Majority. 2014. 3(7); h.39- 45.
8. Abhishek A, Roddy E, Doherty M. Gout - a guide for the general and acute physicians. Clin
Med (Lond). 2017 Feb;17(1):54-59. doi: 10.7861/clinmedicine.17-1-54. PMID: 28148582;
PMCID: PMC6297580.
9. Ragab G, Elshahaly M, Bardin T. Gout: An old disease in new perspective – A review.
Journal of Advanced Research. 2017. 8; p. 495–51.
10. Asrizal MT, Berawi KN. Penatalaksanaan gout arthtritis pada seorang lansia usia 63 tahun
dengan pola makan yang tidak teratur. Jurnal Agromedicine. 2019. 6(1); h.194- 201.
11. Nielsen SM, Zobbe K, Kristensen LE, Christensen R. Nutritional recommendations for
gout: An update from clinical epidemiology. Autoimmun Rev. 2018 Nov;17(11):1090- 1096.
doi: 10.1016/j.autrev.2018.05.008. Epub 2018 Sep 10. PMID: 30213692.

Anda mungkin juga menyukai